terkait dan membahasnya. Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji dalam novel The Tokyo Zodiac Murders, maka masalah penelitian yang
dirumuskan dalam pertanyaan adalah sebagai berikut: 1.
Apa saja unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel The Tokyo Zodiac Murders?
2. Bagaimanakah unsur-unsur detektif yang diungkapkan oleh Soji
Shimada melalui novel The Tokyo Zodiac Murders?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan dalam penelitian ini
tidak meluas sehingga dapat lebih terarah dan terfokus. Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian terfokus pada analisis
unsur-unsur detektif yang terdiri dari unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tak terduga pada akhir cerita yang
terkandung dalam novel The Tokyo Zodiac Murders karya Soji Shimada. Adapun yang terdapat unsur kejahatan adalah pembunuhan, di dalam unsur misteri adalah
hal-hal yang menimbulkan pertanyaan, yang terdapat di dalam unsur detektif adalah detektif swasta dan yang terdapat dalam unsur pemecahan masalah yang
tidak terduga pada akhir cerita adalah adanya dugaan yang salah. fokus penelitian hanya akan terfokus kepada keempat hal tersebut. Penelitian ini juga akan
membahas mengenai konsep roman detektif dan unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel The Tokyo Zodiac Murders karya Soji Shimada. Selanjutnya
penulis juga akan menjelaskan mengenai defenisi novel, setting cerita novel The Tokyo Zodiac Murders, tentang konsep roman detektif, biografi pengarang beserta
unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel ini.
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1 Tinjauan Pustaka
Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan
tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk
mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut. Novel merupakan bentuk karya
sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan,
novel dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu karya serius dan karya hiburan. Pendapat demikian memang benar, tapi juga ada kelanjutannya. Yakni bahwa
tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut karya sastra serius. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah,
menarik dan dengan demikian juga memberikan karya, juga memberikan hiburan pada kita. Tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Novel syarat utamanya adalah
harus menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang habis membacanya. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan
para pembacanya. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka. Yang penting memberikan keasyikan pada pembacanya untuk
menyelesaikannya. Tradisi novel hiburan terikat dengan pola-pola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel serius punya fungsi sosial, sedangkan
novel hiburan cuma berfungsi personal. Novel berfungsi sosial lantaran novel yang baik ikut membina masyarakat. Sedangkan novel hiburan tidak
mempedulikan apakah cerita yang dihidangkan membina atau tidak, yang penting adalah
bahwa novel
memikat dan
orang-orang merasa
terhibur. https:bocahsastra.wordpress.com20120522pengertian-novel-dan-unsur-
unsurnya Novel hiburan salah satunya adalah novel detektif. Dalam novel detektif,
kebanyakan misteri yang harus dipecahkan oleh seorang detektif adalah kasus pembunuhan yang sama sekali tidak terduga oleh pembaca. Sehingga membuat
pembaca merasa terkesima oleh kemampuan analisis tokoh detektif yang dibuat oleh si pengarangnya. Tokoh detektif fiksi di dunia yang terkenal antara lain
adalah Sherlock Holmes karangan Sir Arthur Conan Doyle, Hercule Poirot karangan Agatha Cristie dan Shinichi Kudo karangan Gosho Aoyama.
Detektif berasal dari kata dasar “detect” yang artinya menemukan atau
memecahkan. Jadi, ini adalah suatu pekerjaan untuk memecahkan suatu masalah. Dan dapat pula dikatakan sebagai suatu early morning sign terhadap suatu
masalah. Orang mengira detektif adalah pekerjaan mata-mata, yang lain ada yang mengatakan detektif tentang menangkap penjahat, selebihnya mengatakan detektif
adalah polisi dan polisi adalah detektif. Tapi dalam perkembangan sekarang ini
tidak bisa dikatakan pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh polisi saja. Dunia detektif sekarang ini memiliki dimensi yang luas. Detektif dapat berarti suatu
pekerjaan profesional untuk menyelidiki, mengobservasi, menganalisa suatu anatomi masalah yang terjadi dalam dunia sehari-hari berdasarkan bukti-bukti
atau fakta. Mereka memecahkan masalah melalui pengumpulan data atau informasi secara akurat. http:thinklikedetective.blogspot.com201210mengena
l-arti-detektif.html Di bidang kriminal, nama detektif sangat melekat sekali. Detektif memang
diidentikkan dengan suatu pekerjaan untuk mempelajari dan mengamati kebiasaan para pelaku kejahatan sehingga di saat mereka harus mencari dan menemukan
seorang tersangka, mereka dapat melakukannya dengan berpegang kepada model kebiasaan dan teori anatomi suatu kejahatan. Dan kebiasaan pelaku yang dapat
dipelajari diperoleh dari bukti-bukti atau jejak evidence yang mereka tinggalkan di TKP crimecene atau tempat berlangsungnya kejahatan tersebut.
http:thinklikedetective.blogspot.com201210mengenal-arti-detektif.html Defenisi kejahatan menurut R.Soesilo dalam bukunya berjudul
“Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-komentar Lengkap Pasal Demi
Pasal” membedakan pengertian kejahatan menjadi dua sudut pandang yakni sudut pandang secara yuridis dan sudut pandang sosiologis. Dilihat dari sudut
pandang yuridis, menurut R. Soesilo, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Dilihat dari sudut
pandang sosiologis, pengertian kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa
hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban. http:www.hukumonline.c om
Di dalam novel The Tokyo Zodiac Murders, kejahatan yang terjadi di dalamnya dapat digolongkan sebagai kejahatan yang dilihat dari sudut sosilogis,
karena merugikan penderita yang adalah korban dan merugikan masyarakat karena dibayang-bayangi oleh pembunuh berantai yang belum tertangkap sejak
lama.
1.4.2 Kerangka Teori
Dalam sebuah penelitian, perlu adanya landasan teori yang mendasari karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan
teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendapat dari Sukapiring yang
menjelaskan mengenai unsur-unsur detektif yang dikemukakannya berdasarkan konvensi cerita detektif atau roman detektif dari Teeuw, Sudjiman dan Faruk.
Penulis juga akan menggunakan pendekatan struktural dan pendekatan semiotik dalam menganalisis unsur-unsur detektif dalam novel The Tokyo Zodiac Murders
ini. Pendekatan struktural adalah suatu metode atau cara pencarian terhadap
suatu fakta yang sasarannya tidak hanya ditujukan kepada salah satu unsur sebagai individu yang berdiri sendiri di luar kesatuannya, melainkan ditujukan
pula kepada hubungan antar unsurnya. Struktural merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar
struktural itu. Pendekatan struktural sering juga dinamakan pendekatan objektif, pendekatan formal atau pendekatan analitik, bertolak dari asumsi dasar bahwa
karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal yang berada di luar
dirinya. Bila hendak dikaji atau diteliti, maka yang harus dikaji dan teliti adalah aspek yang membangun karya tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya
penulisan, gaya bahasa, serta hubungan harmonis antaraspek yang mampu membuatnya menjadi sebuah karya sastra. Hal-hal yang bersifat ekstrinsik seperti
pengarang, pembaca, atau lingkungan sosial budaya harus dikesampingkan, karena ia tidak punya kaitan langsung struktur karya sastra tersebut.
Pendekatan struktural mempunyai konsepsi dan kriteria sebagai berikut: 1
Karya sastra dipandang dan diperlukan sebagai sebuah sosok yang berdiri sendiri, yang mempunyai dunianya sendiri, mempunyai rangka
dan bentuknya sendiri. 2
Memberi penilaian terhadap keserasian atau keharmonisan semua komponen membentuk keseluruhan struktur. Mutu karya sastra
ditentukan oleh
kemampuan penulis
menjalin hubungan
antarkomponen tersebut sehingga menjadi suatu keseluruhannya yang bermakna dan bernilai estetik.
3 Memberikan penilaian terhadap keberhasilan penulis menjalin
hubungan harmonis antara isi dan bentuk, karena jalinan isi dan bentuk merupakan hal yang amat penting dalam menentukan mutu sebuah
karya sastra.
4 Walaupun memberikan perhatian istimewa terhadap jalinan hubungan
antara isi dan bentuk, namun pendekatan ini menghendaki adanya analisis yang objektif sehingga perlu dikaji atau diteliti setiap unsur
yang terdapat dalam karya sastra tersebut. 5
Pendekatan struktural berusaha berlaku adil terhadap karya sastra dengan jalan hanya menganalisis karya sastra tanpa mengikutsertakan
hal-hal yang berada di luarnya. 6
Yang dimaksudkan dengan isi dalam kajian struktural adalah persoalan, pemikiran, falsafah, cerita, pusat pengisahan, tema. Sedangkan yang
dimaksudkan dengan bentuk adalah alur plot, bahasa, sistem penulisan, dan perangkatan perwajahan sebagai karya tulis.
7 Peneliti boleh melakukan analisis komponen yang diingininya.
Pendekatan struktural ini memang berusaha untuk objektif dan analisis dan bertujuan untuk melihat karya sastra sebagai sistem, dan nilai yang diberikan
kepada sistem itu amat tergantung kepada nilai komponen yang ikut terlibat di dalamnya. Tak cukup hanya dengan pendekatan struktural, penelitian ini juga
akan menggunakan pendapat dari Sukapiring mengenai unsur-unsur detektif melalui konvensi roman detektif Teeuw, Sudjiman dan Faruk untuk dijadikan
landasan teori dalam melakukan penelitian. Pradopo dalam Putra 2009:9 menjelaskan bahwa, karya sastra
merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri. Menurut Sudjiman dalam www.supartobrata.blogdspot.com konvensi adalah cara
penyajian yang menjadi alat pengungkapan yang mapan, yang akhirnya menjadi
teknik yang diterima umum. Dalam menganalisis karya sastra, peneliti harus menganalisis sistem tanda itu dan menemukan konvensi-konvensi apa yang
memungkinkan tanda-tanda atau struktur tanda-tanda dalam karya sastra itu mempunyai makna. Karena itu, untuk mendapatkan makna karya sastra haruslah
diketahui konvensi-konvensi yang memungkinkan diproduksinya makna. Menurut Pradopo dalam Putra 2009:10, konvensi-konvensi sastra ini sendiri bermacam-
macam, hal tersebut sesuai dengan sifat sastra secara umum dan secara khusus sesuai dengan jenis-jenis sastra itu sendiri. Salah satu konvensi sastra tersebut
adalah konvensi roman detektif atau konvensi cerita detektif. Di sini, tidak dibedakan pengertian novel dan roman, karena menurut Sudjiman dalam Putra
2009:10, roman adalah istilah lain daripada novel, yang kedua-duanya mempunyai pengertian prosa rekaan yang panjang yang menyuguhkan tokoh-
tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Konvensi roman detektif atau konvensi roman cerita detektif ini sendiri merupakan konvensi
yang ada di dalam cerita rekaan seperti roman, cerpen dan novel. Menurut Teeuw dalam Sukapiring 1987:134 ada tiga konvensi roman
detektif. Yang pertama harus ada mayat, yang kedua harus ada detektif, yaitu tokoh yang lebih pintar dari semua tokoh lain dalam roman ini. Orang ini
merupakan satu-satunya tokoh yang nantinya mampu memecahkan segala teka- teki yang ada dalam roman detektif itu. Konvensi yang ketiga adalah, pemecahan
teka-taki yang tidak terduga pada akhir cerita. Kemudian Sudjiman dalam Sukapiring 1987:134 mengatakan, konvensi
cerita detektif ada empat. Yang pertama di dalam cerita detektif terdapat butir-
butir kepintaran si penjahat. Yang kedua, kedunguan polisi. Yang ketiga, kehebetan detektif, dan yang keempat, pengungkapan kejahatan yang
mengesankan. Di samping keempat konvensi tersebut, dalam cerita detektif, ada hukum yang lazim berlaku. Menurut Sudjiman dalam Sukapiring 1987:135,
hukum yang lazimnya berlaku dalam cerita detektif ialah bahwa isyarat-isyarat yang menuju penyelesaian harus diungkapkan tepat ketika sang detektif
menemukan syarat-syarat tersebut. Kemudian Faruk dalam Sukapiring 1987:135 mengatakan, cerita detektif
setidak-tidaknya dua komponen yang utama, yaitu pendeteksian dan unsur yang dideteksi.
Menurut Sukapiring 1987:135, dari batasan konvensi detektif serta konvensi roman detektif Teeuw, Panuti Sudjiman dan Faruk itu dapatlah ditarik
kesimpulan bahwa cerita detektif itu setidak-tidaknya mempunyai 4 komponen yang utama, yaitu: unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur
pemecahan masalah yang tidak terduga. Penulis akan menguraikan secara terperinci mengenai unsur-unsur detektif tersebut dalam bab II. Maka dengan
adanya pendapat dari Sukapiring tersebut, penulis akan melakukan analisis dalam penelitian dengan menggunakan pendapat dari Sukapiring tersebut. Dan untuk
menemukan keempat unsur tersebut, maka diperlukan pendekatan semiotik untuk menelitinya.
Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.
Tanpa memperhatikan sistem tanda-tanda dan maknanya, dan konvensi tanda,
maka struktur karya sastra ataupun karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal Pradopo Djoko, 2002:71. Dengan kerangkai teori seperti di atas,
penulis berupaya untuk menemukan unsur-unsur detektif yang akan dibahas di skripsi ini.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.5.1 Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memiliki tujuan sebagai berikut: 1.
Untuk menjelaskan unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel The Tokyo Zodiac Murders.
2. Untuk mendeskripsikan bagaimana unsur-unsur detektif yang
diungkapkan oleh Soji Shimada melalui novel The Tokyo Zodiac
Murders. 1.5.2
Manfaat Penelitian
Sebuah penelitian dikatakan berhasil apabila bermanfaat bagi peneliti, ilmu pengetahuan dan masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat
memberikan manfaat: 1.
Menambah bahan bacaan pembaca dan peneliti tentang unsur-unsur detektif dalam novel The Tokyo Zodiac Murders.
2. Memperkaya referensi ilmu sastra, khususnya ilmu semiotika yang
berkenaan tentang unsur-unsur detektif dalam novel The Tokyo Zodiac Murders.
3. Bagi pembaca dan peminat karya sastra penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan perbandingan untuk penelitian-penelitian sebelumnya maupun penelitian berikutnya yang akan diteliti.
1.6 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode penelitian deskriptif. Menurut Ratna 2003:53 metode deskriptif analisis dilakukan dengan
cara mendeskripsikan, dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya, kemudian dianalisis, bahkan juga diperbandingkan. Dalam metode ini, penulis
menguraikan, memberikan pemahaman serta penjelasan dari topik yang diteliti. Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dari metode pustaka
library research. Dalam mengumpulkan data-data yang berguna untuk mendukung teori, penulis mengambil dari kepustakaan yang berhubungan dengan
penelitian. Sumber-sumber kepustakaan tersebut dapat bersumber dari buku, hasil-hasil penelitian skripsi, internet dan sumber-sumber lainnya yang
dibutuhkan.
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL THE TOKYO ZODIAC
MURDERS, SETTING NOVEL, KONSEP ROMAN DETEKTIF, UNSUR- UNSUR DETEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG
2.1 Defenisi Novel
Menurut H.B Jassin dalam Astuti 2014: 20, novel adalah suatu karangan yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang
tokoh cerita, luar biasa karena dari kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib mereka. Wujud novel adalah
konsentrasi, pemusatan, kehidupan dalam suatu saat, dalam satu krisis yang menentukan. Dengan demikian, novel hanya menceritakan salah satu segi
kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengakibatkan terjadinya perubahan nasib. Apakah itu segi cintanya, ketamakannya, kerakusannya,
keperkasaannya, dan lain-lain. Sudah barang tentu di dalam segi itu terdapat beberapa peristiwa kehidupan yang dialami sang tokoh sehingga ia sampai
mengalami perubahan jalan hidup. Hal itu berbeda dengan cerpen yang hanya menceritakan satu peristiwa kehidupan tokoh akan tetapi tidak sampai mengubah
jalan hidup atau nasibnya. Sedangkan menurut Santoso dan Wahyunigtyas 2010:46, bahwa kata
novel bersama dari bahasa latin novellas, yang terbentuk dari kata novous yang berarti baru atau new dalam bahasa Inggris. Karena novel adalah bentuk karya