BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan yang dilakukan saat ini, menempatkan unsur kelembagaan sebagai salah satu faktor penting untuk menjamin keberhasilan dan
kesinambungan pembangunan dalam berbagai bidang. Hal ini mengingat sifat kelembagaan merupakan unsur esensial yang tidak dapat dijiplak secara mentah-
mentah atau dipinjam dari negara lain, melainkan harus digali dan dibentuk berdasarkan atas potensi dan sumberdaya lokal dengan mempertimbangkan nilai-
nilai sosial dan budaya yang melekat pada masyarakat dan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya kelembagaan itu harus diarahkan dan digerakan agar
dapat mengimbangi dinamika dalam bidang ekonomi, mampu mengantisipasi berbagai perubahan-perubahan yang cepat dan mampu memanfaatkan berbagai
masukan terutama informasi teknologi yang diperlukan guna menunjang pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan yang berdayaguna dan berhasil
guna Nasution, 2002. Seiring terjadinya pergeseran paradigma pembangunan nasional ke arah
demokratisasi dan desentralisasi, sudah selayaknya kalau konsep pembangunan berorientasi
kepada konsep
pemberdayaan masyarakat.
Namun pada
kenyataannya tidak semua program pemberdayaan masyarakat yang diupayakan berjalan baik, hal tersebut salah satunya dikarenakan masih lemahnya
kelembagaan yang ada di tingkat komunitas. Seperti yang diungkapkan Syahyuti
1
jika dicermati secara mendalam, pada hakikatnya pengembangan kelembagaan masih merupakan jargon politik daripada kenyataan riil di lapangan. Dengan
membungkus suatu kebijakan dengan “pengembangan kelembagaan” seolah-olah pelaksana program telah bersifat menghargai kearifan lokal, lebih sosial, dan lebih
partisipatif. Kenyataanya mungkin teknologi sebagai entry point-nya, bukan kelembagaan. Padahal kelembagaan merupakan faktor yang mendasar untuk
1
http:pse.litbang.deptan.go.idindpdffilesMono25-02.pdf [diakses pada hari Rabu, 04 Mei 2011,
pukul 20:09 WIB]
mengembangkan potensi individu maupun kelompok pemanfaat, serta membentuk solidaritas antar pihak.
Pernyataan di atas diperkuat dari hasil penelitian Tim Studi Aksi PSP3 IPB di DAS Citanduy. Ditemukan bahwa kelembagaan komunitas lokal masih belum
mampu mengembangkan jejaring kelembagaan baik secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal, kelembagaan komunitas lokal yang ada belum mampu
membangun dan mengembangkan jejaring dengan berbagai kelembagaan lain di luar komunitasnya. Sedangkan secara vertikal pemerintah dengan kebijakannya
masih belum memberikan ruang yang luas bagi partisipasi anggota kelembagaan komunitas lokal untuk mengembangkan kreatifitasnya dan dalam proses
pengambilan keputusan. Menurut Nasdian 2006 Peningkatan kapasitas kelembagaan desa
merupakan suatu proses dalam pemberdayaan komunitas desa. Dalam pendekatan kolaboratif prinsip kesetaraan bagi para stakeholder adalah kunci keberhasilan
dalam mewujudkan kemitraan. Namun pada kenyataannya komunitas desa sebagai stakeholder berada pada posisi paling lemah sehingga diperlukan upaya
pemberdayaan agar prinsip kesetaraan tercapai dan masyarakat dapat berperan sejajar dengan stakeholder lainnya.
Pada dasarnya kegiatan pemberdayaan masyarakat di komunitas tidak hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan NGO. Bahkan, sekarang oleh
pihak-pihak swasta yang berkepentingan di wilayah komunitas tersebut sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya. Sebagai suatu metode, pemberdayaan
masyarakat menekankan adanya proses partisipasi dan peranan langsung dari warga komunitas Suharto, 2005.
Jaya Tani adalah Gabungan Kelompok Tani yang ada di Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Program pemberdayaan yang sedang
aktif saat ini adalah kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu untuk Padi.Program SL-PTT bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan petani dalam mengelola usaha taninya melalui berbagai macam strategi salah satunya adalah melalui penguatan kelembagaan pertanian yang
meliputi kelembagaan penyuluhan, kelompok tani Poktan, gabungan kelompok tani Gapoktan, koperasi tani Koptan, penangkar benih, pengusaha benih, KUD,
dan lain-lain serta pembiyaan usaha tani melalui KKP-E, LM3, Kredit Usaha Rakyat KUR, dan PUAP.
Kegiatan SL-PTT di Desa Cibunian dilaksanakan pada masing-masing kelompok tani anggota Gapoktan Jaya Tani. Keberhasilan program Sekolah
Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu ini tidak lepas dari dukungan kelembagaan yang ada di tingkat lokal salah satunya adalah Gapoktan Jaya Tani. Oleh karena
itu, keberlanjutan kelembagaan Gapoktan Jaya Tani dipandang menarik untuk diteliti lebih lanjut dan kaitannya dengan tingkat partisipasi
masyarakat dalam program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu SL-PTT di Gapoktan Jaya Tani.
1.2 Masalah Penelitian