LTB berpengaruh signifikan dengan RATING namun memiliki pengaruh yang negatif.
Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan hipotesis H3 yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki rasio laba fiskal terhadap laba
akuntansi yang besar akan memperoleh peringkat yang lebih rendah saat pemeringkatan obligasi diterima, artinya saat laba fiskal semakin besar
dibanding laba akuntansi, maka probabilitas peringkat obligasi akan semakin turun. Apabila terjadi kenaikan selisih Rp 1,00 laba fiskal dengan
laba akuntansi yang menjadi penyebab laba fiskal laba akuntansi ini tentu akan menurunkan Odd ratio atau probabilitas peringkat obligasi sebesar
1.314. Dapat disimpulkan dengan semakin besarnya laba fiskal dibanding laba akuntansi, hal ini akan memperkuat identitifikasi bahwa manajemen
perusahaan kurang mampu dalam mengatur rekonsiliasi fiskalnya yang menyebabkan PKP perusahaan lebih tinggi dari industri sejenis lainnya. Hal
ini tentu akan menyebabkan probabilitas akan peringkat obligasi semakin turun.
Pengaruh positif yang ada dihasilkan pada variabel LTB maupun STB dalam penelitian ini, menurut Christina et al, 2010 hanya
mengandung arti bahwa analis kredit atau lembaga pemeringkat tidak menilai negatif perusahaan dengan kategori LTB tauapun STB.
4.2.5.4 Pengaruh rasio laba fiskal terhadap laba akuntansi yang
kecil terhadap peringkat obligasi
Universitas Sumatera Utara
Hasil pengujian membuktikan bahwa hasil analisis sejalan hipotesis H4, ini dibuktikan dengan hasil regresi ordinal yang menunjukan
bahwa variabel rasio laba pajak terhadap laba akuntansi yang kecil STB memiliki nilai signifikansi atau probabilitas 0.000 p0.05, nilai ini
menunjukan bahwa variabel ini berpengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi. Apabila dilihat dari nilai Uji Wald sebesar 15.033, nilai ini
menunjukan bahwa pengaruh tersebut positif. Hasil ini sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu seperti Crabtee dan Maher 2009 dan
Fathony 2012 yang menyatakan bahwa rasio laba fiskal terhadap laba akuntansi yang kecil berpengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi.
Namun, hasil ini tidak konsisten dengan penelitian Christina et al 2010, Fitantri 2014 dan Christina 2013 yang menemukan hubungan tidak
signifikan diantara kedua variabel ini. Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan hipotesis H4 yang
menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki rasio laba fiskal terhadap laba akuntansi yang kecil akan memperoleh peringkat yang lebih rendah saat
pemeringkatan obligasi diterima, artinya saat laba akuntansi semakin besar dibanding laba fiskal, maka probabilitas peringkat obligasi akan semakin
menurun. Apabila terjadi kenaikan selisih Rp 1,00 penyebab laba fiskal menjadi lebih kecil dibanding laba akuntansi ini tentu akan menurunkan
Odd ratio atau probabilitas peringkat obligasi sebesar 5.124. Selain itu berdasarkan tabel 4.4 nilai chi-square dalam analisis crosstabulation
terdeteksi sebesar 73.383 dengan p = 0.000, nilai ini tentu signifikan
Universitas Sumatera Utara
karena 0.05. Artinya, nilai ini juga membuktikan bahwa terdapat asosiasi atau pengaruh signifikan antara kedua variabel ini. Dengan semakin
besarnya laba akuntansi dibanding laba fiskal, hal ini akan memperkuat identitifikasi bahwa manajemen perusahaan diduga melakukan praktek
manajemen laba atau kemungkinan praktek off-balance sheet financing. Hal ini tentu akan menyebabkan isi laporan keuangan tidak lagi dapat menjadi
jaminan akan terbayarnya hutang - hutang jangka panjanag perusahaan, yang kemudian pasti berpengaruh pada probabilitas akan peringkat obligasi
semakin turun. Pengaruh positif yang ada dihasilkan pada variabel LTB maupun
STB dalam penelitian ini, menurut Christina et al, 2010 hanya mengandung arti bahwa analis kredit atau lembaga pemeringkat tidak
menilai negatif perusahaan dengan kategori LTB tauapun STB.
4.2.5.5 Pengaruh ukuran perusahaan terhadap peringkat obligasi