Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Lahan Pertanian

mempengaruhi peluang meningkatnya perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian adalah elevasi, kelerengan, curah hujan, jarak ke kota terdekat dan jarak ke sungai. Variabel yang mempengaruhi peluang terbesar perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian adalah jarak ke kota terdekat, karena lokasi hutan yang umumnya berada jauh dari jalan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Exp β yang tertinggi, yaitu 1,990. Tabel 13 Faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan hutan menjadi pertanian Variabel β Sig. Exp β Kepadatan Tenaga Kerja Pertanian ­0,599 0,000 0,490 Formasi Geologi ­0,042 0,003 0,959 Jenis Tanah ­0,214 0,000 0,808 Elevasi 0,193 0,003 1,213 Kelerengan 0,418 0,000 1,519 Curah Hujan 0,253 0,000 1,288 Jarak ke Jalan ­0,415 0,000 0,660 Jarak ke Pusat Kota ­0,271 0,000 0,763 Jarak ke Kota Terdekat 0,688 0,000 1,990 Jarak ke Sungai 0,250 0,000 1,285 Konstanta ­1,173 0,007 0,448 Akurasi ROC 0,756 Sumber : hasil analisis Variabel yang memiliki nilai koefisien β terbesar dan bernilai positif yaitu variabel jarak dari kota terdekat, dalam hal ini jarak ke kota kecamatan. Variabel ini mempunyai kelas jarak terdekat sampai dengan kelas terjauh dengan kota kecamatan. Berdasarkan perhitungan regresi logistik, kemungkinan terjadinya perubahan lahan hutan menjadi lahan pertanian berada pada lokasi yang jauh kota. Kedekatan lokasi hutan dengan kota tidak selalu menjadikan hutan berubah menjadi lahan pertanian. Namun demikian, secara umum jarak kota mempunyai pengaruh yang menyebabkan perubahan hutan menjadi pertanian. Nilai akurasi hasil regresi logistik didapatkan 0,756. Hal ini berarti bahwa variabel bebas tersebut diatas secara statistik dapat menjadi faktor yang mempengaruhi perubahan lahan hutan menjadi pertanian.

5.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Kawasan Terbangun

Jumlah titik raster perubahan penggunaan lahan lahan pertanian menjadi kawasan terbangun adalah 5.286 titik dari keseluruhan 416.111 titik. Luas wilayahnya sekitar 5.286 ha. Tabel 14 memperlihatkan dari 11 variabel bebas yang dianalisis menggunakan regresi logistik, terdapat 4 variabel yang dinyatakan signifikan mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi kawasan terbangun. Variabel bebas yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi kawasan terbangun adalah kepadatan penduduk, elevasi, kelerengan dan jarak ke kota terdekat. Variabel yang mempengaruhi peluang terbesar perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi kawasan terbangun adalah kepadatan penduduk, karena adanya pertumbuhan penduduk akan membutuhkan lahan untuk dibangun pemukiman dan aktifitas urban lainnya. Tabel 14 Faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan pertanian menjadi kawasan terbangun Variabel β Sig. Exp β Kepadatan penduduk 0,651 0,000 1,917 Elevasi ­0,751 0,006 0,472 Kelerengan ­0,545 0,047 0,580 Jarak ke Kota Terdekat ­0,765 0,005 0,466 Konstanta 0,242 0,828 0,274 Akurasi ROC 0,858 Sumber : hasil analisis Variabel yang memiliki nilai koefisien β terbesar dan bernilai positif yaitu variabel kepadatan penduduk. Variabel ini mempunyai kelas dari kepaatan penduduk per desa yang paling sedikit hingga kepadatan penduduk per desa yang paling besar. Berdasarkan perhitungan regresi logistik, kemungkinan terjadinya perubahan lahan pertanian menjadi kawasan terbangun berada pada lokasi yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan dasar penduduk yang membutuhkan tempat tinggal, lahan usaha dan aksesibilitas. Dengan demikian, pengendalian jumlah penduduk perlu mendapat perhatian pemerintah dalam rangka pengendalian peningkatan kebutuhan kawasan terbangun. Nilai akurasi hasil regresi logistik didapatkan 0,856. Hal ini berarti bahwa variabel bebas tersebut diatas secara statistik dapat menjadi faktor yang mempengaruhi perubahan lahan hutan menjadi pertanian.

5.3 Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan

Pemodelan spasial dengan program CLUE­S memerlukan skenario yang ditentukan berdasarkan pada kebutuhan. Skenario yang digunakan berdasarkan pada modul kebutuhan penggunaan lahan demand modul dan modul kebijakan spasial dan pembatasan area spatial policy and area restrictions. Modul kebutuhan lahan dalam program CLUE­S merupakan tabel time series untuk kebutuhan setiap penggunaan lahan menggunakan asumsi laju perubahan penggunaan lahan tahun sebelumnya, yaitu : laju perubahan penggunaan lahan tahun 2000­2010. Skenario yang digunakan dalam model spasial perubahan penggunaan lahan merupakan kombinasi dari modul kebutuhan penggunaan lahan dan modul kebijakan spasial dan pembatasan area. Berdasarkan kombinasi tersebut, maka skenario yang dibangun terdiri atas 8 skenario, yaitu : 1 skenario laju alami, 2 skenario restorasi hutan pada kawasan lindung, 3 skenario lahan sawah tidak terkonversi pada pertanian lahan basah, 4 skenario pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah, 5 skenario restorasi hutan pada kawasan lindung dan lahan sawah tidak terkonversi pada pertanian lahan basah secara bersamaan, 6 skenario restorasi hutan pada kawasan lindung dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukkan pertanian lahan basah secara bersamaan, 7 skenario lahan sawah tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah secara bersamaan, 8skenario restorasi hutan pada kawasan lindung, lahan sawah tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah secara bersamaan. Delapan skenario tersebut digunakan untuk memprediksi penggunaan lahan tahun 2032, Skenario 1 mengasumsikan bahwa mempunyai laju perubahan penggunaan lahan yang sama dengan perubahan panggunaan lahan sebelumnya, dalam hal ini laju perubahan penggunaan lahan antara tahun 2000 dan 2010 tanpa adanya pembatasan area. Skenario 2 mengasumsikan bahwa perubahan lahan