9
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banjir menimpa wilayah Langkat, Sumatera Utara pada tanggal 13 Januari 2015. Menurut Data Badan Bencana Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Langkat menyebutkan per 13 Januari 2015 menyebutkan terdapat 5 kecamatan terendam banjir yaitu Kecamatan Tanjung Pura, Kecamatan Sawit Seberang
kondisi sementara tanggul sungai pecah sepanjang sekitar 40 meter. Di daerah Batang Serangan dan menelan korban satu orang yakni Zendamia Sitepu karena
hanyut di sungai, Kecamatan Hinai dan Kecamatan Wampu. Total keselurahan di lima kecamatan itu terdapat 7.178 KK yang terendam banjir. Data diatas dapat
dilihat dalam bentuk table sebagai berikut.
Tabel1.1 : Kecamatan yang Terendam Banjir di Kabupaten Langkat 13 Januari 2015
NO KECAMATAN
JUMLAH KK KEPALA
KELUARGA KETINGGIAN
AIRCM KETERANGAN
1. Tanjung Pura
4.184 KK 50-110 cm
- 2.
Sawit Seberang 285 KK
80-200 cm -
3. Batang Serangan
667 KK 30-90 cm
1 orang meninggal 4.
Hinai 1700 KK
- -
5. Wampu
252 KK -
- Jumlah =
7.178 KK -
1
Sumber: Pemprovsu, 2015
Data yang diperoleh dari BPBD Langkat pada tanggal 16 Januari 2015, wilayah yang mengalami banjir adalah Kecamatan Tanjung Pura, Kecamatan
Sawit Seberang, Kecamatan Batang Serangan, Kecamatan Hinai, Kecamatan
10
Wampu, dan Kecamatan Gebang Data mengenai wilayah dan jumlah pemukiman yang terendam banjir diatas dapat dilihat dalam bentuk table sebagai berikut.
Tabel 1.2 Kecamatan yang Terendam Banjir di Kabupaten Langkat 16 Januari 2015
NO. KECAMATAN
DESA JUMLAH RUMAH
YANG TERENDAM BANJIR
1
Tanjung Pura Pematang Cengal Barat
Pekubuan Lalang
Paya Kerupuk Teluk Bakung
Baja Kuning Pematang Cengal
Suka Maju Pulau Banyak
KelurahanTj.Pura 512
1893 205
409 101
134 222
72 102
534 2.
Kecamatan Sawit Seberang
Alur Gadung Dusun I Dusun II
Dusun IV Dusun V
Dusun VI 220
10 135
10 58
3. Kecamatan Batang
Serangan Karya Jadi
Sei Bamban Sei Batang Serangan
Sei Musam 230
225 150
62 4.
Kecamatan Hinai Cempa
Batu Malenggang Tamaran
1350 437
90 5.
Kecamatan Wampu 1. Pertumbukan
2. Bingai 3. Stabat Lama Baru
179 73
342
Sumber: Tribunnews, 2015
Banjir di Kabupaten Langkat menjadi peristiwa yang rutin terjadi setiap tahunnya, namun hingga saat ini belum ada upaya dari pemerintah daerah dan
pusat yang berhasil dalam mengatasi masalah tersebut.Seperti sosialisasi pembuangan sampah pada tempatnya dan melakukan penanaman pohon.Hal
11
tersebut tidak mampu mengatasi masalah banjir karena diperparah dengan alih fungsi lahan menjadi perkebungan kelapa sawit.
Salah satu wilayah yang terendam banjir cukup parah adalah Kelurahan Pekan Tanjung Pura.Tanjung Pura menjadi wilayah yang paling parah karena
menurut data yang diperoleh di sepuluh desa yang ada sekitar 4.184 pemukiman terendam banjir. Kelurahan Pekan merupakan satu-satunya kelurahan yang ada di
Tanjung Pura, yang paling dekat dengan Ibu Kota Kecamatan, yaitu berjarak 0,25Km, dan jumlah penduduk terbanyak yaitu 12.081 jiwa BPS Langkat,
2014. Posisi Kecamatan yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka, selain itu Kecamatan Tanjung Pura berada pada ketinggian 4 m dari permukaan laut
dengan curah hujan tercatat 2073 mm dan hari hujan sebanyak 224 hari. Letak geografis inilah yang menjadi salah satu penyebab utama terjadinya banjir.
Mencegah air masuk kepemukiman warga, masyarakat melakukan usaha dengan melakukan penimbunan tanggul dengan karung berisi pasir, namun usaha
tersebut tidak mampu membendung derasnya air yang kemudian diperparah dengan air pasang laut.Sebanyak 534 rumah terendam banjir di Kelurahan Pekan.
Banjir di wilayah ini termasuk yang terparah karena hingga tanggal 19 Januari 2015 air tidak kunjung surut dan masih menggenangi pemukiman warga karena
bertambahnya air kiriman dari Kecamatan Hinai. Kerusakan hutan akibat penebangan liar pohon atau Illegal
Loggingmempercepat terjadinya banjir. Hutan bakau di Pesisir Pantai Kabupaten Langkat kurang lebih 46 ribu hectare rusak akibat alih fungsi menjadi perkebunan
kelapa sawit.Hutan bakau di Kabupaten Langkat sangat berguna untuk mengurangi terjadinya abrasi laut dan bencana alam. Di hutan ini juga masyarakat
12
lokal bisa mendapatkan mata pencarian. Namun, sejak pengusaha kelapa sawit melakukan ekspansi ke sini, kerusakan hutan bakau tidak bisa dihindari dan
pendapatan masyarakat terus berkurang Republika Online, 2015. Manusia dan lingkungannya memiliki suatu hubungan yang bersifat
simbiosis mutualismesaling menguntungkan.Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tentu memerlukan kekuatan lingkunganalam.Alam menjadi
tempat manusia untuk memperoleh kehidupan, kebutuhan, sementara alam membutuhkan manusia demi kelestarian lingkungan sendiri.Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi ternyata telah membawa dampak yang sangat menguntungkan sekaligus merugikan bagi manusia dan alam sendiri. Manusia
yang tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya telah mengorbankan kelestarian lingkungan. Manusia menjadi rakus, dan tidak lagi berpikiran panjang
mengenai dampak dari perbuatannya dan bahkan manusia bersikap acuh tak acuh dalam menyikapinya.
Perubahan iklim dan degradasi lingkungan menjadi penyebab pertama terjadinya bencana yang sudah terbukti menghasilkan sebagian besar kejadian
bencana.Alasan kedua terkait dengan pola pemukiman manusia yang terus meningkat di wilayah yang rentan bencana.Karena orang cenderung hidup di
perkotaan, maka kerentanan terhadap bencana di setiap tempat yang penduduknya padat semakin meningkat.Bencana menyerang setiap negara di dunia, tanpa
melihat kaya atau miskinnya negara tersebut.masyarakat paling miskin adalah yang paling rentan terhadap bencana alam karena faktor sosial, politik, budaya,
pendidikan dan ekonomi yang kompleks yang memaksa mereka tinggal didaerah beresiko.
13
Resiko menjadi semakin besar ketika jumlah penduduk dan pemukiman yang meningkat.Urbanisasi dan migrasi telah menyebabkan peningkatan jumlah
penduduk dari tahun ketahun sehingga populasi pun meningkat hampir diseluruh negara. Sebagai contoh, tahun 1950 kurang dari 30 persen penduduk dunia atau
sebanyak 2,5 milyar orang tinggal didaerah perkotaan. Kemudian tahun 1988 jumlah populasi meningkat menjadi 5,7 miliar dan 45 persen dari mereka tinggal
dikota. PBB Persatuan Bangsa-Bangsa mempresiksikan bahwa tahun 2025 akan ada 8,3 miliar orang diseluruh dunia dan lebih dari 60 persen populasi dunia akan
tinggal di daerah perkotaan Britton, dalam Kusumasari 2014 : 6. Bencana banjir merupakan salah satu penyebab terbesar kerusakan
diberbagai bidang, baik fasilitas umum, infrastuktur, rumah, lingkungan, yang menyebabkan kehilangan harta benda. Tidak saja kerusakan fisik, penyebaran
penyakit hingga berujung hilangnya nyawa orang lain. Hal ini tentunya mengakibatkan banjir menjadi isu terhangat yang mendominasi diberbagai media,
baik elektronik maupun media sosial. Data sementara kejadian bencana di Indonesia selama tahun 2014,
menunjukkan bahwa bencana banjir masih menjadi ancaman yang nyata. Kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho
mengatakan, dari 1.525 kejadian bencana, telah menyebabkan 566 orang tewas, 2,66 juta jiwa mengungsi dan menderita, lebih dari 51 ribu rumah rusak, dan
ratusan bangunan umum rusak.Kerugian ekonomi mencapai puluhan triliun rupiah, seperti dampak kebakarah hutan dan lahan Rp20 triyun, banjir Jakarta Rp5
triiun, banjir di Pantura Jawa Rp6 triiun, banjir bandang di Sulawesi Utara Rp1,4
14
triliun, banjir dan longsor di 16 kabkota di Jawa Tengah Rp2,1 triliun Tribunnews, 2015.
Banjir menjadi bencana yang paling merusak dan mahal.karena setiap tahunnya berita mengenai bencana banjir selalu kita dengar. Sebagai negara
kepulauan dapat dengan mudah kita jumpai daerah bantaran sungai yang kemudian bermuara ke lautan.Tidak dapat dipungkiri bahwa bencana banjir terjadi
bukan saja karena faktor kondisi alam melainkan ulah manusia itu sendiri. Upaya berupa pencegahan dan pemulihan kondisi dilakukan oleh
pemerintah untuk menanggulangi banjir, namun usaha tersebut selalu dinilai gagal, karena sikap masyarakat yang acuh tak acuh dan tidak mau berusaha untuk
ikut serta dalam tindakan pencegahan tetapi justru sebagai pelaku yang menyebabkan banjir semakin parah.
Pertumbuhan penduduk menjadi salah satu faktor utama terjadinya banjir, penggunaan lahan yang semakin besar, buruknya drainase, kurangnya lahan
serapan air, mengakibatkan air hujan tak bisa diserap bumi, serta perubahan tataguna lahan pembangunan yang tidak merata, tidak disertai dengan
pembangunan lahan hijau memberikan kontribusi yang besar terhadap naiknya kuantitas dan kualitas banjir. Begitu juga dengan faktor alam curah hujan yang
tinggi memberikan kontribusi penyebab banjir juga namun, faktor tindakan manusia juga punya andil yang sama besarnya terhadap bencana ini salah satunya
dengan penggundulan hutan. Lebih luas lagi dapat dikatakan telah terjadi perubahan tata guna lahan yang signifikan sehingga berpengaruh besar terhadap
banjir dan longsor. Perubahan yang paling besar adalah apabila kawasan hutan itu dijadikan daerah betonberaspal maka hujan yang turun semuanya akan mengalir
15
di permukaan dan tidak ada yang meresap ke dalam tanah, dapat dilihat dari perubahan debit 10m
3
detik berubah menjadi 6,3 sampai 35 kali. Kodoatie, Sugiyanto 2002: 50-51.
Hasil penelitian membuktikan bahwa mayoritas masyarakat memiliki strategi adaptasi dengan kategori tinggi.Masyarakat yang cenderung memilih
untuk tidak berpindah banyak melakukan strategi adaptasi secara teknis, seperti membuat tanggul, menyimpan barang-barang di tempat tinggi, meninggikan
rumah.Strategi adaptasi yang dilakukan tentu beragam sesuai dengan bagaimana karakteristik sosial, ekonomi dan struktur fisik rumah. Jurnal Bumi Indonesia ,
2013 Zelina Triuri, Djaka Marwasta Volume 1, Nomor 3, Tahun 2012. Manusia dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan cepat terhadap
tekanan alam yang mereka hadapi.Ilmu pengetahuan modern membantu manusia mengurangi bencana dan meresponsnya dengan tepat.Pandangan bahwa ‘gempa
bumi tidak akan membunuh manusia, tetapi reruntuhan bangunanlah yang membunuh mereka’ merupakan contoh yang jelas bahwa manusia sekarang telah
mempersiapkan diri mereka untuk menghadapi bencana Houh Jones dalam Kusumasari, 2014. Selain itu, globalisasi dan peningkatan kerja sama
internasional telah membantu penduduk dunia lebih efektif mengurangi bencana dan membatasi dampak buruk bencana terhadap manusia.
Banjir dan kekeringan akan berdampak langsung pada sejumlah besar penduduk dan kehidupan perekonomian, tetapi kecil kemungkinan menyebabkan
kematian dibandingkan dengan gempa bumi dan badai. Semakin terorganisir dan komprehensifnya persiapan suatu negara dalam menghadapi bencana, maka
16
masyarakat akan semakin terbantu untuk mengurangi kerentanan mereka terhadap bencana dan bereaksi lebih tepat apabila terkena bencana.
Bencana banjir biasanya juga diikuti dengan longsor yang terjadi ketika dimusim penghujan yang terjadi di hampir seluruh wilayah tanah air yang
meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat Bandar Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah dan
Sulawesi Utara Manado telah banyak menimbulkan kerugian jiwa dan material yang tidak sedikit. Saat ini berita mengenai banjir seperti yang terjadi di Ibu Kota
menjadi isu terhangat, banjir ibu kota menjadi suatu peristiwa yang rutin setiap tahun. Namun, Peristiwa rutin ini tidak hanya terjadi di Ibu Kota saja dibeberapa
kota di Jawa dan Sumatera, Sulawesi, Kalimantan juga mengalami bencana banjir. Hal tersebut telah memunculkan pertanyaan apa sikap dan strategi adaptasi
yang dilakukan oleh masyarakat sehingga mereka betah tinggal didaerah yang sering terkena banjir dan menganggap sebagai hal yang biasa. Melihat hal
tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam dan lebih
jelas lagi. Penelitian ini berjudul “Strategi Adaptasi Masyarakat dalam Mengahadapi Banjir Studi Kasus: Kelurahan Pekan Tanjung Pura
Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat”.
1.2 Perumusan Masalah