69
Gambar 23. Hasil AHP dalam Penentuan Pengembangan Potensi Perikanan Tangkap Rawa Lebak di Kab. HSU
5.6 Strategi dan Arahan Kebijakan Pengembangan Perikanan Tangkap
Untuk menyusun strategi dalam pengembangan perikanan tangkap rawa lebak di Kab. HSU digunakan analisis SWOT. Tahapan-tahapan yang telah
dilakukan dalam melakukan analisis SWOT sehingga didapatkan prioritas strategi pengembangan perikanan tangkap rawa lebak adalah sebagai berikut:
a. Tahap Pengambilan Data
Pengambilan data internal dan eksternal dapat dilakukan dengan berbagai metode misalnya wawancara, kuisioner maupun pengambilan data kuantitatif
secara langsung. Pada penelitian ini pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara dan kuisioner. Dari hasil pengambilan data, teridentifikasi faktor-
faktor yang menjadi faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan serta faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman. Faktor-faktor tersebut yaitu sebagai
berikut: Pengembangan Potensi Perikanan
Tangkap Rawa Lebak
Sumber daya Manusia
0,086 Modal
0,081 Produktivitas
0,076 Pemasaran
0,064 Fisik
0,382
Partisipasi Masyarakat 0,164
Lembaga Pembina 0,146
Sosial dan Kelembagaan 0,310
Ekonomi 0,308
Sumber daya Alam 0,156
Sarana dan Prasarana
,116 Kawasan
Konservasi 0,111
70
1. Faktor Internal
Merupakan faktor yang terdiri atas kekuatan dan kelemahan. Kekuatan merupakan faktor strategis yang dapat mendukung pengembangan perikanan
tangkap, sedangkan kelemahan adalah faktor yang menjadi kendala dalam pengembangan perikanan tangkap.
a. Kekuatan Strength 1. Sumber daya alam luasan areal, vegetasi
2. Sumber daya ikan stok ikan dengan jenis yang beragam 3. Sumber daya manusia jumlah nelayan
4. Ketersediaan sarana dan prasarana produksi TPI 5. Budaya masyarakat lokal
6. Tingkat keuntungan usaha 7. Aksesibilitas kegiatan penangkapan
b. Kelemahan Weakness 1. Penangkapan ilegal
2. Kemampuan modal usaha alat tangkap sederhana dan jumlah terbatas 3. Pengetahuan nelayan
4. Pengawasan dan penegakan hukum 2.
Faktor Eksternal Terdiri dari peluang yang dimanfaatkan dan ancaman yang harus dihindari.
a. Peluang Oppurtunity 1. Potensi pasar
2. Teknologi pasca panen 3. Ketersediaan kredit atau permodalan
4. Kegiatan budidaya perikanan 5. Teknologi yang ramah lingkungan
6. Sarana dan prasarana pemasaran 7. Kebijakan otonomi daerah
b. Ancaman Threat 1. Teknologi tidak ramah lingkungan
2. Tingkat suku bunga 3. Fluktuasi harga
71
4. Persaingan penggunaan lahan b.
Tahap Analisis Pada tahap ini dilakukan perhitungan bobot faktor internal dan faktor
eksternal untuk menentukan faktor-faktor strategis dalam pengembangan perikanan tangkap rawa lebak. Masing-masing faktor kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman diberi bobot penilaian sesuai dengan bobot kepentingan Tabel 21. Penilaian ini berdasarkan pada pengamatan lapangan dan analisis
yang dilakukan. Setelah itu faktor internal dan faktor eksternal dibuat dalam matriks SWOT.
Untuk memperoleh strategi yang tepat dalam upaya menentukan prioritas kebijakan pengembangan perikanan tangkap dilakukan analisis kecocokan dengan
mencocokkan faktor-faktor yang terdapat dalam matriks SWOT. Matriks ini dapat dilihat pada Tabel 21. Berdasarkan faktor internal dan eksternal maka dapat
disusun alternatif strategi sebagai berikut: 1.
Strategi Strength-Oppurtunity, yaitu strategi dengan menggunakan kekuatan untuk meraih peluang.
2. Strategi Weakness-Oppurtunity, yaitu menggunakan peluang yang ada dengan
meminimalkan kelemahan. 3.
Strategi Strength-Threat, yaitu menggunakan kekuatan untuk mengatasi
ancaman. 4.
Strategi Weakness- Threat, yaitu meminimalkan kelemahan yang ada dan menghindari ancaman.
72
Tabel 21 Penilaian Tingkat Kepentingan SWOT Strategi
Bobot S1
S2 S3
S4 S5
S6 S7
W1 W2
W3 W4
O1 O2
O3 O4
O5 O6
O7 T1
T2 T3
T4 Sumber daya alam luasan areal, vegetasi
Sumber daya ikan stok ikan dengan jenis yang beragam Sumber daya manusia jumlah nelayan
Ketersediaan sarana dan prasarana produksiTPI Budaya masyarakat lokal
Tingkat keuntungan usaha Aksesbilitas kegiatan penangkapan
Penangkapan ilegal Kemampuan modal usaha
Pengetahuan nelayan Pengawasan dan penegakan hukum
Potensi pasar Teknologi pasca panen
Ketersediaan kredit atau permodalan Kegiatan budidaya perikanan
Teknologi yang ramah lingkungan Sarana dan prasarana pemasaran
Kebijakan otonomi daerah Teknologi tidak ramah lingkungan
Tingkat suku bunga Fluktuasi harga
Persaingan penggunaan lahan 4
4 4
3 3
3 3
2 2
2 2
4 3
3 3
3 3
3 2
2 2
2
73
Tabel 22 Matrik SWOT
Faktor Internal Faktor Eksternal
Kekuatan S 1.
Sumber daya alam luasan areal, vegetasi
2. Sumber daya ikan stok
ikan dengan jenis yang beragam
3. Sumber daya manusia
jumlah nelayan 4.
Ketersediaan sarana dan prasarana produksi
5. Budaya masyarakat lokal
6. Tingkat keuntungan
usaha 7.
Aksesbilitas kegiatan penangkapan
Kelemahan W 1.
Penangkapan illegal 2.
Kemampuan modal
usaha 3.
Pengetahuan nelayan
Peluang O 1.
Potensi pasar 2.
Teknologi pasca panen 3.
Ketersediaan kredit
atau permodalan 4.
Kegiatan budidaya
perikanan 5.
Teknologi yang ramah lingkungan
6. Sarana
dan prasarana pemasaran
7. Kebijakan
otonomi daerah
8. Pengawasan
dan penegakan hukum
Strategi SO 1.
Memanfaatkan SDA, SDI, SDM, sarana dan
prasarana, potensi pasar serta permodalan untuk
meningkatkan produksi dan keuntungan usaha
2. Meningkatkan nilai
tambah produk perikanan melalui teknologi pasca
panen 3.
Penyediaan benih ikan lokal untuk kegiatan
budidaya Strategi WO
1. Meningkatkan
pengawasan dan penegakan hukum
terhadap penangkapan ilegal
2. Memperkuat
permodalan untuk meningkatkan
kemampuan usaha
Ancaman T 1.
Teknologi tidak ramah lingkungan
2. Tingkat suku bunga
3. Fluktuasi harga
4. Persaingan penggunaan
lahan Strategi ST
1. Meningkatkan kapasitas
sarana dan prasarana produksi untuk
meningkatkan produksi 2.
Membangun kemitraan pemasaran yang saling
menguntungkan Strategi WT
1.
Memperkuat permodalan dengan
suku bunga yang rendah
2.
Adanya kebijakan pemerintah dalam
penggunaan lahan
74
c. Tahap Pengambilan Keputusan
Dalam penentuan prioritas strategi pengembangan perikanan tangkap, berdasarkan analisis pengambilan keputusan dengan memilih keputusan yang
terbaik untuk dilaksanakan. Setiap alternatif strategis pada matriks SWOT diberi nilai sesuai dengan tingkat kepentingannya, kemudian diberi ranking. Pemberian
nilai berdasarkan penjumlahan nilai-nilai dari faktor-faktor yang membangun alternatif strategi. Pemberian ranking berdasarkan pada point nilai tertinggi. Hal
ini dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Pemilihan Analisis Prioritas yang Diunggulkan
No. Alternatif Strategi Keterkaitan
Kepentingan Ranking
1. 2.
3. 4.
5. Memanfaatkan SDA, SDI,
SDM, sarana dan prasarana, potensi pasar serta
permodalan untuk meningkatkan produksi dan
keuntungan usaha Meningkatkan nilai tambah
produk perikanan melalui teknologi pasca panen
Penyediaan benih ikan lokal untuk kegiatan budidaya
Meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum
terhadap penangkapan ilegal
Memperkuat permodalan untuk meningkatkan
kemampuan usaha S
1,2,3,4,5,6,7
O
1,2,5,6
S
2,3,4,5,6
O
1,2,3,6
S
1,2,3,4,6
O
1,4,6
W
1,3,4
O
3,4,5
W
2
O
1,2,3,4,6
37 30
28 15
18 1
2 3
5 4
Dari hasil analisis di atas, maka prioritas kebijakan yang menempati ranking pertama yang merupakan kebijakan yang pertama dilaksanakan. Prioritas utama
adalah kebijakan pada kuadran I dan II, selanjutnya kuadran III dan IV. Berdasarkan Tabel 23 di atas, maka prioritas kebijakan yang direkomendasikan
berturut-turut adalah sebagai berikut: 1.
Memanfaatkan SDA, SDI, SDM, sarana dan prasarana, potensi pasar serta permodalan untuk meningkatkan produksi dan keuntungan usaha.
75
2. Meningkatkan nilai tambah produk perikanan melalui teknologi pasca panen.
3. Penyediaan benih ikan lokal untuk kegiatan budidaya.
4. Memperkuat permodalan untuk meningkatkan kemampuan usaha.
5. Meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap penangkapan
ilegal. Pertimbangan dalam penyusunan arahan pengembangan perikanan tangkap
rawa di Kab.HSU berdasarkan kondisi eksisting dan potensi aktual perikanan serta persepsi stakeholder dan peta RTRW Kab. HSU. Potensi perikanan seluas
35.511,2 ha dan RTP tangkap tahun 2010 sebanyak 8.650 unit, maka rata-rata pemanfaatan lahan rawa lebak per RTP adalah 4,1 ha per unit. Berdasarkan
kajian stok ikan tahun 2008, stok ikan Kab. HSU berada pada kondisi underfishing dengan tingkat pemanfaatan 29,45. Dari luas keseluruhan potensi
perikanan rawa lebak yang ada, baru tergarap sebesar 20.332,3 ha atau 57,2. Ini menunjukkan masih besarnya potensi lahan rawa lebak yang dapat dimanfaatkan
untuk kegiatan penangkapan ikan. Adanya kecenderungan penurunan produksi perikanan tangkap memerlukan
upaya peningkatan produksi untuk mengimbanginya dengan memperhatikan aspek ruang secara berkelanjutan. Penggunaan alat tangkap yang masih sederhana
dan jumlah yang terbatas oleh nelayan serta kondisi perairan yang dinamis menjadi kendala dalam upaya peningkatan produksi. Belum adanya peta kawasan
perikanan tangkap dan penetapan kawasan suaka perikanan menyebabkan belum ada batasan yang jelas bagi masyarakat yang bergerak di sektor perikanan
tangkap. Diperlukan arahan pengembangan perikanan tangkap dengan tujuan untuk peningkatan produksi dan terjaganya kelestarian sumber daya.
Penentuan arahan pengembangan perikanan tangkap juga harus melibatkan keseluruhan stakeholder yang terkait dan dianggap cukup mewakili karena
mengerti terhadap permasalahan, sebagai pelaku maupun pembuat keputusan. Dengan persepsi stakeholder dapat memberikan landasan dalam arahan
pengembangan perikanan tangkap rawa di Kab. HSU. Pengelolaan sumber daya perikanan yang bijaksana dengan melibatkan berbagai stakeholder akan
menjadikan sektor perikanan mampu memberikan kontribusi secara berkelanjutan.
76
Secara spasial, arahan pengembangan perikanan tangkap rawa lebak harus memperhatikan peta RTRW Kab. HSU yang merupakan aturan Pemerintah
Daerah tentang penggunaan ruang agar sesuai dengan perencanaan yang ada. Peta wilayah potensi perikanan tangkap dipadukan dengan peta RTRW Kab. HSU
sehingga diperoleh peta arahan pengembangan perikanan tangkap. Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap kondisi dan potensi perikanan
tangkap, analisis LQ untuk mengetahui daerah basis kegiatan perikanan tangkap, analisis spasial untuk melihat potensi pengembangan perikanan tangkap, serta
AHP untuk melihat persepsi stakeholder dan analisis SWOT dalam penentuan prioritas pengembangan perikanan tangkap lebak, digunakan untuk menyusun
suatu arahan dalam pengembangan perikanan tangkap di Kab. HSU. Arahan pengembangan perikanan tangkap di rawa lebak Kab. HSU dapat digambarkan
pada Tabel 24. Tabel 24 Arahan Pengembangan Perikanan Tangkap di Kab. HSU
No. Analisis Kondisi Eksisting
Arahan Pengembangan 1.
Deskriptif a. Stok ikan pada kondisi
underfishing b.
Pemanfaatan masih rendah c.
Alat tangkap sederhana dan terbatas jumlahnya
d. Daerah basis perikanan
tangkap dan basis kegiatan budidaya
a. Meningkatkan jumlah
produksi dengan mempertimbangkan aspek
keberlanjutan b.
Penegakkan hukum terhadap illegal fishing
c. Penyediaan sarana dan
prasarana produksi penangkapan dan pemasaran
2. Teknis
a. Kondisi lingkungan perairan
yang dinamis. b.
Belum ditetapkannya kawasan suaka perikanan.
a. Penangkapan ikan di kawasan
potensi perikanan tangkap b.
Penetapan dan pengelolaan suaka perikanan
3. AHP
a. Aspek fisik berupa SDA,
kawasan lindung serta sarana dan prasarana
b. Aspek ekonomi, yaitu SDM,
modal, produktivitas dan pemasaran
c. Aspek sosial dan
kelembagaan meliputi lembaga Pembina dan
partisipasi masyarakat a.
Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pengembangan perikanan tangkap melalui perencanaan
partisipatif
b. Perlindungan dan pengawasan
terhadap sumber daya alam dari pengrusakan
77
Tabel 24 lanjutan
No. Analisis Kondisi Eksisting
Arahan Pengembangan 4.
SWOT a.
SDA, SDI,SDM, sarana dan prasarana produksi
b. Budaya masyarakat lokal
c. Tingkat keuntungan usaha
d. Aksesbilitas penangkapan
e. Potensi pasar
f. Teknologi pasca panen
g. Permodalan
h. Kebijakan otonomi daerah
a. Memanfaatkan SDA, SDI,
SDM, sarana dan prasarana, potensi pasar serta
permodalan untuk meningkatkan produksi dan
keuntungan usaha
b. Meningkatkan nilai tambah
produk perikanan melalui teknologi pasca panen
c. Meningkatkan pengawasan
dan penegakkan hukum terhadap penangkapan ilegal
Arahan pengembangan perikanan tangkap berdasarkan analisis deskriptif terhadap kondisi dan potensi perikanan Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah
dengan memanfaatkan potensi sumber daya perikanan yang tersedia, sehingga mampu meningkatkan jumlah produksi dengan tetap mempertimbangkan aspek
keberlanjutan. Upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah dengan penegakan hukum atas usaha perikanan yang dilarang illegal fishing, meningkatkan sarana
dan prasarana pemasaran dan penangkapan baik untuk daerah basis perikanan tangkap maupun daerah basis perikanan budidaya. Untuk daerah basis perikanan
tangkap misalnya Kecamatan Danau Panggang, dapat dilakukan rehabilitasi tempat pendaratan ikan. Sedangkan untuk daerah basis perikanan budidaya dan
memiliki potensi perikanan tangkap misalnya Kecamatan Paminggir, upaya yang dilakukan dapat berupa bantuan pinjaman modal berupa sarana dan prasarana
penangkapan yang ramah lingkungan dan sesuai dengan kondisi wilayah. Untuk mendukung kegiatan perikanan tangkap maka dibangun sarana dan
prasarana penunjang seperti tempat pendaratan ikan yang terdapat di desa Danau Panggang, Telaga Silaba, Pinang Habang dan Tapus Dalam. Selain itu, untuk
menunjang kegiatan pemasaran hasil perikanan dibangun sarana cold storage yang difungsikan sebagai ruang dingin. Sarana ini dibangun untuk
memperpanjang masa simpan produk olahan hasil perikanan berupa ikan kering sehingga produk perikanan dapat bertahan lebih lama. Peta sebaran desa sarana
penunjang ini dapat dilihat pada Gambar 24.
78
Ga mbar
24 P eta Seb
ara n
De sa
Te mp
at S ara
na P
enda ra
tan Ika
n da n
C old S
torag e
79
Berdasarkan analisis teknis, kawasan rawa lebak dibedakan menjadi kawasan perikanan tangkap dan kawasan suaka perikanan. Berdasarkan hasil
kajian stok ikan, maka peningkatan produksi tangkapan melalui pemanfaatan potensi stok ikan yang ada masih mungkin untuk dilakukan sehingga memberi
nilai manfaat ekonomis yang layak bagi nelayan. Namun pemanfaatan ini harus dikelola dengan menjamin kesinambungan produktivitas sumber daya perikanan.
Berbagai kegiatan yang mendukung hal ini antara lain: 1 penghentian penggunaan alat tangkap dan cara penangkapan yang berbahaya illegal fishing,
2 pengaturan ukuran ikan yang boleh ditangkap, pengaturan ukuran alat dan pengaturan waktu tangkapan, 3 kegiatan restoking yang sesuai dengan kondisi
wilayah, dan 4 penetapan dan pengelolaan suaka perikanan. Pengelolaan perikanan tangkap ini harus diikuti dengan penegakan hukum yang konsekuen.
Pengelolaan perikanan tangkap perlu melibatkan berbagai stakeholders sehingga tujuan peningkatan produksi dan terjaganya kelestarian sumber daya
perikanan dapat tercapai. Dari hasil analisis AHP, faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap pengelolaan perikanan tangkap rawa lebak di Kabupaten
Hulu Sungai Utara berturut-turut adalah aspek fisik yang paling penting, kemudian aspek sosial dan kelembagaan dan terakhir adalah aspek ekonomi.
Prioritas pilihan pada aspek fisik berturut-turut adalah sumber daya alam, sarana dan prasarana serta kawasan konservasi. Aspek sosial dan kelembagaan,
yang diprioritaskan adalah partisipasi masyarakat dan l
embaga pembina.
Pada aspek ekonomi, yang diprioritaskan berturut-turut adalah sumber daya manusia,
modal, produktivitas dan pemasaran. Oleh karena itu, arahan kebijakan yang diperlukan adalah: 1 aspek fisik
yaitu dengan cara melakukan perlindungan serta pengawasan terhadap sumber daya alam dari gangguan dan tindakan perusakan, peningkatan kapasitas sarana
dan prasarana perikanan, serta penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi, 2 aspek sosial kelembagaan dengan meningkatkan peran serta masyarakat perikanan
melalui perencanaan partisipatif, dan penataan kelembagaan, pembinaan serta sosialisasi tentang pentingnya pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan,
dan 3 aspek ekonomi dengan cara peningkatan kapasitas SDM, membuka akses permodalan pembiayaan bagi nelayan, meningkatkan produktivitas perikanan
80
tangkap dengan memperhatikan kelestarian sumber daya perikanan, dan membuka akses terhadap pasar.
Dalam perencanaan pengembangan perikanan tangkap rawa lebak di Kab. HSU juga harus mengutamakan partisipasi masyarakat dengan pola pendekatan
partisipatif. Pendekatan ini dapat meningkatkan peran serta masyarakat, karena mereka ikut merencanakan program tersebut dan memang itulah program yang
diharapkan oleh masyarakat, karena ide dasar dari pembangunan partisipatif adalah partisipasi masyarakat. Perencanaan seperti ini dilakukan dengan asumsi
bahwa masyarakatlah yang paling tahu kebutuhannya, karena itu masyarakat mempunyai hak untuk mengidentifikasi dan menentukan kebutuhan pembangunan
di daerahnya. Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dapat dilihat dalam pengelolaan
dan pengawasan suaka perikanan. Tanpa dukungan masyarakat setempat, suaka perikanan tidak dapat berfungsi sesuai dengan fungsinya sebagai penyedia benih
dan induk ikan bagi perairan sekitarnya. Untuk mendukung kegiatan pelestarian sumber daya perikanan, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan cara
membentuk kelompok pelestari sumber daya ikan dan lingkungan berbasis masyarakat. Pokmaswas Kelompok Masyarakat Pengawas merupakan kelompok
pelestari sumber daya ikan dan lingkungan berbasis masyarakat. Untuk membantu kegiatan mereka, diberikan bantuan operasional berupa penyediaan alat tangkap
ikan sesuai ketentuan, baik untuk masyarakat nelayan pengawas perikanan maupun nelayan kecil. Selain itu, juga pemberian bantuan berupa peralatan serta
pembangunan pos-pos jaga untuk membantu kegiatan pengelolaan dan pengawasan suaka perikanan. Inilah bentuk partisipasi aktif mereka dalam
mendukung pembangunan perikanan di daerah mereka karena menyadari bahwa alam telah memberi penghidupan sehingga mereka juga akan berusaha menjaga
alam. Partisipasi ini diharapkan dapat memberikan ruang dan kapasitas
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan hak-hak mereka, mengembangkan potensi dan prakarsa lokal, mengaktifkan peran masyarakat, serta membangun
kemandirian masyarakat. Musrenbang sebagai salah satu wadah menggali aspirasi masyarakat harus benar-benar menjadi kendaraan masyarakat untuk turut
81
berpartisipasi aktif dalam kemasan perencanaan partisipatif yang berkelanjutan dan menghasilkan daftar kebutuhan prioritas bukan keinginan prioritas. Oleh
karena itu, partisipasi dalam pembangunan harus melalui penumbuhan kemauan, kemampuan, dan rasa percaya diri masyarakat. Pada dasarnya secara umum
kelompok masyarakat akan menjadi kelompok yang kreatif apabila diberi keleluasaan untuk mengembangkan inovasi dan kreatifitasnya sesuai kebutuhan
dan kemampuan mereka. Pendekatan yang sesuai dan menghasilkan kelompok kreatif akan menunjang keberhasilan proses perencanaan dan pembangunan. Hal
tersebut di atas dapat dilihat sebagai partisipasi masyarakat dalam membuat perencanaan, khususnya perencanaan jangka pendek.
Tanpa partisipasi nelayan, pembangunan sektor perikanan akan mengalami kendala, sehingga sudah sewajarnya apabila pengelolaan perikanan tangkap di
perairan umum daratan diarahkan ke arah pembangunan ekonomi kerakyatan. Kegiatan ekonomi perikanan penangkapan di rawa lebak adalah suatu kegiatan
ekonomi yang berwatak kerakyatan. Pada skala lokal atau daerah, nilai ekonomi yang digerakkan oleh perikanan tangkap cukup berarti. Sebagai contoh, nilai
PDRB sub sektor perikanan tahun 2010 yang didominasi oleh kegiatan perikanan tangkap mencapai Rp. 109.949.430.000,00 dengan produksi 18.499 ton. Nilai
tersebut hanya beredar di antara sesama rakyat yang terkait dengan sub sektor perikanan tangkap dan kurang atau bahkan belum punya sumbangan berarti dalam
meningkatkan pendapatan asli daerah PAD. Jika dari jumlah produksi tersebut dikenakan retribusi Rp.200 per kg, maka PAD yang akan masuk ke kas daerah
adalah Rp. 3.699.730.000,00. Harus ada regulasi yang jelas tentang penetapan retribusi sehingga tidak memberatkan nelayan. Perikanan tangkap sudah menjadi
gerak ekonomi dengan input kecil bagi nelayan di rawa lebak. Sulitnya untuk mendapatkan masukan finansial untuk PAD disebabkan perhatian dan investasi
pemerintah pusat atau daerah untuk mengembangkan sektor ini sangat minim. Berdasarkan analisis SWOT, didapatkan prioritas strategi pengembangan
perikanan tangkap rawa dengan memanfaatkan sumber daya alam, sumber daya ikan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, potensi pasar serta permodalan
untuk meningkatkan produksi dan keuntungan usaha. Kekuatan-kekuatan yang dimiliki harus dimanfaatkan dengan optimal sehingga dapat mencapai tujuan
82
untuk meningkatkan produksi dan peningkatan keuntungan usaha. Keuntungan usaha juga bisa diperoleh dengan meningkatkan nilai tambah produk perikanan
melalui teknologi pasca panen. Selain itu, kegiatan budidaya bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan produksi walaupun memerlukan modal usaha yang
lebih besar. Untuk itu perlu memperkuat permodalan untuk meningkatkan kemampuan usaha. Masih maraknya kegiatan illegal fishing memerlukan
peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap penangkapan illegal. Dari seluruh potensi yang dimiliki dan adanya kawasan konservasi maka
peta arahan pengembangan perikanan tangkap berdasarkan fungsi kawasan dengan memperhatikan RTRW Kabupaten Hulu Sungai Utara dapat ditetapkan
seperti pada Gambar 25. Analisis spasial digunakan untuk melihat potensi pengembangan perikanan tangkap dengan melakukan overlay antara Peta Wilayah
Potensi Perikanan Tangkap dengan Peta RTRW Kab. HSU. Dari hasil overlay didapatkan Peta Arahan Pengembangan Perikanan Tangkap.
Tabel 25 Arahan Penggunaan Lahan untuk Pengembangan Perikanan Tangkap No. Arahan Penggunaan Lahan
Luas ha Persentase 1.
Kawasan non potensi perikanan tangkap
30.465,5 34,1
2. Kawasan lindung gambut, sempadan
sungai dan danau 32.238,9
36,1 3.
Suaka perikanan 1.775,6
1,9 4.
Kawasan potensi perikanan tangkap 24.790,0
27,9 Jumlah
89.270,0 100,0
Pada Tabel 25 penggunaan lahan untuk potensi perikanan memiliki luas 24.790,0 ha atau 27,9 dan kawasan suaka perikanan memiliki luas 1.775,6 ha
atau 1,9 dari seluruh luas wilayah. Penggunaan lahan tertinggi untuk kawasan lindung gambut lindung, sempadan sungai dan danau 332.238,9 ha atau 36,11.
Untuk kawasan non potensi perikanan tangkap seluas 30.465,5 ha atau 34,13. Secara spasial peta arahan penggunaan lahan untuk pengembangan perikanan
tangkap dapat dilihat pada Gambar 25.
83
Ga mbar
25. P eta
Ar ah
an P
enge mbanga
n P erika
n an Ta
ngka p
84
Dalam penentuan daerah potensi perikanan tangkap digunakan Peta Penggunaan Lahan Tahun 2010 yang merupakan kondisi eksisting musim hujan,
pada saat kegiatan perikanan tangkap dilakukan oleh masyarakat. Kondisi eksisting daerah potensi perikanan tangkap berupa belukar rawa, rawa lebak,
hutan rawa sekunder, sawah, kebun campuran dan perkebunan. Pada saat musim kemarau penggunaan lahan rawa lebak untuk sawah dan kebun campuran
merupakan hal yang lumrah terkait kondisi alam, sehingga kegiatan pertanian berkembang pada wilayah tertentu.
Potensi perikanan yang ada tersebar di beberapa kecamatan dan yang terbesar berada di kecamatan Paminggir dan Danau Panggang. Dengan
memperhatikan potensi yang ada maka perencanaan penggunaan lahan untuk pengembangan perikanan tangkap juga harus memperhatikan daerah basis
kegiatan perikanan tangkap. Hal ini dilakukan karena kegiatan perikanan tangkap merupakan kegiatan yang telah biasa dilakukan oleh masyarakat setempat.
Penggunaan suatu lahan seharusnya sesuai dengan kemampuan atau sesuai daya dukungnya. Untuk pemanfaatan lahan yang baik, maka diperlukan suatu
perencanaan yang baik. Untuk itulah diperlukan perencanaan ruang yang diletakkan dalam peta RTRW, di dalamnya terdapat ruang yang direncanakan
untuk penggunaan tertentu. Perencanaan penggunaan ruang yang baik adalah perencanaan yang berbasis kemampuan, yang berarti berbasis daya dukung.
Kemampuan lahan juga dapat dipakai untuk keperluan bahan petunjuk untuk pemanfaatan atau untuk pengendalian ruang.
Di peta RTRW, kawasan yang merupakan potensi perikanan termasuk dalam penggunaan lahan HPK Hutan Produksi Konversi, gambut, perkebunan
kelapa sawit, rawa lebak dan sawah. Kondisi eksisting kegiatan perikanan tangkap yang memanfatkan rawa lebak, belukar rawa dan hutan rawa sekunder
sebagian besar berada pada penggunaan lahan HPK. Kawasan perikanan tangkap belum termasuk dalam rencana penggunaan lahan dalam peta RTRW Kab. HSU
sehingga diharapkan dengan adanya peta arahan pengembangan perikanan tangkap dapat memberi masukan dalam penatagunaan lahan di Kabupaten Hulu
Sungai Utara. Selain itu dengan adanya peta ini sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pengelolaan perikanan tangkap di rawa lebak.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN