Analisis Deskriptif Hasil Penelitian
terendah dalam kurun waktu 5 tahun sebesar 87.13 pada bulan Maret tahun 2012 sedangkan persentase FDR terbesar adalah pada bulan Juli 2013 sebesar
104.83 , dan pada Juni 2015 persentase FDR sebesar 94.22 . FDR sendiri merupakan banyaknya jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah
dibanding dengan total dana pihak ketiga. Batas maksimum untuk financing deposit rasio FDR adalah sebesar 110, dimana apabila melebihi batas tersebut
berarti liquiditas bank sudah termasuk kategori buruk, sebagian praktisi perbankan menyepakati batas aman dari financing deposit rasio FDR sebesar 80 dengan
batas toleransi antara 85 dan 100 . Jika rasio FDR suatu bank berada di bawah 80 misalnya 60 maka
dapat disimpulkan bahwa bank tersebut hanya dapat meyalurkan sebesar 60 dari seluruh dana yang dihimpun, dan 40 dari seluruh dana yang di himpun
tidak disalurkan kepada nasabah, jika FDR mencapai lebih dari 110 berarti total pembiayaan yang diberikan bank tersebut melebihi dana yang di himpun, oleh
karena dana yang dihimpun dari masyarakat sedikit. Tabel 4.3
Non Performing Financing NPF Periode 2010-2015 NPF Dalam Bentuk Persen
Tahun 2010
2011 2012
2013 2014
2015 Bulan
Januari 4.36
3.28 2.68
2.49 3.01
4.87 Februari
4.75 3.66
2.82 2.72
3.53 5.10
Maret 4.53
3.60 2.76
2.75 3.22
4.81 April
4.47 3.79
2.85 2.85
3.48 4.62
Mei 4.77
3.76 2.93
2.92 4.02
4.76 Juni
3.89 3.55
2.88 2.64
3.90 4.73
Juli 4.14
3.75 2.92
2.75 4.31
Agustus 4.10
3.53 2.78
3.01 4.58
September 3.95
3.50 2.74
2.80 4.67
Oktober 3.95
3.11 2.58
2.96 4.58
Sumber : SPS Bank Indonesia data diolah
Non Performing Financing merupakan rasio perbandingan pembiayaan yang bermasalah dengan total penyaluran dana yang disalurkan kepada
masyarakat. Pada Tabel 4.3 merupakan persentase NPF dari tahun - ketahun, pada tahun 2010 NPF terbesar pada bulan Mei sebesar 4,77 dan persentase
terkecil sebesar 3,02 pada bulan Desember, berbeda halnya dengan NPF pada tahun 2011 sampai tahun 2012 persentase nilai NPF menurun sampai pada
persentase 2.22 bulan Desember semakin rendahnya nilainya NPF maka bank tersebut semakin rendahnya tingkat risiko kredit macet yang dialami oleh suatu
bank, pada tahun 2013 persentase NPF berfluktuatif kisaran 2 sampai dengan 3,08 hal ini masih tergolong dalam zona nyaman, namun pada bulan Juli 2014
persentase nilai NPF sudah menembus angka 4,31 dan persentase tertinggi pada bulan November sebesar 4,86, sedangkan menginjak tahun 2015 persentase nilai
NPF masih diatas 4,5 bahkan pada bulan Februari 2015 NPF tembus pada persentase 5,10 kondisi tersebut dapat memperburuk kesehatan bank sekaligus
menyebabkan ketidakmampuan bank dalam menyalurkan pembiayaan kepada nasabah.
November 3.99
2.74 2.50
3.08 4.86
Desember 3.02
2.52 2.22
2.62 4.33
Tabel 4.4 Suku Bunga Bank Indonesia BI Rate Periode 2010-2015
Dalam Bentuk Persen Tahun
2010 2011
2012 2013
2014 2015
Bulan Januari
6.50 6.50
6.00 5.75
7.50 7.50
Februari 6.50
6.75 5.75
5.75 7.50
7.50 Maret
6.50 6.75
5.75 5.75
7.50 7.50
April 6.50
6.75 5.75
5.75 7.50
7.50 Mei
6.50 6.75
5.75 5.75
7.50 7.50
Juni 6.50
6.75 5.75
6.00 7.50
Juli 6.50
6.75 5.75
6.50 7.50
Agustus 6.50
6.75 5.75
7.00 7.50
September 6.50
6.75 5.75
7.25 7.50
Oktober 6.50
6.50 5.75
7.25 7.50
November 6.50
6.00 5.75
7.50 7.75
Desember 6.50
6.00 5.75
7.50 7.75
Sumber : SPS Bank Indonesia data diolah
Pada Tabel 4.4 diatas memaparkan pergerakan BI rate dari peride 2010 –
2015. Dapat dilihat bahwa pergerakan BI rate mengalami flutuatif, mulai Januari 2010 sebesar 6.50 kemudian meningkat pada bulan Februari sampai dengan
bulan September 2011 menjadi 6.75, sedangkan pada bulan Februari tahun 2012 sampai bulan Mei 2013 BI rate mengalami penurunan menjadi 5.75 disusul
kembali pada bulan Agustus 2013 BI rate meningkat diatas 7.00 sampai dengan bulan November dan Desember 2014 BI rate mengalami persentase terbesar yaitu
7.75. Pergerakan BI rate yang fluktuatif ini akan mempengaruhi naik turunnya
tingkat pembiayaan pada perbankan syariah.
Tabel 4.5 Sertifikat Bank Indonesia syariah SBIS Periode 2010-2015
Dalam Miliaran Rupiah Tahun
2010 2011
2012 2013
2014 2015
Bulan Januari
3.373 3.968
10.663 4.709
5.253 8.050
Februari 2.972
3.659 4.243
5.103 5.331
9.040 Maret
2.425 5.870
6.668 5.611
5.843 8.810
April 3.027
4.042 3.825
5.343 6.234
9.130 Mei
1.656 3.879
3.644 5.423
6.680 8.858
Juni 2.734
5.011 3.936
5.443 6.782
8.858 Juli
2.576 5.214
3.036 4.640
5.880 Agustus
1.882 3.647
2.918 4.299
6.514 September
2.310 5.885
3.412 4.523
6.450 Oktober
2.783 5.656
3.321 5.213
6.680 November
3.287 6.447
3.242 5.107
6.530 Desember
5.408 9.244
4.993 6.699
8.130
Sumber : SPS Bank Indonesia data diolah
Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS merupakan surat berharga berjangka pendek yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Bagi sejumlah bank yang
memiliki kelebihan likuiditas diberikan kesempatan untuk menitipkan dananya pada surat-surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, salah satunya
adalah SBIS. Pada Tabel 4.5 mengindikasikan bahwa SBIS dari tahun
– ketahun mengalami fluktuatif. Penempatan SBIS terendah terjadi pada bulan Mei 2010
sebesar 1.656 miliar sedangkan pada penempatan SBIS tertinggi pada bulan Januari 2012 sebesar 10.663 miliar, pada bulan Januari tahun 2013
– bulan Juni 2015 penempatan SBIS terus mengalami fluktuatif dan stagnan pada nominal
8.858 miliar. Besarnya penempatan SBIS setiap tahunnya mengindikasikan bahwa bank syariah kurang mampu mengalokasikan dananya kearah pembiayaan,
semakin besar SBIS yang dialokasikan akan menyebabkan turunnya jumlah porsi pembiayaan yang akan disalurkan bank syariah dan sebaliknya.
Tabel 4.6 Pembiayaan Bagi hasil 2010-2015
Sumber : SPS Bank Indonesia data diolah
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa selama periode 2010 sampai dengan bulan Juni 2015 jumlah pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang
disalurkan oleh bank umum syariah terus mengalami penigkatan. Besarnya penyaluran pembiayaan mudharabah dan musyarakah ini telah sejalan dengan
besarnya dana pihak ketiga DPK yang dihimpun seperti sudah di jelaskan pada Tabel 4.6 dimana besarnya pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang
disalurkan hingga akhir bulan juni 2015 sebesar 68.939 miliar.