Komunikasi Antarpribadi Pasien Dan Dokter (Studi Kasus Komunikasi Antarpribadi Pasien Dan Dokter Di Poli Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan)

(1)

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PASIEN DAN DOKTER

(STUDI KASUS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PASIEN DAN DOKTER DI POLI ORTHOPAEDI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN)

SKRIPSI

ADINDA SYAFITRI 110922012

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(2)

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PASIEN DAN DOKTER

(STUDI KASUS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PASIEN DAN DOKTER DI POLI ORTHOPAEDI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN)

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi

ADINDA SYAFITRI 110922012

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : ADINDA SYAFITRI NIM : 110922012

Departemen : ILMU KOMUNIKASI

Judul : KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PASIEN DAN DOKTER (Studi Kasus Kmonukasi Antarpribadi Pasien dan Dokter di Poli Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dr. Nurbani, M.Si Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A. NIP. 196108021987012001 NIP. 196208281987012001

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP. 19680525 199203 1 002


(4)

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : ADINDA SYAFITRI NIM : 110922012

Departemen : ILMU KOMUNIKASI

Judul : KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PASIEN DAN DOKTER (Studi Kasus Kmonukasi Antarpribadi Pasien dan Dokter di Poli

Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji :... (...)

Penguji :... (...)

Penguji Utama :... (...)

Ditetapkan di :


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah dan rahmatnNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi,Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).

Dalam penelitian ini peneliti tidak hanya belajar menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama perkuliahan di Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP USU, namun juga semakin belajar terutama tentang pengaruh komunikasi terhadap diri para pelakunya. Penelitian ini juga membuat peneliti semakin tertarik untuk tetap mendalami Ilmu Komunikasi di kemudian hari.

Secara khusus, peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada orangtua peneliti, Ayah : H. Syahril Nasution dan Ibu : Hj. Suraiya, serta abang-abang saya : Ilham Syahputra Nasution, S.Kom dan Zulfi Ardiansyah Nasution, ST, yang telah memberikan dukungan moril dan materil yang sangat berarti dari segala apapun dalam penyelesaian skripsi ini.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada:

(1) Bapak Prof. Dr. Badarudin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

(2) Ibu Dra. Fama Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi serta Dra. Dayana Manurung, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi atas segala bantuan yang diberikan.

(3) Ibu Dr. Nurbani, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberi pengarahan dalam penulisan skripsi dan penelitian ini.

(4) Seluruh Dosen dan staf Pengajar yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menjadi mahasiswa di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

(5) Ibu Emilia Ramadhani, S.Sos, M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik yang membantu selama perkuliahan.


(6)

(6) Kelima Informan : Ibu Radiah, Ibu Riana, Bapak Marolop, Ibu dari An. Novita Sari, dr. Otman Siregar, SpOT (K) atas bantuan informasi yang telah diberikan, serta telah meluangkan waktu bersedia diwawancara. Serta Sekretariat Departemen, Perawat ruangan Poliklinik Orthopaedi, peserta PPDS Orthopaedi

yang juga membantu memberikan izin dan kesempatan untuk dapat melakukan observasi selama di Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan.

(7) Sahabat tercinta saya yaitu : Eva, Yora, Kak Dea, Tami, Tira, Reni, Liza, Kiki yang selalu memberikan bantuan, semangat dan motivasi selama perkuliahan dan proses pengerjaan skripsi.

(8) Teman-teman stambuk 2011 Ekstensi Ilmu Komunikasi yang telah memberikan dukungan dan masukan baik kritik dan saran.

(9) Kak maya dan Kak Icut yang telah bersedia direpotkan penulis dalam hal administrasi dan akademis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ni masih jauh dari sempurna. Untuk itu saran dan kritik sangat diharapkan dari pembaca sekalian demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan,Januari 2014

Peneliti


(7)

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Adinda Syafitri NIM : 110922012 Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Ekslusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PASIEN DAN DOKTER

(STUDI KASUS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PASIEN DAN DOKTER DI POLI ORTHOPAEDI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN)

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengansebenarnya.

Dibuat di : Pada Tanggal :


(8)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia

di proses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Adinda Syafitri NIM : 110922012

Tanda Tangan : ... Tanggal : ...


(9)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Komunikasi Antarpribadi Pasien dan Dokter (Studi Kasus Komunikasi Antarpribadi Pasien dan Dokter di Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan)”. Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana karakteristik pasien Orthopaedi, proses hubungan komunikasi antarpribadi dan hambatan apa saja yang dialami oleh pasien dan dokter di lingkungan Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan.

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang hanya memaparkan suatu situasi atau peristiwa secara sistematis, tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Dalam uraian yang lebih lugas, penelitian ini berusaha memberikan deksripsi terhadap proses hubungan komunikasi antarpribadi dan hambatan yang terjadi di Poliklinik RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini melibatkan empat orang informan yang merupakan pasien di Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan, dan satu informan yang merupakan Dokter Spesialis Orthopaedi di RSUP H. Adam Malik Medan.

Hasil penelitian menemukan bahwa proses hubungan komunikasi antarpribadi di Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh individu-individu yang berasal dari latar belakang pendidikan yang amat berbeda, namun kecakapan mereka dalam komunikasi antarpribadi membuat mereka satu sama lain dapat melewati kendala yang dihadapi yaitu pengetahuan dan masalah personal seperti rasa malu dan tidak terbuka. Namun hal ini dapat diatasi dengan pendekatan, sikap saling terbuka, rasa percaya, empati serta kesamaan.


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

LEMBAR PERSETUJUAN ... vii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... viii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ... … 1

1.2 Fokus Masalah ... .. 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif/Paradigma Penelitian… ... 7

2.2.Kajian Pustaka……...………... 8

2.2.1 Pengertian Komunikasi………... 8

2.2.2 Fungsi Komunikasi …………... 8

2.2.3 Jenis Kounikasi……….……... 9

2.2.4 Unsur-unsur Komunikasi ……..………... 10

2.2.5 Proses Komunikasi …….…..………... 12

2.2.6 Hambatan Komunikasi .……….……... 13

2.3 Komunikasi Antarpribadi ………... ... 14

2.3.1. Fungsi dan Tujuan Komunikasi Antarpribadi ……… 17

2.3.2 Proses Komunikasi Antarpribadi ………. 18


(11)

2.4 Komunikasi Dokter dan Pasien ……… 21

2.4.1. Pengertian Komunikasi Dokter dan Pasien ………. 21

2.4.2 Langkah-langkah dalam Komunikasi Dokter dan Pasien ……….. 22

2.5 Teori Kepuasan ……….………. 23

2.6 Perilaku ……….. 25

2.6.1 Pengertian Perilaku ………. 25

2.6.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan ……… 26

2.6.3 Domain Perilaku ………. 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian……….. 29

3.2 Objek Penelitian ... 30

3.3 Subjek Penelitian ... .... 30

3.4 Kerangka Analisis ... 30

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.6 Teknik Analisis Data………... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 34

4.1.1 RSUP H. Adam Malik Medan………..………… 34

4.1.1.1 Sejarah RSUP H. Adam Malik Medan ………..……….... 34

4.1.1.2 Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik Medan ……….... 35

4.2 Pelaksanaan Pengumpulan Data di Lapangan……… 37

4.3 Hasil Pengamatan dan Wawancara……….. 39

4.3.1 Proses Komunikasi Antarpribadi pasien dan dokter ………. 43

4.3.2 Faktor-faktor Efektivitas Komunkasi Antarpribadi ……….... 48

4.3.3 Hambatan-hambatan Komunikasi Pasien dan Dokter... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 55

DAFTAR REFERENSI ... 56


(12)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 JENDELA JOHARI 20

GAMBAR 2 KERANGKA ANALISIS 30

GAMBAR 3 FOTO INFORMAN 1 42

GAMBAR 4 FOTO INFORMAN 2 45

GAMBAR 5 FOTO INFORMAN 3 48


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI 58

LAMPIRAN 2 SURAT PENELITIAN 59

LAMPIRAN 3 PEDOMAN WAWANCARA 60

LAMPIRAN 4 KEGIATAN DI POLIKLINIK ORTHOPAEDI 74


(14)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Komunikasi Antarpribadi Pasien dan Dokter (Studi Kasus Komunikasi Antarpribadi Pasien dan Dokter di Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan)”. Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana karakteristik pasien Orthopaedi, proses hubungan komunikasi antarpribadi dan hambatan apa saja yang dialami oleh pasien dan dokter di lingkungan Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan.

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang hanya memaparkan suatu situasi atau peristiwa secara sistematis, tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Dalam uraian yang lebih lugas, penelitian ini berusaha memberikan deksripsi terhadap proses hubungan komunikasi antarpribadi dan hambatan yang terjadi di Poliklinik RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini melibatkan empat orang informan yang merupakan pasien di Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan, dan satu informan yang merupakan Dokter Spesialis Orthopaedi di RSUP H. Adam Malik Medan.

Hasil penelitian menemukan bahwa proses hubungan komunikasi antarpribadi di Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh individu-individu yang berasal dari latar belakang pendidikan yang amat berbeda, namun kecakapan mereka dalam komunikasi antarpribadi membuat mereka satu sama lain dapat melewati kendala yang dihadapi yaitu pengetahuan dan masalah personal seperti rasa malu dan tidak terbuka. Namun hal ini dapat diatasi dengan pendekatan, sikap saling terbuka, rasa percaya, empati serta kesamaan.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Pada dasarnya setiap manusia memerlukan komunikasi sebagai salah satu alat bantu dalam kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam bidang apapun. Komunikasi berbicara tentang penyampaian dan menerima pikiran-pikiran, informasi, perasaan bahkan emosi seseorang sampai pada titik tercapainya pengertian yang sama antara penyampaian pesan dan penerima pesan.

Manusia adalah makhluk sosial yaitu, makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya manusia selalu berkomunikasi dengan sesamanya. Komunikasi memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia, salah satu unsur komunikasi yaitu menyampaikan informasi. Oleh karena itu manusia harus selalu berhubungan dengan manusia lainnya.

Carl I Hoveland mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana seorang individu menyampaikan perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain/individu lain. Untuk itu harus ada kesepahaman arti dalam proses penyampaian informasi tersebut agar tercapai komunikasi yang efektif (Widjaja, 2000:15).

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna dari komunikator kepada komunikan dengan suatu tujuan tertentu. Tujuan yang diharapkan dari proses komunikasi yaitu perubahan berupa penambahan pengetahuan, merubah pendapat, memperkuat pendapat serta merubah sikap dan prilaku komunikan atau dengan kata lain dikenal sebagai tiga tingkatan perubahan yaitu: kognitif, afektif, dan behavioral.

Kegiatan berkomunikasi juga dilakukan antara dokter dan pasien. Bentuk komunikasi yang dilakukan disebut komunikasi antarpribadi. Adanya hubungan komunikasi antarpribadi antara dokter dengan pasien merupakan hubungan kerjasama


(16)

yang ditandai dengan tukar menukar prilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan yang harmonis/baik dengan pasien.

Dalam ilmu kesehatan, komunikasi antarpribadi ini disebut juga dengan Komunikasi Terapeutik. Komunikasi terapeutik yang dilakukan bersifat langsung, dokter mengetahui keadaan dan tanggapan pasien saat itu, demikian juga pasien mengetahui perhatian yang diberikan dokter (Wijaya, dkk, 1996:34).

Rogers menyatakan bahwa inti dari hubungan pertolongan adalah kehangatan, ketulusan, pemahan yang empatik serta perhatian positif yang tidak bersyarat. Maka sebaiknya dokter mampu menunjukkan perhatian sepenuhnya dan bertutur kata lembut kepada pasien, sehingga dapat membantu pasien dalam mengurangi beban penyakit dan membantu dalam proses penyembuhan (Arwani, 2002:15).

Kelemahan dalam berkomunikasi merupakan masalah yang serius bagi dokter maupun pasien. Dokter yang enggan berkomunikasi dan menunjukkan raut wajah yang tegang dan ekspresi wajah yang marah dan tidak ada senyum akan berdampak negatif bagi pasien. Pasien akan merasa tidak nyaman bahkan terancam dengan sikap dokter jika bersikap seperti diatas. Kondisi seperti ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan pasien.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan antara pasien dan dokter dapat pula mempengaruhi tingkat kesehatan pasien, yaitu pasien menuruti kata-kata, nasehat dan anjuran dokter dan lainnya yang dapat membuat pasien lebih bersemangat sehingga tercapai penyembuhan. Dalam melaksanakan tugasnya tentulah dokter tidak terlepas dari proses komunikasi. Dari sekian banyak komunikasi, maka komunikasi antarpribadi yang dianggap paling efektif untuk menunjang kesehatan pasien.

Menurut Onong U. Effendy, MA “Komunikasi antarpribadi dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis, berupa percakapan………..” (Effendy, 1986:9). Dengan demikian penggunaan saluran komunikasi antarpribadi mempunyai peranan penting


(17)

dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengutarakan perasaannya dan keluhannya.

Di dalam buku Konsil Kedokteran Indonesia dikatakan bahwa Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi. Sedangkan dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang–undangan.

Menurut Syamsurijal Djauli (2006) dokter dituntun untuk memiliki pemahaman tentang cara berkomunikasi dan memiliki rasa empati dalam menghadapi setiap pasien yang datang berobat. Banyak dokter yang hanya melihat dan mengobati penyakit di patofisiologinya saja, padahal faktor psikologi dan sosialnya juga memegang peranan penting. Dokter juga harus mampu membina rasa confidential sehingga pasien dapat terbuka, percaya diri, sehingga komunikasi berjalan lancar.

Dalam buku Konsil Kedokteran Indonesia yang berjudul “Komunikasi Efektif Dokter-Pasien” tertulis bahwa di Indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter (superior-inferior), sehingga takut bertanya dan bercerita atau hanya menjawab sesuai pertanyaan dokter saja.

Dari kesimpulan yang dirangkum oleh American Society of Internal Medicine, komunikasi yang baik ternyata berhasil menurunkan angka keluhan dan tuntutan hukum terhadap dokter. Sebagian pasien mengeluhkan layanan dokter bukan karena kemampuan dokter tersebut kurang, namun karena pasien merasa kurang diperhatikan. Dokter hendaknya tak memperlihatkan sikap yang tergesa-gesa dan acuh terhadap


(18)

pasien. Pasien mengharapkan sikap dokter yang bersedia mendengarkan dengan baik keluhan pasien (Djauzi dan Susoartondo, 2004).

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan merupakan sebuah rumah sakit pemerintah yang dikelola Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara, terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Medan, jl. Bungalau no. 17, Medan. RSUP H. Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan, sedangkan untuk pelayanan rawat inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992. Selain tempat pelayanan kesehatan RSUP H. Adam Malik juga sebagai tempat pendidikan para calon Dokter, Perawat, Bidan, dan Mahasiswa lain dari berbagai Universitas yang ingin melakukan penelitian (Sumber: Profil RSUP H. Adam Malik Medan).

RSUP H. Adam Malik Medan merupakan salah satu tempat paling banyak terjadinya komunikasi antara dokter dan pasien, baik diruangan Rawat Inap maupun di ruangan Klinik Rawat Jalan (Poliklinik). Poliklinik Orthopaedi merupakan salah satu poli dengan jumlah kunjungan pasien terbanyak dengan jumlah rata-rata 500 pasien perbulannya (Sumber: data Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan).

Bedah Orthopaedi (dieja orthopedi) ialah cabang mempelajari tentang

orthos berarti lurus dan

paedion/pais berarti anak. Masa itu ruang lingkup yang dicakup terbatas dan

menyangkut perkembangan sistem otot kerangka (sistem muskuloskeletal) yaitu mencegah dan memperbaiki kelainan bentuk pada anak-anak dan dianggap bahwa kelainan bentuk pada orang dewasa umumnya berasal dari kelainan pada waktu anak-anak (Hanafiah, 2008).

Kelainan-kelainan dan penyakit yang termasuk dalam Ilmu Bedah Orthopaedi telah ditangani sejak beribu tahun sebelum masehi, seperti penggunaan bidai (splint) telah dipakai pada 9000 BC, amputasi tungkai sudah dikerjakan pada 5000 BC, di Mesir pemakaian tongkat tompang ketiak (crutch) telah dilakukan 2000 BC dan reposisi sendi bahu telah dikerjakan oleh Hippocrates pada abad kelima BC, yang sampai sekarang


(19)

1741 oleh Nicolas Andre di Perancis. Nicholas Andre membuat definisi sebagai berikut: “L’orthopedie ou l’art de prevenir et de corriger dans les enfants deformites du corps”. Artinya: Orthopaedi adalah kiat untuk memperbaiki dan mencegah kelainan bentuk tubuh anak (Hanafiah, 2008).

yang merupakan RS pertama yang ditujukan untuk merawat cacat rangka anak-anak. Ia dianggap beberapa orang sebagai bapak orthopaedi atau dokter orthopaedi pertama dalam pertimbangan pendirian rumah sakitnya dan atas metode-metodenya yang diterbitkan.

https://id.wikipedia.org/wiki/Bedah_ortopedi).

Banyak perkembangan dalam bedah orthopaedi yang dihasilkan dari pengalaman selama masa perang. Di Medan pertempuran pada mas prajurit yang terluka dirawat dengan perban yang direndam dalam dikeringkan unruk membuat da

merawat patah tulan

membuat perbedaan nyata pada kecepatan penyembuhan prajurit Jerman yang terluka

selamfiksasi intramedulla

dunia lainnya. Bagaimanapun, traksi adalah metode standar untuk merawat fraktur

memopulerkan fiksasi intramedulla tanpa membuka patahan tulang. Fiksasi luar fraktur diperhalus oleh para dokter Amerika selam dibuat ole pendidikan orthopaedi, untuk merawat prajurit Soviet yang terluka di yang tak dirawat, terinfeksi, dan terdislokasi. Degan bantuan t merancang adapat menyembuhkan, mereposisi, da di mana


(20)

David L. MacIntosh merintis pembedahan pertama yang berhasil untuk penanganan serius ini menyebabkan par melanjutkan pekerjaannya karena ketidakstabilan sendi permanen. Bekerja dengan para pemain yang kuat dan kompleks dan memperbaiki stabilitas. Perkembangan bedah rekonstruksi LCA telah memungkinkan sejumlah atlet untuk bisa melanjutkan kembali kariernya di berbagai tingkat.

Penelitian bedah ortopedi dan muskuloskeletal modern telah mencari jalan untuk membuat pembedahan kurang invasif dan membuat komponen yang ditanam lebih baik dan tahan lama.

Di pendidikan yang diajukan dalam bedah ortopedi setelah menjadi dokter umum maupun bedah umum. Dokter ini harus menyelesaikan 104 SKS dalam 9 semester pendidikan klini SpBO (spesialis bedah ortopedi).

Banyak dokter bedah ortopedi yang menjalani pelatihan subspesialis dalam program yang dikenal sebagai 'fellowship' (beasiswa) setelah menyelesaikan pendidikannya sebagai residen. Pelatihan fellowship dalam sebuah subspesialisasi orthopaedi khususnya memakan waktu 1 (kadang-kadang 2) tahun dan biasanya memiliki kompone Beberapa contoh subspesialisasi orthopaedi adalah:

1. Bedah tangan (juga dilakukan oleh dokter bedah plastik) 2. Bedah bahu dan siku

3. Rekonstruksi sendi total 4. Ortopedi anak

5. Bedah kaki dan pergelangan kaki (juga dilakukan ole 6. Bedah tulang belakang (juga dilakukan ole 7. Onkologi muskuloskeletal

8. Bedah kedokteran olahraga 9. Trauma ortopedi


(21)

yang diakibatkan oleh trauma atau luka akibat kecelakaan, bencana dan sebagainya (http://id.wikipedia.org/wiki/Bedah_ortopedi).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang bagaimana komunikasi antarpribadi pasien dan dokter spesialis dan apa saja yang menjadi hambatan bagi pasien-pasien poli Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan.

Persatuan Ahli Bedah Orthopaedi Indonesia (PABOI) menyebutkan, sampai saat ini jumlah dokter spesialis Orthopaedi di Indonesia berjumlah 490 orang

(http://www.indonesia-orthopaedic.org). Di Medan, jumlah dokter spesialis Orthopaedi pada bulan Agustus 2013 berjumlah 22 orang dan tercatat 17 PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi FK USU Medan yang sedang menjalani pendidikan di RSUP H. Adam Malik Medan. Jumlah dokter Spesialis Orthopaedi tak sebanding dengan banyaknya jumlah pasien yang dilayani setiap harinya di Poliklinik Orthopaedi.

Hal inilah yang membuat peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang Komunikasi antarpribadi antara Dokter Spesialis Orthopaedi dan Pasien di Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan. Selain itu, banyaknya jumlah kunjungan pasien di RSUP H. Adam Malik Medan mengharuskan pelayanan yang diberikan kepada pasien haruslah bersifat optimal. Salah satu diantaranya adalah pelayanan berupa komunikasi dokter yang efektif. Dari prapenelitian yang dilakukan oleh peneliti ke RSUP H. Adam Malik Medan, ketidakpuasan pasien yang paling sering dikemukakan dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku petugas rumah sakit antara lain: keterlambatan pelayanan dokter dan perawat, dokter sulit ditemui, dokter yang kurang komunikatif dan informatif, lamanya proses masuk rawat, serta ketertiban dan kebersihan lingkungan rumah sakit. Sikap, perilaku, tutur kata, keacuhan dan keramahan petugas serta kemudahan mendapatkan informasi dan komunikasi menduduki peringkat paling atas dalam persepsi kepuasan Rumah Sakit. Selain itu, penelitian mengenai komunikasi dokter dengan pasien di rumah sakit pendidikan seperti RSUP H. Adam Malik Medan jarang dilakukan.


(22)

Berdasarkan konteks masalah , maka penulis merumuskan fokus masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini. Adapun fokus masalah adalah : “Untuk mengetahui karakteristik komunikasi antarpribadi pasien dan dokter spesialis Orthopaedi dan mengetahui bagaimana proses hubungan komunikasi anta0rpribadi dan hambatan apa saja yang dialami oleh pasien dan dokter spesialis Orthopaedi di lingkungan Polikliknik RSUP H. Adam Malik Medan?”

1.3Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan sudah pasti mempunyai tujuan yang akan dicapai. Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui karakteristik pasien di lingkungan Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Mengetahui proses hubungan komunikasi antarpribadi yang terjadi antara pasien dan dokter yang terjadi di Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan.

3. Mengetahui hambatan apa saja yang terjadi dalam menjalin dan membina hubungan komunikasi antarpribadi antara pasien dan dokter di di lingkungan Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4 Manfaat penelitian :

Penelitian ini bermanfaat sebagai :

1. Secara teoritis, penulis dapat menerapkan ilmu yang sudah diperoleh selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU, sekaligus memperkaya wawasan penulis mengenai Komunikasi Antarpribadi antara pasien dengan dokter.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.


(23)

3. Secara Praktis, sebagai bahan masukan bagi para dokter, terutama dokter spesialis Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan demi terciptanya pelayanan dan kesembuhan yang optimal.


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif/Paradigma Penelitian

Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan suatu kebenaran. Usaha untuk mencari kebenaran dilakukan oleh peneliti melalui model tertentu. Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma. Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur (bagian dan hubungannya) atau bagaimana bagian-bagian yang berfungsi (perilaku di dalamnya ada konteks khusus atau dimensi waktu) (Maleong, 2005:49).

Perspektif atau paradigma yang peneliti gunakan adalah kualitatif dimana pendekatan sistematis dan subjektif dalam menjelaskan pengalaman hidup berdasarkan kenyataan lapangan (empiris). Sementara itu penelitian kualitatif tidak menggunakan statistik, data hasil penelitian diperoleh secara langsung, misalnya observasi partisipan, wawancara mendalam, dan studi dokumen sehingga peneliti mendapat jawaban apa adanya dari responden.

Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif – kualitatif. Fokusnya adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna ungkapan larangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bog dan dan Taylor (1975) yang menyatakan ”metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Maleong, 2005: 3). Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.

Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu sendiri. Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma,2006: 11). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendekatan kualitatif yang menggunakan data lisan suatu bahasa memerlukan informan. Pendekatan yang melibatkan masyarakat bahasa ini diarahkan pada latar dan individu yang bersangkutan secara holistik sebagai bagian dari satu


(25)

ditentukan jumlahnya. Dengan kata lain, jumlah informannya ditentukan sesuai dengan keperluan penelitian.

2.2Kajian Pustaka

2.2.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi menurut Hovland adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the procces to modify the behaviour of other individuals). Jadi dalam berkomunikasi bukan sekedar memberitahu, tetapi juga berupaya mempengaruhi agar seseorang atau sejumlah orang melakukan kegiatan atau tindakan yang diinginkan oleh komunikator, akan tetapi seseorang akan dapat mengubah sikap pendapat atau perilaku orang lain, hal ini bisa terjadi apabila komunikasi yang disampaikan bersifat komunikatif yaitu komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan harus benar-benar dimengerti dan dipahami oleh komunikan untuk mencapai tujuan komunikasi yang komunikatif. Hovland juga mengungkapkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan hanya penyampaian informasi melainkan juga pembentukan pendapat umum dan sikap public yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting (Effendy, 2001:10).

Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin, communis yang berarti “sama” atau dalam bahasa Inggris: common. Komunikasi merupakan suatu proses sosial yang sangat mendasar dan vital dalam kehidupan manusia. Dikatakan mendasar karena setiap masyarakat manusia, baik yang primitif maupun yang modern, berkeinginan mempertahankan suatu persetujuan mengenai berbagai aturan sosial melalui komunikasi. Dikatakan vital karena setiap individu memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan individu-individu lainnya sehingga meningkatkan kesempatan individu itu untuk tetap hidup (Effendy, 2000: 1).

Dalam penelitian ini, arti kata “sama” bisa dimaknai sebagai pemaknaan yang sama tentang kondisi pasien, penyakit orthopaedi, resiko dalam penanganan penyakit ini antara dokter dan paisen. Ada banyak defenisi mengenai komunikasi dalam berbagai perspektif, namun defenisi komunikasi diatas menurut peneliti sesuai dengan penelitian ini.


(26)

2.1.2 Fungsi Komunikasi

Apabila komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita atau pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar- menukar data, fakta, dan ide maka fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagai berikut:

1. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan beraksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

2. Sosialisasi (pemasyarakatan), penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif didalam masyarakat.

3. Motivasi, menjelaskan kepada masyarakat tujuan jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihan dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dicapai atau diraih.

4. Perdebatan dan diskusi, menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik, menyediakan bukti-bukti relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih melibatkan diri dengan masalah yang menyangkut kepentingan bersama.

5. Pendidikan, pengalihan ilmu pengetahuan dapat mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta membentuk keterampilan dan kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.

6. Memajukan kehidupan, menyebarkan hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, mengembangkan kebudayaan dengan memperluas horizon seseorang, serta membangun imajinasi dan mendorong kreativitas dan kebutuhan estetiknya.

7. Hiburan, penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan imajinasi dari drama, tari kesenian, kesastraan, musik, olahraga, kesenangan kelompok dan individu. 8. Integrasi, menyediakan bagi bangsa kelompok dan individu kesempatan untuk

memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar mereka dapat saling kenal dan mengerti serta menghargai kondisi pandangan dan keinginan orang lain (Gustina, 2008).

2.2.3 Jenis Komunikasi

Jenis komunikasi dibagi dalam tiga bentuk yakni verbal, non-verbal, dan para-verbal.


(27)

1. Komunikasi verbal : yakni pesan yang disampaikan dalam bentuk kata-kata atau ucapan, berisi informasi melalui pembicaraan atau bahasa tulisan. Komunikasi verbal bergantung pada bahasa.

2. Komunikasi non-verbal : yakni bentuk pesan yang berupa / disampaikan dengan gerakan tubuh (tidak diucapkan), antara lain dengan facial expression, eye movement, lips movement, body movement, dan physical appearance.

3. Komunikasi para – verbal : yakni bentuk pesan yang mungkin bersama dengan bentuk pesan verbal (tetapi tidak langsung), misalnya menggunakan saluran radio, televisi, kaset, telepon, alat cetak, dan lain-lain.

2.2.4. Unsur-unsur komunikasi

Komunikasi yang dianggap sebagai proses, mempunyai unsur-unsur komunikasi sebagai berikut(Rochimah, 2008) :

a. Sumber (komunikator)

Dalam komunikasi, setiap orang ataupun kelompok dapat menyampaikan pesan-pesan komunikasi itu sebagai suatu proses, dimana komunikator dapat menjadi komunikan dan sebaliknya komunikan dapat menjadi komunikator, hal-hal yang harus diperhatikan oleh komunikator adalah:

1. Penampilan

2. Penguasaan masalah 3. Penguasaan bahasa

b. Penerima pesan (komunikan)

Komunikan adalah objek, sasaran atau audiens dari suatu sasaran dari kegiatan komunikasi atau orang yang menerima pesan atau lambang. Komunikan bisa berupa klien atau indivudi, keluarga maupun kelompok masyarakat.

c. Isi pesan (message)

Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan atau tema yang sebenarnya menjadi pengarah di dalam suatu usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Pesan dapat mengupas


(28)

berbagai segi, namun inti pesan dari komunikasi akan selalu mengarah kepada tujuan akhir komunikasi, sehingga harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Penyampaian pesan: dapat dilakukan melalui lisan, tatap muka, langsung, atau menggunakan media / saluran.

2. Bentuk pesan

- Informatif: bersifat memberikan keterangan (fakta-fakta), kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri. Dalam situasi tertentu pesan informatif justru lebih berhasil daripada persuasif, misalnya jika audiens adalah kalangan cendikiawan.

- Persuasif: berisikan bujukan, yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa apa yang disampaikan akan memberikan perubahan sikap, tetapi perubahan ini adalah atas kehendak sendiri (bukan dipaksa). Perubahan tersebut diterima atas kesadaran sendiri.

- Koersif: penyampaian pesan yang bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi apabila tidak dilaksanakan. Bentuk yang terkenal dari penyampaian model ini adalah agitasi dengan penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan dikalangan publik. Koersif dapat berbentuk perintah-perintah, instruksi ataupun ultimatum dan sebagainya. 3. Merumuskan pesan yang baik

Pesan yang akan disampaikan harus tepat. Ibarat membidik dan menembak, maka peluru harus cocok sesuai dengan sasaran. Pesan yang baik harus memenuhi beberapa syarat antara lain:

- Umum: mudah di pahami oleh komunikan - Jelas dan gamblang

- Bahasa jelas - Positif - Seimbang

- Sesuai dengan keinginan dan kebutuhan komunikan 4. Hambatan-hambatan terhadap pesan

Seringkali kita mengalami hal-hal yang tidak diharapkan dalam berkomunikasi, lain yang dituju atau lain juga yang diperoleh. Dengan perkataan lain yang diharapkan


(29)

tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini disebabkan adanya hambatan-hambatan terutama adalah:

- Hambatan bahasa

Pesan akan disalah-artikan sehingga tidak mencapai apa yang diinginkan, apabila bahasa yang digunakan tidak dipahami oleh komunikan. Termasuk dalam pengertian ini penggunaan istilah-istilah yang mungkin dapat diartikan berbeda atau tidak dimengerti sama sekali.

- Hambatan teknis

Pesan dapat tidak utuh diterima komunikan karena gangguan teknis, misalnya suara tidak sampai karena pengeras suara rusak, bunyi-bunyian, halilintar, lingkungan yang berisik dan sebagainya.

d. Media (saluran)

Media adalah saluran penyampaian pesan. Media komunikasi dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu:

- Media umum adalah media yang dapat digunakan oleh segala bentuk komunikasi; contohnya radio CB, OHP, dan sebagainya.

- Media massa adalah media yang digunakan untuk komunikasi masal. Disebut demikian karena sifatnya, misalnya: pers, radio, film, dan televisi.

e. Umpan balik (feed back)

Setelah pesan diterima oleh komunikan diharapkan adanya umpan balik (feed back) yang diberikan komunikan.Umpan balik adalah informasi yang dikirimkan kembali kepada komunikan. Umpan balik dapat berasal dari diri sendiri dan sumber dari orang lain.

- Umpan balik dari diri sendiri adalah pesan atau informasi yang kita terima atas pesan yang kita produksi sendiri.

- Umpan balik dari orang lain adalah informasi yang kita terima dari orang lain sebagai respon terhadap pesan yang kita kirimkan (Purba, 2006 : 45-46).


(30)

2.2.5 Proses komunikasi

Menurut Cutlip dan Centre (2008), komunikasi yang efektif harus dilaksanakan dengan melalui empat tahap, yaitu:

- Fact Finding

Mencari, mengumpul fakta dan data sebelum seseorang melakukan kegiatan komunikasi. Untuk berbicara di depan suatu masyarakat perlu dicari fakta dan data tentang masyarakat tersebut, keinginannya, komposisinya dan sebagainya.

- Planning

Berdasarkan fakta dan data itu dibuatkan rencana tentang apa yang akan dikemukakan dan bagaimana mengemukakannya. Bagi suatu masyarakat yang agraris tentu saja pengemukaan komunikasi haruslah menggunakan cara yang sesuai dengan ciri-ciriagraris.

- Communicating

Setelah planning disusun maka tahap selanjutnya adalah communicating atau berkomunikasi.

- Evaluation

Penilaian dan analisis kembali diperlukan untuk melihat bagaimana hasil komunikasi tersebut. Ini kemudian menjadi bahan bagi perencanaan melakukan komunikasi selanjutnya.

2.2.6 Hambatan Komunikasi

Hambatan atau gangguan komunikasi dapat terjadi pada semua elemen atau unsure-unsur yang mendukungnya., termasuk faktor lingkungan dimana komunikasi itu terjadi. Menurut Shannon dan Weaver (Cangara, 2007 : 131), gangguan komunikasi terjadi jika terdapat intervensi yang mengganggu salah satu elemen komunikasi, sehingga komunikasi tidak dapat berlangsung secara efektif dan tidak sesuai dengan harapan komunikator dan komunikan.

Sejumlah hambatan dapat memperlampat atau mengacaukan komunikasi yang efektif (Deddy Mulyana, 2005 : 29) , hambatan tersebut diantaranya :


(31)

Penyaringan mengacu pada manipulasi informasi secara sengaja oleh pengirim berita sehingga informasi tersebut akan tampak lebih meneyenangkan bagi penerima informasi.

2. Perspektif selektif

Permasalahan ini dapat muncul karena si penerima informasi, dalam proses komunikasi, melihat dan mendengar sesuatu dengan selektif berdasarkan pada kebutuhan, motivasi, pengalaman, latar belakang, dan karakteristik kepribadian lainnya. Penerima informasi juga dipengaruhi oleh kepentingan dan harapan-harapannya dalam proses komunikasi ketika ia menerjemahkan informasi. 3. Gaya Gender

Laki-laki maupun perempuan menggunakan komunikasi lisan untuk alasan yang berbeda. Sehingga konsekuensinya, jenis kelamin menjadi hambatan bagi komunikasi yang efektif antara kedua jenis kelamin tersebut.

4. Emosi

Perasaan penerima informasi pada saat penerimaan pesan komunikasi akan sangat mempengaruhi cara seseorang menafsirkannya. Pesan yang sama tatkala diterima pada saat kondisi sedang marah atau bingung akan ditafsirkan berbeda pada saat seseorang tersebut dala keadaan senang. Emosi-emosi yang ekstrim pada saat senang atau saat tertekan akan berkecenderungan menghambat komunikasi yang efektif.

5. Bahasa

Kata-kata mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang berbeda pula. Usia, pendidikan, dan latar belakang budaya adalah tiga dari sekian banyak variabel yang jelas sangat mempengaruhi bahasa yang digunakan oleh seseorang dan definisi yang diberikannya pada kata-kata. Para pengirim informasi cenderung berasumsi bahwa kata-kata dan istilah-istilah yang mereka gunakan memiliki arti yang sama dengan yang dipahami oleh si penerima informasi. Asumsi ini sering tidak tepat.

6. Petunjuk nonverbal

Komunikasi nonverbal adalah cara yang penting bagi seseorang dalam menyampaikan pesan. Namun, komunikasi nonverbal selalu diiringi oleh komunikasi lisan. Selama bersesuaian, keduanya akan saling menguatkan. Ketika kata-kata pimpinan menunjukkan bahwa dia marah, nada suara, dan gerakan tubuhnya menunjukkan kemarahan, jadi dapat disimpulkan secara tepat bahwa dia sedang marah. Namun demikian, ketika petunjuk nonverbal tidak bersesuaian dengan pesan lisan, maka penerima informasi akan bingung dan pesan akan menjadi tidak jelas.

2.3 Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh DeVito dalam Liliweri (1991:13), komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang yang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang bersifat langsung.


(32)

Umpan balik mempunyai peranan yang sangat penting dalam komunikasi, sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan komunikator. Dalam komunikasi antarpribadi, karena situasinya tatap muka, tanggapan komunikan dapat segera diketahui. Dalam hal ini komunikator perlu bersikap tanggap terhadap tanggapan komunikan.

Komunikasi antarpribadi sering disebut dengan dyadic communication

maksudnya yaitu “komunikasi antara dua orang”, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini bisa berlangsung secara berhadapan muka

(face to face) ataupun bisa juga melalui media seperti telepon. Ciri khas dari

komunikasi antarpribadi adalah sifatnya yang dua arah atau timbal balik (two ways

communication). Namun, komunikasi antarpribadi melalui tatap muka mempunyai satu

keuntungan dimana melibatkan perilaku nonverbal, ekspresi fasial, jarak fisik, perilaku paralinguistik yang sangat menentukan jarak sosial dan keakraban (Liliweri, 1991:67).

Komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) adalah komunikasi antara dua orang atau lebih secara tatap muka, yang memungkinkan adanya reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non-verbal (Mulyana, 2005:73). Sementara pendapat ahli lain mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan dimana komunikasi ini dianggap paling efektif dalam hal upaya untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku seseorang karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan, arus baliknya bersifat langsung (Effendy, 2005). Komunikator mengetahui tanggapan komunikan pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikator mengetahui pasti apakah komunikasinya itu positif atau negatif, berhasil atau tidak.

Effendy juga menambahkan komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika, dan komunikasi antarpribadi dikatakan efektif dalam merubah perilaku orang lain, apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan komunikator diterima oleh komunikan.


(33)

- Setiap orang memerlukan orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagi kelebihan.

- Setiap orang terlibat dalam proses perubahan yang relatif cepat.

- Interaksi hari ini merupakan spectrum pengalaman masa lalu dan menjadikan orang mengatisipasi masa depan.

- Hubungan yang diciptakan jika berhasil merupakan pengalaman yang baru (Liliweri, 1991:48).

Hubungan komunikasi interpersonal terbina melalui tahap-tahap pengembangan yaitu:

- Kontak, pada tahap ini alat indera sangat diperlukan untuk melihat, mendengar, dan membaui seseorang. Bila pada tahap kontak terbina persepsi yang positif maka akan membawa seseorang pada hubungan yang lebih erat yaitu persahabatan, saling terbuka dan penuh kehangatan.

- Keterlibatan, adalah tahap pengenalan lebih jauh, mengikatkan diri kita untuk mengenal orang lain dan mengungkapkan diri.

- Keakraban, pada tahap ini kita mengikat diri lebih jauh lagi bagaimana seseorang dapat menjadi sahabat yang baik.

- Pengrusakan, tahap ini terjadi penurunan hubungan, dimana ikatan antara kedua pihak melemah.

- Pemutusan, tahap ini terjadi pemutusan ikatan yang mempertalikan keduanya. Apabila komunikasi interpersonal terjalin tidak baik, maka akan terjadi pemutusan, misalnya dokter tidak melayani pasien dengan baik, maka akan terjadi pemutusan, dan pasien tersebut tidak akan mau berobat ke klinik tersebut. Oleh karena itu diharapkan dokter menjalin komunikasi interpersonal yang baik kepada pasien (De Vito, 2000 :233).

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Cassagrade, dapat disimpulkan bahwa keinginan berkomuniakasi secara pribadi disebabkan oleh dorongan pemenuhan kebutuhan yang belum dan tidak dimiliki seseorang sebelumnya.


(34)

2.3.1 Fungsi dan Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Fungsi dan tujuan komunikasi antarpribadi yaitu berusaha meningkatkan hubungan insani (human relation), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Cangara, 2004:33). Komunikasi antarpribadi juga dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan diantara pihak-pihak yang melakukan komunikasi.

Menurut Devito (1989), faktor-faktor efektivitas komunikasi antarpribadi dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :

1. Keterbukaan (Openness)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.

Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk dan pada ketidakacuhan, bahkan ketidak sependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.

Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggung jawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata saya (kata ganti orang pertama tunggal).

2. Empati (empathy)

Empati adalah sebagai “kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu”. Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang


(35)

3. Sikap mendukung (supportiveness)

Hubungan antarpribadi yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategis, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.

4. Sikap positif (positiveness)

Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi antarpribadi terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.

5. Kesetaraan (Equality)

Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan “penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.

2.3.2. Proses Komunikasi Antarpribadi

Berkomunikasi secara efektif memiliki arti bahwa komunikator dan komunikan memiliki pengertian yang sama tentang isi suatu pesan. Komunikasi antarpribadi dikatakan efektif apabila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan dan dalam proses tersebut tercipta sebuah kebersamaan dalam makna yang secara langsung hasilnya dapat diperoleh, jika peserta komunikasi cepat tanggap dan paham terhadap setiap pesan yang dipertukarkan. Selain itu, Steward L. Tubs dan Sylva Moss menambahkan bahwa tanda-tanda komunikasi yang efektif setidaknya menimbulkan hal sebagai berikut :


(36)

- Memberikan kesenangan

- Mempengaruhi sikap (Rakhmat, 2004:133).

Komunikasi antarpribadi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu melalui media dan tatap muka. Meskipun demikian, yang dianggap paling sukses adalah komunikasi antarpribadi secara tatap muka, sebab dalam komunikasi antarpribadi yang dilakukan melalui tatap muka pengiriman pesan dan umpan baliknya dapat diamati secara langsung dengan melihat, mendengar, mencium, meraba dan merasa. Proses komunikasi antarpribadi menggunakan lambang-lambang sebagai media penyampaian pesan. Adapun lambang yaitu :

a) Lambang Verbal

Lambang verbal ini biasanya dalam bentuk bahasa. Oleh karena itu, dengan bahasa seorang komunikator dapat mengunggkapkan pikirannya mengenai hal atau peristiwa, baik yang kongkrit maupun yang abstrak yang terjadi pada masa lalu, masa kini dan masa depan kepada komunikannya.

b) Lambang Non Verbal

Lambang non verbal adalah lambang yang dipergunakan dalam komunikasi yang berbentuk isyarat dengan menggunakan anggota tubuh seperti kepala, mata, jari, dan lainnya. Batasan komunikasi non verbal secara garis besar sebenarnya sebagai arah dari suatu gejala seperti setiap bentuk penampilan wajah dan gerak gerik tubuh seseorang sebagai suatu cara dan simbol dari statusnya.

2.3.3. Sifat Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi sama halnya dengan ilmu-ilmu lain yang pasti memiliki sifatnya tersendiri sehingga menjadi suatu ciri khas pada ilmu tersebut. Beberapa sifat yang dapat menunjukan komunikasi antara dua orang, yang mengarah pada komunikasi antarpribadi yaitu didalamnya melibatkan perilaku verbal maupun nonverbal, yang dapat menunjukan seberapa jauh hubungan antara pihak yang terlibat di dalamanya. Berikut adalah beberapa sifat yang dimiliki oleh komunikasi antarpribadi :

- Komunikasi antarpribadi melibatkan perilaku yang spontan, perilaku ini timbul karena kekuasaan emosi yang bebas dari campur tangan kognisi.


(37)

- Komunikasi antarpribadi harus menghasilkan umpan balik agar mempunyai interaksi dan koherensi, artinya suatu komuikasi antarpribadi harus ditandai dengan adanya umpan balik serta adanya interaksi yang melibatkan suatu perubahan di dalam sikap, perasaan, perilaku dan pendapat tertentu.

- Komunikasi antarpribadi biasanya bersifat intrintik dan ekstrinsik. Intrinstik merupakan suatu standar perilaku yang dikembang oleh seseorang sebagai panduan melaksanakan komunikasi, sedangkan ekstrinsik yaitu aturan lain yang ditimbulkan karena pengaruh kondisi sehingga komunikasi antar manusia harus diperbaiki atau malah harus berakhir.

- Komunikasai antarpribadi menunjukan adanya suatu tindakan. Sifat yang dimaksud adalah suatu hubungan sebab akibat yang dilandasi adanya tindakan bersama sehinnga menghasilkan proses komunikasi yang baik.

- Komunikasi antarpribadi menunjukan adanya suatu tindakan. Sifat yang dimaksud adalah suatu hubungan sebab-akibat yang dilandasi adanya tindakan bersama sehingga menghasilkan proses komunikasi yang baik (Liliweri, 1991:29).

2.3.4. Teori Self Disclosure

Dalam komunikasi antarpribadi tidak terlepas dari teori self disclosure atau pembukaan diri adalah suatu proses mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi guna untuk memahami tanggapan terhadap orang lain dan sebaliknya. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau perasaan kita terhadap suatu kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan. Informasi pribadi kita kepada orang lain atau sebaliknya disebut dengan self disclosure. (Rakhmat,2004)

Salah satu tipe komunikasii dimana informasi mengenai diri (self) yang biasanya disembunyikan diri orang lain, kini dikomunikasikan kepada orang lain (Rakhmat, 2004:108). Josep Luft mengemukakan teori Self Disclosure berdasarkan pada modal interaksi model interaksi manusia yang disebut Johari Window (Jendela Johari).


(38)

daripada pasien. Dapat dikatakan dokter memiliki legitimate power sehingga dengan mudah dapat mempengaruhi pasien. Jadi, hal-hal yang disampaikan dokter lebih efektif dalam mempengaruhi pasien. Namun perlu diingat, dengan kemajuan sistem informasi saat ini banyak pasien yang datang kepada dokter dalam keadaan well informed. Agar tercipta komunikasi dokter-pasien yang baik dan benar maka setiap dokter harus dapat menjadi pendengar aktif yaitu:

- Terimalah pasien apa adanya dan perlakukan secara individual

- Dengarkanlah hal-hal yang diucapkan pasien dan cara menyatakannya serta perhatikan nada suara, kata-kata yang dipergunakan, ekspresi wajah dan bahasa tubuh.

- Tempatkan diri Anda pada sudut pandang pasien (empati)

- Sekali-kali berikan jeda waktu bicara untuk memberi kepada pasien untuk berpikir, menanyakan sesuatu dan berbicara

- Ulangi hal-hal yang telah Anda dengar sehingga pasien tahu bahwa Anda memahaminya

- Duduklah dengan nyaman, sedikit condong kedepan, hindari gerakan-gerakan yang dapat mengganggu jalannya komunikasi dan pandanglah pasien ketika dia berbicara

2.4.2. Komunikasi Efektif dalam Hubungan Dokter-Pasien

Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa mengembangkan komunikasi dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter, tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari. Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya bahwa dokter tersebut


(39)

Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Dalam pemberian pelayanan medis, adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien, berdasarkan kebutuhan pasien.

Namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum disiapkan untuk melakukannya. Dalam kurikulum kedokteran dan kedokteran gigi, membangun komunikasi efektif dokter-pasien belum menjadi prioritas. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman (guidance) untuk dokter guna memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan atau keluarganya. Melalui pemahaman tentang hal-hal penting dalam pengembangan komunikasi dokter-pasien diharapkan terjadi perubahan sikap dalam hubungan dokter-pasien.

Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi keduanya (Kurtz, 1998).

Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang digunakan:

- Disease centered communication style atau doctor centered communication style. Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.

- Illness centered communication style atau patient centered communication style. Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirkannya.


(40)

Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan, serta kebutuhan pasien, patient centered communication style sebenarnya tidak memerlukan waktu lebih lama dari pada doctor centered communication style.

Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itu sendiri dapat dikembangkan apabila dokter memiliki ketrampilan mendengar dan berbicara yang keduanya dapat dipelajari dan dilatih.

Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic

Communication in Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapa pentingnya

empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi berikut:

(1) kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien (a physician cognitive capacity to understand patient’s needs),

(2) menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien (an affective sensitivity to patient’s feelings),

(3) kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empatinya kepada pasien (a behavioral ability to convey empathy to patient).

Sementara, Bylund & Makoul (2002) dalam Komunikasi Efektif Dokter – Pasien mengembangkan 6 tingkat empati yang dikodekan dalam suatu sistem (The Empathy

Communication Coding System (ECCS) Levels). Berikut adalah contoh aplikasi empati

tersebut:

Level 0 : Dokter menolak sudut pandang pasien - Mengacuhkan pendapat pasien

- Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien seperti “Kalau stress ya, mengapa datang ke sini?” Atau “Ya, lebih baik operasi saja sekarang.”

Level 1 : Dokter mengenali sudut pandang pasien secara sambil lalu

- “A ha”, tapi dokter mengerjakan hal lain: menulis, membalikkan badan, menyiapkan alat, dan lain-lain

Level 2 : Dokter mengenali sudut pandang pasien secara implisit - Pasien, “Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja” - Dokter, “Ya...? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?


(41)

Level 3 : Dokter menghargai pendapat pasien

- “Anda bilang Anda sangat stres datang ke sini? Apa Anda mau menceritakan lebih jauh apa yang membuat Anda stres?”

Level 4 : Dokter mengkonfirmasi kepada pasien

- “Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha Anda untuk menyempatkan berolah raga”

Level 5 : Dokter berbagi perasaan dan pengalaman (sharing feelings and experience) dengan pasien.

- “Ya, saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua. Beberapa pasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian setelah kehamilan berikutnya mereka sangat, sangat, khawatir”

Empati pada level 3 sampai 5 merupakan pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien tentang penyakitnya, secara eksplisit.

2.4.3. Langkah-langkah dalam komunikasi dokter-pasien

Dalam konseling yang juga diterapkan dalam komunikasi dokter-pasien yang baik dan benar dikenal adanya GATHER, singkatan dari Greet-Ask-Tell-Help-Explain-Return dengan pengertian sebagai berikut:

- Greet (memberi salam)

Memberi salam kepada pasien di awal pertemuan akan menciptakan hubungan yang baik. Berilah salam dengan ramah kepada tiap pasien pada saat dia datang. Katakan kepada pasien hal-hal yang diharapkan selama pertemuan tersebut dan yakinkan bahwa setiap pasien mempunyai privacy dan kerahasiaannya akan dijaga.

- Ask (bertanya)

Langkah berikutnya adalah bertanya, melalui pertanyaan tersebut dokter dapat membantu pasien untuk menyatakan keinginan dan kebutuhannya serta mengekspresikan perasaannya. Cara bertanya yang efektif yaitu:

• Gunakan nada suara yang menunjukkan minat, perhatian dan keramahan.

• Gunakan kata-kata yang dapat dimengerti oleh pasien.

• Ajukan satu pertanyaan dan tunggu jawabannya dengan penuh perhatian.

• Ajukan pertanyaan yang dapat membantu pasien untuk menyampaikan kebutuhan-kebutuhannya.

• Gunakan kata-kata seperti “lalu?”, “dan”, “oh?”. Karena kata-kata tersebut dapat meningkatkan keinginan pasien untuk lebih banyak bicara.


(42)

Gambar 1 Jendela Johari

Diketahui oleh diri sendiri Tidak Diketahui oleh diri sendiri

Diketahui oleh orang lain

Tidak diketahui oleh orang lain

Berdasarkan konsep tersebut, tingkah laku manusia dapat digambarkan secara skematis seperti terlihat pada skema di atas.

- Bidang I, yakni Bidang Terbuka (Open Area) menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seseorang disadari sepenuhnya oleh yang bersangkutan, juga oleh orang lain, yang berarti terdapat keterbukaan, dengan lain perkataan tidak ada yang disembunyikan kepada orang lain.

- Bidang II, yakni Bidang Buta (Blind Area) menggambarkan bahwa kegiatan seseorang diketahui oleh orang lain, tetapi dirinya sendiri tidak menyadari apa yang ia lakukan.

- Bidang III, yakni Bidang Tersembunyi (Hidden Area) yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seseorang disadari sepenuhnya olehnya, tetapi tidak dapat diketahui oleh orang lain. Ini berarti bahwa orang seperti itu bersikap tertutup. - Bidang IV, adalah Bidang Tak Dikenal (Unknown Area). Bidang ini

menggambarkan bahwa tingkah laku seseorang tidak disadari oleh dirinya sendiri dan tidak diketahui oleh orang lain.

2.4 Komunikasi Dokter dan Pasien 2.4.1. Pengertian komunikasi dokter-pasien

Adijanti (2008) mengatakan bahwa komunikasi dokter-pasien merupakan 1

Terbuka

2 Buta 3

Tersembunyi

4


(43)

• Hindari pertanyaan “mengapa?” karena dapat menimbulkan kesan mencari kesalahan.

• Gunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka, misalnya “Ceritakan...”, “Bagaimana...” karena sangat bermanfaat untuk membina hubungan yang baik dengan pasien dan dapat mengorek hal-hal yang terkait dengan penyakitnya.

- Tell (memberi informasi)

Setelah pasien selesai menyatakan keluhan dan kebutuhannya, berikanlah informasi secara jelas sehingga dapat dimengerti oleh pasien yang kemudian dapat membantu pasien untuk mengambil keputusan.

- Help (memberi bantuan)

Bantuan diberikan ketika pasien yang mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan atau dalam menentukan sikap. Dalam hal ini dokter memberikan bantuan agar pasien dapat memecahkan permasalahannya dengan mudah. - Explain (memberi penjelasan)

Dokter memberikan penjelasan kepada pasien tentang keputusan yang telah dipilihnya. Misalnya, bila pasien memilih salah satu metode KB atau jenis tindakan tertentu, berikan penjelasan tentang pilihannya tersebut berikut dengan efek sampingnya.

- Return (kontrol kembali)

Bila dirasa perlu, berikan kesempatan pada pasien untuk datang kembali.

2.4.2. Pengertian komunikasi dokter-pasien

2.5. Kepuasan

Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin ”satis” (artinya cukup baik, memadai) dan ”facio” (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan sebagai ”upaya pemenuhan sesuatu memadai”. Oxford Advanced Learner’s Dictionary

(2000) mendeskripsikan kepuasan sebagai ”Perasaan baik yang kamu miliki ketika kamu mendapatkan sesuatu atau ketika sesuatu yang kamu inginkan ada kemudian ada”,


(44)

“usaha untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan”, dan ”suatu cara yang dapat diterima dalam menangani komplain, hutang, kecelakaan, dll” (Richard L).

Oliver (1997) dalam bukunya berjudul ”Satisfaction: A Behavioral Perspective on

the Consumer” menyatakan bahwa semua orang paham apa itu kepuasan, tetapi begitu

diminta mendefenisikannya, kelihatannya tak seorangpun tahu (Tjiptono, 2011)

Kepuasan dan ketidakpuasan merupakan perbandingan antara harapan kinerja sebelum membeli dan persepsi kinerja yang diterima konsumen setelah membeli. Jika harapan kinerja sebelum membeli lebih besar dari kinerja yang diterima setelah membeli maka dikatakan konsumen mengalami ketidakpuasan. Sebaliknya jika harapan kinerja sebelum membeli lebih kecil dari persepsi kinerja yang diterima setelah membeli maka kosumen mengalami kepuasan (Peter, dan Olson dalam Usmara, 2003).

Kebutuhan dan keinginan pasien adalah hal penting untuk dipahami yang dapat memengaruhi kepuasanpasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas maka pasien akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa sesuai pilihannya, tetapi bila tidak puas, pasien akan menceritakan dua kali lebih buruk tentang pengalaman yang telah dialami.

Kepuasan pelanggan atau bisa disebut pelanggan pada industri rumah sakit/poliklinik merupakan konsep yang sangat terkenal dan senantiasa digunakan pada berbagai disiplin ilmu (Andreassen, 1994). Terdapat banyak defenisi mengenai kepuasan pelanggan, diantaranya adalah Oliver (1989) dalam Supranto (2001) yang mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan karakteristik pelanggan yang merasa surprise atas harapan. Tse dan Wilson (1988) menyarankan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja (performa). Parasurraman et al dalam Shahin (1994); Engel et al (1994) dalam Supranto (2001) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli yang mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. Defenisi-defenisi mengenai kepuasan pelanggan tersebut secara umum menyebutkan


(45)

bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi atas post consumtion suatu barang dan jasa.

Menurut Sebayang (2004), pengertian kepuasan pasien adalah merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, walaupun subyektif tetapi tetap ada dasar obyektif, artinya walaupun penilaian itu dilandasi oleh hal pengalaman masa lalu pendidikan, situasi phsikis waktu itu: tetap akan didasari oleh kebenaran dan kenyataan obyektif yang ada. Tidak semata-mata menilai buruk kalau memang tidak ada pengalaman yang menjengkelkan, tidak semata-mata bilang baik bila memang tidak ada. Suasana yang menyenangkan yang dialami.

Penilaian kepuasan pasien penting diketahui karena : a. Bagian dari Kualitas Pelayanan

Kepuasan pasien merupakan bagian dari kualitas pelayanan, karena upaya pelayanan haruslah dapat memberikan kepuasan tidak semata-mata kesembuhan belaka.

b. Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit

c. Pasien yang puas akan memberitahu pada teman, keluarga dan tetangga

d. Pasien yang puas akan datang lagi, kontrol atau membutuhkan pelayanan yang baik. e. Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan yang baru.

f. Berhubungan dengan prioritas.

Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan atas performance atau jasa dalam memenuhi harapan pelanggan. Pelanggan merasa puas apabila harapannya terpenuhi atau akan sangat puas jika harapan pelanggan terlampaui. Persepsi didefenisikan sebagai proses dimana individu memilih mengorganisasikan, serta mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna, meskipun demikian, maka dari proses persepsi tersebut juga terpengaruhi pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan (Rangkuti, 2002).

2.6. Perilaku

2.6.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,


(46)

kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisms – Respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua :

1. Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.6.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang (organisms) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)


(47)

2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya.


(48)

“usaha untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan”, dan ”suatu cara yang dapat diterima dalam menangani komplain, hutang, kecelakaan, dll” (Richard L).

Oliver (1997) dalam bukunya berjudul ”Satisfaction: A Behavioral Perspective on

the Consumer” menyatakan bahwa semua orang paham apa itu kepuasan, tetapi begitu

diminta mendefenisikannya, kelihatannya tak seorangpun tahu (Tjiptono, 2011)

Kepuasan dan ketidakpuasan merupakan perbandingan antara harapan kinerja sebelum membeli dan persepsi kinerja yang diterima konsumen setelah membeli. Jika harapan kinerja sebelum membeli lebih besar dari kinerja yang diterima setelah membeli maka dikatakan konsumen mengalami ketidakpuasan. Sebaliknya jika harapan kinerja sebelum membeli lebih kecil dari persepsi kinerja yang diterima setelah membeli maka kosumen mengalami kepuasan (Peter, dan Olson dalam Usmara, 2003).

Kebutuhan dan keinginan pasien adalah hal penting untuk dipahami yang dapat memengaruhi kepuasanpasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas maka pasien akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa sesuai pilihannya, tetapi bila tidak puas, pasien akan menceritakan dua kali lebih buruk tentang pengalaman yang telah dialami.

Kepuasan pelanggan atau bisa disebut pelanggan pada industri rumah sakit/poliklinik merupakan konsep yang sangat terkenal dan senantiasa digunakan pada berbagai disiplin ilmu (Andreassen, 1994). Terdapat banyak defenisi mengenai kepuasan pelanggan, diantaranya adalah Oliver (1989) dalam Supranto (2001) yang mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan karakteristik pelanggan yang merasa surprise atas harapan. Tse dan Wilson (1988) menyarankan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja (performa). Parasurraman et al dalam Shahin (1994); Engel et al (1994) dalam Supranto (2001) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli yang mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. Defenisi-defenisi mengenai kepuasan pelanggan tersebut secara umum menyebutkan


(49)

bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi atas post consumtion suatu barang dan jasa.

Menurut Sebayang (2004), pengertian kepuasan pasien adalah merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, walaupun subyektif tetapi tetap ada dasar obyektif, artinya walaupun penilaian itu dilandasi oleh hal pengalaman masa lalu pendidikan, situasi phsikis waktu itu: tetap akan didasari oleh kebenaran dan kenyataan obyektif yang ada. Tidak semata-mata menilai buruk kalau memang tidak ada pengalaman yang menjengkelkan, tidak semata-mata bilang baik bila memang tidak ada. Suasana yang menyenangkan yang dialami.

Penilaian kepuasan pasien penting diketahui karena : a. Bagian dari Kualitas Pelayanan

Kepuasan pasien merupakan bagian dari kualitas pelayanan, karena upaya pelayanan haruslah dapat memberikan kepuasan tidak semata-mata kesembuhan belaka.

b. Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit

c. Pasien yang puas akan memberitahu pada teman, keluarga dan tetangga

d. Pasien yang puas akan datang lagi, kontrol atau membutuhkan pelayanan yang baik. e. Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan yang baru.

f. Berhubungan dengan prioritas.

Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan atas performance atau jasa dalam memenuhi harapan pelanggan. Pelanggan merasa puas apabila harapannya terpenuhi atau akan sangat puas jika harapan pelanggan terlampaui. Persepsi didefenisikan sebagai proses dimana individu memilih mengorganisasikan, serta mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna, meskipun demikian, maka dari proses persepsi tersebut juga terpengaruhi pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan (Rangkuti, 2002).

2.6. Perilaku

2.6.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,


(50)

kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisms – Respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua :

1. Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.6.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang (organisms) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)


(51)

2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya.


(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian deskriptif hanya memaparkan situasi atau peristiwa penelitian, tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Peneliti bertindak hanya sebagai pengamat, hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatat dalam buku observasinya (Rakhmat, 2004: 4).

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data (Kriyantono, 2009:56). Peneliti mengkaji tentang bagaimana proses hubungan komunikasi antarpribadi antara pasien dan dokter serta hambatan apa saja yang dialami oleh mereka. Pandangan kualitatif memandang, fenomena dalam ilmu sosial bersifat subjektif. Untuk mendapatkan data yang dalam pada penelitian kualitatif, peneliti ikut terlibat langsung meneliti fenomena. Dalam penelitian, peneliti memperhatikan secara langsung bagaimana komunikasi antarpribadi pasien dan dokter terjadi di dalam ruangan praktek Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian kualitatif berusaha menafsirkan berbagai data yang diperoleh dari beragam sumber data penelitian yang berbeda-beda. Dalam posisi ini, realitas merupakan sesuatu yang bersifat multiface dan hadir dalam pikiran dan tindakan seseorang atau di dalam data yang merupakan tindakan-tindakan.

Metode penelitian sendiri memiliki arti yaitu cara atau strategi menyeluruh untuk menemukan atau memperoleh data yang diperlukan. Metode penelitian perlu dibedakan dari teknik yang lebih spesifik untuk memperoleh data (Soehartono, 2008 : 9). Metode penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi, serta menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan


(53)

Format deskriptif kualitatif pada umumnya tidak memiliki ciri menyebar seperti air, tetapi memusatkan diri pada suatu unit tertentu dari berbagai fenomena. Dan ciri yang demikian memungkinkan penelitian secara mendalam. Dalam uraian yang lebih lugas, penelitian ini berusaha memberikan deskripsi terhadap tahapan serta proses hubungan komunikasi antar pribadi yang terjadi diantara pasien dan dokter di Polikliniki Orthopaedi RSUP Adam Malik Medan.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada persoalan kedalaman data bukan banyaknya data. (Kriyantono, 2009:56)

3.2 Objek Penelitian

Menjelaskan subjek dan objek penelitian kualitatif adalah menjelaskan objek penelitian yang fokus penelitian, yaitu apa yang menjadi sasaran penelitian. Sasaran penelitian tak tergantung pada judul dan topik penelitian tetapi secara konkret tergambarkan dalam rumusan masalah penelitian. Sedangkan informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin, 2007:76). Objek penelitian adalah

komunikasi antarpribadi pasien dengan dokter di ruangan Poliklinik Orthopaedi RSUP

H. Adam Malik Medan.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah pasien Rawat Jalan Poliklinik Orthopaedi dengan jumlah kunjungan yang berbeda-beda. Penentuan informan dilakukan secara purposive yaitu menggunakan subjek penelitian yang sedikit dan dipilih menurut tujuan penelitian.

3.4 Kerangka Analisis

Kerangka analisis mempermudah analisa mengenai penelitian. Kerangka analisis yang digunakan oleh penulis adalah paradigma pendekatan. Dimana yang dianalisiskan


(1)

7. Bagaimana perhatian dokter saat anda sedang berkonsultas?

Perhatian, saya cerita soal penyakit anak saya didengarin sampai habis, kalau saya diam, dokter tanya “ada lagi yang mau ditanyakan bu?”.

8. Bagaimana penjelasan yang dokter berikan tentang keluhan Anda? Apakah Anda cukup mengerti dengan penjelasan yang dokter berikan?

Mengerti, kalau gak ngerti saya tanya lagi dengan asistennya.

9. Berapa lama anda dapat berkonsultasi dengan dokter tersebut?

Gak lama dek, palingan Cuma 5 sampai 10 menit. Dia lihat sebentar lalu kasi obat.

10.Bagaimana komunikasi selama anda berkonsultasi dengan dokter spesialis orthopaedi? Apakah selalu dokter yang bertanya? Atau anda yang selalu menjelaskan tanpa diminta oleh dokter tersebut?

Diawal-awal, selalu dokter yang bertanya, sama anak saya juga baik, dia coba ajak anak saya bicara.

11.Apakah anda mengikuti saran dan anjuran dokter? Mengapa?

Iya..karena dia kan dokter ahli, dan biar anak saya cepat sembuh dari penyakit.


(2)

(3)

Pedoman Wawancara dengan Pasien Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan


(4)

(5)

Lampiran4. Kegiatan di Poliklinik Orthopaedi RSUP H. Adam Malik Medan


(6)

Lampiran5. Biodata Peneliti

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA : ADINDA SYAFITRI

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : MEDAN, 01 SEPTEMBER 1990

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

AGAMA : ISLAM

ALAMAT : JL. MADURA NO.60

KEL. KEBUN LADA BINJAI

ORANGTUA

Ayah : H. Syahril Nasution

Ibu : Hj. Suraiya

JUMLAH SAUDARA : Ilham Syahputra Nasution, S.Kom Zulfi Ardiansyah Nasution, S.T

PENDIDIKAN

1996-2002 : SD YAYASAN TUNAS PELITA, BINJAI 2002-2005 : SMPN 6, BINJAI

2005-2008 : SMAN 2 BINJAI

2008-2011 : DIPLOMA 3, UNIV. SUMATERA UTARA (USU)