tubu dan boru terhadap hula-hula dan sebaliknya. Di dalam sistem Dalihan Na Tolu masyarakat Batak Toba yang ada di wilayah Sidabariba Parapat jelas mengandung
norma yang dapat di bedakan berdasarkan cara usage, kebiasaan atau perbuatan yang berulang-ulang folkways, tata kelakuan mores, dan adat istiadat custom.Hal
ini sama seperti yang dikatakan oleh informan Siti Aisyah Bontor Sinaga pr, 55 sebagai berikut :
“Di dalam Dalihan Na Tolu itu lah kita orang suku Batak Toba ini diatur bagaimana saling berkomunikasi yang baik. Boha do na suman ikkon manjou
tulang tu akka hula-hula niba, boha do pangalaho na suman tu bapa uda, bapa tua tu akka abang manang adek ni bapa niba, boha do iba manjou
namboru tu ito ni bapa niba Artinya bagaimana memanggil tulang yang layak dan sopan kepada pihak hula-hula saya, bagaimana perilaku yang baik
pada adik dan abang bapak kita, dan bagaimana kita memanggil namboru atau bibi kepada saudara perempuannya bapak kita ”
Hal serupa juga diungkapkan oleh informan Poltak Sirait lk, 50 sebagai berikut
“Dalihan Na Tolu itu lah yang mengatur bagaimana kita somba marhula- hula, manat mardongan tubu, elek na marboru i artinya hormat kepada pihak
hula-hula, saling menghargai bagi yang semarga, kasih sayang kepada borupihak boru.”
4.5. Konsep
Dalihan Na Tolu Bagi Masyarakat Batak Toba di Sidabariba Parapat
Berbicara mengenai sistem Dalihan Na Toludalam tatanan sosial masyarakat Batak Toba, pastinya kita harus berbicara tentang konsep. Maksudnya adalah hakekat
ataupun makna yang terkandung didalamnya yang menjadikan Dalihan Na Tolu itu
menjadi sebuah sistem yang mengatur aspek-aspek individu dan kelompok didalam budaya kekerabatan masyarakat Batak Toba. Seperti penjelasan diatas, pada dasarnya
Dalihan Na Tolu adalah hukum yang mengatur pola hubungan ataupun interaksi sosial masyarakat Batak Toba terhadap sesama mereka sesuai dengan statusnya di
dalam Dalihan na Tolu. Dalam hal ini terdapat tiga konsep dari tiga unsur yang mengisi Dalihan na Tolu itu sendiri.
Konsep pertama adalah konsep yang menjelaskan fungsi hula-hula atau pihak yang memberi isteri dalam bahasa inggeris disebut wife giving party di dalam sistem
Dalihan Na Tolu. Untuk Orang Batak Toba, pihak pemberi isteri hula-hula adalah sumber kahidupan bagi pihak penerima isteri boru. Secara konkret hal itu tampak
karena pihak pemberi isteri memberikan putri mereka kepada penerima isteri, dan putri ini akan melahirkan anak laki-laki yang menjadi penerus marga.Pemberi isteri
mempunyai sahala, yaitu kualitas tondi prinsip hidup yang lebih tinggi. Kuasa sahala pemberi isteri ini mempengaruhi nasib penerima isteri baik dalam hal yang
baik maupun hal yang buruk. Penerima isteri merasa bahwa eksistensinya tergantung kepada berkat pemberi isteri Nainggolan, 2012. Dari penuturan masyarakat Batak
Toba yang penulis temukan menjelaskan bahwa status seseorang atau sekelompok orang Batak toba sebagai hula-hula berperan sebagai pemimpin dalam adat Batak
Toba. Konsep seseorang ataupun sekelompok orang pada masyarakat Batak Toba ini memerlukan sebuah azas agar hula-hula itu memiliki landasan kekuatan untuk
maniroi atau menasehati pihak boru, olehkarena itu di tetapkan azasnya somba marhula-hulamenghormati pihak hula-hula. Artinya adalah konsep hormat ini
memiliki sebuah arti makna, yaitu agar segala nasehat dan pendapat serta perintah yang diberikan pihak hula-hula kepada boru nantinya mudah diterima oleh oleh pihak
boru itu sendiri. Contohnya jika ada pesta pada masyarakat Batak Toba, jauh-jauh
hari sebelum pesta dimulai oleh pihak hasuhuton atau boru, pihak hula-hula harus di undang. Ketika pada saat hari pesta hula-hula datang di depan, pihak hasuhuton
dengan borunya haruslah menyambut hula-hula dengan sapaan masuk ma hamu raja nami, di jolo ma inganan mu hundulraja nami artinya disinilah tempat kalian duduk
di jolo soporumah, itulah artinya somba.Hal ini sama seperti yang dikatakan oleh informan B.S. lk, 72 sebagai berikut :
“Unsur pertama ada yang disebut sebagai hula-hula yang berperan sebagai pemimpin dalam adat Toba, tapi perlu azasnya supaya hula-hula itu berkekuatan
maniroi hita atau menasehati kita, kita kan harus hormati dia makanya di tetapkan azasnya somba marhula-hula. Bukan seperti sembah sujudnya jawa atau mesir yang
menyembah berhala, somba itu artinya hormat karena kita hormati dia supaya nantinya nasehatnya itu gampang kita terima.Hormat kita kepada hula-hula, artinya
kalau ada pesta sudah kita undang mereka, begitu datang di depan kita sambut masuk ma hamu raja nami, disinilah tempat kalian duduk di jolo sopo, itulah artinya
somba.” Konsep kedua adalah konsep yang menjelaskan mengenai peranan dari
seseorang ataupun sekelompok orang yang memilik status sebagai dongan tubu atau hasuhuton, unsur kedua ini merupakan pihak-pihak yang yang serumpun atau
semarga dibantu dongan sahutasatu kampung status seseorang ataupun sekelompok orang jika mereka di dalam pesta adat. Ada sebuah makna yang terkandung di dalam
konsep ini, yaitu adanya tanggung jawab bersama pada pihak yang serumpun itu untuk menjaga kehormatan dan nama baik marga rumpun itu sendiri di tengah-tengah
masyarakat. Oleh karena itu ditetapkanlah azasnya yang berbunyi manat mardongan tubu artinya harus berhati-hati secara telaten dalam menjaga hubungan antara orang
atau marga yang serumpun itu karena harus sama-sama bertanggung jawab menjaga
martabat marga atau rumpunnya tersebut.Hal ini sama seperti yang dikatakan oleh informan B.S. lk, 72 sebagai berikut :
“Unsur kedua ada hasuhuton, unsur kedua ini yang serumpun atau semarga dibantu dongan sahuta satu kampung. Kalo acara itu tidak bagus, maka
yang serumpun itu yang malu, anak-anak dari rumpun itu nanti yang jelek nantinya. Makanya sama-sama bertanggung jawab yang serumpun itu,
makanya ditetapkan azasnya manat mardongan tubu artinya harus telaten orang atau marga yang serumpun itu karena harus sama-sama bertanggung
jawab menjaga martabat marga rumpunnya.” Konsep ketiga adalah konsep yang menjelaskan mengenai peranan dari
seseorang ataupun sekelompok orang yang memiliki status sebagai boru. Boru merupakanpihak yang menerima isteri dalam bahasa inggeris disebut wife receiveng
party. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis peroleh dilapangan menjelaskan makna bahwa boru merupakan andalan dalam sistem Dalihan Na Tolu. Jadi mereka
itulah pelaksana, ibarat rumah adat Batak Toba mengibaratkan bahwa mereka itu ibaratkan bukkulan atau penyangga atap. Seperti dalam pepatah orang Batak Toba
yang menyatakan bukkulan do boru di hitaartinya pihak perempuan lah menjadi penopang atau andalan, itulah makna boru yang dimaksud. Bagi masyarakat Batak
Toba secara umunya pihak boru adalah andalan di parhobasangotong royong, jika ada sesuatu yang belum beres, maka mereka jugalah yang mengejar dan
menyelesaikannya atau dalam bahasa Batak Tobanya disebut sebagai siloja-loja. Oleh karena itulah azasnya disebut harus elek marboru. Arti yang terkandung di dalam elek
marboru ini adalah mengasihi pihak perempuan atau boru.Serta adanya istilah yang mengikat bagi sesama internboru pada masyarakat Batak Toba, yakni rohot na
marparibanartinya adalah menjalin kedekatan dan keakraban bagi sesama pihak boru.
Contohnya ketika ada pesta adat, Elek marboru, dari hasuhutan kepada pihak borunya ketika ingin melakukan sebuah acara pesta. Maka pihak hula-hula terlebih dahulu
haruslah mengundang dan menjamu makan pihak borunya jauh-jauh hari sebelum acara itu dilakukan. Maka pada saat pihak boru di jamu, pihak boru seperti raja yang
dilayani sampai mereka puas dan harus senang. Setelah pihak boru merasa puas dan senang dengan jamuan hula-hula mereka, maka pihak boru menanyakan hal apa
sebenarnya dibalik undangan penjamuan mereka ke rumah hula-hula mereka. Maka Hula-hula pun mengajak bicara dan mendiskusikan terkait aacara yang akan meeka
lakukan, serta mendiskusikan konsep yang akan mereka laksanakan nantinya sesuai kesanggupan pihak boru dalam melaksanakan tanggungjawab mereka yang diberikan
oleh hula-hula mereka.Pada intinya konsep somba marhula-hula, elek marboru merupakan interaksi seimbang di dalam Dalihan Na Tolu.Hal ini sama seperti yang
dikatakan oleh informan B.S. lk, 72 sebagai berikut : “Kemudian unsur ketiga ada namanya boru, dikatakan orang tua kita bahwa
andalan kita adalah boru. Jadi mereka itulah pelaksana, ibarat rumah mereka itu ibaratkan bukkulan atau penyangga atap. Jadi bukkulan do boru di hita,
itulah boru. Merekalah andalan di parhobasan, mana yang belum beres mereka juga yang mengejar dan menyiapkannya atau siloja-loja. Itulah
azasnya harus elek marboru. Jadi jangan kita paksa mereka kerja, haruslah di elek. Sebelum pesta pun harus sudah di undang itu pamoruon, mereka itu ikut
merapatkan. Supaya nanti usul-usul dari mereka bisa di ikuti oleh hasuhuton dan bisa mereka laksanakan. Dan ada lagi namanya sebagai azas interen
kepada parboruon itu rohot namarpariban. Rohot itu artinya akrab, bagi sesama boru itu sendiri. Elek marboru, dari hasuhutan kepada borunya, di jou
ma pamoruan Alana naeng baenonta pesta, lului hamu ma namarimbulu
pinahan siseaton attar sadia balga ma?artinya karena kita ingin mengadakan peseta, maka carikan kalian lah dulu babi yang akan di potong kira-kira
seberapa besar menurut kalian yang harus kita potong?. Kalo sama boru mau di suruh ikkon dilean jo mangan, jolo di elek do i artinya jika kepada
pihak boru sebelum di siruh, haruslah terlebih dahulu di jamu makan, di rayu atau wujud kasih. Somba marhula-hula, elek marboru merupakan interaksi
seimbang. Artiannya adalah jangan kita paksa mereka kerja, haruslah di elek. Sebelum pesta pun harus sudah di undang itu pamoruon, mereka itu ikut
membicarakan. Supaya nanti usul-usul dari mereka bisa di ikuti oleh hasuhuton dan bisa mereka laksanakan. Dan ada lagi namanya sebagai azas
interen kepada parboruon itu rohot namarpariban. Rohot itu artinya akrab, bagi sesama boru itu sendiri.”
Dari penjelasan di atas mengenai konsep pada sistem Dalihan Na Tolu, tampak jelas Dalihan Na Tolu itu sendiri dapat dikategorikan sebagai wujud
kebudayaan ideas, acivities, dan artifacts.Ideas pada Dalihan Na Tolu merupakan suatu gagasan yang merupakan nilai inti dari masyarakat Batak Toba dan bertalian
satu dengan yang lainnya. Dalam wujud yang demikian sifatnya sangatlah abstrak, tak dapat di raba, maupun di foto. Activities dimaksud apabila Dalihan Na Tolu sudah di
implementasikan dalam sebuah aktivitas seperti upacara adat dan kebiasaan ‘martutur’ maka wujud dari sistem kekerabatan ini adalah activities. Martutur
merupakan penelusuran mata rantai istilah kekerabatan jika ia berjumpa dengan orang Batak Toba lainnya. Hal tersebut untuk mengetahui apakah yang satu masih kerabat
dari yang lainnya dan bagaimana cara yang seharusnya untuk saling bertutur sapa. Dalam wujud artifacts terlihat dalam pemberian ulos, jambar, dekke, dan yang
lainnya. Pemberian ulos, jambar, dekke, ataupun yang lainnya didasarkan pada Dalihan Na Tolu Margaretha, 2008.
4.6. Pandangan Masyarakat Toba di Sidabariba Parapat Terhadap Perbedaan