62
Penulis: Waryono Abdul Ghafur Tahun lulus: 2008
Pendidikan S1: IAIN Sunan kalijaga Yogyakarta Pendidikan S2: UIN Sunan kalijaga Yogyakarta
Disertasi  yang  ditulis  oleh  Waryono  Abdul  Ghafur  ini menitikberatkan kajiannya pada Millah Ibrahim. Ia mencoba meredefinisi
terhadap  istilah  millah  Ibrahim  pada  masa  kekinian.  Kajian  ini dilatarbelakangi  karena  seringnya  intensitas  konflik  yang  terjadi  di  antara
para  pengikut  agama  Samawi  Yahudi,  Nasrani,  dan  Islam  padahal  ketiga agama  Samawi  ini  memiliki  satu  figur  yang  signifikan,  yaitu  Ibrahim  dan
millah tuntunannya.
Kajian  terhadap  millah  Ibrahim  ini,  Ghafur  lihat  dari  perspektif Muh{ammad H{usein al-
T{abat{aba‟i melalui karyanya Al-Mizan fi Tafsir  al-
Qur’an.  Menurutnya,  al-T{abat{aba‟i  merupakan  salah seorang mufasir  yang konsen dalam isu  pluralitas agama  yang bertitik tolak
dari al- Qur‟an dan Sunnah. Selain itu, model penafsiran yang ditawarkan oleh
al- T{abat{aba‟i  yakni  integratif-interkonektif,  komprehensif  dan
interdisipliner  menjadi  model  dalam  memahami  al- Qur‟an  dihubungkan
dengan masalah kekinian. Tujuan  disertasi  ini  diharapkan  dapat  meminimalisasi  bahkan
menghilangkan  salah  paham  antarpemeluk  agama  khususnya  umat  agama Samawi  dan  seumat  beragama.  Ghafur  menambahkan,  disertasi  ini  dapat
memberi dan menjadi landasan yang kuat bagi peneguhan identitas dan dalam rangka  membangun  hubungan  yang  konstruktif  di  antara  pemeluk  agama
yang plural.  Dan dalam  konteks  Indonesia, Ghafur mengharapkan hasil dari kajiannya  ini  dapat  menjadi  landasan  dalil-dalil  normatif  dalam  rangka
mendukung  kehidupan  yang  konstruktif  sehingga  pluralitas  bukan  sebagai hambatan, tetapi justru menjadi modal dalam membangun bangsa.
3. Tafsir Jender
Judul : “Tafsir Jender: Studi Pebandingan antara Indonesia dan Mesir”
63
Penulis: Hamka Hasan Tahun Lulus: 2009
Pendidikan S1:Jurusan Tafsir Universitas al-Azhar Mesir Pendidikan S2: Pascasarjana UIN Syarif  Hidayatullah Jakarta
Disertasi  ini  menunjukkan  sejumlah  faktor  yang  menyebabkan penafsiran bias atau sensitif jender oleh tokoh-tokoh di Indonesia dan Mesir,
di  antaranya:  Ideologi,  budaya  patriarki,  latar  belakang  sosial  dan  akademis tokoh  tersebut.  Tokoh  yang  berideologi  bias  jender  dengan  menggunakan
metodologi  tafsir  modern  dalam  penafsiran  ayat-ayat  al-Qurân,  hasil penafsirannya adalah bias jender. Sebaliknya, tokoh yang berideologi sensitif
jender,  meskipun  menggunakan  metodologi  tafsir  klasik,  mereka  akan melahirkan tafsir sensitif jender.
Menurut  analisa  Hamka  sebagaimana  beberapa  tokoh  jender mengatakan  bahwa  budaya  patriarki  yang  menjadikan  posisi  laki-laki  lebih
tinggi dari pada perempuan mempengaruhi lahirnya tafsir bias jender. Tafsir klasik  yang  pada  umumnya  ditulis  pada  daerah  yang  berbudaya  patriarki
dipandang  sebagai  sosok  yang  bertanggung  jawab  dalam  penafsiran  bias jender. Indonesia dan Mesir adalah wilayah yang mewarisi budaya patriarki.
Tokoh-tokoh penulis tafsir jender di Indonesia dan Mesir yang hidup dalam  lingkungan  sosial  yang  terbuka  terhadap  pemikiran-pemikiran
kesetaraan  jender  dan  memiliki  hubungan  personal  dengan  tokoh-tokoh feminis dalam pertemuan mereka dalam perkuliahan maupun seminar, baik di
dalam negeri maupun di luar negeri adalah mereka yang menghasilkan tafsir sensitif  jender.  Sebaliknya,  tokoh-tokoh  yang  tertutup  terhadap  pemikiran
kesetaraan  jender  dan  tidak  pernah  berhubungan  dengan  pemerhati  jender, mereka melahirkan tafsir bias jender.
Disertasi  ini  menolak  pandangan  Nasaruddin  Umar  Argumen Kesetaraan  Jender,  Perspektif  Al-Quran
,  1999  yang  menyatakan  bahwa metodologi  tahlîlî  dapat  melahirkan  penafsiran  bias  jender  dan
merekomendasikan  metode  maudû‟I  tematik  yang  diharapkan  dapat melahirkan tafsir sensitif jender. Namun, disertasi ini memperkuat pandangan
64
Nasaruddin  Umar  dan  Musdah  Mulia  Muslimah  Reformis,  2005  yang menyatakan bahwa budaya patriarki menjadi sebab penafsiran bias jender. Di
samping  itu,  disertasi  ini  juga  menguatkan  pandangan  Asma  Barlas Believing  Women  in  Islam,  2003  yang  menyatakan  bahwa  model
pembacaan patriarki dan misoginis terhadap al-Qurân melahirkan penafsiran bias  jender  dan  menawarkan  pembacaan  yang  menjunjung  tinggi
egalitarianisme.  Keistimewaan  disertasi  ini  yang  membedakannya  dengan komunitas akademik lain adalah bahwa disertasi ini merumuskan metodologi
dan penafsiran yang dapat menciptakan kesetaraan jender. Sumber  utama  disertasi  ini  adalah  tafsir  klasik,  tafsir  jender  di
Indonesia, dan tafsir jender di Mesir. Dari tafsir tersebut dipilihlah lima tema yang  berhubungan  dengan  objek  kajian  disertasi  ini.  Teori  dan  pendekatan
yang  digunakan  untuk  mencapai  kesimpulan  adalah  metode  analisis  tafsir modern dan perspektif jender.
Temuan-temuan dalam disertasi ini: 1  Awal kemunculan tafsir jender Indonesia bersifat akademis-teologis.
Di katakan akademis karena pada umumnya tafsir-tafsir tersebut lahir melalui  kajian  ilmiah  di  perguruan  tinggi  berupa  disertasi;  teologis  karena
kajiannya  melibatkan  al-Qurân  sebagai  objek  kajiannya  seperti  Feminisme dalam  Kajian  Tafsir  Al-Quran  Klasik  dan  Kontemporer  Yunahar  Ilyas,
1997;  Tafsir  Kebencian  Zaitunah  Subhan,  1999;  Argumen  Kesetaraan Jender,  Perspektif  Al-  Quran  Nasaruddin  Umar,  1999;  Upaya  Penggalian
Konsep Wanita dalam Aquran Nashruddin Baidan, 1999; Perempuan dalam Pasungan:  Bias  Laki-laki  dalam  Penafsiran  Nurjannah  Ismail  2003;  Hak-
hak Perempuan: Relasi Jender  menurut Tafsir Sya‟râwî Istibsyarah, 2004; Kesetaraan Gender dalam al-Quran: Studi Pemikiran Para Mufassir Yunahar
Ilyas,  2006.  Karya  tersebut  adalah  Disertasi  di  Perguruan  Tinggi.  Hal  ini berbeda  dengan  tafsir  jender  Mesir  yang  bersifat  sosial-teologis.  Artinya,
kajian  tafsir  jender  tersebut  berdasarkan  realitas  sosial  masyarakat  Mesir; persoalan-persoalan  yang  tengah  dihadapi  masyarakat  menjadi  objek  kajian
dengan  melibatkan  aspek  teologis  seperti:  tafsir  al-manâr  Muhammad
65
Abduh,  1849-1905  dan  Rasyid  Ridâ,  1865-1935,  almar`ah  fî  al-Qurân Abbâs Mahmûd al-Aqqâd, 1889-1964. Tafsir tersebut ditulis bukan untuk
kepentingan  akademis,  tetapi  untuk  menjelaskan  persoalan-persoalan  agama yang tengah dihadapi masyarakat.
2  Sebahagian tafsir jender di Mesir dan di Indonesia memiliki pandangan yang sama  dengan  tafsir  klasik.  Karenanya  tafsir  klasik  menjadi  salah  satu  aspek
penting  dalam  merumuskan  gagasan-gagasannya.  Penciptaan  Hawâ`  dari tulang rusuk Âdam; Kepemimpinan mutlak di tangan laki-laki; perbandingan
2:1  bagian  warisan  bagi  laki-laki  dan  perempuan  sudah  final;  Poligami dipandang  sebagai  ajaran  agama  yang  tidak  bisa  digugat;  dan  perbandingan
2:1  jumlah  saksi  laki-laki  dan  perempuan  tidak  perlu  dipermasalahkan. Gagasan-gagasan  seperti  ini  terumuskan  dalam  tafsir  klasik.  Sementara
beberapa  tafsir  jender  yang  lain  menggugat  hal-hal  tersebut  yang  telah dianggap  final.  Rumusan  yang  digunakan  adalah  berlandaskan  metodologi
modern  yang  dipopulerkan  oleh  sejumlah  aktifis  feminis  Barat  dan  Timur Tengah. Perbedaan dalam memandang isu jender disebabkan perbedaan latar
belakang  akademik  dan  sosial  yang  melingkupi  penulis  tafsir  jender  dalam merumuskan gagasan-gagasannya.
3  Pemilihan isu  jender tafsir jender  Indonesia dengan tafsir jender Mesir juga memiliki  perbedaan.  Pemilihan  isu  tafsir  jender  Indonesia  di  dasarkan  pada
wacana  aktual  dalam  kajian  jender.  Hal  ini  disebabkan  karena  tafsir  jender Indonesia  lebih  banyak  mengadopsi  isu  dari  Barat  di  banding  realitas
masyarakat  Indonesia  kecuali  dalam  beberapa  tahun  terakhir  ini.  Berbeda dengan tafsir jender Mesir, di samping bermain dalam wacana sebagai respon
atas  pelbagai  pandangan  negatif  terhadap  isu  jender  dalam  al-Qurân,  juga mengangkat  persoalan  jender  yang  dihadapi  masyarakat  sebagai  realitas
ketidaksejajaran jender. 4  Perbedaan peggunaan referensi di temukan dalam kedua tafsir. Tafsir jender
Indonesia  menggabungkan  antara  referensi  tafsir  klasik  dan  buku-buku modern. Sedangkan tafsir jender Mesir hanya menggunakan tafsir klasik.
66
5  Penggunaan  metode  analisis  tafsir  jender  dan  aliran  feminis  antara  kedua negara  memiliki  persamaan.  Kedua  tafsir  jender  tersebut  menggunakan
analisis  tafsir:  sosio-kultural,  semiotik,  semantik,  intertekstual,  dan  adab ijtimâî. Untuk analisis jender dan aliran feminis, kedua tafsir menganut teori
identifikasi,  struktural  fungsional,  dan  sosial  konflik;  sedangkan  aliran feminis adalah liberal, sosialis, dan marxis. Penulis tidak menemukan aliran
feminis radikal dalam tafsir jender Indonesia dan Mesir. Apabila  menggunakan  pisau  pembacaan  disertasi  yang  telah  tim
peneliti  tetapkan,  maka  disertasi  yang  ditulis  oleh  Hamka  Hasan  ini  dapat dikategorikan  sebagai  disertasi  yang  ditulis  berdasarkan  realitas  yang  ada
terutama  realitas  yang  melingkupi  penulisnya  baik  secara  fisik  maupun pemikiran.  Sebagaimana  dalam  riwayat  hidup  penulis  disebutkan  bahwa
Hamka  telah  menyelesaikan  S1nya  di  al-Azhar  Mesir  dan  pascasarjana  di UIN  Jakarta.  Dengan  demikian  secara  riil  dia  telah  merasakan  kegelisahan
para aktifis perempuan baik yang di Mesir maupun di Indonesia Dalam  metodologi  penelitian  hamka  menyebutkan  bahwa  dia
menggunakan  metode  library  research  dengan  mencari  dan  mengumpulkan bahan-bahan bacaan literatur yang ada hubungannya dengan tafsir jender di
Indonesia dan tafsir jender di Mesir dan menggunakan metode perbandingan untuk menganalisis persamaan dan perbedaan antara tafsir jender di Indonesia
dan tafsir jender di Mesir. Menurut tim peneliti istilah library research bukan bagian dari macam-macam metode penelitian tetapi jenis dari penelitian yang
biasa diantonimkan dengan field research . Hamka  juga  menggunakan  5  metode  analisis  tafsir  yang  terpakai
dalam  tafsir  jender  di  Mesir  dan  tafsir  jender  di  Indonesia:  Sosio-kultural, semiotik,  semantik,  intertekstual,    dan    adab    ijtimâ.  Menurutnya  metode
analisis  tafsir  adalah  metode  yang digunakan untuk menganalisis ayat-ayat al-Quran agar maksud ayat tersebut dapat dipahami. Berbeda dengan metode
tafsir  yang  berorientasi  pada  bentuk  penyajian  tafsir  seperti  ijmâlî,  tahlîlî, muqâran
dan  maudû.  Namun,  Hamka  tidak  menjelaskan  pemetakan  5
67
metode  analisis  tersebut  merupakan  konsep  siapa,  tokoh  tertentu  ataukah Hamka sendiri yang merumuskan.
4. Tafsir Nusantara