Kajian al- Qur’an pada Jenjang S1.

17 perguruan tinggi, semua ini menunjukkan adanya pengaruh pendidikan Barat dalam gagasan mereka. 15 Tetapi sejarah rupanya bergerak ke arah yang berbeda. Pada tahun 1950 Fakultas Agama UII ditetapkan pemerintah menjadi lembaga tersendiri yang disebut Perguruan Tinggi Agama Islam PTAIN. Pada tahun 1951, PTAIN memiliki tiga fakultas yaitu Fakultas Tarbiyah, Qadha’ dan Dakwah. Maka berbeda dengan posisinya sebagai salah satu fakultas di UII, di PTAIN kajian-kajian keislaman dirinci dalam beberapa fakultas. Besar kemungkinan bahwa pembagian fakultas- fakultas tersebut dipengaruhi oleh model perguruan tinggi di Timur Tengah, khususnya Mesir, yang telah memiliki kontak budaya dan politik yang cukup dekat dan lama dengan bangsa Indonesia. 16 Matakuliah kajian al- Qur’an hanya ditawarkan pada satu matakuliah Tafsir, bersamaan dengan penawaran matakuliah lainnya seperti: Bahasa Arab, Pengenalan Studi Agama, Hadits, Ilmu Kalam, Logika, Akhlak, Tasawuf, Perbandingan Agama, Dakwah, Sejarah Islam, Psikologi dan lainnya. 17 Selanjutnya, pemerintah RI di tahun 1950-an mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama ADIA di Jakarta dengan tiga fakultas: Pendidikan Agama, Bahasa Arab, dan Guru Agama Militer. Pada tahun 1960, pemerintah kemudian menggabungkan PTAIN dan ADIA menjadi satu dengan nama Institut Agama Islam Negeri IAIN dengan Fakultas Syariah dan Ushuluddin di Yogyakarta, dan Fakultas Tarbiyah dan Adab di Jakarta. Kemudian pada 1963, IAIN Yogyakarta dan Jakarta ditetapkan berdiri sendiri, masing-masing dengan nama IAIN Sunan Kalijaga dan IAIN Syarif Hidayatullah. Sejak pertengahan 1960-an kemudian sejumlah IAIN didirikan di berbagai provinsi di luar jawa.

C. Kajian al- Qur’an pada Jenjang S1.

15 Mujiburrahman, Masa Depan Kajian Keislaman di PTAI, makalah Annual Conference on Islamic Studies ke IX di Surakarta, 2-5 Nopember 2009. 16 Mujiburrahman, Masa Depan Kajian Keislaman di PTAI, makalah Annual Conference on Islamic Studies ke IX di Surakarta, 2-5 Nopember 2009. 17 Fuad Jabali dan Jamhari eds., IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia Jakarta: Logos, 2002,12 18 Dalam catatan Mahmud Yunus, sebagaimana yang dikutip oleh Baidan, dapat dilihat bahwa pengkajian al- Qur’an secara khusus di PTAI belum muncul. Hal ini dibuktikan dengan hanya adanya satu matakuliah Tafsir dalam kurikulum PTI Jakarta 1951 ataupun kurikulum Fak. Agama Islam Universitas Cokroaminoto.Sekalipun demikian sudah ada sejumlah tafsir buku ilmu tafsir yang menjadi rujukan pada matakuliah tersebut, yaitu: Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Baidhawi, Tafsir al-Sawi, buku Pengantar Tafsir, dan buku Ilmu Tafsir Jalaluddin al-Suyuti. 18 Menurut Baidan, sampai dasa warsa tahun tujuh puluhan kurikulum PTAI jurusan Tafsir masih didominasi oleh kajian fiqh. Merujuk pada sejarah pendirian PTIQ Institut PTIQ Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran merupakan pendidikan tinggi pertama yang mengkhususkan diri di bidang kajian ilmu-ilmu Al-Quran didirikan 1 April 1971 oleh Yayasan Ihya Ulumiddin yang dipimpin oleh K.H. Moh. Dahlan Menteri Agama saat itu. Sejak 12 Mei 1973 pengelolaan Institut ini diserahkan kepada Yayasan Pendidikan Al- Quran yang didirikan oleh Letjen Purn. H. Ibnu Sutowo. Kini diteruskan oleh putranya, H. Ponco Susilo Nugroho. Pendirian PTIQ dilatari oleh kesadaran akan semakin langkanya ulama ahli Al- Quran terutama para hafizh sementara sangat didambakan dalam kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Sejak Musabaqah Tilawatil Quran Nasional I di Makasar 1968.Keberadaan para ulama ahli Al-Quran ini sangat terasa, sehingga tak kurang Presiden Republik Indonesia dalam amanatnya pada Musabaqah Tilawatil Quran Nasional III di Banjarmasin mengingatkan pentingnya untuk meningkatkan upaya penghayatan dan pemahaman kitab suci Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia. Sejak berdirinya Institut PTIQ secara berturut-turut dipimpin oleh ulama-ulama terkemuka negeri ini : Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML; K.H. Syukri Ghozali; K.H. 18 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Jakarta: Penerbit Mutiara, 1979, 264-265 dan 318-319. Sebagaimana yang dikutip oleh Nasruddin Baidan, dalam tabel 16-17: Nashruddin Baidan, Perkemabangan Tafsir al- Qur’an di Indonesia Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003, 133-134. 19 Zainal Abidin Ahmad; Prof. Dr. K.H. Bustami A. Ghani; Prof. Dr. K.H. Chatibul Umam.Dan kini Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A. 19 Menyusul Berikutnya adalah Perguruan Tinggi IIQ Institut Ilmu al- Qur’an. IIQ Jakarta didirikan pada tanggal 12 Rabiul Awal 1397 H. Bertepatan dengan tanggal 1 April 1977 M oleh Yayasan Affan, diketuai H. Sulaiman Affan. Pendirian ini atas gagasan Prof. K. H, Ibrahim Hosen, LML. Institut Ilmu Al- Qur’an Kemudian sejak tahun 1983 hingga sekarang IIQ diselenggarakan oleh Yayasan IIQ, diketuai Hj. Harwini Joesoef. Pada mulanya IIQ membuka Program Magister khusus untuk wanita dengan dukungan penuh dari seluruh gubernur di seluruh Indonesia guna memenuhi seluruh tenaga khusus di berbagai propinsi dan dipersiapkan pula sebagai tenaga pengajar pada program Strata satu S1. Setelah meluluskan dua angkatan IIQ mebuka ptogram S1 tahun 1982 dan membuka kembali Program S2 tahun 1998. IIQ merupakan lembaga pendidikan tinggi yang menggabungkan system pendidikan pesantren dan perguruan tinggi dengan orientasi mencetak ulama wanita yang hafal Al- Qur’an, intelek, berwawasan luas dan ahli di bidang Ulumul Qur’an. Secara spesifik program S1 mendalami kajian dan pengembangan ilmu-ilmu Al- Qur’an serta bidang keilmuan yang sesuai dengan program studinya. Sementara Program Pascasarjana Magister Studi Agama Islam dimaksudkan untuk lebih mendalami dan mengembangkan Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadis. Keberadaan IIQ telah melahirkan qari’ah dan hafizah yang mampu tampil di arena Musabaqah Tilawatil Qur’am MTQ Nasional maupun International. 19 Visi: Terwujudnya Lembaga Pendidikan Tinggi yang Unggul Dalam Pengkajian, Pengembangan, dan Pengamalan Al-Quran. Misi: 1. Mencetak sarjana dan ulama yang ahli Al- Quran, 2. Mengkaji ilmu-ilmu Al-Quran sebagai khazanah dan sumbangsih bagi pengembangan budaya untuk ketinggian martabat, kemajuan, dan kesejahteraan umat manusia, 3. Mengaktualisasikan pesan-pesan Al-Quran dalam upaya menjawab problematika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tujuan: 1. Mencetak kader-kader ulama yang hafidz Al-Quran.2. Menghasilkan sarjana yang mendalami ilmu-ilmu agama Islam Tafaqquh fid-din dan bertanggung jawab atas pengembangan agama iqamat ad-din serta pembangunan masyarakat. 3. Mengembangkan kajian ilmu-ilmu Al-Quran, pesan-pesan dan nilai-liai yang terkandung didalamnya, untuk dapat diterapkan dalam kehidupan nyata serta sebagai sumbangan untuk mengatasi berbagai problem masyarakat. Diunduh dari: http:www.ptiq.ac.idindex.php?option=com_contentview = articleid=74: sejarah- visi-misi-a-tujuan-catid=40:yayasanItemid=62 20 Mahasiswa yang tidak memiliki bakat sebagai qariah sekalipun tetap diharuskan mendalami ilmu Nagham Seni Baca Al- Qur’an sebagai ilmu. Dua orientasi yaitu pengembangan seni tilawah disertai pemahaman akan kandungan Al- Qur’an dan Hadis dengan pendalaman ilmu-ilmu pendukungnya dikemas dalam satu paket pendidikan bertujuan menghasilkan sarjana Al- Qur’an yang mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat. 20 Jurusan Tafsir Hadits di Fakultas Ushuluddin: Saat berdiri pada tahun 1963, Fakultas Ushuluddin memiliki dua jurusan: Jurusan Dakwah dan Jurusan Perbandingan Agama. Dari dua jurusan tersebut tampak bahwa fakultas ini didirikan untuk menghasilkan tenaga ahli di bidang dakwah, baik dakwah untuk intern umat Islam maupun dakwah membela Islam dari serangan pihak luar melalui keahlian dalam bidang Perbandingan Agama. Sejalan dengan visi untuk menjadikan Fakultas Ushuluddin sebagai pusat kajian pemikiran Islam, kemudian dibuka Jurusan Aqidah-Filsafat pada tahun 1982. Pada tahun 1989 berdiri pula Jurusan Tafsir-Hadits, sementara pada saat yang sama Jurusan Dakwah memisahkan diri menjadi fakultas tersendiri. Pada tahun akademik 19992000 dibuka secara bersamaan Program Studi Pemikiran Politik Islam dan Program Studi Sosiologi Agama. 21 Program Studi ini bertujuan menghasilkan sar-jana yang menguasai ilmu-ilmu Al-Quran, Tafsir, Hadis dan ilmu-ilmu Hadis. Mata Kuliah Keahlian yang diberikan dalam Program Studi ini meliputi: Ulumul Quran, Ulumul Hadits, Tafsir, Hadits, Metodologi Penelitian TafsirHadis, Ilmu Akhlak, Aliran Kepercayaan, Orientalisme, Filsafat Ilmu, MantiqLogika, Filsafat Islam, Metode Tafsir, Membahas Kitab Tafsir, Takhrijul Hadits, Membahas Kitab Hadits, Ushul Fiqh, dan Tasawuf. 22 20 VISI IIQ adalah menjadikan Institut Ilmu Al Quran Jakarta sebagai pusat studi Al Quran dan Hadis yang mampu merespon perkembangan jaman. MISI IIQ adalah membentuk ulamasarjana muslim, terutama wanita, yang hafal Al Quran, memiliki kemampuan akademik danatau profesional dalam bidang ilmu agama Islam, khususnya ilmu-ilmu Al Quran, serta mempunyai wawasan yang luas dan berakhlak mulia.TUJUAN IIQ adalah menghasilkan ulama sarjana muslim S1 dan S2 terutama wanita dalam bidang Ulumul Quran dan Ulumul Hadis, yang memiliki keahlian dalam mengungkapkan pemikiran baik dalam bentuk lisan maupun tulisan secara sistematis, kritis, dan logis sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah. Diunduh dari: http:www.iiq.ac.idindex.php?pn=aboutid=2 21 http:www.uinjkt.ac.idindex.phpfakultasfufinfo-fakultas.html 22 http:www.uinjkt.ac.idindex.phpfakultasfufinfo-fakultas.html 21 Prodi Tafsir Hadits di UIN Yogyakarta: Prodi Tafsir Hadits di IAIN Sunan Ample Surabaya: Menurut Quraish Shihab, pola pengajaran tafsir yang selama ini terjadi di pesantren dan perguruan tinggi pada tahun 90-an, yang berupa sorogan dan metode muha ḍarah, keduanya memiliki kelemahan. Dengan dua metode pengajaran tersebut tidak memberikan kemampuan pada peserta didik untuk menguasai ilmu, akan tetapi hanya produk tafsir. Misalnya hanya pada beberapa produk penafsiran seorang mufassir tafsir al-Durr alMan thūr, atau al-Marāghī. 23 Ia menawarkan dua alternatif model pembelajaran Tafsir diperguruan tinggi. Pertama: memberikan pengajaran kaidah-kaidah tafsir. Para mahasiswa di support untuk mampu menggunakna kaidah- kaidah terseut pada saat memulai untuk menafsirkan al- Qur’an. Diskusi antar mahasiswa dosen, dan elaborasi dosen atas kaidah-kaidah penafsiran diperlukan untuk menguatkan pemahaman mahasiswa dalam memperoleh cara megaplikasikan kaidah penafsiran dalam makalah mereka. Kedua, pengenalan atas Kitab-kitab tafsir yang telah ada. Hal ini diperlukan agar mahasiswa memiliki pengetahuan tentang bagaimana para ulama terdahulu menafsirkan al- Qur’an. Hanya saja pemahaman ulama terdahulu atas suatu masalah terkadang ketingggal jaman. Kalau pun tidak demikian menghasilkan pemahaman partial atas suatu masalah. Maka ketelitian untuk melihat latar belakang pendidikan, kondisi sosial-budaya tempat mufassir hidup sangat diperlukan. Ini dimaksudkan agar mahasiswa memahami bahwa semua latar belakang akan mempengaruhi produk tafsirnya. 24

D. Studi al- Qur’an pada Jenjang Pascasarjana: