Penguatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemberdayaan Komunitas

Menurut Syahyuti 2 ditemukan berbagai pendekatan yang keliru dalam pengembangan kelembagaan khususnya bagi kelembagaan yang tergolong ke dalam enacted institution 3 . Kelembagaan-kelembagaan yang dibangun terbatas hanya untuk memperkuat ikatan-ikatan horizontal, bukan vertikal. Anggota suatu kelembagaan terdiri atas orang-orang dengan jenis aktivitas yang sama dan tujuannya lebih untuk distribusi bantuan dan memudahkan kontrol dari pelaksana program, bukan untuk peningkatan social capital masyarakat. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan oleh tim PSP3-IPB di DAS Citanduy menunjukan bahwa kelembagaan komunitas lokal umumnya belum berhasil mengembangkan jejaring networking antar kelembagaan tersebut, baik secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal, kelembagaan komunitas lokal yang ada belum mampu membangun dan mengembangkan jejaring dengan berbagai kelembagaan lain di luar komunitasnya. Akan tetapi kecenderungan ke arah itu sudah tampak, yakni dengan upaya diversifikasi usaha yang dilakukan oleh kelembagaan tersebut. Sedangkan secara vertikal pemerintah dengan kebijakannya masih belum memberikan ruang yang luas bagi partisipasi anggota kelembagaan komunitas lokal untuk mengembangkan kreatifitasnya dan dalam proses pengambilan keputusan.

2.1.2 Penguatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemberdayaan Komunitas

Kapasitas kelembagaan adalah tingkat kemampuan suatu badanlembagaorganisasi dengan struktur pengorganisasian tertentu, proses- proses kerja, dan budaya kerja yang erat hubungannya dengan keterampilan dan kualifikasi individu berupa uraian pekerjaan, motivasi, dan sikap kerja dari individu-individu yang mendukung kelembagaan tersebut. Peningkatan kapasitas kelembagaan desa merupakan suatu yang sistemik dan manajerial, yang didalamnya mengandung proses interaksi, komunikasi, dan relasi diantara tiga “ruang kekuasaan” di aras desa. Rencana strategis desa, rencana pembangunan desa, peraturan desa, dan keuangan dirancang secara partisipatif dengan peran 2 http:pse.litbang.deptan.go.idindpdffilesMono25-02.pdf [diakses pada hari Rabu, 04 Mei 2011, pukul 20:09 WIB] 3 Lembaga yang sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu Soekanto, 1982 serta multi stakeholder merupakan basis dan instrumen penguatan kapasitas kelembagaan desa Nasdian, 2006. Menurut Israel 1990 pengembangan atau penguatan kelembagaan mengacu pada proses untuk memperbaiki kemampuan lembaga dalam mengefektifkan penggunaan sumberdaya manusia dan keuangan yang ada. Proses ini dapat secara internal digerakan oleh manajer sebuah lembaga atau dicampurtangani dan dipromosikan oleh pemerintah atau oleh badan-badan pembangunan. Khasnya pengembangan kelembagaan menyangkut sistem manajemen perencanaan, penyusunan anggaran, akunting, auditing, perawatan dan pengadaan termasuk pemantauan dan evaluasi. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan tim PSP3-IPB di lima provinsi, yaitu: Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera Barat, Jawa Barat, Bali, dan Papua. Upaya peningkatan kapasitas kelembagaan desa tidak cukup hanya dengan sekedar melaksanakan program-program pendidikan, pelatihan, penataran, penyuluhan, sosialisasi dan lain-lain. Akan tetapi peningkatan kapasitas kelembagaan desa sebagai wujud pemberdayaan komunitas desa merujuk kepada reformasi kelembagaan desa, sehingga dapat terpenuhinya tuntutan dan kebutuhan otonomi desa, sebagai suatu cara pendekatan ke arah pemerintahan pengaturan, administrasi, dan pengembangan mekanisme-mekanisme partisipatif yang tepat guna dan lebih demokratis. Dalam upaya pemberdayaan komunitas desa dan pengembangan kelembagaan yang berkelanjutan maka dikemukakan tiga alternatif yang dapat dilakukan yaitu: 1 Membangun dan mengembangkan kelembagaan kooperatif dan produktif di tingkat komunitas berbasis kemitraan; 2 Membangun dan mengembangkan manajemen pembangunan pedesaan kawasan di tingkat kabupaten sebagai wujud dari local goverment policies, dan 3 Membangun dan mengembangkan jejaring kelembagaan yang berbasis komunitas.

2.1.3 Tipologi Kelembagaan Komunitas Lokal

Dokumen yang terkait

Partisipasi Petani dalam Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi non Hibrida

1 80 95

EFEKTIVITAS PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DI DESA KEDALEMAN KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI

0 4 198

MOTIVASI PETANI DALAM MENGIKUTI PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (SL-PTT) PADI HIBRIDA DI DESA WATES KECAMATAN GADING REJO KABUPATEN TANGGAMUS

0 5 6

MOTIVASI PETANI DALAM MENGIKUTI PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (SL-PTT) PADI HIBRIDA DI DESA WATES KECAMATAN GADING REJO KABUPATEN TANGGAMUS

3 18 144

Adopsi Inovasi PTT pada Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.

0 1 19

JARINGAN KOMUNIKASI DALAM DIFUSI ADOPSI INOVASI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (Studi Perbandingan Jaringan Komunikasi Sosial terhadap Difusi Adopsi Program Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada Kelompok Tani Pulo Makmur dan Kelompok Tani Pulo Mulyo di Desa

0 1 20

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Partisipasi petani dalam kegiatan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (sl-ptt) di Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen

0 0 73

Partisipasi Petani dalam Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi non Hibrida

0 0 20

Partisipasi Petani dalam Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi non Hibrida

0 0 11

PENDAMPINGAN PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) JAGUNG DI PROVINSI ACEH

0 0 9