Latar Belakang Hubungan Perilaku Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik dengan Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Sari Mutiara Medan Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk melanjutkan kehidupan. Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan pertanian primer serta ternak dan ikan pertanian sekunder, pangan yang dibutuhkan harus sehat dalam arti memiliki nilai gizi yang optimal seperti : vitamin, mineral, karbohidrat, lemak dan lainnya. Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara miskin, negara berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah gizi kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju cenderung dengan masalah gizi lebih Soekirman, 2000. Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu pihak masalah gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih yang disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi Azrul,2004. Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu mengakibatkan perubahan gaya hidup dan pola makan. Perubahan pola makan ini dipercepat dengan maraknya arus budaya makanan asing yang disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi. Disamping itu perbaikan ekonomi menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik masyarakat tertentu. Perubahan pola makan dan aktivitas Universitas Sumatera Utara fisik ini berakibat semakin banyaknya penduduk dengan golongan tertentu mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas Almatsier,2009. Makanan olahan mengandung tinggi kalori dan lemak sehingga menyebabkan gizi lebih dan bisa mengarah pada obesitas Arisman 2004. Hal ini diperkuat pada survei telepon yang dilakukan Jeffery,et al 2006 pada penduduk Minnesota Amerika dengan melibatkan 1033 orang dewasa diatas 18 tahun yang menunjukkan seberapa sering orang makan makanan siap saji fast food di restoran dihubungkan dengan kenaikan berat badan dan kurang dalam mengonsumsi makanan sehat sehingga menimbulkan gizi lebih. Hanley,et al 2006 melakukan study pada penduduk asli Amerika dengan melibatkan 687 anak dan remaja ditentukan bahwa 61,4 mengalami gizi lebih, Damasceno 2003 melakukan study dengan 2316 responden pada usia 6-18 tahun di Mozambique terdapat gizi lebih sebanyak 12,5. Angka kejadian gizi lebih pada remaja di Indonesia belum dapat ditentukan secara pasti. Namun penelitian yang dilakukan Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI mencatat diperkirakan 210 juta penduduk di Indonesia pada tahun 2000, maka jumlah penduduk yang overweight diperkirakan 76,7 juta 17,5 dan penderita obesitas lebih dari 9,8 juta 4,7. Berdasarkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT tahun 2004 prevalensi gizi lebih di Indonesia untuk daerah perkotaan pada golongan umur 5-17 tahun sebanyak 9,4. Selain itu, beberapa penelitian mengenai status gizi remaja yang dilakukan di Depok juga menunjukkan anggota yang mengkhawatirkan. Penelitian Sari 2005 pada 176 siswa sekolah menengah atas terdapat 23,82 gizi Universitas Sumatera Utara lebih. Penelitian Karnaeni 2005 pada 104 siswa di sekolah menengah atas Cakra Buana Depok terdapat 31,7 yang mengalami gizi lebih. Dilihat dari jenis kelamin, wanita lebih mudah mengalami obesitas dibanding pria. Menurut data yang diperoleh pada tahun 1997, 14 pria mengalami gizi lebih dan 3 menderita obesitas,sedangkan wanita 20 mengalami gizi lebih dan 6 obesitas. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah aktivitas fisik yang kurang pada wanita terutama pada masa menopause. Selain itu rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Menurut McCaffre 2003 dengan adanya perbedaan aspek aktivitas fisik tentunya akan menyebabkan efek yang berbeda pula terhadap kesehatan. Walaupun aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat badan normal, tetapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan,aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Misalnya pada saat berolahraga kalori terbakar , semakin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Skiner seorang ahli psikologi,merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus ransangan dari luar. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif pengetahuan, persepsi dan sikap, maupun bersifat aktif tindakan yang nyata atau praktis. Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari Universitas Sumatera Utara pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan lainnya Notoatmodjo, 2005. Dampak gizi lebih pada remaja merupakan faktor resiko terhadap penyakit degeneratif seperti jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, penyakit hati, stroke dan beberapa jenis kanker Khomsan, 2004. Selain itu juga menurut Thiana 2000 menegaskan bahwa dengan mengonsumsi makanan modern fast food secara berlebihan tanpa diimbangi dengan kegiatan yang seimbang dapat mengakibatkan gizi lebih yang dapat menurunkan produktivitas. Faktor utama penyebab gizi lebih adalah kelebihan kalori yang diterima oleh tubuh. Di dalam tubuh kelebihan kalori disimpan dalam bentuk lemak. Penyebab masalah gizi lebih menurut Sutoto 1993 adalah karena 1 keseimbangan energi positif, 2 adanya aspek perilaku seperti salah memilih makanan yang sehat dan seimbang,salah menilai makanan enak sebagai makanan yang baik, 3 kelemahan menolak jika ditawari makanan yang berenergi tinggi, 4 gencarnya pemasaran makanan yang tidak sehat melalui iklan, 5 adanya faktor biologis yaitu seseorang mempunyai kecenderungan memiliki status gizi lebih karena faktor genetik. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti, diketahui bahwa 40 persen mahasiswa Akademi Kebidanan Sari Mutiara Medan mengalami gizi lebih. Pola konsumsi makanan mahasiswa Kebidanan Sari Mutiara Medan berlangsung tiga kali sehari, selain makanan yang disediakan oleh akademi Kebidanan, mahasiswa juga mengonsumsi makanan yang dijual disekitar asrama Akademi Kebidanan Sari Mutiara Medan seperti bakso, nasi goreng, batagor, indomie, mie sop, dan gorengan. Aktivitas yang dilakukan oleh mahasiswa sehari- Universitas Sumatera Utara harinya berlangsung saat belajar dikelas dan setelah itu beristirahat di asrama. Semua makanan yang dijual disekitar asrama sangat memicu terjadinya gizi lebih apalagi disertai dengan aktivitas mahasiswa yang ringan. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan dimana dampak negatif yang ditimbulkan dari perilaku konsumsi pangan dan kurangnya aktivitas fisik tampak pada mahasiswa Akademi Kebidanan Sari Mutiara Medan,maka penulis tertarik untuk meneliti apakah perilaku konsumsi dan aktivitas fisik berhubungan dengan kejadian gizi lebih pada mahasiswa akademi Kebidanan Sari Mutiara Medan.

1.2. Perumusan Masalah