mengaktualisasi diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk mengekspresikan dan mengaktifkan semua
kemampuan organisme Munandar, 2009: 18. Model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok menggunakan
sintaks pembelajaran di atas dapat melatih dan meningkatkan kreativitas. Hal ini sejalan dengan pendapat Mafune bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
group investigation dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa baik secara perorangan maupun kelompok Rusman, 2010: 222. Selain itu
berdasarkan penelitian Sutama 2007 terhadap mahasiswa, menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan prestasi akademik mahasiswa.
4.1.2. Kreativitas dalam Dimensi Kognitif
Kreativitas dalam dimensi kognitif diukur menggunakan tes tertulis pada akhir pembelajaran tiap topik. Analisis tes berdasarkan kriteria kemampuan
berpikir kreatif siswa meliputi: berpikir lancar fluency, berpikir luwes flexibility, berpikir rasional, keterampilan elaborasi dan keterampilan menilai
mengevaluasi. Rekapitulasi kreativitas siswa dalam aspek kognitif pada topik I, II dan III dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Rekapitulasi Nilai Kreativitas Siswa dalam Dimensi Kognitif
No Kemampuan
Topik I Topik II
Topik III Nilai rata-rata
tiap aspek Nilai rata-rata
tiap aspek Nilai rata-rata
tiap aspek 1
Berpikir lancar fluency 75,42
85 88,38
2 Berpikir luwes flexibility
70,63 81,88
98,46 3
Berpikir rasional 65
71,88 90,79
4 Keterampilan elaborasi
74,79 91,04
71,38 5
Keterampilan menilai mengevaluasi
81,67 74,58
93,86 Rata-rata
73,5 80,88
88,58 Nilai tertinggi
88,33 91,67
91,67 Nilai terendah
55 60
65,83 Nilai rata-rata
73,5 80,88
88,58 Ketuntasan klasikal
52,5 72,5
87,5 Gain score g
0,100 rendah 0,095 rendah
Hasil perhitungan nilai ini dikategorikan seperti disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Kategori Kreativitas dalam Dimensi Kognitif
Rekapitulasi nilai lembar diskusi kelompok pada topik I, II dan III dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Kategori Topik I
Topik II Topik III
Jumlah siswa
Jumlah siswa
Jumlah siswa
Sangat Kreatif 32,5
67,5 80
Kreatif 52,5
27,5 20
Kurang Kreatif 15
5 Sangat Kurang Kreatif
Tabel 4.3. Nilai Lembar Diskusi Kelompok
Topik I Topik II
Topik III Nilai tertinggi
96 80
95 Nilai terendah
58 55
70 Nilai rata-rata
77,8 69,8
82,6 Ketuntasan klasikal
80 30
90
Berdasarkan data yang diperoleh, terlihat bahwa kreativitas dalam dimensi kognitif atau berpikir kreatif meningkat pada topik II dan topik III. Peningkatan
kemampuan berpikir kreatif juga terlihat seiring dengan meningkatnya jumlah siswa yang termasuk kategori sangat kreatif dan kreatif dalam klasifikasi
kemampuan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir lancar pada topik I telah mencapai indikator
keberhasilan. Hal ini disebabkan pada proses diskusi tiap siswa memiliki pola pikir yang berbeda dalam memecahkan masalah sehingga dari diskusi akan
didapatkan berbagai cara dan jawaban sebagai solusi dari permasalahan, artinya siswa dituntut untuk berpikir divergen. Proses berpikir divergen dapat melatih
kreativitas siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Diakidoy Constantinou 2001 bahwa berpikir divergen merupakan komponen dasar dari kreativitas dan
merupakan kebalikan dari berpikir konvergen. Pada topik II dan III kemampuan berpikir lancar mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan oleh kegiatan
diskusi dalam pembelajaran yang membuat siswa dapat lebih bebas untuk mengemukakan berbagai pendapat dan cara penyelesaian masalah yang dihadapi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Satiadarma 2003: 119-120 bahwa metode atau teknik belajar kreatif berorientasi pada pengembangan potensi berpikir siswa,
yakni mengaktifkan fungsi berpikir divergen melalui teknik-teknik seperti sumbang saran, daftar penulisan gagasan, dan teknik pemecahan masalah yang
merangsang siswa untuk berpikir tentang berbagai kemungkinan yang dapat dilakukan berpikir divergen.
Kemampuan berpikir luwes, berpikir rasional dan berpikir elaborasi siswa pada topik I belum memenuhi indikator yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan
kemampuan kreatif siswa belum terbiasa dilatih dengan model pembelajaran yang diterapkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Awang Ramly 2008: 22 bahwa
kreativitas harus dipraktekkan sampai pemikiran kita menjadi nyaman dengan teknik berpikir kreatif. Pada topik II dan III kemampuan berpikir luwes, berpikir
rasional dan berpikir elaborasi siswa semakin meningkat. Peningkatan tersebut terjadi karena siswa telah terbiasa dengan model pembelajaran yang diterapkan.
Kemampuan menilai pada topik I sudah memenuhi indikator keberhasilan karena pembelajaran dilakukan melalui diskusi kelompok. Melalui diskusi
kelompok, siswa lebih aktif mengemukakan pendapat dan bekerjasama sehingga siswa lebih mudah untuk menyimpulkan mengenai pemecahan suatu masalah. Hal
ini terlihat dari nilai rata-rata lembar diskusi dan ketuntasan klasikal siswa yang telah mencapai indikator ketuntasan. Selain itu, sejalan dengan penelitian Aziz et
al. 2006: 98 bahwa dalam diskusi kelompok, kemampuan kerjasama siswa dapat meningkat. Peningkatan rata-rata kemampuan kerjasama siswa ini terjadi karena
selama pembelajaran siswa terlibat aktif. Potensi siswa lebih diberdayakan dengan dihadapkan pada keterampilan-keterampilan sosial yang mengakibatkan siswa
secara aktif menemukan konsep melalui kerjasama serta mengkomunikasikan hasil fikirannya kepada orang lain.
Kemampuan elaborasi menurun dari topik II ke topik III. Hal ini disebabkan siswa mengalami kesulitan dalam melakukan penurunan rumus dan
analisis data pada materi hukum Toricelli dan venturimeter. Siswa kesulitan memerinci dan menggambarkan secara lebih jelas langkah penurunan persamaan
secara sistematis. Kemampuan evaluasi juga menurun dari topik I ke topik II karena materi hukum Bernoulli merupakan hukum fisika yang bersifat abstrak.
Hukum Bernoulli didapatkan berdasarkan penurunan matematis. Siswa merasa kesulitan karena kurang menguasai kemampuan matematis yang terlihat dari nilai
rata-rata lembar diskusi dan ketuntasan klasikal yang belum memenuhi indikator keberhasilan. Hal ini sejalan dengan pendapat Mundilarto 2003: 18 bahwa
dalam memecahkan soal fisika seringkali juga diperlukan perhitungan- perhitungan matematis sebagai konsekuensi penggunaan rumus-rumus fisika. Hal
ini sebagian besar akan menimbulkan kesulitan tersendiri. Dari hasil analisis pada Tabel 4.1 diketahui bahwa ketuntasan klasikal
kreativitas siswa dalam dimensi kognitif siswa pada topik I dan topik II belum memenuhi indikator keberhasilan karena ketuntasan klasikal belum mencapai
85. Pembelajaran pada topik I dan topik II belum mencapai hasil yang diharapkan karena siswa siswa belum terbiasa dengan langkah-langkah
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Anni 2009: 2-3 bahwa belajar
merupakan perubahan perilaku yang terjadi karena didahului oleh pengalaman.
Pada topik III ketuntasan klasikal kreativitas siswa pada dimensi kognitif telah mencapai indikator keberhasilan. Hal ini dikarenakan siswa sudah mulai
terbiasa dengan model pembelajaran yang diterapkan. Sebagian besar siswa sudah dapat berdiskusi secara kelompok maupun kelas secara baik. Selain itu
pencapaian ketuntasan klasikal dan peningkatan kreativitas siswa pada topik III dapat terjadi karena guru selalu memberikan dorongan dan motivasi kepada siswa.
Hal ini sesuai dengan pendapat Munandar 2009: 109-110 bahwa cara membangkitkan kreativitas di sekolah adalah dengan mendorong motivasi
intrinsik siswa dan guru menggunakan falsafah mengajar yang mendorong anak secara keseluruhan. Falsafah mengajar tersebut memiliki prinsip bahwa belajar
adalah sangat penting, anak patut dihargai, anak hendaknya menjadi pelajar yang aktif, anak perlu merasa nyaman, anak harus mempunyai rasa memiliki, guru
merupakan narasumber. Ketuntasan kemampuan kreativitas siswa dalam aspek kognitif dan
peningkatan jumlah siswa yang masuk dalam kriteria kreatif dan sangat kreatif membuktikan bahwa dengan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi
kelompok dapat digunakan sebagai salah satu model pembelajaran untuk meningkatkan kreativitas dalam aspek kognitif yaitu kemampuan berpikir kreatif.
Hal ini sejalan dengan penelitian Sutama 2007 terhadap mahasiswa yang menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group
investigation dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan prestasi akademik mahasiswa. Selain itu menurut Mafune, model pembelajaran kooperatif
tipe group investigation dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa baik secara perorangan maupun kelompok Rusman, 2010: 222.
Peningkatan kreativitas dalam dimensi kognitif pada topik I ke topik II dan dari topik II ke topik III termasuk dalam kriteria rendah. Hal ini disebabkan
pengembangan kreativitas siswa membutuhkan waktu yang cukup lama dan terus menerus. Hal ini sejalan dengan pendapat Khanafiyah Rusilowati 2010 bahwa
untuk meningkatkan kreativitas secara maksimal, pembelajaran perlu dilakukan secara bertahap dan terus menerus.
4.1.3. Kreativitas dalam Dimensi Afektif