Daerah Basis Kegiatan Perikanan Tangkap dan Budidaya

49 Untuk sub sektor perikanan, empat kecamatan yang memiliki nilai LQ1 yaitu Kec. Danau Panggang, Paminggir, Amuntai Selatan dan Haur Gading merupakan empat kecamatan dengan produksi ikan tertinggi baik dari kegiatan perikanan tangkap maupun budidaya. Kec. Danau Panggang, Paminggir dan Amuntai Selatan merupakan tiga kecamatan yang memiliki produksi perikanan tangkap tertinggi sedangkan Kec. Haur Gading memiliki produksi tertinggi untuk perikanan budidaya.

5.2 Daerah Basis Kegiatan Perikanan Tangkap dan Budidaya

Untuk memetakan kecamatan basis perikanan berdasarkan jenis kegiatan, dari aspek jumlah produksi maka dapat dilihat dari adanya pemusatan kegiatan yang tinggi pada suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lain pada satu titik tahun. Analisis LQ dapat digunakan sebagai metode untuk menentukan kegiatan perikanan basis berdasarkan jumlah produksi menurut wilayah kecamatan yang ada. LQ didasarkan pada pertimbangan bahwa ketersediaan dan kapabilitas sumber daya alam, modal dan manusia untuk menghasilkan suatu produk di suatu wilayah relatif terbatas. Karena pada penelitian ini data produksi yang digunakan, maka identifikasi yang dilakukan berdasarkan kapasitas aktual dari aktivitas produksi. Dari hasil produksi perikanan tahun 2010, dapat diketahui nilai LQ untuk kegiatan perikanan tangkap dan budidaya perkecamatan seperti pada Tabel 13. Tabel 13 Nilai LQ Produksi Perikanan Kab. HSU Tahun 2010 No. Kecamatan Produksi Kegiatan Perikanan Ton Nilai LQ Tangkap Budidaya Tangkap Budidaya 1. Danau Panggang 3.145,1 679,3 1,22 0,55 2. Babirik 1.085,4 751,9 0,87 1,26 3. Sungai Pandan 625,2 182,7 1,14 0,70 4. Amuntai Selatan 2.566,1 288,2 1,33 0,31 5. Amuntai Tengah 799,1 982,3 0,66 1,70 6. Banjang 636,5 429,2 0,88 1,24 7. Amuntai Utara 574,0 24,7 1,42 0,13 8. Haur Gading 478,9 1.398,5 0,38 2,30 9. Sungai Tabukan 406,4 24,8 1,39 0,18 10. Paminggir 2.187,1 1.233,3 0,95 1,11 Jumlah 12.503,8 5.994,9 Sumber: Diskan Kab.HSU 2011 50 Dari Tabel 13 terlihat bahwa berdasarkan produksi perikanan terdapat lima kecamatan yang mempunyai nilai LQ1 untuk kegiatan perikanan tangkap yang artinya kecamatan tersebut merupakan kecamatan basis untuk kegiatan perikanan tangkap. Produksinya tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan di kecamatan bersangkutan tetapi juga dapat diekspor ke luar kecamatan. Lima kecamatan lainnya memiliki nilai LQ1 untuk kegiatan perikanan tangkap namun memiliki nilai LQ1 untuk kegiatan budidaya. Dengan demikian, dari sepuluh kecamatan yang ada, lima kecamatan merupakan kecamatan basis kegiatan perikanan tangkap yaitu Kec. Danau Panggang, Sungai Pandan, Amuntai Selatan, Amuntai Utara dan Sungai Tabukan. Lima kecamatan lainnya yaitu Kec. Babirik, Amuntai Tengah, Banjang, Haur Gading dan Paminggir merupakan basis kegiatan budidaya. Secara spasial wilayah basis kegiatan perikanan dapat dilihat pada Gambar 17. Dari gambar terlihat bahwa kecamatan-kecamatan yang merupakan basis kegitan perikanan tangkap merupakan kecamatan yang saling berdekatan dan merupakan satu hamparan areal penangkapan kecuali Kec. Amuntai Utara. Kecamatan-kecamatan tersebut memiliki sumber daya alam berupa areal rawa lebak yang menyimpan potensi sumber daya perikanan. Untuk Kec. Paminggir, walaupun memiliki lahan rawa lebak yang luas tetapi kegiatan perikanan budidaya yang lebih berkembang khususnya budidaya karamba yang dilakukan di sepanjang sungai dengan jenis ikan yang tahan terhadap kondisi perairan rawa lebak seperti ikan toman. Namun dari Tabel 13 dapat diketahui bahwa nilai LQ Kec. Paminggir untuk kegiatan perikanan tangkap nilainya mendekati satu 1 yaitu 0,95. Hal ini berarti bahwa kecamatan ini juga memiliki potensi perikanan tangkap walaupun bukan sebagai daerah basis. Kec. Haur Gading memiliki nilai LQ1 sebagai kecamatan basis kegiatan budidaya. Di kecamatan ini budidaya karamba memiliki nilai produksi tertinggi kedua setelah Kec. Paminggir. Budidaya karamba dilakukan petani pembudidaya di sungai yang melintasi kecamatan ini. 51 Ga mbar 17 P eta Ke ca mata n Basis Ke giata n P erika na n 52 Pemanfaatan wilayah perairan untuk kegiatan perikanan masih didominasi penangkapan dengan beragam alat tangkap yang dioperasikan secara terbatas dan bersifat tradisional. Berbagai alat tanggap yang digunakan sesuai dengan lokasi penangkapan dan jenis ikan yang tertangkap. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan setempat diantaranya lukah, tempirai dan hampang, pangilar, kabam, temburu, anco, jambih, lunta, pancing, rengge, serapang, tangguk, sesuduk dan lalangit Gambar 18. Gambar 18 Alat Tangkap yang Digunakan Nelayan Penangkap Ikan Produksi ikan perairan umum Kab. HSU, selain untuk memenuhi konsumsi dalam Kab. HSU juga dikirim ke luar Kab. HSU. Kegiatan distribusi hasil produksi perikanan tangkap dari nelayan penangkap sebagai produsen ke konsumen berlangsung dalam dua pola pemasaran. Pola pemasaran ikan segar yang ada dapat dilihat pada Gambar 19, dapat dibagi dalam dua pola, yaitu : a Pola I, yaitu ikan hasil tangkapan langsung dijual kepada pedagang pengumpul yang kemudian diteruskan ke pedagang pengencer hingga akhirnya sampai ke konsumen yang ada di dalam kabupaten maupun di luar kabupaten. Jika nelayan menjual ikan ke pedagang pengumpul dengan harga Rp.14.000,00 maka pedagang pengumpul menjual ikan ke pedagang pengecer berkisar antara Rp.16.000,00-Rp.18.000,00. Harga ikan ini ditingkat konsumen bisa menjadi Rp.20.000,00. Pada pola seperti ini konsumen mendapatkan harga yang jauh lebih mahal karena panjangnya rantai pemasaran. b Pola II, yaitu ikan hasil tangkapan langsung dijual ke konsumen yang ada di desa atau konsumen lokal, sehingga harga di tingkat konsumen lebih rendah 53 Nelayan Pedagang pengumpul Pedagang pengecer Konsumen dari pola II karena konsumen langsung mendapatkan ikan dari nelayan sebagai produsen. II I Gambar 19 Pola pemasaran ikan segar hasil tangkapan

5.3 Identifikasi Penyebab Penurunan Produksi Tangkap