BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia usaha dewasa ini yang semakin pesat memicu keahlian dan ketelitian investor dalam melakukan investasi. Beragam instrumen investasi
ditawarkan kepada para investor, baik dalam bentuk saham, obligasi ataupun reksadana. Pada saat seorang investor menginvestasikan dananya mereka pasti
mengharapkan pengembalian dari dana tersebut. Dana pengembalian yang diharapkan oleh investor apabila ditinjau dari perspektif investor disebut return,
namun apabila ditinjau dari perspektif emiten disebut cost of capital. Investasi merupakan mengorbankan dollar sekarang untuk dollar masa
mendatang. Untuk mengambil keputusan investasi yang terbaik, seorang investor memerlukan proses investasi. Proses Investasi itu tersebut bukanlah sebuah hal
yang mudah, dalam proses tersebut ditunjukan bahwa bagaimana seharusnya seorang investor melakukan investasi dalam aset, yaitu aset apa yang akan dipilih,
seberapa besar investasi tersebut, dan kapan investasi tersebut akan dilakukan Sharpe, 2005:1.
Semakin beragam instrumen investasi yang ditawarkan kepada investor, maka investor harus memiliki informasi yang lebih banyak lagi untuk mendukung
pengambilan keputusan investasinya. Informasi ini sangat dibutuhkan untuk mengetahui resiko investasi yang dipilih. Untuk memperoleh tingkat return yang
tinggi paling tidak seorang investor harus mengetahui informasi perusahaan dengan marketable securities surat-surat berharga yang mudah diperdagangkan.
Selain itu, informasi seputar sumber pendanaan perusahaan juga harus menjadi acuan investor sebelum melakukan investasi, hal ini disebabkan oleh perspektif
perusahaan dimana Investor mengharapkan return dari cost of capital perusahaan Lubis, 2014: 133.
Universitas Sumatera Utara
Investasi Obligasi adalah salah satu investasi yang diminati oleh investor. Hal ini disebabkan return yang bersifat tetap yang berasal dari bunga periodik dan
pokok obligasi saat jatuh tempo. Apabila dibandingkan dengan instrument investasi lain seperti saham obligasi memiliki beberapa kelebihan. Pembayaran
kupon obligasi akan lebih didahulukan dibanding dengan pembayaran deviden untuk para pemegang saham. Apabila dari pembayaran kupon tidak terdapat sisa
untuk dividen, maka pemegang saham tidak akan mendapatkan keuntungan dari saham yang dimiliki Maharti, 2011. Selain itu para pemegang obligasi juga
otomatis menjadi pemilik hak pertama atas asset perusahaan apabila perusahaan mengalami likuidasi.
Menurut data dari Kementrian Keuangan pasar obligasi di Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Hal ini dikemukakan oleh Asian
Development Bank ADB yang menyebutkan bahwa pasar obligasi Indonesia mengalami pertumbuhan tercepat di kawasan Asia pada tahun 2013 dibanding
Hongkong, China, Korea, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Berdasarkan catatan ADB, pasar obligasi Indonesia mengalami pertumbuhan
hingga mencapai 6,8 persen pada akhir kuartal IV-2013, atau tumbuh 20,1 persen jika dibandingkan tahun 2012. Pasar obligasi Indonesia dapat tumbuh 20 persen
meskipun pada tahun 2013 sedang terjadi gejolak dan ketidakpastian pada perekonomian global dikawasan Asia. Laporan ADB juga mencatat bahwa
obligasi pemerintah mengalami pertumbuhan 7,9 persen pada kuartal IV-2013, atau tumbuh 20,9 persen dibandingkan tahun lalu, menjadi 90 miliar dolar AS.
Pertumbuhan obligasi pemerintah di Indonesia ini didukung oleh obligasi
Universitas Sumatera Utara
pemerintah pusat yang terdiri dari Surat Perbendaharaan Negara dan obligasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan, serta Sertifikat Bank Indonesia.
Perkembangan pasar obligasi di Indonesia juga telah merambah di beberapa sektor di Indonesia. Hal ini dibuktikan dari rata-rata perusahaan manufaktur di
Indonesia yang telah Go Public yang menerbitkan obligasi sebagi sumber pendanaanya. Menurut Christina, et al., 2010 Dengan semakin berkembangnya
pasar obligasi di Indonesia akan mengakibatkan semakin pentingnya ketersediaan informasi bagi investorkreditor untuk mengukur risiko investasi obligasi.
Sedangkan sumber informasi untuk pasar obligasi ini masih dikatakan minim. Hal ini pun diungkapkan oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan OJK,
Muliaman D. Hadad saat diwawancarai oleh salah satu media mengenai kondisi pasar obligasi di Indonesia pada November sialm Nugroho, 2014.
Minimnya informasi mengenai investasi obligasi menyebabkan resiko ketidakmampuan
debitor untuk
melunasi kewajiban
obligasi kepada
investorsemakin besar. Contohnya kasus di tahun 2009 terdapat beberapa fenomena obligasi yang gagal bayar pada perusahaan yang cukup tekenal. PT
Bakrie Telecom Tbk BTEL yang perusahaan biasa dikenal sebagai operator Esia ini gagal bayar kupon obligasi bunga surat utang senilai Rp 218 miliar.
Kupon tersebut merupakan bagian dari obligasi perseroan senilai Rp 3,8 triliun yang jatuh tempo Mei 2015. Seharusnya operator Esia itu membayar
kewajibannya pada 7 November 2013 kemarin. Akibatnya, peringkat obligasi perseroan ini pun turun. Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings
Universitas Sumatera Utara
menurunkan peringkat obligasi anak usaha Grup Bakrie ini dari C menjadi CC, seperti dikutip dalam berita pers detik.com, Jumat 8112013.
Tujuan investorkreditor mengetahui informasi seputar investasi obligasi adalah untuk mengukur resiko investasinya. Resiko ketidakmampuan emiten
penerbit obligasi debitor membayar nilai pokok dan bunga pinjamannya merupakan resiko yang sangat besar bagi investorkreditor, hal ini tentunya
membuat keberadaan lembaga pemeringkat obligasi di Indonesia menjadi sangat penting dalam membantu investor melakukan estimasi atas resiko tidak
terbayarnya pokok dan bunga obligasi default risk. PT Pemeringkat Efek Indonesia atau yang lebih dikenal dengan istilah Pefindo merupakan salah satu
pemeringkat obligasi domestik yang ada di Indonesia, tugas lembaga ini sama lembaga-lembaga pemeringkat obligasi internasional lain seperti
Moody’s Investor Service United State, Standard and
Poor’s United State dan Fitch Ratings London.
Lembaga pemeringkat obligasi merupakan lembaga yang memberikan informasi pemeringkat skala resiko, dimana salah satunya adalah sekuritas
obligasi sebagai petunjuk sejauh mana keamanan suatu obligasi bagi investor Nicko, 2011. Lembaga pemeringkat juga memberikan peringkat untuk setiap
penerbitan obligasi agar kualitas kinerja obligasi dapat dipahami oleh pemodal, serta perusahaan yang mempunyai kinerja rendah dapat terlihat.
Crabtree dan Maher 2009 menyatakan bahwa Peringkat obligasi ini
mencerminkan persepsi analisis dari kemungkinan perusahaan melunasi atau menyelesaikan
pembayaran obligasinya
dimasa mendatang.
Lembaga
Universitas Sumatera Utara
pemeringkat obligasi domestik di Indonesia yang diakui oleh Bank Sentral Bank Indonesia selain PEFINDO adalah Fitch Rating Indonesia dan PT ICRA
Indonesia. Selain informasi dari lembaga pemeringkat, informasi dari lembaga penilai juga amat sangat dibutuhkan untuk menilai kewajaran nilai dari sebuah
investasi obligasi. IBPA Indonesia Bonds Pricing Agency adalah Lembaga Penilaian Harga Efek LPHE independen pertama dan satu-satunya di Indonesia
yang fokus melakukan valuasi terhadap efek bersifat utang, sukuk dan efek lainnya di Indonesia
.
IBPA mendapatkan izin sebagai LPHE dari Bapepam-LK pada Agustus 2009 untuk melakukan penilaian dan penetapan harga pasar wajar
HPW atas 492 seri jenis instrumen Efek bersifat utang dan Sukuk. Lembaga informasi obligasi lain yang baru-baru ini diluncurkan berupa indeks obligasi
yang mengukur kinerja dan tren pergerakan pasar obligasi Indonesia adalah Indonesia Bond Indexes INDOBeX, lembaga indeks obligasi satu-satunya di
Indonesia ini diluncurkan oleh OJK Otoritas Jasa Keuangan bekerjasama dengan IBPA pada November 2014 silam Nugroho, 2014. Peluncuran INDOBeX di
Indonesia ini salah satu merupakan bukti dari minimnya sumber informasi investasi Obligasi selama ini.
Dalam pemberian peringkat baik terhadap obligasi maupun surat hutang lainnya yang diterbitkan oleh perusahaan di Indonesia, PEFINDO mensyaratkan
laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit selama lima tahun terakhir dan sekurang-kurangnya selama dua tahun terakhir oleh KAP yang teregistrasi di
Bapepam Christina et al., 2010. Kualitas sebuah laporan keuangan dapat diukur melalui laba perusahaan tersebut. Laba bersih perusahaan yang terus mengalami
Universitas Sumatera Utara
peningkatan mencerminkan bahwa kondisi investasi perusahaan tersebut memiliki prospek yang bagus. Namun akibat peraturan perpajakan dan akuntansi yang
berbeda menyebabkan laba akuntansi dan laba pajak menjadi berbeda. Perbedaan ini dikenal dengan istilah book tax gap Persada, 2010 atau book tax differences.
Akibat adanya fenomena book tax differences ini, perusahaan berpeluang untuk melakukan manajemen laba demi kualitas laporan keuangan perusahaan.
Didalam perbedaan laba akuntansi dengan laba pajak terdapat informasi yang berkaitan dengan kualitas laba yang dapat membantu investor menentukan
kualitas laba dan nilai perusahaan. Tang, 2006. Kegiatan manajemen laba ini tentunya akan berdampak pada resiko default investasi obligasi. Hasil penelitian
Crabtree dan Maher 2009 menyatakan bahwa perusahaan yang kan melakukan manajemen laba, akan memiliki persistensi laba yang rendah akibat laba telah
menjadi objek manipulasi sehingga semakin meningkatkan resiko perusahaan tidak mampu membayar pokok dan bunga obligasi di masa depan. Hal ini
tentunya akan menyebabkan lembaga pemeringkat memberikan memberikan peringkat obligasi yang rendah. Padahal peringkat obligasi yang rendah secara
tidak langsung adalah merupakan sinyal resiko default yang besar. Di dalam penelitian Hanlon 2005 dikatakan bahwa akuntansi keuangan
mengklaim bahwa perbedaan antara laba akunatansi sebelum pajak dan laba sesudah pajak laba fiskal yang selanjutnya disebut sebagai book tax differences,
dapat memberikan informasi tentang laba periode sekarang. Book tax differences dapat menggambarkan diskresi manajemen dalam proses akrual, diantaranya i
rasio laba sebelum pajak dibagi laba sesudah pajak laba fiskal dapat mengukur
Universitas Sumatera Utara
konservatisme akuntansi Revsine et al, 1999 dalam Hanlon 2005; ii semakin besar selisih laba akuntansi dan laba fiskal mencerminkan
“red-flag” Palepu et al, 2003 dalam Hanlon 2005; iii perbedaan laba kuntansi dan laba fiskal
dapat mendeteksi adanya manipulasi core expenses beban inti Hanlon 2005. Book Tax Differences ini muncul akibat perbedaan kebijakan manajemen
dalam mengumumkan laba. Sebenarnya kebijakan akuntansi pajak dan akuntansi keuangan memiliki kesamaan tujuan, yaitu untuk menetapkan hasil operasi bisnis
dengan pengukuran dan rekognisi penghasilan dan biaya, namun ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan tidak sekedar instrument pentransfer sumber daya fungsi budgeter akan tetapi sering kali digunakan untuk tujuan mempengaruhi perilaku
wajib pajak untuk investasi, kesajahteraan dan lain- lain fungsi mengatur yang kadang
– kadang merupakan alasan untuk membenarkan penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Adanya perbedaan antara laba sebelum pajak book
income dengan penghasilan kena pajak taxable income ini mengidentifikasikan adanya praktik manajemen laba Christine et al., 2010.
Book Tax Differences bisa terjadi akibat dari perbedaan temporer antara kebijakan perpajakan dan akuntansi dalam hal penetapan Pajak Penghasilan
PPh. Pajak Penghasilan ini menimbulkan konsekuensi pajak pada periode berjalan maupun periode yang akan datang, konsekuensi inilah yang diakui
sebagai Pajak Tangguhan. Konsekuensi Pajak merupakan efek dari suatu transaksi atau kejadian terhadap Beban Pajak atau Pajak Penghasilan. Sebagaimana yang
kita telah ketahui bahwa pendapatan pajak berperan penting dalam pendapatan
Universitas Sumatera Utara
Negara di Indonesia. Maka dari itu ketentuan perpajakan tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan ketentuan keuangan. Book Tax Difference merupakan salah
satu topik riset yang diteliti oleh periset pajak dan akuntansi kerena dianggap sebagai ukuran perencanaan pajak, tax avoidance, dan manajemen laba untuk tujuan pajak
Persada, et all, 2010. Pengakuan suatu aktiva atau kewajiban didalam neraca merupakan suatu
pernyataan bahwa perusahaan akan dapat memulihkan nilai tercatat aktiva tersebut atau akan melunasi nilai tercatat kewajiban terkait. Bila hal ini dikaitkan dengan
ketentuan perpajakan dan PSAK No 46 Akuntansi Pajak Penghasilan, Perusahaan diharuskan untuk mengakui adanya kewajiban atau aktiva pajak tangguhan, dengan
beberapa pengecualian. PSAK No 46 mengharuskan perusahaan memperlakukan konsekuensi pajak dari suatu transaksi atau kejadian sama dengan cara perusahaan
memperlakukan transaksi atau kejadian tersebut. Apabila efeknya diakui dalam laporan laba rugi maka konsekuensi pajaknya harus juga diakui di dalam laporan laba
rugi tersebut. Apabila efeknya langsung dibebankan atau dikreditkan kepada rekening di neraca, maka konsekuensi pajaknya harus juga langsung dibebankan atau
dikreditkan pada rekening neraca tersebut. Jumlah agregat pajak kini dan pajak tangguhan merupakan beban pajak yang pastinya diperhitungkan dalam Laporan
Laba Rugi dan mempengaruhi Laba atau rugi yang disajikan. Beberapa sumber literatur seperti Crabtree dan Maher 2009,
Christina et al. 2010, Fitantri dan Asrori 2014, Fathony 2012, Puspita dan Christine 2012,
Christina 2013 juga menggunakan Book Tax Difference ini dalam meneliti Peringkat Obligasi perusahaan. Variabel Book Tax Difference ini diproksikan
dengan Pajak Tangguhan dan Rasio antara Laba Akuntansi dengan Laba Fiskal.
Universitas Sumatera Utara
Masing-masing dari variabel ini kemudian diabagi lagi menjadi dua keadaan pembanding. Hal ini didasarkan pada penelitian Crabtree dan Maher 2009 yang
menduga bahwa book-tax differences dalam jumlah besar dapat menjadi pertanda kualitas laba perusahaan yang rendah dan kemungkinan perusahaan akan melakukan
off-balance sheet financing juga besar Christina et al., 2010. Keadaan Book Tax Difference yang semakin besar atau Book Income Taxable Income, dapat terjadi
akibat Kewajiban Pajak Tangguhan Positve Deffered Taxes dan keadaan dimana Book Tax Difference semakin kecil atau Book Income Taxable Income dapat terjadi
akibat Aktiva Pajak Tangguhan Negative Deffered Taxes. Selain itu berdasarkan penelitian Lev dan Nissim 2004 menemukan bahwa
perbandingan taxable income dengan book income dapat menjadi indikator kualitas laba yang lebih informatif untuk perusahaan-perusahaan yang melakukan manajemen
laba. Kualitas laba tentunya akan berpengaruh besar terhadap kemampuan perusahaan penerbit obligasi untuk membayar pokok dan bunga obligasi dimasa yang akan
datang pada saat jatuh tempo. Di dalam penelitian ini, Ukuran Perusahaan hadir sebagai variabel pengontrol
antara hubungan Book Tax Differences dengan Peringkat Obligasi. Ukuran Perusahaan ini dapat menggambarkan besar asset suatu perusahaan. Makin besar Aset
maka resiko default obligasi bisa jadi akan semakin kecil dan peringkat obligasi tentu berpeluang akan naik. Berbeda dengan penelitian Crabtree dan Maher 2009 dan
Christina et al. 2010 yang menggunakan variabel pengontrol yang lebih banyak dan lebih kompleks dalam mengidentifikasikan hubungan Book Tax Differences
terhadap Peringkat Obligasi ini. Hal ini didasarkan alasan Penulis yang baru pertama
Universitas Sumatera Utara
kali melakukan penelitian. Namun walaupun demikian penelitian ini tetap memiliki ciri khas yaitu memiliki pengendali yang lebih khusus yaitu Ukuran Perusahaan.
Beberapa penelitian sejenis sebenarnya memiliki perbedaan, Crabtree dan Maher 2009 menggunakan data yang peringkat yang dikeluarkan oleh
Moody’s Investor Service dan Standard and
Poor’s Agency di Amerika Serikat, sedangkan penelitian Christina et al. 2010, Fitantri dan Asrori 2014, Fathony 2012,
Puspita dan Christine 2012 dan, Christina 2013 menggunakan data peringkat yang dikeluarkan oleh PEFINDO. Bukan hanya perbedaan yang terdapat pada
penelitian sejenis ini, namun juga ketidakkonsistenan hasil penelitian atau sering disebut gap research. Berdasarkan penelitian Christina et al. 2010 yang
menggunakan variabel Large Positive and Negative Deffered Taxes Pajak Tangguhan yang besar dan bernilai positif dan negatif dan Small and Large Tax
to Book Ratio Rasio Laba fiskal dan Laba Akuntansi yang besar dan kecil, menunjukan hasil bahwa Book Tax Differences yang bernilai positif dan besar
tidak berpengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi, sedangkan Book Tax Differences yang bernilai Negatif dan Besar berpengaruh Positif dan Signifikan
terhadap Peringkat Obligasi. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Christna 2013 yang menunjukan bahwa Book Tax Difference yang
bernilai positif dan besar lah yang berpengaruh signifikan. Pada penelitian Fathony 2012 dan Fitantri dan Asrori 2014 menunjukan bahwa Large Positif
and Negatif Deffered Taxes memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Peringkat Obligasi. hal ini bertolak belakang dengan penelitian Crabtee and
Maher 2009 dan Puspita Riani Christine 2012 yang menunjukan Large
Universitas Sumatera Utara
Positive and Negative Deffered Taxes tidak berpengaruh signifikan terhadap Peringkat Obligasi.
Begitupun halnya dengan variabel Small and Large Tax to Book Ratio, hanya penelitian Fitantri dan Asrori 2014 dan Christina 2013 yang
menunjukan hubungan yang signifikan dengan Peringkat Obligasi, sedangkan hasil penelitian Crabtee and Maher 2009, Puspita dan Christine 2012,Fathony
2012, dan Christina et al. 2010 menunjukan bahwa variabel ini tidak berpengaruh signifikan terhadap Peringkat Obligasi.
Berdasarkan ketidakkonsistenan penelitian dan beberapa penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh Book Tax Differences terhadap
Peringkat Obligasi Perusahan dengan objek yang diteliti adalah Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan Indeks KOMPAS100. Alasan mengapa
memilih KOMPAS100 sebagai objek penelitian adalah pertama Indeks ini memiliki anggota emiten terbanyak dan harga indeks tertinggi dibandingkan
dengan indeks bursa lainnya PEFINDO25, LQ45 ,Bisnis27 selain indeks IHSG, hal ini memungkinkan peneliti untuk mendapatkan sampel penelitian yang
memadai dan berkualitas. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menelitinya dalam sebuah skripsi de
ngan judul “Analisis Pengaruh Book Tax Differences terhadap Peringkat Obligasi Perusahaan dengan Ukuran Perusahaan
sebagai Variabel Kontrol pada Emiten Indeks KOMPAS100 di Bursa Efek Indonesa
”.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah