Conversion of Land Use and its Effect CLUE
lahan lampau dan saat ini. Dengan demikian, dapat diketahui variabel penentu driving factors yang paling mempengaruhi baik dari aspek biofisik, sosial
ekonomi maupun kebijakan, 2 menggunakan hasil analisis tersebut untukmenetapkan skenario yang memungkinkan untuk dilakukan. Model CLUE
ini terdiri dari modul permintaan demand module dan modul alokasi allocation module
. 2.3.4.2.
Conversion of Land Use its Effect at Small regional extent CLUE-S
Pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan pada areal lebih kecil dari nasional atau provinsi selanjutnya dikembangkan oleh Verburg et al. 2002.
Model ini dinamakan Conversion of Land Use and Its Effect at Small regional extent
atau CLUE-S. Model CLUE-S ini merupakan gabungan dari pemodelan empiris, analisis spasial dan model dinamis. Analisis spasial menggunakan teknik
overlay dari Sistem Informasi Geografis SIG. Hubungan antara penggunaan
lahan dan faktor-faktornya dianalisis menggunakan regresi logistik. Model CLUE-S ini telah diterapkan di antaranya di DAS Selangor
Malaysia, Pulau Sibuyan Filipina, Propinsi BacKan Vietnam, Kabupaten San Mariano Filipina, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bogor Indonesia. Selain
itu, model CLUE-S yang dikombinasikan dengan sistem dinamik juga telah diterapkan di Changqing Jinan China dan Sangong Watershed Xinjiang,
China. Pemodelan perubahan penggunaan lahan di Pulau Sibuyan Filipina dan
DAS Klanglangat Malaysia dilakukan oleh Verburg et al. 2002. Tujuan dilakukan pemodelan spasial ini adalah untuk membangun model spasial dinamik
perubahan penggunaan lahan pada skala regional. Penggunaan lahan diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu : hutan, perkebunan kelapa sawit, padang
rumput, sawah dan lainnya mangrove dan pemukiman. Driving factors-nya adalah ketinggian, kemiringan lereng, jarak ke kota, jarak ke sungai, jarak ke
jalan, jarak ke pantai, geologi, bahaya erosi dan kepadatan penduduk. Model ini mengintegrasikan modul kebutuhan lahan non spasial dan modul pengalokasian
penggunaan lahan spasial. Unit analisisnya adalah berupa piksel ukuran 1.000x1.000m. analisis non spasial berupa laju perubahan penggunaan lahan
periode sebelumnya yang diperoleh dari data penginderaan jauh multi waktu
digunakan untuk memprediksi kebutuhan penggunaan lahan masa datang. Analisis spasial menggunakan pendekatan cellular automata dengan regresi
logistik sebagai transition rule-nya. Hasil pemodelan ini adalah model mudah diterapkan pada situasi perubahan penggunaan lahan dan daerah studi yang tidak
ada pembatasan area. Engelsman 2002 melakukan pemodelan spasial perubahan penggunaan
lahan dengan model CLUE-S untuk wilayah perkotaan di DAS Selangor, Malaysia. Penggunaan lahan yang digunakan terdiri atas delapan kelas, yaitu :
hutan, perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, perkebunan campuran, semak dan padang rumput, lahanpertambangan, lahan urban dan wilayah perairan.
Driving factors- nya adalah ketinggian wilayah, jarak ke jalan, jarak ke laut, jarak
ke pusat permukiman, jarak ke pusat hutan, jenis tanah alluvial dan fluvisol, lapisan tanah tanah dangkal, kelas kesesuaian lahan, kepadatan penduduk dan
tenaga kerja sektor pertanian. Hasil dari perhitungan regresi logistik dapat diketahui bahwa variabel yang paling mempengaruhi adalah jarak terhadap pusat
pemukiman dan jarak terhadap jalan. Hasil dari pemodelan ini menunjukkan bahwa kebutuhan penggunaan lahan untuk wilayah perkotaan meningkat selama
periode 1999-2014 dan hasil simulasinya menunjukkan bahwa persebaran wilayah perkotaan menyebar dari selatan ke utara sampai perbatasan Kuala Lumpur.
Perkembangan ini seperti suatu koridor yang membentang sepanjang jalan utama sampai ke bagian barat Semenanjung Malaysia.
Soepbroer 2001 mengaplikasikan model CLUE-S di Pulau Sibuyan Filipina. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengaplikasikan program ini
secararealistis dan untuk menganalisis kinerjanya. Data dengan menggunakan ukuransel 250 m
2
, pada periode 15 tahun yaitu 1997-2012. Penggunaan lahannya diklasifikasikan menjadi lima kelas, yaitu :hutan, kelapa, rumput, padi dan
lainnya. Hasil pemodelan spasial menggambarkan adanya lahan terbangun di sepanjang kaki pegunungan, padang rumput berkembang di bagian utara,
perkebunan kelapa berkembang ke bagian barat dan penanaman padi yang dipusatkan pada bagian utara pulau dan di sepanjang pantai utara dan pantai
barat. Hasil pemodelan ini dapat menggambarkan secara baik suatu kondisi penggunaan lahan yang kompleks pada wilayah yang lebih kecil.
Witte 2003 mengaplikasikan model CLUE-S untuk pemodelan aksesibilitas. Aksesibilitas diduga mempunyai pengaruh dalam perubahan
penggunaan lahan.Variabel aksesibilitas dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan waktu tempuh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tiga tipe aksesibilitas
berdasarkan waktu tempuh memberikan dampak besar terhadap perubahan penggunaan lahan, yaitu penduduk lebih terkonsentrasi pada wilayah yang
mempunyai aksesibilitas dengan waktu tempuh yang lebih cepat. Dari keempat contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa model CLUE-S
dapat diaplikasikan pada pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan dengan berbagai aspek yang mempengaruhinya, baik aspek biofifik wilayah, aspek sosial
ekonomi maupun aspek aksesibilitas. Model ini dapat dikembangkan dengan mengaitkan aspek bencana alam dan aspek ketahanan pangan dalam
memproyeksikan kebutuhan penggunaan lahan masa datang. Pengembangan model khususnya terkait dengan proyeksi penggunaan
lahan masa datang dikembangkan oleh Xin et al. 2012 dan Geping et al. 2010 dengan mengintegrasikan model sistem dinamik dan model CLUE-S dalam
pemodelan perubahan penggunaan lahan. Xin et al. 2012 mengaplikasikan integrasi model sistem dinamik dan CLUE-S di Chanqing, Jinan, China. Model
sistem dinamik digunakan untuk memproyeksikan penggunaan lahan masa datang secara non spasial. Parameter yang digunakan dalam model sistem dinamik adalah
Produk Domestik Regional Bruto PDRB, jumlah penduduk, perkembangan kota dan urbanisasi. Parameter tersebut digunakan untuk membangun skenario dalam
memproyeksikan kebutuhan penggunaan lahan masa datang. Geping et al. 2010 mengaplikasikan integrasi model sistem dinamik dan CLUE-S di DAS Sangong,
Xinjiang, China. Parameter yang digunakan dalam model sistem dinamik untuk membangun skenario adalah laju pertumbuhan penduduk, Produk Domestik
Regional Bruto PDRB, pemasaran dan kemajuan teknologi. Hasil model sistem dinamik berupa proyeksi kebutuhan lahan masa datang dengan berbagai skenario
yang selanjutnya digunakan sebagai input model CLUE-S untuk dianalisis secara spasial.
Perbedaan pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan antara dengan model CLUE dan CLUE-Sadalah dalam aspek skala dan sumber data. Model
CLUE diaplikasikan dalam skala luas baik nasional atau level benua. Unit analisisnya berupa piksel dengan resolusi kasar, yaitu : ukuran piksel lebih besar
dari 1.000x1.000m.Data penggunaan lahan diperoleh dengan cara sensus atau survei. Model CLUE-S diaplikasikan untuk wilayah lebih kecil dalam skala lokal
atau regional. Unit analisisnya berupa piksel dengan resolusi yang lebih halus, yaitu : ukuran piksel kurang dari 1.000x1.000m. Penggunaan lahan diperoleh
dari peta atau data pengideraan jauh remote sensing Verburg et al.2002.
III. METODOLOGI