42
c. Hilangnya warisan budaya, fasilitas keagamaan, dan sumber daya
masyarakat; d.
Hilangnya pasar dan kesempatan berdagang yang disebabkan oleh gangguan bisnis jangka pendek akibat hilangnya konsumen, pekerja,
fasilitas, persediaan atau peralatan; e.
Hilangnya kepercayaan investor yang mungkin berpotensi menarik kembali investasi penanaman modal mereka dan ini di kemudian hari
akan menciptakan pengangguran karena pemotongan kerja dan kerusakan di tempat kerja;
f. Sulitnya komunikasi karena kerusakan dan kehilangan infrastruktur;
g. Adanya tunawisma yang disebabkan oleh hilangnya rumah dan harta
benda; h.
Kelaparan karena terputusnya rantai suplai makanan yang menyebabkan kekurangan suplai makanan dan meningkatnya harga;
i. Kehilangan, kerusakan, dan pencemaran lingkungan akibat kerusakan
bangunan dan infrastruktur yang rusak dan belum diperbaiki, serta deformasi dan hilangnya kualitas tanah;
j. Kerusuhan public ketika respons pemerintah tidak memadai.
2.8 Manajemen Bencana
Menajemen bencana didefenisikan sebahai istilah kolektif yang mencakup semua aspek perencanaan untuk merespon bencana, termasuk kegiatan-kegiatan
sebelum bencana dan setelah bencana yang mungkin juga merujuk pada manajemen resiko dan konsekuensi bencana Shaluf, 2008, dalam Kusumasari :
2013: 19. Manajemen rencana meliputi rencana, struktur, serta pengaturan yang
43
dibuat dengan melibatkan usaha dari pemerintah, sukarelawan, dan pihak-pihak swasta dengan cara yang terkordinasi dan komprehensif untuk merespon seluruh
kebutuhan darurat. Oleh karena itu, manajemen bencana terdiri dari semua perencanaan, pengorganisasian, dan mobilisasi sumber daya yang dibutuhkan
untuk menangani semua fase bencana sebagai peristiwa alam yang unik. Manajemen bencana banjir menurut Twigg 2004 terdiri dari 3
komponen,yaitu mitigasi, kesiapsiagaan, dan pencegahan. Ketiga komponen tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1 Mitigasi adalah hal-hal yang dilakukan untuk mengurangi resiko bencana baik struktural pembangunan fisik bangunan maupun non structural pendidikan
dan pelatihan terkait bencana dan kebijakan penggunaan lahan. Dalam UU No. 27 tahun 2007, mitigasi bencana di wilayah pesisirdiartikan sebagai: “Upaya
untuk mengurangi resiko bencana baik secarastruktur atau fisik melalui pembangunan fi sik alami danatau buatanmaupun non struktural atau non fi sik
melalui peningkatan kemampuanmenghadapi ancaman bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulaukecil.”
2 Kesiapsiagaan adalah langkah-langkah yang diambil sebelum bencanaterjadi seperti prakiraan, peringatan dini, dan tanggap pada bencana.
3 Pencegahan adalah aktivitas yang dilakukan untuk mencegah terjadinyabencana. Hardoyo,dkk.,2011: 6
Secara sedehana system tanggap bencana disaster management meliputi empat tahapan.
1. Mitigation: pengurangan – pencegahan
44
Mitigation merupakan tahapan atau langkah memperingan risiko yang ditimbulkan oleh bencana.Dalam mitigasi terdapat dua bagian penting, yakni
pengurangan dan pencegahan terjadinya bencana. 2.
Preparedness: perencanaan – persiapan Preparedness merupakan kesiapsiagaan dalam menghadapi terjadinya
bencana. Ada dua bagian penting dalam kesiapsiagaan, yakni adanya perencanan yang matang dan persiapan yang memadai sehubungan dengan tingkat risiko
bencana. 3.
Response: penyelamatan – pertolongan Response merupakan tindakn tanggap bencana yanh meliputi dua unsure
terpenting, yakni tindakan penyelamtan dan pertolongan.Pertama-tama, tindakan tanggap bencana tersebut ditujukan untuk menyelamatkan dan menolong jiwa
manusia baik secara personal, kelompok maupun masyarakat selanjutnya. 4.
Recovery: pemulihan - pengawasan Recovery merupakan tahap atau langkah pemulihan sehubungan dengan
kerusakan atau akibat yang ditimbulkan oleh bencana.Dalam tahap ini terdapat dua bagian yakni pemulihan dan pengawasan yang ditujukan untuk memulihkan
keadaan ke kondisi semula – atau setidaknya-tidaknya menyesuaikan kondisi pascabencana – guna keberlangsungan hidup selanjutnya. Priambodo, 2009.: 17-
18.
2.9 Banjir