Pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok (group investigation) terhadap hasil belajar biologi siswa

(1)

INVESTIGATION

) TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI

SISWA

(Kuasi Eksperimen Di Kelas IX SMP Negeri 1 Menes Pada Konsep Sistem Ekskresi Pada Manusia)

SKRIPSI

Oleh Iyoh Maspiroh

106016100561

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010


(2)

ABSTRAK

Iyoh Maspiroh, Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Teknik Investigasi Kelompok Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Sistem Ekskresi (Kuasi eksperimen di SMP Negeri 1 Menes Pandeglang Banten. Skripsi, Program Studi Biologi, Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep sistem ekskresi pada manusia. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Menes Pandeglang, Banten. Metode penelitian yang dugunakan adalah eksperimen semu dengan desain control group pretest-postest design. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan tekhnik purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 42 siswa untuk kelas eksperimen dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok dan 38 siswa untuk kelas kontrol dengan teknik diskusi baiasa. Analisis data pre test menggunakan uji-t diperoleh hasil thitung sebesar 0.098 dan ttabel pada taraf sinifikansi 5% yaitu 1.99 maka thitung<ttabel. Hal ini menunjukan bahwa kelompok eksperimen dan kontrol memilki kemampuan awal yang sama. Sedangkan analisis data N-gain kedua kelompok menggunakan uji Mann Whitney, diperoleh nilai zhitung sebesar 5.4, sedangkan ztabel pada taraf signifikan 5% yaitu sebesar 1.96, maka dapat dikatakan bahwa zhitung > ztabel. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok terhadap hasil belajar biologi siswa. Kata kunci : Pembelajaran Kooperatif Teknik Investigasi Kelompok


(3)

(Quasi Experiment in SMP Negeri 1 Menes Pandeglang, Banten). Thesis, Biology Education Program, Science Education Department, Faculty Of Tarbiyah And Teachers Training of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

The aim of this study was to know the effect of cooperative learning group investigation to the student biology study result in ekskresi system concept. This research was done at SMP Negeri 1 Menes Pandeglang, Banten. This research method used quasi experiment method with control group pretest-postest design. Sample was taken by using technique of purposive sampling. Research sample was 42 students for experiment class that used group investigation of cooperative learning and 38 students used conventional method for control class. pre test data

analysis used t-test, from this analysis was got to is 0.098, and ttable of signifikansi

5% is 1.99. It means that control and experiment classes have the same kognitif

ability. N-gain data analysis used Mann Whitney, from this analysis was got ztest is

5.4 and ztable of signifikansi 5% is 1.96. It means that ztest >z-table, there was effect

of cooperative learning group investigation to the student biology result in ekskresi system.


(4)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tersampaikan kepada nabi Muhammad saw, sang pembawa risalah islam dan pembawa syafaat bagi ummatnya dihari akhir kelak.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan studi S1 program studi Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Investigasi Kelompok Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa

pada Konsep Sistem Ekskresi.

Apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya, disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga partisipasi semua pihak dapat menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah S.W.T. dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikan kepada:

1. Ayahanda Parhani dan Ibunda Saiah, yang kasih sayangnya kepada peneliti tak terbatas, semoga Allah selalu menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangi peneliti.

2. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd, Dosen Pembimbing I dan Ibu Yanti Herlanti, M.Pd., Dosen Pembimbing II, yang selalu membimbing dalam penelitian dan penulisan.

5. Bapak Drs. Baihaki, M.Pd, Kepala SMP Negeri 1 Menes Pandeglang Banten, dan Bapak Asep Krisnalia, S.Pd., guru mata pelajaran Biologi, yang telah memberikan izin penelitian dan menjadi konsultan terbaik selama eksperimen, dan seluruh sivitas akademika SMP Negeri 1 Menes Pandeglang Banten.


(5)

ii

inspirasi serta semangat, bagian kehidupan yang tak tergantikan.

7. Keluarga besar dari Ayahanda dan Ibunda, yang selalu memberi perhatian dan kasih sayang kepada peneliti.

8. Keluarga Besar Boarding English Course Expansion angkatan 2008-2010, yang menjadi keluarga kedua bagi peneliti. Lebih khususnya kepada Siti Imas Maesaroh, Ika Rifqiawati, Aisyah Annas, Via Tuhamah, Zulfa Auliani, Yuriska Nurahma, Nani dan Ayu, yang memberikan suport dan menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Biologi Angkatan 2006.

10.Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Biologi dan Fisika angkatan 2005, lebih khusus kepada Siti Amaliah dan Sitti Aisyah yang selalu bersama ketika bimbingan.

11.Rasa cinta dan hormat kepada semua pihak yang telah banyak membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam menyelesaikan skripsi.

Kami berharap skripsi ini menjadi konstribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para pembaca untuk perbaikan ketidaksempurnaan skripsi ini sangat diharapkan.

Jazákumullah Khoiron Katsiron.

Ciputat, Oktober 2010 M

Dzulhijjah 1431 H


(6)

iii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK Hal.

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 8

A. Deskripsi Teoritis ... 8

1. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 8

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 11

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ... 13

d. Pengelolaan Kelas Pembelajaran Kooperatif ... 14

e. Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif ... 15

f. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif ... 16

g. Keterampilan-Keterampilan Kooperatif ... 17

h. Langkah-Langkah Umum Pembelajaran Kooperatif ... 17


(7)

iv

2. Teknik Investigasi Kelompok ... 19

3. Hasil Belajar ... 23

a. Hasil Belajar Kognitif ... 25

b. Hasil Belajar Afektif ... 26

c. Asesmen Kinerja (Performance Assessment) ... 27

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 28

C. Kerangka Pikir ... 30

D. Hipotesis ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 33

B. Metode Penelitian ... 33

C. Desain Penelitian ... 33

D. Populasi dan Sampel ... 34

E. Variabel Penelitian ... 34

F. Prosedur Penelitian ... 35

G. Teknik Pengumpulan Data ... 35

H. Instrumen Penelitian ... 36

I. Kalibrasi Instrumen ... 39

1. Uji Validitas Butir Soal ... 39

2. Uji Realibilitas Instrumen ... 39

3. Uji Tingkat Kesukaran Item ... 40

4. Daya Pembeda ... 40

J. Teknik Analisis Data ... 41

1. Data Kuantitatif ... 41

a. Normal Gain ... 41

b. Uji Normalitas ... 41

c. Uji Homogenitas ... 42


(8)

v

2. Data Kualitatif ... 43

a.Angket Hasil Belajar ... 43

b.Hasil Observasi ... 43

c.Hasil Asesmen Kinerja ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Deskripsi Data Hasil Belajar Kuantitatif ... 45

1. Hasil Pretest ... 45

2. Hasil Posttest ... 46

3. Hasil N-gain Kelompok Eksperimen ... 46

4. Hasil N-gain Kelompok Kontrol ... 47

5. Hasil Uji Normalitas ... 48

6. Hasil Uji Homogenitas Pretest ... 49

7. Hasil Uji Parametrik Pretest ... 49

8. Hasil Uji Nonparametrik Posttest ... 50

B. Deskripsi Data Kualitatif ... 51

1. Data Observasi ... 51

2. Asesmen Kinerja ... 51

3. Data Angket ... 53

C. Pembahasan ... 53

BAB V PENUTUP ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(9)

vi

Gambar 4.1 Grafik N-Gain Kelompok Eksperimen ... 47 Gambar 4.2 Grafik N-Gain Kelompok Kontrol ... 48


(10)

vii

DAFTAR TABEL

Hal. Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif Dengan

Kelompok Belajar Konvensional ... 10

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 34

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 37

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Angket ... 38

Tabel 3.4 Skoring Jawaban Angket ... 43

Tabel 4.1 Hasil Belajar Pretest Kel. Eksperimen dan Kontrol ... 45

Tabel 4.2 Hasil Belajar Posttest Kel. Eksperimen dan Kontrol ... 46

Tabel 4.3 Rekapitulasi N-gain Kelompok Eksperimen ... 46

Tabel 4.4 Rekapitulasi N-gain Kelas Kontrol ... 47

Tabel 4.5 Hasil Uji Mann Whitney N-Gain ... 50

Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Asesmen Kinerja ... 52

Tabel 4.7 Rekapitulasi Penerapan Indikator Kinerja ... 52


(11)

viii

Lampiran 2 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 66

Lampiran 3 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 3 ... 72

Lampiran 4 RPP Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 79

Lampiran 5 RPP Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 82

Lampiran 6 RPP Kelas Kontrol Pertemuan 3 ... 85

Lampiran 7 Asesmen Kinerja Siswa ... 89

Lampiran 8 Rekapitulasi Analisis Butir Soal ... 91

Lampiran 9 Kisi-Kisi Tes Kognitif ... 93

Lampiran 10 Posttest Sistem Ekskresi Pada Manusia ... 113

Lampiran 11 Jawaban Soal Pretest dan Posttest ... 120

Lampiran 12 Kisi-Kisi Angket ... 121

Lampiran 13 Lembar Angket Siswa ... 124

Lampiran 14 Lembar Kerja Siswa ... 126

Lampiran 15 Lembar Observasi Kegiatan Guru ... 133

Lampiran 16 Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 139

Lampiran 17 Distribusi Frekuensi Kelas Kelas Eksperimen ... 144

Lampiran 18 Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 149

Lampiran 19 Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 150

Lampiran 20 Penghitungan N-Gain ... 151

Lampiran 21 Uji Normalitas N-Gain Kelas Kontrol. ... 152

Lampiran 22 Uji Normalitas N-Gain Kelas Eksperimen ... 153

Lampiran 23 Tabel Hasil Angket ... 154

Lampiran 24 Analisis Angket Penerimaan Siswa ... 155

Lampiran 25 Analisis Angket Tanggapan Siswa ... 156

Lampiran 26 Penghitungan Hasil Angket ... 158

Lampiran 27 Uji Homogenitas Data Pretest ... 160

Lampiran 28 Uji Hipotesis data Pretest ... 162


(12)

ix

Lampiran 30 Uji Mann Whitney Hasil Belajar Posttest ... 165 Lampiran 31 Uji Mann Whitney N-Gain ... 166


(13)

1 A. Latar Belakang

Percepatan arus informasi dalam era globalisasi saat ini menuntut semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan, dan strategi agar sesuai dengan kebutuhan, dan tidak ketinggalan zaman. Penyesuaian tersebut secara langsung mengubah tatanan dalam sistem makro, maupun mikro, demikian halnya dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional maupun global.

Salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum merupakan acuan setiap satuan pendidikan, baik pengelola maupun penyelenggara, khususnya acuan bagi guru dan kepala sekolah.1 Kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini adalah kurikulum 2004 berbasis kompetensi yang telah direvisi melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal (persekolahan). 2

Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap dan hasil belajar peserta didik. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya adalah strategi dan metode pembelajaran yang digunakan. Strategi pembelajaran yang digunakan masih bersifat konvensional dan masih bersifat teacher centered atau terpusat pada guru sehingga siswa menjadi pasif. 3 Hal inilah yang menjadi permasalahan umum di sekolah SMP Negeri 1 Menes Pandeglang termasuk pada pembelajaran Biologi.

1

Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 4

2

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konsrukstivistik. (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hal. 2

3

Tengku Zahara Djaafar, Kontribusi startegi pembelajaran, (Padang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang, 2001), hal. 1


(14)

2

Padahal pembelajaran menurut teori psikologi kognitif holistik yaitu menempatkan siswa sebagai sumber aktivitas belajar. Teori belajar lain yaitu teori konstruktivisme memandang bahwa siswa adalah pembangun pengetahuan yang aktif. Dengan demikian pembelajaran harus dirancang dengan lebih banyak agar dapat memotivasi siswa untuk mengembangkan potensi aktivitasnya. Oleh karena itu dalam pandangan sekarang guru berfungsi sebagai penyampai atau menjadi fasilitator pembelajaran.4 Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Standar Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2005, pasal 19 yang menyatakan bahwa:

“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara

interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta

psikologis peserta didik.”5

Proses pembelajaran yang terjadi di sekolah pada dasarnya adalah interaksi antara guru dan siswa. Kualitas hubungan antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran sebagian besar ditentukan oleh pribadi guru dalam mengajar dan siswa dalam belajar. Sehingga kualitas hubungan antara guru dan siswa menentukan keberhasilan proses belajar yang efektif. 6

Proses pembelajaran yang efektif membutuhkan pendayagunaan berbagai usaha dan penyediaan prasarana yang optimal, berorientasi pada peserta didik, serta penggunaan strategi pembelajaran yang sesuai. Agar proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien, maka pembelajaran harus didesain dengan baik. Ihat Hatimah mengutip pendapat Seels dan Richey mengemukakan bahwa desain sistem pembelajaran adalah pengorganisasian prosedur atau tata cara pengembangan materi pembelajaran atau program yang meliputi langkah-langkah menganalisis, merancang, mengembangkan, mengimplementasikan dan mengevaluasi pembelajaran. Sedangkan, menurut pendapat Reigeluth yang

4

Dadang Sukirman, dan Nana Jumhana, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: UPI Press, 2006), hal. 6.

5

Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan. Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agam RI Tahun 2006, hal. 164

6

Udin Saefudin Saud, Ade Rukmana, dan Novi Resamini, Pembelajaran Terpadu, (Bandung: UPI Press, 2006), hal. 1


(15)

dikutip oleh Ihat Hatimah menyatakan bahwa pembelajaran menyangkut pengertian, peningkatan dan penerapan metode-metode pembelajaran (instruction) untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, wujud dari sistem pembelajaran yang baik meliputi kondisi pembelajaran, metode pembelajaran dan hasil pembelajaran yang baik pula.

Kondisi pembelajaran menyangkut karakteristik materi pembelajaran, kendala-kendala dalam proses pembelajaran dan karakteristik siswa. Metode pembelajaran meliputi strategi pengorganisasian bahan ajar, strategi penyampaian, dan strategi pengelolaan kegiatan pembelajaran di kelas. Sedangkan hasil pembelajaran meliputi efektifitas, efisiensi dan menarik tidaknya proses pembelajaran. 7

Menurut Ihat Hatimah mengutip pendapat Newman dan Logan menyatakan bahwa strategi mencakup tujuan yang ingin dicapai, metode yang digunakan, teknik pelaksanannya serta tolak ukur yang sudah ditentukan dalam rangka pencapaian tujuan. Dalam kegiatan pembelajaran, strategi merupakan pola umum kegiatan guru dan siswa. Maksud dari pola umum ini adalah jenis dan urutan perbuatan yang nampak dipergunakan atau diperagakan oleh guru dan siswa dalam berbagai macam peristiwa pembelajaran. Dengan kata lain, strategi adalah cara penentuan seluruh aspek yang berkaitan dengan pencapaian tujuan belajar, yang meliputi penyusunan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan penilaian proses serta hasil pembelajaran. Ketepatan guru dalam memilih strategi pembelajaran akan memudahkan pencapaian tujuan. Sebaliknya jika ketidaktepatan dalam memilih strategi pembelajaran maka akan menimbulkan kesulitan dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Permasalahan inilah yang dirasakan oleh warga belajar.8

Selain itu, guru juga dituntut untuk menentukan metode pembelajaran yang sesuai dan dapat menciptakan situasi serta kondisi kelas yang kondusif. Hal tersebut ditimbulkan agar proses belajar mengajar dapat berlangsung sesuai

7

Tengku Zahara Djaafar, op. cit, hal. 2

8


(16)

4

dengan tujuan yang diharapkan.9Metode pembelajaran yang masih berkembang saat ini lebih menekankan pada pemberian informasi. Termasuk dalam hal ini metode pembelajaran pada mata pelajaran Biologi.10

Biologi sebagai salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Keterampilan proses ini meliputi keterampilan mengamati, mengajukan hipotesis, mengajukan pertanyaan, menggolongkan dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan atau tertulis, menggali dan memilah informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari.11

Sistem ekskresi pada manusia merupakan salah satu konsep dalam Ilmu Biologi di SMP. Menurut kurikulum, konsep sistem ekskresi pada manusia dicantumkan dalam pelajaran Biologi SMP kelas IX semester 1. Konsep sistem ekskresi pada manusia meliputi pendeskripsian sistem pengeluaran dari tubuh manusia serta hubungannya dengan kesehatan. Sistem ekskresi merupakan konsep yang sangat penting dalam pembelajaran Biologi karena berhubungan dengan kehidupan manusia sehari-hari.

Umumnya pembelajaran sistem ekskresi kurang menarik bagi siswa karena metode yang digunakan masih bersifat konvensional. Proses pembelajaran menunjukkan tidak adanya interaksi dalam kegiatan pembelajaran. Suasana pembelajaran di kelas bersifat monoton. Selain itu siswa hanya mendengarkan penjelasan guru tanpa ada keinginan untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga siswa merasa sulit memahami konsep. Hal ini dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Untuk itu, diperlukan model pembelajaran yang menarik dan membuat siswa aktif sehingga siswa dengan mudah dapat memahami konsep tersebut.

9

Trianto, op.cit, hal 3.

10

Ida Bagus Putu Arnyana, Pengaruh Penerapan Model Belajar Berdasarkan Masalah dan Model Pengajaran Langsung Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA, (Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Singaraja , No. 4, Oktober 2006), hal. 697

11


(17)

Model pembelajaran yang menarik dan membuat siswa aktif adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dan saling membantu dalam memahami suatu bahan pelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya dengan tujuan mencapai prestasi belajar tertinggi.12 Melalui model tesebut siswa diharapkan termotivasi untuk belajar, mencari dan mengembangkan pemahamannya sendiri sehingga siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Muslimin Ibrahim dkk. mengutip pendapat Slavin mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau kompetitif. Siswa lebih menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi selama dan setelah diskusi dalam kelompok kooperatif daripada siswa yang bekerja secara individual atau kompetitif. Jadi materi yang dipelajari siswa akan melekat untuk periode waktu yang lebih lama.13

Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa variasi teknik, salah satu diantaranya adalah teknik investigasi kelompok. Teknik investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik pembelajaran maupun cara untuk mempelajari materi pembelajaran melalui investigasi.14 Dengan demikian teknik investigasi kelompok melatih siswa secara langsung sehingga siswa berperan aktif dari tahap pemilihan topik, perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran sampai dengan evaluasi.

Berdasarkan pemikiran di atas, mendorong penulis untuk meneliti

“Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Investigasi Kelompok (Group

Investigation) Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa pada Konsep Sistem Ekskresi

12

Tonih Feronika, Buku Ajar Strtegi Pembelajaran Kimia, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), hal. 56

13

Muslimin Ibrahim, dkk. Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA-University Press, 2000), hal. 14-15

14

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 192-196


(18)

6

pada Manusia”, penelitian ini dilakukan di kelas IX SMP Negeri 1 Menes Pandeglang, Banten.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Orientasi pembelajaran masih berpusat pada guru atau teacher centered. 2. Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran Biologi.

3. Penggunaan metode dan strategi pembelajaran pada mata pelajaran Biologi belum maksimal karena masih bersifat konvensional.

4. Pasifnya siswa dalam kegiatan pembelajaran menyebabkan rendahnya hasil belajar.

C. Pembatasan Masalah

Kegiatan penelitian ini terbatas pada masalah sebagai berikut: 1. Model pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah teknik investigasi

kelompok.

2. Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar dari ranah kognitif dan afektif. Jenjang kemampuan kognitif yang akan diukur pada penelitian ini adalah C1 (jenjang hafalan/ingatan), C2 (jenjang pemahaman), C3 (jenjang penerapan) dan C4 (jenjang analisis). Sedangkan yang akan diukur dari ranah afektif yaitu penerimaan (receiving) dan tanggapan (responding) siswa terhadap teknik investigasi kelompok yang digunakan pada saat pembelajaran.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka masalah yang akan dicari jawabannya dalam penelitian

ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok (group investigation) terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep sistem ekskresi pada manusia?”.


(19)

E. Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep sistem ekskresi pada manusia.

F. Manfaat penelitian

Hasil dari pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai berikut:

1. Sebagai bahan acuan bagi guru untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dengan menggunakan variasi metode sehingga materi yang disampaikan mudah dipahami oleh siswa.

2. Dapat memberikan kontribusi yang baik bagi sekolah dalam rangka peningkatan mutu proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran Biologi. 3. Dapat memberikan informasi bagi penelitian selanjutnya.


(20)

8

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Cooperative Learning atau pembelajaran kooperatif berasal dari kata

cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling

membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Isjoni mengutip pendapat Jhonson mengemukakan bahwa cooperative learning atau pembelajaran kooperatif mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Anita Lie yang dikutip oleh Isjoni mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.1

Pembelajaran kooperatif menurut Tonih Feronika yang mengutip pendapat Slavin adalah strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil, saling membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya dengan tujuan mencapai prestasi belajar tertinggi. Sedangkan menurut Davidson dan Worsham yang dikutip oleh Tonih Feronika, pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang efektif yang mengintergrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis.2

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu yang memiliki prinsip dasar siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajari sesamanya untuk mencapai tujuan bersama. Dalam proses pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajari siswa yang kurang

1

Isjoni, Cooperatif Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok, (Bandung: Alfabeta, 2007), hal. 15-16

2

Tonih Feronika, Buku Ajar Strtegi Pembelajaran Kimia, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), hal. 56


(21)

pandai tanpa merasa dirugikan. Selain itu, siswa yang kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, karena bantuan dan motivasi teman sebaya. Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap pasif setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi secara aktif agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya.

Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun bisa juga sebagai tutor bagi teman sebayanya.

Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa, karena pembelajaran kooperatif memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam hal ini guru bertindak sebagai fasilitator. Selain silih asah, pembelajaran kooperatif juga secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asih dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.3

Kegiatan dalam kooperatif akan membantu siswa-siswa yang lemah dalam akademik untuk dapat memahami materi, karena dalam pembelajaran kooperatif siswa yang pintar menjelaskan dan menguraikan materi ke siswa yang kurang paham. Hal ini dapat memberikan penguatan kepada siswa yang pintar untuk dapat memahami materi. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompaknya belum menguasai bahan pembelajaran.4

Bila dibandingkan dengan pembelajaran yang masih bersifat konvensional, pembelajaran kooperatif memiliki beberapa keunggulan. Diantaranya yaitu memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman, yang diperoleh siswa ketika belajar secara bekerjasama dalam merumuskan kearah satu pandangan kelompok.

Isjoni mengutip pendapat Sharan mengemukakan bahwa siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif akan memiliki motivasi

3

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta; Bumi Aksara, 2009), hal. 189-190

4


(22)

10

yang tinggi karena didorong oleh rekan sebayanya. Pembelajaran kooperatif juga menghasilkan peningkatan kemampuan akademik dan berpikir kritis, membentuk hubungan persahabatan, menimba berbagai informasi, belajar sopan santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki sikap terhadap sekolah dan belajar untuk mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta menghargai pokok pikiran orang lain.

Selanjutnya Isjoni mengutip pendapat Stahl mengemukakan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif siswa dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan sebagai pertimbangan untuk berpikir dan menentukan serta berbuat dan berpartisipasi sosial. Pendapat Zaltman yang dikutip oleh Isjoni mengemukakan bahwa siswa yang sama-sama bekerja dalam kelompok akan menimbulkan persahabatan yang akrab, yang terbentuk di kalangan siswa, ternyata sangat berpengaruh pada tingkah laku atau kegiatan masing-masing secara individual. Kerjasama antar siswa dalam kegiatan belajar dapat memberikan berbagai pengalaman. Mereka akan lebih banyak mendapatkan kesempatan berbicara, inisiatif, menentukan pilihan dan secara umum mengembangkan kebiasaan yang baik.5

Tabel 2.1. Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok konvensional6

Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional Adanya saling ketergantungan positif,

saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri ada kelmpok. Adanya akuntabilitas individual yang

mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggoata kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok lainnya hanya

“mendompleng” keberhasilan “pemborong”.

5

Isjoni, Op. cit,hal. 22-24

6

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konsrukstivistik. (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hal. 43-44


(23)

Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional Kelompok belajar heterogen, baik

dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman pemimpin bagi para anggota kelompok.

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakuakan intervensi jik terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.

Pemantauan melaui intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelasaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

b. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerja sama dalam kelompok pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar yang lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku sosial. Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat


(24)

12

dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.

Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yaitu:

1) Hasil belajar akademik

Dalam pembelajran kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini menunjukan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Disamping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat member keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasrkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya. Pembelajran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling memghargai satu sama lain.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana yang dikemukakan Slavin yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.


(25)

1. Penghargaan kelompok

Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu dan saling peduli.

2. Pertanggungjawaban individu

Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.

3. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan

Pembelajaran kooperatif menggunakan metode scoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan penigkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode scoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. 7

c. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Secara umum pembelajaran kooperatif terdiri dari lima karakteristik, yaitu:8

1) Siswa belajar bersama pada tugas-tugas umum atau aktivitas untuk menyelesaikan tugas atau aktivitas pembelajaran.

2) Siswa saling bergantung secara positif. Aktivitas diatur sehingga siswa membutuhkan siswa lain untuk mencapai hasil bersama.

3) Siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 5 siswa.

7

Isjoni, Op. cit,hal. 21-28

8


(26)

14

4) Siswa menggunakan perilaku kooperatif, prososial.

5) Setiap siswa secara mandiri bertanggung jawab untuk pekerjaan pembelajaran mereka.

d. Pengelolaan Kelas Model Pembelajaran kooperatif

Pengelolaan kelas pembelajaran kooperatif bertujuan untuk membina pembelajar dalam mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengan pembelajar yang lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas.9

Pertama adalah pengelompokan heterogenitas (kemacamragaman). Pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam metode pembelajaran gotong royong atau pembelajaran kooperatif. Kelompok heterogenitas dapat dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang sosio ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok biasanya terdiri dari satu orang berkemammpuan tinggi, dua orang berkemampuan sedang, dan yang lainnya berkemampuan kurang.

Kedua adalah semangat gotong royong. Agar kelompok bisa bekerja secara efektif dalam proses pembelajaran kooperatif, masing-masing anggota kelompok perlu mempunyai semangat gotong royong. Semangat gotong royong bisa dirasakan dengan membina niat dan kiat siswa dalam bekerja sama dengan siswa-siswa yang lainnya.

ketiga adalah penataan ruang kelas. Penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu ukuran ruang kelas, jumlah siswa, tingkat kedewasaan, toleransi guru di kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lain-lain.

9


(27)

e. Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Ada beberapa elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif.10

Elemen yang pertama adalah saling ketergantungan positif. Dalam sistem pembelajaran kooperatif, guru dituntut untuk mampu menciptakan suasana belajar yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Siswa satu mebutuhkan siswa yang lain, demikian pula sebaliknya. Hubungan yang saling membutuhkan antara siswa satu dengan siswa yang lain inilah yang disebut dengan saling ketergantungan positif. Suasana ketergantungan tersebut dapat diciptakan melalui berbagai strategi, yaitu sebagai berikut.

Saling ketergantungan dalam pencapaian tujuan. Dalam hal ini masing-masing siswa merasa memerlukan temannya dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran.

Saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas. Dalam hal ini masing-masing siswa membutuhkan teman dalam menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran.

Saling ketergantungan bahan atau sumber belajar. Siswa yang tidak memiliki sumber belajar (misalnya buku) akan berusaha meminjam pada temannya.

Saling ketergantungan peran. Siswa yang sebelumnya mungkin sering bertanya karena belum paham terhadap satu masalah pada temannya, suatu saat ia akan berusaha mengajari temannya yang mungkin mengalami masalah (berperan sebagai pengajar).

Saling ketergantungan hadiah. Penghargaan atau hadiah diberikan kepada kelompok, karena hasil kerja adalah hasil kerja kelompok, bukan hasil kerja individual atau perseorangan. Sedangkan keberhasilan kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran bergantung pada keberhasilan setiap anggota atau individu kelompok.

10


(28)

16

Elemen yang kedua adalah interaksi tatap muka. Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Jadi dalam hal ini, semua anggota kelompok berinteraksi saling berhadapan, dengan menerapkan keterampilan bekerja sama untuk menjalin hubungan sesama anggota kelompok.

Elemen berikutnya adalah akuntabilitas individual. Setiap anggota harus belajar dan menyumbangkan pikiran demi keberhasilan pekerjaan kelompok. Untuk mencapai tujuan kelompok (hasil belajar kelompok), setiap siswa harus bertanggung jawab terhadap penguasaan materi pembelajaran secara maksimal, karena hasil belajar kelompok didasari atas rata-rata nilai anggota kelompok. Kondisi belajar yang demikian akan menumbuhkan tanggung jawab (akuntabilitas) pada masing-masing individu siswa. Tanpa adanya tanggung jawab individu, keberhasilan kelompok akan sulit tercapai.

Elemen yang terakhir adalah keterampilan menjalin hubungan antar pribadi. Dalam pembelajaran kooperatif dituntut untuk membimbing siswa agar dapat berkolaborasi, bekerja sama dan bersosialisasi antar anggota kelompok. Dengan demikian dalam pembelajaran kooperatif, keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan santun terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mmendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan, tapi secara sengaja diajarkan oleh guru.

f. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Menurut Tonih Feronika mengutip pendapat Carin mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki beberapa ciri. Ciri-cirinya adalah setiap anggota mempunyai peran, terjadi interaksi langsung diantara siswa, setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, dan guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.11

11


(29)

Sedangkan menurut Ibrahim, pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri diantaranya siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda, dan penghargaan yang diberikan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.12

g. Keterampilan-keterampilan Kooperatif13

Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tingkat keterampilan. Keterampilan tersebut terdiri dari keterampilan tingkat awal, keterampilan tingkat menengah dan keterampilan tingkat mahir.

1) Keterampilan kooperatif tingkat awal, meliputi menjalankan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya, mengambil giliran dan berbagi tugas, mendorong adanya partisipasi, dan menyamakan persepsi atau pendapat.

2) Keterampilan kooperatif tingkat menengah, meliputi mendengarkan dengan aktif, meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi lebih lanjut, menafsirkan atau menyampaikan kembali informasi dengan kalimat yang berbeda, memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan bahwa jawaban tersebut benar.

3) Keterampilan kooperatif tingkat mahir, meliputi mengelaborasi, yaitu memperluas konsep, membuat kesimpulan, dan menghubungkan pendapat dengan topik tertentu.

h. Langkah-Langkah Umum Pembelajaran Kooperatif14

Langkah pertama pada model pembelajaran kooperatif adalah memberikan informasi dan menyampaikan tujuan serta skenario pembelajaran kepada siswa atau peserta didik, kemudian mengorganisasikan siswa atau peserta didik dalam kelompok kooperatif. Setelah itu siswa atau peserta didik dibimbing untuk

12

Muslimin Ibrahim, dkk. Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA-university Press, 2000), hal. 3-4

13

Trianto, Op. cit., hal. 46

14

Yatim Rianto, Paradigma Baru Pembelajara:sebagai referensi pendidik dalam implementasi pembelajarn yang efektif dan berkualitas, (Jakarta: prenada Media, 2009), hal. 271


(30)

18

melakukan kegiatan atau berkooperatif. Langkah terakhir adalah evaluasi dan memberikan penghargaan.

i. Beberapa Variasi Teknik Dalam Model Pembelajaran Kooperatif

Terdapat lima macam teknik belajar kooperatif yang berhasil dikembangkan para peneliti pendidikan di Jhon Hopkins University yaitu: Student

Team Achievement Divisions (STAD), JIGSAW, Investigasi Kelompok (Group

Investigation), Think Pair Share (TPS), dan Numbered Head Together (NHT).15

Pembelajaran kooperatif teknik Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok-kelompok terdiri dari empat atau lima orang siswa secara heterogen. Pembelajaran ini diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis dan penghargaan kelompok.

Sedangkan pembelajaran kooperatif teknik Numbered Head Together (NHT) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Dalam teknik ini setiap anggota dalam kelompok diberi nomor.

Pembelajaran kooperatif teknik Think Pair share (TPS) merupakan pembelajaran kooperatif yang langkah-langkahnya terdiri dari thinking (berpikir),

pairing (berpasangan) dan share (berbagi). Teknik ini berbeda dengan teknik

lainnya karena hanya melibatkan 2 orang siswa dalam berdiskusi.

Pembelajaran kooperatif teknik JIGSAW adalah pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok asal dan kelompok ahli. Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa mulai dari perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajari melalui investigasi.16

15

Trianto, op.cit, hal. 49-63.

16


(31)

2. Teknik Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Investigasi kelompok merupakan salah satu teknik dari pembelajaran kooperatif yang paling kompleks. Teknik ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangan teknik ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan JIGSAW, siswa terlibat dalam perencanaan topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Teknik ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada teknik yang lebih berpusat pada guru. Metode ini memerlukan mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik.17

Investigasi kelompok memiliki akar filosofis, etis, psikologi penulisan sejak awal tahun abad ini. Yang paling terkenal diantara tokoh-tokoh terkemuka dari orientasi pendidikan ini adalah Jhon Dewey. Pandangan Dewey terhadap kooperasi di dalam kelas sebagai sebuah prasyarat untuk bisa menghadapi berbagai masalah kehidupan yang kompleks dalam masyarakat demokrasi. Kelas adalah sebuah tempat kreatifitas kooperatif dimana guru dan murid membangun proses pembelajaran yang didasarkan pada perencanaan mutual dari berbagai pengalaman, kapasitas, dan kebutuhan mereka masing-masing.

Investigasi kelompok tidak akan dapat diimplementasikan dalam lingkungan pendidikan yang tidak mendukung dialog interpersonal atau yang tidak memperhatikan dimensi rasa sosial dari pembelajaran di dalam kelas. Komunikasi dan interaksi kooperatif diantara sesama teman sekelas akan mencapai hasil terbaik apabila dilakukan dalam kelompok kecil, dimana pertukaran diantara teman sekelas dan sikap-sikap kooperatif bisa terus bertahan. Aspek rasa sosial dari kelompok, pertukaran intelektualnya, dan maksud dari subjek yang berkaitan dengannya dapat bertindak sebagai sumber-sumber penting maksud tersebut bagi usaha para siswa untuk belajar. 18

Pada teknik ini siswa dibagi ke dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang. Kelompok dapat dibentuk berdasarkan perkawanan atau berdasarkan pada keterkaitan akan sebuah materi tanpa melanggar ciri-ciri pembelajaran kooperatif.

17

Muslimin Ibrahim, dkk. Op. cit., hal. 21

18


(32)

20

Pada teknik ini siswa memilih sub topik yang ingin mereka pelajari dan topik yang biasanya telah ditentukan guru, selanjutnya siswa dan guru merencanakan tujuan, langkah-langkah belajar berdasarkan sub topik dan materi yang dipilih. Kemudian siswa mulai belajar dengan berbagai sumber baik di dalam atau pun di luar sekolah, setelah proses pelaksanaan belajar selesai mereka menganalisis, menyimpulkan, dan membuat kesimpulan untuk mempresentasikan hasil belajar mereka di depan kelas.19

Trianto mengutip pendapat Sharan, dkk (1984) membagi langkah-langkah pelaksanaan teknik investigasi kelompok meliputi enam fase.20

a. Memilih topik

Siswa memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota tiap kelompok menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis.

b. Perencanaan kooperatif

Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama. c. Implementasi

Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik di dalam atau di luar sekolah. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.

d. Analisis dan sintesis

Siswa menganalisis dan mensintesis informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan

19

Isjoni, Op. cit. hal. 59

20

Trianto,Mendesain Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Prenada Media Gtoup, 2009), hal. 80-81


(33)

disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas

e. Presentasi hasil final

Beberapa kelompok atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh guru. f. Evaluasi

Dalam hal ini kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa individual atau kelompok.

Peran guru dalam kelas yang melaksanakan pembelajaran kooperatif yaitu sebagai fasilitator. Guru berkeliling diantara kelompok-kelompok yang ada untuk melihat bahwa mereka bisa mengelola tugasnya dan membantu setiap kesulitan yang mereka hadapi dalam interaksi kelompok, termasuk masalah dalam kinerja terhadap tugas-tugas khusus yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran.

Sedangkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok menurut Slavin adalah:

1. Mengidentifikasi topik dan mengatur ke dalam kelompok-kelompok penelitian.

Tahap ini secara khusus ditujukan untuk masalah pengaturan. Guru mempresentasikan serangkaian permasalahan dan para siswa mengidentifikasikan dan memilih berbagai macam subtopik untuk dipelajari. 2. Merencanakan investigasi di dalam kelompok.

Pada tahap ini anggota kelompok menentukan aspek dari subtopik yang akan mereka investigasi. Sebuah kelompok harus memformulasikan sebuah masalah yang dapat diteliti, memutuskan bagaimana melaksanakannya dan menentukan sumber-sumber mana yang akan dibutuhkan untuk melakukan investigasi tersebut.


(34)

22

3. Melaksanakan investigasi

Dalam tahap ini setiap kelompok melaksanakan rencana yang telah diformulasikan sebelumnya. Biasanya ini adalah tahap yang paling banyak memakan waktu. Selama tahap ini para siswa mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan-kesimpulan, dan mengaplikasikan pengetahuan baru yang menjadi bagian mereka yang untuk menciptakan sebuah resolusi atau masalah yang diteliti kelompok.

4. Menyiapkan laporan akhir.

Tahap ini merupakan transisi dari tahap pengumpulan data dan klarifikasi ke tahap dimana kelompok-kelompok yang ada melaporkan hasil investigasi mereka kepada seluruh kelas. pada tahap ini siswa mengintegrasikan semua bagian menjadi satu keseluruhan, dan merencanakan sebuah presentasi yang bersifat instruktif sekaligus menarik.

5. Mempresentasikan laporan akhir.

Pada tahap ini masing-masing kelompok mempersiapkan diri untuk mempresentasikan laporan akhir kepada kelas. Para siswa yang akan melakukan presentasi harus mengisi peran yang srebagian besar dari peran tersebut meruapakan hal yang baru bagi mereka. Mereka harus mampu mengatasi bukan hanya tuntutan dari tugas tersebut tetapi juga harus mampu mengatasi masalah-masalah organisasional yang berkaitan dengan koordinasi seluruh pekerjaan dan perencanaan, serta membawakan presentasi.

6. Evaluasi pencapaian.

Pada tahap ini, guru harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi siswa mengenai subyek yang dipelajari, bagaimana mereka mengaplikasikan pengetahuan mereka terhadap solusi dari masalah-masalah baru, bagaimana mereka menggunakan kesimpulan dari apa yang mereka pelajari dalam mendiskusikan pertanyaan yang membutuhkan analisis dan penilaian, dan bagaimana mereka sampai pada kesimpulan serangkaian data. 21

21


(35)

3. Hasil Belajar

Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Menurut Wasty Soemanto mengutip pendapat James O. Whittaker, belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Dengan demikian perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan tidak termasuk sebagai belajar. 22

Belajar adalah penambahan pengetahuan, dimana guru-guru memberikan ilmu sebanyak mungkin dan murid giat mengumpulkannya. Belajar juga diartikan sebagai perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan. Belajar membawa sesuatu perubahan pada inividu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek pribadi seseorang.23

Hasil belajar merupakan perubahan yang timbul karena adanya proses belajar. Hasil belajar merupakan pemahaman dan wawasan. Hasil belajar tidak hanya terbatas pada situasi di mana hasil itu diperoleh, tetapi dapat di transfer, atau digunakan dalam situasi-situasi lain.24

Menurut Nana Sudijana mengutip pendapat Gagne menyatakan bahwa terdapat lima macam hasil belajar, tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik.

a. Belajar kemahiran intelektual

Dalam tipe ini termasuk belajar deskriminasi dan belajar konsep. Belajar deskriminasi yaitu kesanggupan membedakan beberapa objek berdasarkan ciri-ciri tertentu. Kemampuan membedakan objek dipengaruhi oleh kematangan, pertumbuhan dan pendidikannya. Sedangkan belajar konsep adalah kesanggupan menempatkan objek yang mempunyai ciri yang sama

22

Wasty Soemanto, Psiklogi Pendidikan, (Malang:Rineka Cipta, 1984), hal. 99.

23

S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Bumi aksara, 1995), hal. 34-35.

24


(36)

24

menjadi satu kelompok tertentu. Konsep dinyatakan dalam bentuk simbol bahasa. Contoh konsep adalah keluarga, masyarakat, pendidikan dan lain-lain. b. Belajar informasi verbal

Pada umumnya belajar melalui informasi verbal seperti membaca, mengarang, mendengarkan uraian guru, kesangguapan menyatakan pendapat dalam bahasa lisan atau tulisan, berkomunikasi, kesanggupan member arti dari setiap kata atau kalimat dan lain-lain.

c. Belajar mengatur kegiatan intelektual

Belajar mengatur kegiatan intelektual menekankan kepada kesanggupan memecahkan masalah melalui konsep dan kaidah yang telah dimilikinya. Tipe belajar ini menekankan pada aplikasi kognitif dalam memecahkan persoalan. Ada dua aspek penting dalam tipe belajar ini, yaitu prinsip pemecahan masalah dan langkah berpikir dalam memecahkan masalah (problem solving). Prinsip pemecahan masalah merupakan landasan bagi terealisasinya langkah berpikir.

d. Belajar sikap

Sikap merupakan kesiapan dan kesediaan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu, apakah berarti atau tidak bagi dirinya. Hasil belajar sikap nampak dalam bentuk kemauan, minat, perhatian, perubahan perasaan, dan lain-lain. Sikap dapat dipelajari dan dapat diubah melalui proses belajar.

e. Belajar keterampilan motorik

Belajar keterampilan motorik banyak berhubungan dengan kesangguapan menggunakan gerakan anggota badan, sehingga memiliki rangkaian urutan gerakan yang teratur, luwes, tepat, cepat dan lancar. Misalnya belajar menjahit, mengetik, bermain basket dan lain-lain. Aspek utama belajar motorik adalah tercapainya otomatisme melakukan gerakan. Gerakan yang sudah otomatis merupakan puncak belajar motorik. Misalnya seseorang telah dinilai cakap mengetik jika secara otomatis ia dapat mengetik dengan menggunakan semua jarinya.


(37)

a. Hasil Belajar Kognitif

Hasil belajar kognitif merupakan hasil belajar penguasaan materi. Ranah kognitif meruapakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan otak. Pada ranah kognitif terdpat enam jenjang proses berpikir,mulai dari yang tingkatan rendah sampai tinggi, yakni: pengetahuan/ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Untuk menilai aspek kognitif atau penguasaan materi digunakan bentuk tes, yang dapat mengukur keenam tingkatan tersebut.

Kemampuan-kemampuan yang termasuk domain kognitif oleh Bloom dkk. Dikategorikan lebih rinci ke dalam enam jenjang kemampuan, yaitu:

1) Hafalan (C1)

Jenjang hafalan meliputi kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang telah dipelajarinya.

2) Pemahaman (C2)

Jenjang pemahaman meliputi kemampuan menangkap arti dari informasi yang diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan, diagram, atau grafik.

3) Penerapan (C3)

Termasuk jenjang penerapan adalah kemampuan menggunakan prinsip, aturan, metode yang dipelajarinya pada situasi baru atau situasi konkrit.

4) Analisis (C4)

Jenjang analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi jelas.

5) Sintesis (C5)

Termasuk jenjang sintesis ialah kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi suatu keseuruhan yang terpadu. Termasuk di dalamnya kemampuan merencanakan eksperimen, menyusun cara baru untuk mengklasifikasikan obyek-obyek, peristiwa dan informasi lainnya.


(38)

26

6) Evaluasi (C6)

Kemampuan pada jenjang evaluasi ialah kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjaan, berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan.25

b. Hasil Belajar Afektif

Hasil belajar afektif adalah hasil belajar yang berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan lain-lain.26 Selain itu, hasil belajar afektif dapat diketahui dari ucapan verbal serta kelakuan nonverbal seperti ekspresi pada wajah, gerak-gerik tubuh sebagai indikator apa yang terkandung dalam hati siswa.27 Ranah afektif menurut Nana Sudijana mengutip pendapat Krathwohl (1974) dan kawan-kawan ditaksonomi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu receiving (menerima), responding (menanggapi),

valuing (menghargai), organization (mengorganisasikan), dan characterization by

a value or value complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai). 28

Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan), adalah

kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada diri siswa baik dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini adalah kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar.

Responding (menanggapi), mengandung arti adanya reaksi yang diberikan

seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Dalam hal ini termasuk ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada diri siswa. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang

25

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), hal.15-17

26

Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002), hal. 59

27

S. Nasution, Kurikulum Dan Pengajaran, (Jakrta: Bumi Aksara, 1989), hal. 69

28


(39)

dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang ini setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang receiving.

Valuing (menilai atau menghargai), jenjang ini berkenaan dengan nilai dan

kepercayaan terhadap gejala atau stimulus. Termasuk didalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

Organization (mengorganisasikan), artinya mengembangkan nilai dalam

satu sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lain dan kemantapan serta proritas nilai yang telah dimilikinya.

Value characterization (karakterisasi nilai atau internalisasi nilai) yaitu

keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Dalam jenjang ini termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.

c. Asesmen Kinerja (Performance Assessment)

Asesmen Kinerja (Performance Assessment) adalah sesuatu yang digunakan oleh seorang guru untuk melakukan observasi dalam menilai penampilan atau performance dari siswa seperti menulis cerita, menggambar, praktikum, pidato, mengetik, kerjasama kelompok dan lain-lain. Asesmen kinerja disebut juga asesmen autentik karena berisi penilaian terhadap apa yang diketahui dan yang bisa dilakukan oleh siswa dalam situasi ril atau nyata. 29

Sedangkan menurut Ana Ratna Wulan, asesmen kinerja merupakan instrumen atau alat yang digunakan untuk menilai kinerja siswa ketika proses pembelajaran berlangsung.30 Dalam penelitian ini asesmen kinerja digunakan untuk menilai kinerja diskusi siswa pada saat penerapan teknik investigasi kelompok. Asesmen kinerja digunakan sebagai umpan balik dalam membantu siswa belajar. Asesmen ini efektif dalam dalam memantau dan mengembangkan

29

Airasian, P.W., Classroom Assessment Concept and Applications, (McGraw-hill Inc: New York, 2005), hal. 232

30

Ana Ratna Wulan, Skenario Baru Bagi Implementasi Asesmen Kinerja Pada


(40)

28

potensi setiap siswa yang sering kali tidak tersentuh dalam pembelajaran sehari-hari karena beberapa faktor seperti besarnya jumlah siswa, banyaknya beban mengajar guru dan keterbatasan waktu pemebelajaran.

Pada asesmen kinerja terdapat rubrik yang memandu penilaian. Rubrik adalah seperangkat kriteria yang menunjukkan gradasi mutu kinerja dari mutu terbaik sampai mutu terendah. Dalam skenario asesmen kinerja ini menggunakan istilah rubrik sederhana yaitu rubrik yang dibuat sesederhana mungkin tanpa mengurangi efektifitasnya.

Asesmen kinerja ini menggunakan asesmen kelompok sebagai dasar untuk menilai individu. Hal ini didasari pada asumsi bahwa kinerja kelompok merupakan hasil kinerja para individu.31

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

1. Berdasarkan hasil penelitian Ida Bagus Putu Arnyana dengan judul Pengaruh Penerapan Model Belajar Berdasarkan Masalah dan Model Pengajaran Langsung Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa, menunjukan bahwa terjadi perbedaan hasil belajar yang signifikan sebagai akibat dari interaksi antara model belajar (model belajar berdasarkan masalah dan model pembelajaran langsung) dan strategi kooperatif (tipe STAD dan tipe investigasi kelompok). Kombinasi model pembelajaran berdasarkan masalah dengan strategi investigasi kelompok memberikan pengaruh yang paling baik dalam meningkatkan hasil belajar (skor 72, 64 dengan rentangan 68%-75,99%). Kombinasi antar model pembelajaran berdasarkan masalah dan strategi kooperatif STAD dan kombinasi model pembelajaran langsung dengan strategi koperatif investigasi kelompok masing-masing menghasilkan skor 66,52 dan 62,12, keduanya berada pada kategori sedang dengan hasil belajar berada pada rentangan 75%-84%. Hasil ini menunjukan bahwa model

31


(41)

pembelajaran berdasarkan masalah baik dikombinasikan dengan straetgi kooperatif dalam meningkatkan hasil belajar.32

2. Berdasarkan hasil penelitian Ida Bagus Putu Arnyana dengan judul Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Inovatif pada Pembelajaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa, diperoleh hasil bahwa kelompok siswa yang belajar dengan strategi kooperatif investigasi kelompok

(Group Investigation), PBL (Problem based Learning) dan inkuiri

menunjukkan kemampuan berpikir kreatif secara signifikan berada pada kategori baik, sementara siswa yang belajar dengan model direct instruction berada pada kagori sedang. Rata-rata presentasi untuk kelompok yang menggunakan strategi investigasi kelompok sebesar 73.57%, untuk kelompok PBL 72.03%, kelompok inkuiri 74.48% dan untuk kelompok DI (Direct

Instruction) 55.05%.33

3. Berdasarkan hasil penelitian Raharjo dengan judul The Effects of Group

Investigation and Problem Based Learning Model To The Student Thinking

Ability of Junior High School in Sidoarjo, diperoleh hasil bahwa kemampuan

berpikir tertinggi terdapat pada kombinasi materi konsep sistem ekskresi dengan dengan model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok, sedangkan terendah terdapat pada kombinasi materi konsep sistem ekskresi dengan model problem based learning. Skor kemampuan berpikir pada konsep sistem ekskresi dengan model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok 28,94% lebih tinggi dibandingkan dengan model

problem based learning. 34

4. Berdasarkan hasil penelitian Sri Nurwati dengan judul Penerapan Model Investigasi Kelompok dengan Memanfaatkan Kartu Gambar Sebagai Media

32

Ida Bagus Putu Arnyana, Pengaruh Penerapan Model Belajar Berdasarkan Masalah dan Model Pengajaran Langsung Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA, (Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Singaraja , No. 4, Oktober 2006), hal. 697

33

Ida Bagus Putu Arnyana, Pengaruh Penerapan Startegi Pembelajaran Inovatif Pada Pembejaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa, (Jurnal pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Sinagaraja, No. 3 TH. XXXIX Juli 2006), hal. 496-514

34

Raharjo, the effects of group investigation and problem based learning model to the student thinking ability of junior high school in sidoarjo, (proceeding the second international

seminar on science education “current issues on research and teaching in science education,


(42)

30

Pembelajaran Materi Klasifikasi Makhluk Hidup, menunjukkan bahwa hasil aktivitas siswa dalam pengamatan mencapai 81,9% sehingga indikator yang diharapkan tercapai. Sedangkan siswa pada kelas pembanding, lebih rendah daripada kelas perlakuan. Aktivitas siswa di kelas pembanding dalam proses pembelajaran berkisar antara 62,5%-90% dengan rerata 72,9% termasuk kategori sedang. Hal ini karena dalam metode ceramah tidak semua siswa dapat menangkap dengan jelas apa yang diterangkan oleh guru. Hal ini menunjukan bahwa siswa merasa senang belajar biologi dengan metode investigasi kelompok dengan memanfaatkan kartu gambar.35

5. Berdasarkan hasil penelitian Sri Ngabekti dengan judul Persepsi Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok, ringkasan hasil kuesioner persepsi siswa terhadap penerapan model investigasi kelompok menunjukan bahwa 76,3% siswa merasa lebih paham dan 24,7% sedikit paham tentang materi yg sedang dipelajari. Penerapan model investigasi kelompok sangat disenangi oleh sebagian besar siswa (76,3%), dan disenangi oleh 24,7%. Jumlah siswa dalam satu kelompok yang disenangi adalah 4 siswa (76,3%), sisanya 3 dan 5 siswa. Siswa senang kegiatan kelompok karena lebih paham pelajaran dengan bertanya kepada teman dalam kelompok (68,4%), tugas lebih ringan (18,4%) lebih berani (15,6%) dan hubungan sosial dengan teman lebih baik (15,6%). 36

C. Kerangka Pikir

Beranjak dari masalah-masalah pada pembelajaran biologi diantaranya teknik pembelajaran yang masih bersifat teacher center dan model pembelajaran langsung yang lebih menekankan pada pemberian informasi kepada siswa

35

Sri Nurwati, Penerapan Model Investigasi kelompok Dengan memanfaatkan Kartu Gambar Sebagai Media Pembelejaran Materi Klasifikasi Mahluk Hidup, (proceeding seminar

nasional biologi “meningkatkan peran biologi dan pendidikan biologi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”, Universitas Negeri Semarang, 2006), hal.287-294

36

Sri Ngabekti, Persepsi Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok, (proceeding seminar nasional biologi “meningkatkan peran biologi dan pendidikan biologi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”, Universitas Negeri Semarang, 2006), hal. 279-286


(43)

sehingga akan membuat siswa akan merasa kesulitan dalam memahami suatu konsep materi dan hal ini tentu berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa.

Salah satu teknik pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa adalah teknik investigasi kelompok. Teknik ini akan lebih memberi kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri dengan cara memecahkan masalah secara berkelompok dan melakukan penyelidikan secara mendalam dengan kelompoknya sehingga siswa memahami permasalahan autentik yang terjadi di sekitarnya, dan dalam pembelajaran ini guru hanya sebagai fasilitator.

Pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok bukanlah penerapan pembelajaran konvensional (pembelajaran biasa), akan tetapi model pembelajaran yang efektif dalam usaha meningkatkan hasil belajar biologi siswa. Diharapkan terdapat pengaruh pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok terhadap hasil belajar siswa kelas IX SMP Negeri 1 Menes Pandeglang, Banten.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut ini.

Metode pembelelajaran yang masih bersifat teacher center

Hasil belajar biologi yang rendah Siswa mengalami

kesulitan memahami suatu konsep materi

Model pembelajaran langsung yang menekankan pada pemberian informasi

Penerapan pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok

Hasil belajar biologi siswa meningkat


(44)

32

D. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan kajian teoritis dan penyusunan kerangka pikir, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok (group investigation) terhadap hasil belajar biologi siswa.


(1)

54

penggunanan teknik investigasi kelompok terhadap hasil belajar biologi pada konsep sistem ekskresi.

Hasil ini dicapai karena dalam penerapan teknik investigasi kelompok guru selalu memberikan motivasi dan kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk belajar secara aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri, seperti pada saat proses pembelajaran siswa dihadapkan pada masalah, melakukan investigasi, menganalisis hasil investigasi dan akhirnya menarik kesimpulan dan mempresentasikannya. Dengan membangun pengetahuannya sendiri, dapat melatih kemampuan berpikir siswa menjadi lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan Raharjo (2008) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa teknik investigasi kelompok membuat siswa memiliki kemampuan berpikir lebih tinggi dibanding metode diskusi biasa, karena pada teknik investigasi kelompok terjadi peningkatan kemampuan melakukan analisis dan sintesis terhadap segala informasi sehingga penguasaan materi pelajaran akan menjadi lebih baik.

Selain dapat mengembangkan kemampuan berpikir, pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok juga mendorong terjadinya kerjasama yang sangat intensif antar anggota kelompok. Bentuk interaksi ini dapat menumbuhkan hubungan sosial diantara anggota kelompok sehingga terjalin hubungan yang erat diantara siswa. Sehingga siswa terlihat lebih solid dalam melakukan tahapan-tahapan kegiatan pembelajaran.

Hal ini terlihat pada saat tahap implementasi, dimana siswa melakukan investigasi terhadap permasalahan yang diberikan pada kelompoknya. Pada tahap ini siswa dalam kelompok saling memberikan informasi mengenai materi yang sedang mereka selidiki. Sehingga tercipta komunikasi yang dinamis diantara siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Slavin (2008), bahwa dalam model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok terjadi dialog interpersonal yang memperhatikan dimensi rasa sosial dalam pembelajaran di dalam kelas, sehingga tercipta komunikasi dan interaksi kooperatif diantara sesama teman sekelas. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ibrahim(2000), bahwa teknik investigasi kelompok mengajarkan siswa komunikasi dan proses kelompok yang baik.


(2)

55

Selain pengaruh pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok, peningkatan hasil belajar kognitif pada kelompok eksperimen juga dipengaruhi oleh keterlibatan afektif siswa dalam belajar. Hasil belajar afektif tersebut berupa data angket yang disebarkan kepada kelompok eksperimen. Setelah dilakukan perhitungan terhadap hasil angket, menunjukan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok dapat menarik minat siswa dalam belajar. Sebagian besar siswa (66.67%) atau 28 orang tertarik dan sebanyak 14.28% atau 6 orang siswa sangat tertarik dengan teknik investigasi kelompok yang digunakan. Hal ini dikarenakan, model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok membuat siswa tidak bosan dan monoton dalam belajar. Teknik investigasi kelompok dapat mebuat siswa aktif dalam mencari sendiri pengetahuannya dan dapat melakukan diskusi lebih luas dengan teman-teman dalam kelompoknya sehingga dapat bertukarpikiran satu sama lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Slavin (2008), bahwa partisipasi siswa dapat mengekspresikan ketertarikan siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Partisipasi yang menunjukkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran juga dibuktikan dengan data lembar performance assessment atau asesmen kinerja hasil diskusi. Berdasarkan hasil pengamatan, sebagian besar siswa telah mencapai indikator kerja minimal yang telah ditentukan oleh guru. Indikator kerja minimal tersebut adalah aktif dalam kegiatan kelompok, berkomunikasi antar sesama anggota, menjawab pertanyaan dengan tepat, bekerja sama dan saling memotivasi antar sesama anggota serta saling menghargai pendapat. Walaupun pada pertemuan pertama masih ada beberapa kelompok yang belum mencapai indikator kerja minimal yang ditentukan oleh guru, tapi pertemuan kedua dan ketiga setiap kelompok mengalami peningkatan dalam pencapaian indikator.


(3)

56 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data dan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep sistem ekskresi pada manusia. Hal ini ditandai dengan adanya perbedaan hasil belajar antara kelompok yang diajar dengan menggunakan teknik investigasi kelompok dan kelompok yang diajar dengan teknik diskusi biasa.

Selain itu, dari hasil penyebaran angket didapatkan hasil bahwa sebagian besar siswa tertarik dengan teknik investigasi kelompok. Hal ini disebabkan karena teknik investigasi kelompok mempunyai keunggulan lebih dibanding teknik diskusi biasa.

B. SARAN

Dari hasil temuan peneliti selama proses penelitian dan analisis terhadap hasil temuan tersebut, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Penerapan teknik investigasi kelompok dapat meningkatkan hasil belajar pada

konsep sistem ekskresi pada manusia, disarankan kepada guru untuk menerapkan teknik ini pada konsep lain yang berbeda.

2. Pembelajaran dengan menggunakan teknik investigasi kelompok memberi pengaruh positif dalam meningkatkan hasil belajar biologi siswa. Untuk itu diharapkan teknik ini dijadikan sebagai salah satu alternatif teknik pembelajaran yang tepat dalam menyajikan mata pelajaran biologi di sekolah. 3. Untuk mengoptimalkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, sebaiknya


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.

Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006.

Bungin Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.

Djaafar, Tengku Z. Kontribusi startegi pembelajaran. Padang: Fakultas ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang, 2001.

Feronika, Tonih. Buku Ajar Strtegi Pembelajaran Kimia. Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Hajar, Ibnu. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif Dalam Pendidikan. Jakarta: PT RajGrafindo, 1999.

Hatimah, Ihat. Strategi dan Metode Pembelajaran. Bandung: Andira, 2000. Ibrahim, Muslimin dkk. Pembelajaran Kooperatif. urabaya: UNESA-university

Press, 2000.

Ida Bagus Putu Arnyana, Pengaruh Penerapan Model Belajar Berdasarkan Masalah dan Model Pengajaran Langsung Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA, (Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Singaraja , No. 4, Oktober 2006), hal. 697.

Ida Bagus Putu Arnyana, Pengaruh Penerapan Startegi Pembelajaran Inovatif Pada Pembejaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa, (Jurnal pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Sinagaraja, No. 3 TH. XXXIX Juli 2006), hal. 496-514

Isjoni, Cooperatif Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok. Bandung: Alfabeta, 2007.

Mulyasa. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.

Nasution, S. Kurikulum Dan Pengajaran. Jakrta: Bumi Aksara, 1989. Nasution, S. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta: Bumi aksara, 1995.


(5)

Nasution, S. Mengajar Dengan Sukses. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Raharjo, the effects of group investigation and problem based learning model to the student thinking ability of junior high school in sidoarjo, (proceeding the second international seminar on science education “current issues on research and teaching in science education, Surabaya State

University,2008), hal. 465-477

Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajara:sebagai referensi pendidik dalam implementasi pembelajarn yang efektif dan berkualitas. Jakarta: Prenada Media, 2009.

Saud, Udin S, Rukmana, Ade & Resmini, Novi. Pembelajaran Terpadu. Bandung: UPI Press, 2006.

Slavin, Robert E. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media, 2008. Soemanto, Wasty. Psiklogi Pendidikan. Malang:Rineka Cipta, 1984.

Sofyan, Ahmad, Feronika, Tonih & Milama, Burhanudin. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.

Sri Ngabekti, Persepsi Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok, (proceeding seminar nasional biologi “meningkatkan peran biologi dan pendidikan biologi dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”, Universitas Negeri Semarang, 2006), hal. 279-286

Sri Nurwati, Penerapan Model Investigasi kelompok Dengan memanfaatkan Kartu Gambar Sebagai Media Pembelejaran Materi Klasifikasi Mahluk Hidup, (proceeding seminar nasional biologi “meningkatkan peran biologi dan pendidikan biologi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”, Universitas Negeri Semarang, 2006), hal.287-294 Sri Sarmini, Melaui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan

Aktivitas Belajar IPA Bagi Siswa Kelas IX F Di SMP Negeri 37 Semarang, (Widya Tama, Vol. 3, September 2006), hal. 1.

Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002.

Sudjana. Metode Statistika. Bandung: Tarsito, 1996.

Sudjiono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996.


(6)

Sukardi. Evaluasi Pendidikan: prinsip dan operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

Sukirman, Dadang & Jumhana, Nana. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: UPI Press, 2006.

Sukmadinata ,N. Syaodih. Metode Penelitian Penidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007.

Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Trianto, Mendesain Model Pembelajran Inovatif Progresif, Konsep, Landasan, Dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidika. Jakarta:Prenada media grup, 2009.

Trianto. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konsrukstivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007.

Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan. Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agam RI Tahun 2006.

Wena, Made. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi aksara, 2009. hal. 195

Wulan, Ana Ratna. Skenario Baru Bagi Implementasi Asesmen Kinerja Pada Pembelajaran Sains Di Indonesia, (Jurnal Kependidikan No. 3, Vol.XXXII, Tahun 2008)


Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SMA Negeri 1 Pematangsiantar

3 43 165

Penerapan pembelajaran kooperatif model group investigation untuk meningkatkan hasil belajar sosiologi SMA SIT Fajar Hidayah Kotawisata-Cibubur: penelitian tindakan di SMA Fajar Hidayah pada kelas X

0 6 75

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (Gi) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Sdit Bina Insani ( Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Sdit Bina Insani Kelas V Semester Ii Serang-Banten )

0 3 184

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dalam meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas VII Smp Islamiyah Ciputat : penelitian tindakan kelas di SMP Islamiyah Ciputat

0 8 0

pengaruh penggunaan lembar kerja siswa berbasis Group investigation terhadap hasil belajar siswa pada konsep fluida statis

2 37 235

Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PAI di SMP N 3 Tangerang Selatan

1 7 202

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INVESTIGASI KELOMPOK (GROUP INVESTIGATION) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI.

0 1 55

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INVESTIGASI KELOMPOK (GROUP INVESTIGATION) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI - repository UPI S PEA 1001575 Title

0 0 5

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP HASIL BELAJAR IPA

0 0 8

PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI)

0 0 6