81
Beliau pun setuju, seminggu kemudian beliau datang lagi ke klinik Manda didampingi oleh suami dan anaknya. Semula ia takut untuk melakukan pap smear tapi
keinginan yang besar untuk sembuh dan dukungan dari keluarga membuat ibu Juwita memberanikan diri melakukannya dan mengambil langkah selanjutnya untuk
vaksinasi HPV setelah hasil pap smearnya keluar menunjukkan ia negatif kanker serviks.
Hal yang ia takutkan ketika akan melakukan tes pap smear adalah saat melihat alat seperti gunting atau mirip cocor bebek akan dimasukkan ke vaginanya. Ia takut
akan terjadi sesuatu seperti pendarahan di vaginanya,namun kekhawatiran ibu Juwita ditepis oleh penjelasan bidan Shanty yang mengatakan bahwa alat tersebut tidak akan
membahayakan beliau, ia bertanggung jawab sepenuhnya. Hal itulah yang membuat kecemasan ibu Juwita berangsur-angsur menghilang sampai tes pap smearnya selesai
dilaksanakan. Setelah pap smear, sebulan kemudian ia melakukan vaksinasi HPV dengan 3 kali suntik injeksi HPV bertahap. Setelah injeksi ketiga tidak ada masalah
pada tubuh dan kesehatan ibu Juwita sampai saat ini. Berdasarkan pengalam ibu Juwita, dapat disimpulkan bahwa perilaku kesehatan yang ia lakukan merupakan
aplikasi komponen HBM yaitu tindakan nyata untuk melakukan perilaku kesehatan berupa melakukan pap smear.
3.9.2. Ernawati
Ibu Ernawati adalah seorang ibu rumah tangga beretnis Aceh dan beragama islam yang lahir di Stabat, 23 September 1970 merupakan ibu dari 3 orang anak. Ia
menikah pada usia 22 tahun dengan seorang anggota Polri, yaitu Bapak Ipda Ismail
Universitas Sumatera Utara
82
Marzuki S.H. Beliau berdomisili di Jalan Ampera 2 No.6 Kelurahan Dwikora, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
Beliau pertama kali melakukan pap smear di Rumah Sakit DR. Zainal Abidin Banda Aceh pada tahun 2010 saat beliau dan keluarganya tinggal dan menetap disana
mengikuti tugas suaminya sebagai polisi. Saat itu alasan utama beliau melakukan pap smear adalah sebagai upaya pembersihan dan perawatan serviks dari kuman, bakteri
dan virus yang mungkin ada di dalamnya. Setelah melakukan pap smear yang pertama beliau rutin memeriksakan kesehatan reproduksinya terutama dari ancaman
penyakit kanker serviks dengan melakukan tes IVA, terakhir kali ia melakukan IVA pada tahun 2015 di Puskesmas Dwikora. Lalu satu tahun kemudian, melakukan tes
pap smear kembali di Klinik Manda. Ia memilih melakukan pap smear disana karena ajakan dan saran dari keluarga dekatnya yang pernah melakukan pap smear disana.
Selain karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dari rumah beliau, juga karena pelayanan yang baik dan ramah dari petugas kesehatan disana, terutama Bidan Shanty
dalam berinteraksi dengan pasien, apalagi pasien baru yang belum pernah sebelumnya memeriksakan kesehatannya ke klinik ini.
Biaya pap smear di klinik Manda sangat terjangkau dan hasil dari tes tersebut cepat keluar, hasil tes pap smear ibu Erna selalu negatif kanker serviks.
“Dengan rutin mendeteksi dini kanker serviks, kita dapat meminimalisir kerentanan terjangkit penyakit tersebut, sehingga
apabila kita menemukan gejala kanker serviks, dapat dicegah dan diobati
secepat mungkin”, ungkapnya.
Universitas Sumatera Utara
83
Ibu Ernawati telah melakukan upaya pencegahan penyakit dengan mempertimbangkan untung dan ruginya mengetahui penyakit yang mungkin
dideritanya. 3.9.3. Eka Yulianti
Ibu Eka Yulianti adalah seorang wirausaha dibidang fashion dan tekstil yang lahir pada 12 April 1974 dan tinggal di Jalan Gaharu No.22 Medan, ia pertama kali
menikah pada usia 19 tahun dengan seorang nahkoda kapal pesiar di Batam, Kepulauan Riau. Saat ini beliau sudah berpisah dengan suaminya tanpa memiliki
anak. Kemudian ia menikah lagi pada tahun 2001 lalu bercerai tanpa anak dan menikah lagi pada tahun 2014 dan kembali bercerai tanpa memiliki anak.
Beliau merupakan pasien yang melakukan pap smear di klinik Manda pada akhir tahun 2015 yang lalu. Sehari-hari ia melakoni profesinya sebagai seorang
wirausaha pakaian di Pusat Pasar Medan. Kesibukannya sehari-hari terkadang membuatnya lupa untuk menjaga kesehatannya sendiri, ia terkadang makan tidak
teratur dan kurang tidur. Selain itu, ia juga adalah seorang perokok aktif. Dari gaya hidup yang seperti itu, ibu Eka menyadari sepenuhnya kalau dirinya sangat rawan
terjangkit penyakit. Namun ia tidak menyangka bahwa akan menderita kanker serviks stadium 1B. Dalam wawancara ibu Eka mengatakan :
“Suami saya yang terakhir adalah seorang perokok aktif dan peminum, kami sama-sama mempunyai gaya hidup yang buruk, dimana
saya juga seorang perokok aktif. Saat ini kami sudah berpisah, kejadiannya saat itu, kami sedang melakukan hubungan seksual, tiba-
tiba keluar cairan dari vagina saya yang tidak normal dan berbau, seperti pendarahan setelah berhubungan seks padahal saat itu saya tidak
sedang haid. Kejadian ini sering terulang kembali setelah kami bersenggama. Sebulan kemudian saya periksa ke klinik Manda karena
rekomendasi dari kakak kandung saya yang sudah pernah pap smear
Universitas Sumatera Utara
84
disana, ia menyarankan saya untuk pap smear juga agar tahu apa sebenarnya penyakit saya ini”.
Setelah melakukan pap smear di klinik Manda, seminggu kemudian ibu Eka datang lagi untuk mengetahui hasilnya. Ternyata, ditemukan lesi kanker di
serviksnya. Bidan Shanty lalu menyarankan ibu Eka untuk melakukan pemeriksaan lanjutan dan biopsi di rumah sakit rujukannya yaitu Rumah Sakit Imelda Medan ke
dokter spesialis kandungan disana. Saat didiagnosa mengidap kanker serviks, ia merasa syok shock, sedih, kecewa, depresi, terpukul, frustasi, marah dan
mengisolasi diri dari lingkungan sekitar serta merasa hal tersebut tidak adil baginya. “Secara fisik saya baik, karena sebelumnya memang saya sehat. Hanya
secara mental payah sekali, merasa dekat dengan maut, ketakutan, rasanya berhadapan begitu dekat dengan kematian. Dari diagnosa sampai
saat ini perasaan saya seperti naik roller-coaster, naik turun tidak menentu. Ketika mendapat dukungan dari keluarga, saya menjadi kuat,
tetapi ketika memikirkan penyakit ini, saya jadi ketakutan dan down lagi. Saya pun akhirnya berpisah dengan suami saya. Saya menutup diri dan
sering mengurung di kamar. Perasaan malu karena ada penyakit maut di dalam diri ini, membuat saya malu untuk keluar rumah dan berinteraksi
dengan orang diluar
” ungkapnya. Ia tidak bekerja lagi di tempat usaha miliknya dan menyerahkan tanggung
jawab sepenuhnya kepada saudara perempuannya sembari terus meningkatkan semangat hidupnya dan membangkitkan kembali mentalnya yang sempat drop
dengan bergabung dengan sesama survivor kanker melalui website dan media sosial yang ia miliki. Ia percaya bahwa sesudah pengobatan ada kehidupan normal kembali.
Tadinya ia selalu membayangkan penderita kanker itu berobat sampai akhirnya meninggal. Tapi, setelah ia bergabung dengan support group, banyak sekali survivor
yang sudah kembali normal dan melakukan aktivitas seperti biasa.
Universitas Sumatera Utara
85
Oleh karena itu, ia memiliki harapan dan semangat untuk sembuh dan terbebas dari ancaman kanker serviks. Ia kemudian melakukan prosedur operasi pengangkatan
sel kanker tersebut. Kemudian ia menjalani semua prosedur medis yang disarankan. Ia sangat beruntung ternyata sel-sel kanker itu hanya berlokasi di leher rahimnya
belum menyebar ke organ tubuh lainnya.Empat bulan setelah ia didiagnosa kanker serviks akhirnya ia dipastikan bebas dari sel kanker tersebut. Ia sangat bersyukur
kepada Tuhan karena mengetahui kondisi ini pada tahap awal sebelum berlanjut menjadi semakin parah. Sekarang ia sudah bisa beraktivitas dengan normal.
3.10. Pengalaman Informan Melakukan IVA