C. Instrumen Yang Digunakan Untuk Melindungi Industri Dalam Negeri Dari Praktik Dumping
1. Anti Dumping
Mengenai Anti-dumping dapat dilihat pengaturannya dalam GATT-WTO dan pengaturan dalam hukum nasional.
a. Pengaturan Anti- Dumping Dalam GATT-WTO.
Negara negara GATT pada saat berlakunya Persetujuan Pembentukan WTO menjadi “Original Members” WTO sepanjang sudah memenuhi persyaratan
mengenai komitmen dan konsesi. Negara yang menjdi anggota WTO tentu saja wajib menerima Persetujuan Pembentukan WTO dan persetujuan persetujuan
yang menjadi lampirannya, yang dalam hal ini adalah GATT, GATS General Agreement on Trade in Servises, dan TRIPs Agreement on Trade Related of
Intellectual Property Rights, atau secara keseluruhan disebutkan persetujuan perdagangan multilateral Multilateral trade agreements.Indonesia adalah salah
satu anggota “Original Members” dari WTO Cerminan dari diterimanya hasil hasil Putara Uruguay oleh Bangsa Indonesia adalah pengesahan keikutsertaan
Indonesia dalam WTO dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization
Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia pada tanggal 2 Nopember 1994..Sudah jelas bahwa keikutsertaan Indonesia dalam WTO dan
pelaksanaan berbagai komitmen yang disampaikan tidaklah terlepas dari
Universitas Sumatera Utara
rangkaian kebijaksanaan disektor perdagangan khususnya perdagangan luar negeri.
85
85
B.M. Kuntjoro Jakti,et.Pengkajian Hukum Tentang Masalah Penyelesaian Sengketa Dagang Dalam WTO,BPHN,Jakarta,19971998, hlm 7-8
Dalam Perdagangan luar negeri atau perdagangan internasional pengusaha untuk dapat merebut konsumen sebanyak mungkin, sering menempuh strategi
persaingan harga price competition, yaitu dengan menekan harga serendah mungkin untuk barang sejenis dengan perusahaan lainnya. Perbuatan tersebut
dipandang sebagai perbuatan curang, karena melakukan suatu perbuatan dalam bentuk persaingan yang tidak jujur unfair competition. Dalam perdagangan
Internasional perbuatan curang tersebut dikenal sebagai praktik dumping , yaitu merupakan praktik dagang yang tidak fair, karena bagi negara pengimpor, praktik
dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang barang dari pengekspor
yang harganya jauh lebih murah dari pada harga barang dalam negeri. Hal tersebut akan mengakibatkan barang sejenis kalah saing, sehingga akan mematikan pasar
barang sejenis dalam negeri, dan pada akhirnya adalah industri barang sejenis dalam negeri menjadi bangkrut.
Untuk melindungi industri dalam negeri dari praktik dumping, maka dikeluarkan peraturan antidumping yang merupakan salah satu perhatian khusus
Indonesia terhadap hasil putaran Uruguay. Peraturan antidumping terdapat dalam Persetujuan Anti-Dumping GATT, yaitu pada article VI dari GATT 1994 yang
terdiri dari 7 tujuh ayat yaitu sebagai berikut.
Article VI “Anti-dumping and Countervailing Duties”
Universitas Sumatera Utara
1. The contracting parties reconize that dumping. By which products of one
country are introduced into the commerce of another country at less than the normal value of the products, is to be condemmed if it causes or threatens
material injury to an established industry in the territory of a contracting party or materially retards the establishment of a domestic industry. For the
purposes of this Article, a product is to be considered as being introduced into the commerce of an importing country at less than its normal value, if the
price of the product exported from one country to another. Para pihak kontraktor reconize bahwa dumping. Dimana produk dari suatu negara
dimasukkan ke dalam perdagangan negara lain kurang dari nilai normal dari produk, harus condemmed jika menyebabkan atau mengancam cedera bahan
untuk industri yang didirikan di wilayah pihak kontraktor atau material menghambat pembentukan industri dalam negeri. Untuk tujuan Pasal ini,
suatu produk dianggap sebagai yang diperkenalkan ke perdagangan dari negara pengimpor kurang dari nilai normal, jika harga produk yang diekspor
dari satu negara ke negara lain
a is less than the comparable price, in the ordinary course of trade, for
the like product when destined for consumption in the exporting country, or kurang dari harga yang sebanding, dalam kegiatan
perdagangan, untuk produk seperti ketika ditakdirkan untuk konsumsi di negara pengekspor,
b in the absence of such domestic price, is less than either
atau b dengan
tidak adanya harga domestik tersebut, kurang dari i
he highest comparable price for the like product for export to any third country in the ordinary course of trade, or
baik i dia
harga tertinggi sebanding untuk produk seperti untuk ekspor ke negara ketiga dalam kegiatan perdagangan,
ii the cost of production of the product in the country of origin
plus a reasonable addition for selling cost and profit. Due allowance shall be made in each case for differences in
conditions and terms of sale, for differences in taxation, and for other difference affecting price comparability.
atau
biaya produksi dari produk di negara asal ditambah tambahan wajar untuk biaya
penjualan dan keuntungan. Karena tunjangan harus dilakukan dalam setiap kasus untuk perbedaan kondisi dan syarat
penjualan, perbedaan dalam perpajakan, dan lainnya yang mempengaruhi perbedaan perbandingan
2. In order to offest or prevent dumping, a contracting party may levy on any
dumped product an anti dumping duty not greater in amount than the margin of dumping in respect of such product. For the purposes of this article, the
margin of dumping is the price difference determined in accordance with the provisions of paragraph 1.
harga
Untuk offest atau mencegah dumping, pihak kontraktor dapat memungut pada setiap produk dibuang bea anti dumping
yang tidak lebih besar dalam jumlah dari margin dumping berkenaan dengan
Universitas Sumatera Utara
produk tersebut. Untuk tujuan pasal ini, margin dumping adalah perbedaan harga yang ditentukan sesuai dengan ketentuan ayat
3. No countervailing duty shall be levied on any product of the territory of any
contracting party imported into the territory of another contracting party in excess of an amount equal to the estimated bounty or subsidy determined to
have been granted, directly or inderectly, on the manufakture, production or export of such product in the country of origin or exportation, including any
special subsidy to the transportation of a particular product. The term “countervailing duty” shall be understood to mean a special duty levied for
the purpose of offsetting any bounty or subsidy bestowed, directly or indirectly, upon the manufacture, production or export of any merchandise.
1
Tidak ada tugas countervailing akan dikenakan pada setiap produk dari wilayah pihak kontraktor yang diimpor ke dalam wilayah pihak lain tertular
lebih dari jumlah yang sama dengan karunia diperkirakan atau subsidi bertekad untuk telah diberikan, secara langsung maupun tidak langsung, pada
manufakture, produksi atau ekspor produk tersebut di negara asal atau ekspor, termasuk subsidi khusus untuk transportasi produk tertentu. Istilah
countervailing duty harus dipahami tugas khusus dikenakan untuk tujuan mengimbangi setiap karunia atau subsidi diberikan, langsung atau tidak
langsung, pada pembuatan, produksi atau ekspor
4. No product of the territory of any contracting party imported int the territory
of any other contracting party shall be subject to anti-dumping or countervailing duty be reason of the exemption of such product from duties or
taxes borne by the like product when the destined for comsumption in the country of origin or exportation, or by reason of the refund of such duties or
taxes. . barang apapun
Tidak ada produk dari wilayah pihak kontraktor diimpor int wilayah pihak kontraktor lainnya dikenakan antidumping atau countervailing duty
menjadi alasan pembebasan dari produk tersebut dari tugas atau pajak ditanggung oleh produk seperti ketika ditakdirkan untuk comsumption di
negara asal atau ekspor, atau dengan alasan pengembalian tugas atau pajak- pajak tersebut
5. No product of the territory of any contracting party imported into the territory
of any other contracting party shall be subject to both antidumping and countervailing duties to compensate for the same situation of dumping or
export subsidization. .
5. Tidak ada produk dari wilayah pihak kontraktor yang diimpor ke dalam wilayah pihak kontraktor lainnya harus tunduk baik
antidumping dan bea masuk countervailing untuk mengimbangi situasi yang sama dumping atau subsidi ekspor
6. a. No contracting party shall levy any anti-dumping or cuntervailing duty
on the importation of any product of the territory of another contracting party unless it determines that the effect of the dumping or subsidization,
as the case may be, is such as to cause or threaten material injury to an established domestic industry, or is such as to retard materially the
establishment of a domestic industry. .
Tidak ada pihak kontraktor akan memungut bea masuk anti-dumping atau cuntervailing pada impor
produk dari wilayah pihak kontraktor lain kecuali menentukan bahwa
Universitas Sumatera Utara
efek dari subsidi pembuangan atau, sebagai kasus mungkin, adalah seperti untuk menyebabkan atau mengancam cedera bahan untuk industri
dalam negeri yang didirikan, atau seperti untuk menghambat material pembentukan industri dalam negeri
b. The CONTRACTING PARTIES may waive the requirement of subparagraph a of this paragraph so as to permit a contracting party to
levy an anti-dumping or countervailing duty on the importation of any product for the purpose of offsetting dumping or subsidization which
causes or threatens material injury to an industry in the territory of another contracting party exporting the product concerned to the territory
of the importing contracting party. The CONTRACTING PARTIES shall waive the requirements of subparagraph, so as to permit the levying of a
countervailing duty, in cases in which they find that a subsidy is causing or threatening material injury to an industry in the territory of another
contarcting party exporting the product concerned to the territory of the importing contracting party.
.
The Contracting Parties dapat mengabaikan persyaratan sub-ayat a ayat ini sehingga memungkinkan pihak
kontraktor untuk memungut bea anti dumping atau countervailing pada impor dari setiap produk untuk tujuan mengimbangi subsidi pembuangan
atau yang menyebabkan atau mengancam materi cedera industri di wilayah pihak lain tertular mengekspor produk yang bersangkutan ke
wilayah dari pihak kontraktor impor. The Contracting Parties harus mengesampingkan
persyaratan huruf,
sehingga memungkinkan perangkatnya tugas countervailing, dalam kasus di mana mereka
menemukan bahwa subsidi yang menyebabkan atau mengancam cedera bahan untuk industri di wilayah pihak lain contarcting mengekspor
produk yang bersangkutan ke wilayah dari pihak kontraktor impor
7. A system for the stabilization of the domestic price or of the return to domestic
producer of a primary commodity, independently of the movements of export .
c. In exceptional circumstances, however, where delay might cause damage which would be difficult to repair, a contracting party may levy a countervailing
duty for the purpose referred to in subparagraph b of this paragraph without the prior approvalof the CONTRACTING PARTIES; Provided that such action shall
be reported immediately to the CONTRACTING PARTIES and that the countervailing duty shall be withdrawn promptly if the CONTRACTING PARTIES
disaprove. Dalam keadaan biasa, namun, di mana keterlambatan dapat menyebabkan kerusakan yang akan sulit untuk memperbaiki, pihak kontraktor
dapat memungut bea countervailing untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dari ayat ini tanpa terlebih dahulu approvalof PIHAK PENANDA;
Ketentuan bahwa tindakan tersebut harus segera dilaporkan kepada Contracting Parties dan bahwa tugas countervailing harus ditarik segera jika PIHAK
KONTRAK disaprove
Universitas Sumatera Utara
prices, which results at times in the sale of commodity for export at a price lower than the comparable price charged for the like commodity to buyers in
the domestic market, shall be presumed not to result in material injury within the meaning of paragraph 6 if it is determined by consultation among the
contracting parties substantially interested in the commodity concerned that: Sebuah sistem untuk stabilisasi harga dalam negeri atau kembali ke produsen
dalam negeri dari komoditas primer, terlepas dari pergerakan harga ekspor, yang menghasilkan pada waktu dalam penjualan komoditas untuk ekspor
dengan harga lebih rendah dari harga sebanding dikenakan biaya untuk komoditas seperti untuk pembeli di pasar domestik, harus dianggap tidak
mengakibatkan cedera materi dalam arti ayat 6 jika ditentukan melalui konsultasi antara pihak kontraktor substansial tertarik pada komoditas yang
bersangkutan bahwa
a The system has also resulted in the sale of the commodity for export at a
price higher than the comparable price charge for the like commodity to buyers in the domestic market, and Sistem ini juga telah menghasilkan
penjualan komoditi untuk ekspor dengan harga lebih tinggi daripada biaya harga yang sebanding untuk komoditas seperti untuk pembeli di pasar
domestik,
b The system is so operated, either because of the effective regulation of
production, or otherwise, as not to stimulate exports unduly or otherwise seriously prejudice the interests of other contracting parties.
dan
Sistem ini begitu dioperasikan, baik karena regulasi yang efektif dari produksi, atau
sebaliknya, tidak untuk merangsang ekspor terlalu serius atau merugikan kepentingan pihak kontraktor lainnya
Persetujuan atas implementasi Article VI GATT dikenal sebagai Anti
Dumping Agreement ADA di mana menyediakan perluasan lebih lanjut atas prinsip prinsip dasar dalam Article VI GATT itu sendiri, memerintahkan
investigasi,ketentuan, dan aplikasi bea antidumping. Dalam article VI GATT 1994, para anggota WTO dapat membebankanmengenakan antidumping
measures jika setelah investigasi sesuai dengan persetujuan, suatu ketentuan dibuat, yaitu :
.
a. bahwa dumping sedang terjadi,
b. bahwa industri domestik memproduksi produk yang sama like product di
negara pengimpor mendapatkanmemperoleh material injury, dan
Universitas Sumatera Utara
c.
bahwa ada suatu hubungan sebab akibat causal link antara keduanya.
Ketiga unsur di atas ditegaskan dalam Article 5.2 Agreement on Implementation of Article VI of The General Agreement on Tarifs and Trade
1994Anti-Dumping AgreementADA “An application under paragraph 1 shall include evidence 0f adumping,binjure within the meaning of Article VI of
GATT 1994 as interpreted by this agreement, andc a causal link between the dumped imports and the alleged injury.Simple assertion......”
86
1. Undang-undang Nomor 7 tahun 1994 tentang pengesahan ratifikasi
Agreement Establishing the World Trade Organization. Dengan adanya pengesahan tersebut maka persetujuan itu yang berisi 28 ketentuan telah sah
menjadi bagian dari peraturan nasional, dan sekaligus meratifikasi pula Anti Pengaturan Anti-Dumping Dalam Hukum Nasional.
Pengaturan anti dumping dalam hukum nasional Indonesia sebagai tindak lanjut dari ratifikasi Pesetujuan Pembentukan WTO melalui Undang-undang No.7
tahun 1994 ternyata sampai saat ini belum ada pengaturannya secara khusus dalam satu peraturan yang berbentuk undang-undang. Pengaturan anti dumping
dalam hukum nasional Indonesia tersebar dalam Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Pemerintah, dan produk produk hukum lainnya yang terkait seperti
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, dan Surat Edaran Dirjen Bea dan Cukai sebagai berikut.
86
Christhophorus Barutu, Antidumping dalam General Agreement on Tariff and Trade GATT dan pengaruhnya terhadap peraturan Antidumping Indonesia, Mimbar Hukum, Jurnal
Berkala Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Volume 19, Nomor 1, Februari 2007, Yogyakarta, hlm 45
Universitas Sumatera Utara
dumping Code tahun 1994 yang merupakan salah satu dari Multilateral Trade Agreement.
2. Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan yang telah diubah
dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1996 tentang Bea Masuk Anti dumping
dan Bea Masuk Imbalan. 4.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Prdagangan Nomor 261MPPKep91996 tentang Tata Cara dan Peryaratan
PermohonanPenyelidikan Atas Barang Dumping dan atau Barang Mengandung Subsidi, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 216MPPKep72001 sebagai ketentuan hokum acaraformal, dan ketentuan pembentukan Komite Anti
Dumping Indonesia KADI berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 427MPPKep102000 tentang Komite Anti
Dumping indonesia, dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 428 MPPKep102000 tentang Penunjukan dan Pengangkatan
Anggota Komite Andi Dumping Indonesia serta Struktur Kepegawaian Komite Anti Dumping Indonesia berdasarkan Keputusan Ketua Komite Anti
Dumping Indonesia Nomor 346KADIKep102000 tentang Penunjukan dan Pengangkatan Kepala Bidang dan Anggota di Lingkungan Komite Anti
Dumping Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
5. Surat Edaran Dirjen Bea dan Cukai Nomor SE-19BC1997 tentang Petunjuk