BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Masyarakat Batak Toba
Masyarakat Batak Toba tinggal di sekitar Danau Toba dan bagian selatan Danau Toba, yang menurut daerah administratif Negara Republik Indonesia setelah
pemekaran saat ini terdiri dari KabupatenTapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir. Di sebelah barat Danau Toba terletak Gunung
Pusuk Buhit, yang bagiorang Batak merupakan gunung suci sebab menurut mitos di kaki bukit inilah SiRaja Batak, manusia pertama Batak mendirikan hutanya tempat
pemukiman atau sering juga didefenisikan dengan perkampungan, yaitu Sianjur mulamula yang menjadi awal semua huta orang batak. Luas daerah Batak Toba ada
sekitar 13.000 km
2
.Daerah ini berada pada ketinggian antara 300-2000 meter di atas permukaan laut.Sebagian besar tanahnya tidak subur; gersang, terdiri dari pasir, tanah
merah, tanah berbatu-batu, dan humusnya sangat tipis, serta beriklim keringNainggolan, 2012.
Masyarakat Batak Toba terutama hidup dari pertanian. Berabad-abad lamanya mereka mengusahakan pertanian sawah dengan perairan terpadu. Maka tidak heran
kalau orang Batak Toba berdiam di lembah-lembah dan sekitar Danau Toba sebab di sana ada cukup air untuk persawahan. Kondisi geografis lembah membuat mereka
hidup dalam ruang yang terbatas dan terisolasi. Komunitas ini hidup dalam ikatan keluarga yang kuat.Karena keterbatasan tersebut orang Batak Toba hanya melakukan
migrasi ke daerah sub-suku Batak lainnya, migrasi bagi orang batak adalah mekanisme utama untuk mendirikan kelompok marga clan yang baru dan sarana
untuk mengurangi kepadatan penduduk Nainggolan, 2012. Yang kemudian
masyarakat Batak Toba meneruskan hidupnya dengan bertani, berladang, dan beternak. Dimana hasil mata pencaharian mereka tukar dan jual di pasar pada hari
tertentu dalam waktu satu minggu yang disebut dengan nama onan pekan. Yang mana onan tersebut menjadi media yang sangat penting dalam masyarakat Batak
Toba selain melakukan transaksi ekonomi namun disisi lain memiliki nilai sosiologis yang dimanfaatkan masyarakat Batak Toba untuk berkomunikasi satu sama lainnya
serta memberikan informasi penting mengenai suatu acara maupun kejadian-kejadian yang terjadi dimasyarakat.
Mengenai Masyarakat Batak Toba, antropologi sering menggunakan istilah yang sama mengenai Bius desa Yakni village inggris, dorp belanda, dorf
jerman. Tidak peduli dan tidak membedakan apakah yang dibicarakan itu adalah Bius, atau Horja, Atau Huta.Dalam tulisan ini kata desa terfokus mengacu pada
BiusSitumorang, 2004. Adat bius meliputi pengaturan :
1. Hukum pertanahan Hak Ulayat
2. Hukum relasi bertetangga setelah jumlah bius bertambah
3. Hukum prnguasaan tanah, yang dalam Bius disebut hukum Golat
4. Hukum tali air irigasi dan pengairan sungai, danau
5. Hukum sumber daya komunal hutan, padang rumput penggembalaan, tanah
cadangan untuk persawahan, dan pemukiman pangeahan, yang dikuasai secara bersama kolektif oleh paguyuban
6. Hukum yang mengatur hak dan kewajiban penggarap atas sawah
7. Hukum yang mengatur hak pendiripemilik huta benteng pemukiman bujur
sangkar, dan lain-lain Situmorang, 2004.
Semua perangkat hukum adat tak tertulis tersebut mencakup dalam lembaga Bius, yang berfungsi sebagai pengemban tertinggi Adat Siradja Batak.Bius menurut
Sianjur mula-mula, menguasai sebuah territorial wilayah dengan perbatasan yang jelas sebagai wilayah kedaulatannya. Integritasnya juga dihormati pihak Bius desa
lain sebagai wilayah yang memiliki hukum dan ketentuan yang sahSitumorang, 2004.
Masyarakat Batak Toba sendiri memiliki adat budaya baku yang disebut Dalihan Na Tolu yang dapat menembus sekat-sekat yang didalamnya terdapat