106
Pak Isa mendirikan bangunan diatas waduk.Tidak adanya larangan untuk membangun rumah didalam waduk tersebut, siapa saja bisa mendirikan bangunan
diatasnya.Alasannya keluarga ini tinggal disini karena nenek moyang mereka sudah tinggal disini, dan berdasarkan penjelasan Ibu M.Nur bahwa tetangga yang
ada disekitarnya tersebut memiliki hubungan ikatan kekeluargaan.Curah hujan yang tinggi menurut keluarga ini menjadi penyebab terjadinya banjir, selain itu
sungai yang dangkal sangat memperngaruhi debit banjir.
a. Mitigasi Bencana Setelah Terjadi Banjir
Kondisi fisik rumah ibu M. Nur dapat dilihat melalui gambar yaitu bangunan permanen berukuran 3x6 m tiga kali enam meter, sementara itu
bangunan pak Ansari non permanen, rumah ini termasuk rumah pannggung yang berdiri diatas waduk dengan ketinggian pondasi yang terbuat dari kayu setinggi 1
satu meter dan posisinya berada di dalam waduk yang sudah ditumbuhi kangkung dan genjer. Rumah pak Isa yang berukuran 6x7 m enam kali tujuh
meter.Pak Isa sendiri sadar bahwa membangun rumah tepat diatas waduk seharusnya tidak bisa, karena bisa membahayakan keselamatan, karena sewaktu-
waktu bisa rubuh jika bangunan yang didirikan tidak memiliki pondasi yang kuat.
b. Mitigasi Bencana Saat Terjadi Banjir
Berdasarkan penuturannya banjir terjadi selama 2 bulan. Dan selama banjir tersebut keluarga ini lebih memilih tetap tinggal dirumah, rumah Pak Isa
yang lebih tinggi menjadi tempat penggungsian sementara, karena rumah Ibu M.Nur tergenang air sekitar ± 1 meter dari jalan. Sama halnya dengan korban
banjir sebelumnya diatas, tidak banyak upaya yang dilakukan keluarga ini selain mengangkat barang-barang ke tempat yang lebih tinggi.
107
c. Mitigasi Bencana Setelah Terjadi Banjir
Upaya yang dilakukan sesudah banjir selesai hal yang dilakukan yaitu dengan membersihkan rumahnya.Bantuan yang didapat hanya sekali yaitu
indomie sebanyak 3 bungkus.Meskipun banjir, Pak Isa tetap bekerja sebagai tukang parkir, karena tempat kerjanya yang terletak dikota tidak kena banjir.Dan
untuk menuju tempat kerja pak Isa tidak memakai perahu karet dan sejenisnya, perjalanan dilakukan dengan jalan kaki.Pak Isa merupakan rekan kerja dari Pak
Zulkarnaen Informan yang bekerja sebagai Penjaga Parkir, mereka membagi tugas menjadi dua shift. Shift pertama biasanya dilaksanakan oleh Bapak Kancil,
dan shift kedua dilaksanakan oleh pak Isa.
Gambar 5.5 Kondisi Rumah Ibu M.Nur dan Pak Isa Ansari
108
5.2 Analisa Data 5.2.1 Pemerintah Kelurahan
Jika dianalisis upaya pemerintah dalam hal ini pihak kelurahan belum melakukan kerja yang cukup memuaskan terkait dengan penanganan banjir di
kelurahan pekan Tanjung Pura ini. Dapat dilihat dari upaya pihak kelurahan sebelum terjadinya banjir yang menyatakan bahwa partisipasi masyarakat yang
rendah dalam upaya pencegahan dan pengurangan dampak banjir, pihak kelurahan seharusnya melakukan berbagai upaya dengan membangun komunikasi yang
intensif yang bekerja sama dengan setiap Kepala Lingkungan yang berada di Kelurahan Pekan Tanjung Pura untuk membangun kesadaran dan kecintaan
terhadap lingkungannya. Lurah bisa saja membuat suatu kegiatan yang unik yang menarik minat
masyarakat untuk bekerja sama dalam kegiatan gotong royong bisa dengan
109
memberikan hadiah kepada lingkungan yang bersih. Selain itu juga peraturan yang tidak tegas seperti memberikan denda apabila sampah dibuang dengan
sembarangan. Mungkin akan menemui banyak kendala, karena kecintaan masyarakat akan lingkungannya sudah sedemikian menipis, yang menganggap
bahwa semua permasalahan ini merupakan tanggung jawab dari pemerintah. Masyarakat tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena pihak pemerintah sendiri
terkadang acuh terhadap permasalahan yang terjadi yang terlihat dari pernyataan bapak lurah yang tidak memiliki upaya untuk mengajak masyarakat bekerja sama
dan hanya mengandalkan NAPI yang tiga atau empat hari yang akan bebas dari penjara.
Saat terjadi banjir, upaya tanggap darurat yang dilakukan sudah cukup baik namun belum cukup puas, mengingat setiap tahunnya banjir terjadi, terlihat
dari upaya pemerintah membuat karung berisi pasir di tanggul agar air tidak meluap kedalam kota. Seberapa banyak lagi karung, tanah timbun yang dibuat jika
upaya normalisasi tanggul tidak kunjung dilakukan.Pihak kelurahan tentu tidak bisa disalahkan dalam hal ini, seperti yang dituturkan oleh Bapak Lutfi bahwa
upaya untuk normalisasi tanggul berupa pengerukan dasar tanggul hanya bisa dilakukan dengan bantuan dari pemerintah pusat, karena membutuhkan biaya
yang sangat besar.Anggaran dasar belanja daerah APBD tentu tidak mencukupi untuk menanggulangi hal tersebut.
Hasil wawancara dapat dilihat bahwa memang tidak banyak upaya yang dilakukan oleh pihak kelurahan setelah terjadinya banjir, selain menyurati dinas
Pekerjaan Umum terkait dengan jalanan yang rusak, dan meminta bantuan dari pemerintah daerah, provinsi dalam mengatasi masalah banjir ini. Ini karena
110
wewenang baik kemampuan serta dana yang tidak mendukung, karena semua pembangunan sarana dan prasara serta bantuan datangnya dari pihak pemerintah
daerah, provinsi dan juga dari pusat. Sikap optimis dari Bapak Lurah mengenai terbebasnya Tanjung Pura dari
banjir cukup masuk akal, karena jika dilihat memang sungai Batang Serangan tersebut sudah sangat dangkal, dengan adanya pengerukan maka air yang datang
dari hulu bisa tertampung didalam sungai dan tidak meluap kepemukiman warga. Menurut Kodoatie, Sugianto 2002 dalam bukunya yang berjudul Banjir,
menjelaskan perencanaan system pengendalian banjir yang tidak tepat yaitu bangunan tanggul yang tinggi. Limpasan pada tanggul pada waktu banjir dapat
menyebabkan keruntuhan tanggul, menyebabkan kecepatan aliran yang sangat besar sehingga menumbulkan banjir yang besar.
Mengenai bantuan dari pemerintah daerah maupun pusat segera direalisasikan bukan saja hanya tertuang dalam Musrembang tanpa adanya
realisasi, seperti menerapkan system prakiraan dini, melakukan penyuluhan dan pendidikan melalui berbagai media tentang banjir dalam rangka peningkatan
pemahaman, kepedulian dan peran serta masyarakat. Perbaikan tidak saja dibagian hilir namun juga dihulu, karena sumber banjir yang ada di Tanjung Pura
adalah dari hulu yaitu Kecamatan Batang Serangan.Penerapan aturan yang tegas untuk mengenai pelestarian lingkungan.
111
5.2.2 Informan
Berdasarkan informasi yang didapatkan banyak ditemukan kesamaan mengenai respon dari informan mengenai banjir. Kesamaan informasi ini yang
kemudian membuat strategi adaptasi masyarakat yang secara keseluruhan hampir
sama. 1.
Pemahaman tentang Banjir
Jika dianalisis dari alasan Pak Kancil Informan I untuk tinggal di bantaran sungai, selain dari factor ekonomi yaitu penghasilan yang kurang, tinggal
di daerah bantaran sungai tidak dikenakan pungutan liar dari manapun sehingga sangat mendukung pak kancil dan warga masyarakat lainnya untuk tinggal
didaerah bantaran sungai, meskipun sadar bahwa tinggal diwilayah tersebut menjadi sasaran pertama jika terjadi banjir. Kesadaran akan adanya bencana yang
menghantui masyarakat, dapat digambarkan dari gaya adaptasi yang dilakukan oleh Pak Kancil, yaitu dengan mendirikan rumah panggung, yang bertujuan untuk
menghindarkan diri dari banjir. Dapat dilihat juga, bahwa dengan keadaan yang demikian, masyarakat tetap betah dan terlihat bahagia saja meskipun dengan
keadaan rumah yang bisa dikatakan tidak layak huni.Karena mayoritas penduduk yang tinggal dibantaran sungai bentuk fisik rumahnya terbuat dari asbes-asbes,
dan tepas, meskipun ada beberapa warga yang memiliki rumah semi permanen. Alasan masyarakat pada umumnya yang memilih bertempat tinggal di
Tanjung Pura hampir sama, yaitu karena mereka memang berasal dari wilayah ini, dan sudah beradapatasi dengan lingkungannya sejak dulu, demikian halnya
dengan Ibu Rodiyah Informan II. Anggapan bahwa banjir merupakan suatu peristiwa yang memang wajib terjadi membuat mereka menjadi terbiasa.
112
Penghasilan yang dirasa tidak mencukupi membuat keluarga ibu Rodiyah tidak memiliki kemampuan mendirikan bangunan yang tahan dan terbebas dari banjir.
Sedikit berbeda dengan Pak Ruslan memilih tinggal di Tanjung Pura karena sejak kecil sudah berada disini dan Ibu Rodiyah Informan III memilih
tinggal karena mengikut suami.Keluarga pak Ruslan sedikit beruntung karena mendapat bantuan dari pemerintah membangun rumah bagi keluarganya.
Meskipun ia tahu bahwa wilayah yang sering ditempatinya sering banjir, keluarga ini tidak memiliki niat untuk pindah.
Sama halnya dengan informan IV yaitu ibu M.Nur dan Bapak Isa Ansari tinggal diwilayah Tanjung Pura karena sejak nenek moyang mereka sudah
menempati rumah yang mereka tempati sekarang, mereka tidak memiliki keinginan untuk pindah, karena tidak memiliki alasan yang cukup kuat bagi
mereka untuk pindah. Alasan tinggal dari informan bervariasi ada yang karena letak rumahnya
strategis, warisan dari keluarga dan juga karena ikut suami.Secara umum, warga yang tinggal di Tanjung Pura merupakan putra asli daerah. Warga pendatang yang
ada di kota ini juga berasal dari Kabupaten Langkat. Tanda-tanda terjadinya banjir, informan memiliki jawaban yang sama
yaitu karena hujan yang tinggi, selain itu faktor manusia memengang peranan besar terhadap banjir ini dengan melakukan penggudulan hutan, sehingga fungsi
hutan yang seharusnya menjadi daerah resapan air kapasitasnya menjadi berkurang dan akan hilang sehingga air hujan dapat mengalir dengan bebasnya
kehilir tanpa adanya hambatan. Pembuatan kolam ikan dibagian hulu, jika hujan deras, kemampuan tanah untuk menahan debit air tidak sanggup sehingga
113
menyebabkan longsor.Selain itu pembangunan pemukiman penduduk yang berada disekitar DAS, dan tidak berfungsinya saluran drainase yang berguna untuk
mengalirkan air. Kurangnya cinta akan lingkungan masyarakat Tanjung Pura yang juga memegang peranan penting terhadap seringnya banjir.
Keputusan untuk tetap tinggal di dalam rumah saat banjir merupakan bentuk adaptasi yang dilakukan pak Kancil, dengan alasan air tidak masuk
kerumah dan tidak perlu dikhwatirkan, membuatnya kurang waspada terhadap keselamatan diri, yang bisa suatu waktu karena derasnya air, bisa menghayutkan
rumahnya, yang tidak memiliki pondasi atau penahan rumah yang kuat.Selain itu, sosialisasi yang kurang dari pemerintah mengenai bencana banjir, dampaknya
khususnya untuk daerah bantaran sungai ini, membuat masyarakat tidak terlalu peduli dengan hal tersebut.
Ketidaktegasan pemerintah dalam hal pelarangan mendirikan bangunan pemukiman masyarakat disekitar garis sempadan yang tertuang dalam PP RI No
38 tahun 2011 tentang Sungai Bab II Pasal 9 huruf a yang berbunyi: “paling sedikit berjarak 10 m sepuluh meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai
sepanjang alur sungai, dalam hal kedalamanan sungai kurang dari atau sama dengan 3 m tiga meter”. Dapat dilihat dari pernyataan dari pak Kancil bahwa
ada warga yang merupakan penghuni liar, dengan ketidaktegasan tersebut akan membuat semakin banyak lagi penghuni liar yang akan mendirikan bangunan di
sepanjang alur sungai. Meskipun ada penghuni yang mendapat izin mendirikan tempat tinggal seperti Pak Kancil merupakan suatu keputusan yang salah dengan
memberikan izin kepada warga .
114
2. Strategi Adaptasi Masyarakat
d. Mitigasi Bencana Sebelum Terjadi Banjir
Rutinnya banjir yang terjadi di Tanjung Pura ini membuat masyarakat memiliki pengetahuan mengenai tanda-tanda banjir tersebut. Hal ini tentu
merupakan sesuatu yang baik, dengan pengetahuan yang dimiliki tersebut masyarakat bisa dengan cepat mengambil tindakan dalam persiapan diri dan
mengurangi resiko banjir. Penulis melihat bahwa ketidak sadaran dari masyarakat khususnya yang berada disepanjang sungai tentang penghijaun lingkungan dan
pelestarian air sungai dengan membuang sampah kesungai, MCK Mandi, Cuci, Kakus yang dilakukan disungai merupakan kebiasaan buruk yang merusak
kualitas air sungai dan juga memperparah banjir, karena sampah-sampah yang dibuang akan menumpuk didasar sungai yang menyebabkan sungai menjadi
dangkal. Pak Kancil Informan I sebagai salah satu warga yang tingga dibantara
sungai menjadi sasaran pertama ketika air dari sungai mulai meluap.Sebagai upaya sebelum mencegah terjadinya banjir tersebut bapak Kancil mendirikan
rumah panggung dibantaran sungai Batang Serangan, demikian halnya Pak Isa Ansari InformanIV mendirikan rumah panggung diatas waduk. Hal ini senada
dengan upaya mengurangi resiko banjir yang dijelaskan oleh Yulaeleawati 2008 dalam bukunya yang berjudul Mencerdasi Bencana, dimana dalam upaya non-
struktur pencegahan banjir dengan melakukan rekayasa dalam bidang bangunan seperti rumah tipe panggung, rumah susun, jalan layang dan sebagainya.
Sedangkan Ibu Rodiyah Informan II upaya yang dilakukannya adalah dengan meninggikan rumah, meskipun upaya tersebut belum berhasil menyelamatkan
115
keluarga ini dari bencana banjir, karena ketinggian rumah masih rendah meskipun sudah dilakukan upaya peninggian rumah.
e. Mitigasi Bencana Saat Terjadinya Banjir