Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita untuk melakukan kontrol ulang secara rutin dalam pengobatan
TB Paru. Menurut Friedman 2003, dalam Setiadi, 2008 salah satu fungsi dasar keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan. Fungsi perawatan kesehatan adalah
kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan.
5.3.4 Hubungan Efek Samping Obat dengan Kesembuhan Penderita TB
Efek samping pengobatan kombinasi dosis tetap KDT yang umum akan muncul seperti air kemih berwarna merah. Ini disebabkan zat warna dari obat
Rifampicin, selain itu perut mual, kembung ini berlangsung hanya beberapa jam setelah minum obat dan tidak menimbulkan bahaya,oleh karena itu penderita harus
minum obat secara teratur dan hanya sebagian kecil penderita yang mengalami efek samping obat yang berat yaitu sekitar 1 dengan perlu penatalaksanaan pengobatan
secara khusus dengan rujukan pada spesialistis Kemenkes RI, 2011. Hasil análisis hubungan antara efek samping obat dengan kesembuhan
penderita TB bahwa dari 97 orang yang efek samping obat ringan ada 70 orang 72,2 penderita TB yang sembuh dan 27 orang 27,8 tidak sembuh, sedangkan
dari 5 orang penderita yang efek samping berat 3 orang 60,0 yang sembuh dan 2 orang 40,0 tidak sembuh. Hasil uji fisher’s exact diperoleh nilai p=0,621, dengan
nilai rasio prevalens sebesar 1,678 95 CI=0,296-9,530 artinya efek samping obat bukan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kesembuhan penderita TB,
maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian kesembuhan
Universitas Sumatera Utara
penderita TB antara penderita yang efek samping obat berat dengan yang efek samping obat ringan.
Semua OAT dapat menyebabkan kerusakan pada hati kecuali etambutol dan sikloserin. Di negara dengan hepatitis tinggi sangat sulit untuk menentukan apakah
hepatitis itu karena obat atau karena infeksi. Hepatitis sebagai efek samping mungkin dapat timbul 1 dari pasien berobat yang sering terjadi karena tiasetazon dan
pirazinamid. Kenaikan enzim serum yang ringan merupakan hal biasa, ini bukan indikasi untuk menghentikan pengobatan. Jika ada kehilangan selera makan, penyakit
kuning dan pembengkakan hati, pengobatan harus dihentikan sehingga fungsi hati kembali normal. Crofton,dkk, 2002
5.3.5 Hubungan Lama Pengobatan dengan Kesembuhan Penderita TB
Banyak pasien yang tidak teratur dalam mengkonsumsi obat disebabkan karena lamanya waktu pengobatan TB paru yang harus dilakukan selama 6 bulan, dapat saja
dijadikan beban oleh penderita sehingga mereka malas untuk melanjutkan proses pengobatan, selain itu masih adanya penderita TB yang pengetahuannya kurang baik
terhadap pengobatan TB mempunyai kemungkinan lebih besar tidak teratur berobat dibandingkan pada penderita yang pengetahuannya baik terhadap pengobatan TB.
Pengobatan untuk TB diberikan secara teratur dalam waktu 6-8 bulan dan sedapat mungkin sampai pemeriksaan bakteri negatif pada akhir pengobatan. Kemenkes RI,
2011 Hasil análisis distribusi frekuensi bahwa penderita TB di wilayah kerja
Puskesmas Pidie Kabupaten Pidie berdasarkan lama pengobatan menurut penderita
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 45 orang 44,1 menyatakan pengobatan TB tidak lama dan 57 orang 55,9 menyatakan pengobatan lama.
Hasil análisis chi-square antara lama pengobatan dengan kesembuhan penderita TB dari 45 yang meyatakan pengobatan TB tidak lama sebanyak 33 orang
73,3 penderita sembuh dan ada 12 orang 26,7 tidak sembuh. Sedangkan dari 57 penderita yang menyatakan pengobatan tidak lama ada 40 orang 70,2 yang
sembuh dan sebanyak 17 orang 29,8 tidak sembuh. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,726 dengan nilai rasio prevalens 1,070 95 CI. 0,739-1,549, maka
variabel lama pengobatan bukan faktor yang mempengaruhi kesembuhan penderita TB, sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kesembuhan penderita
TB antara penderita yang menyatakan pengobatan TB tidak lama dengan yang menyatakan lama.
5.3.6 Hubungan Ketersediaan OAT dengan Kesembuhan Penderita TB