Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Yoghurt Indonesia

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

VOLUME EKSPOR YOGHURT INDONESIA

TESIS

Oleh

LAURENTA SIAGIAN

097018001/EP

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SEKOLAH PASCASARJANA

MEDAN

2010

S

E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

VOLUME EKSPOR YOGHURT INDONESIA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LAURENTA SIAGIAN

097018001/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR YOGHURT INDONESIA

Nama Mahasiswa : Laurenta Siagian Nomor Pokok : 097018001

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, SE., M.Si) Ketua

(Drs. Iskandar Syarif, MA) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Murni Daulay, SE., M.Si)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 30 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

K e t u a : Dr. Murni Daulay, SE., M.Si Anggota : 1. Drs. Iskandar Syarief, MA

2. Rahmad Sumanjaya, SE., M.Si 3. Drs. Rujiman, MA


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR YOGHURT INDONESIA”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, September 2010 Yang membuat pernyataan

Laurenta Siagian 097018001/EP


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor di Indonesia dengan menggunakan data-data aktual di Indonesia

selama periode 1994 – 2009. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah nilai tukar

internasional (EXR), tingkat harga internasional (HRG), investasi domestik (INV) dan inflasi (IFI) sementara itu variabel tidak bebas adalah volume ekspor yoghurt (VEY).

Penelitian ini menggunakan model Regresi Linier Berganda, metode

Ordinary Least Squares (OLS) dan perangkat lunak program Eviews versi 4.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel independen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen secara statistik. Nilai tukar internasional berpengaruh signifikan dan positif dengan koefisien 4.274361, tingkat harga internasional berpengaruh signifikan dan negatif dengan koefisien -1.320459, investasi domestik tidak berpengaruh signifikan dengan koefisien 0.127035 dan inflasi tidak berpengaruh signifikan dengan koefisien -0.085099.

Kata Kunci: Regresi Linier Berganda, Ordinary Least Squares (OLS), Volume Ekspor Yoghurt, Nilai Tukar Internasional, Tingkat Harga Internasional, Investasi Domestik, Inflasi.


(7)

ABSTRACT

The aimed of this study to analyze the factors affecting Indonesia's export volume by using actual data in Indonesia during the period 1994 – 2009. The independent variables of this research is exchange rate (EXR), international price (HRG), domestic investment (INV) and inflation (IFI) whilst the dependent variable is yoghurt export volume (VEY).

This research used Multiple Regression, Ordinary Least Squares (OLS) method and software program Eviews version 4.1.

The result shows that the entire independent variables influenced the dependent variables which statistically significant. Exchange rate real significant and influenced positively with coefficient 4.274361, international price reall significant and influence negatively with coefficient -1.320459, domestic investment not significant with coefficient 0.127035 and inflation not significant with coefficient -0.085099.

Keywords: Multiple Regression, Ordinary Least Squares (OLS), Export Volume, Exchange Rate, International Price, Domestic Investment, Inflation.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, penulis telah diberikan kemampuan untuk menyelesaikan perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir yaitu

tesis yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor

Yoghurt Indonesia”.

Penulis dengan tulus ikhlas ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung atas bimbingan dan pengarahan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini, yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc., (CTM). Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan sehingga bisa mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan magister.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si selaku Ketua Program Magister Ekonomi

Pembangunan dan Pembimbing Pertama yang sudah bersusah payah membimbing dan menyediakan waktu bagi penulis dengan penuh kesabaran dalam penyelesaian tesis ini.

4. Bapak Drs. Iskandar Syarief, M.A. selaku Pembimbing Kedua yang sudah

bersusah payah membimbing dan menyediakan waktu bagi penulis dengan penuh kesabaran dalam penyelesaian tesis ini.


(9)

5. Bapak/Ibu Dosen yang penuh kesabaran/perhatian memberikan bimbingan bagi penulis dalam proses belajar mengajar dan seluruh civitas akademis Program Studi Ekonomi Pembangunan (EP) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan pelayanan/perhatian kepada penulis.

6. Seluruh rekan-rekan di Program Magister Ekonomi Pembangunan, yang telah

memberikan banyak saran dan kritik yang sangat berarti bagi penulis.

7. Orang tua saya, Pdt. R. Siagian, S.Th (Alm), L. Siahaan, S.Pd., kedua adik saya,

Albert Siagian, S.Th. dan Eirene Siagian, S.Pd., tante Nursiah Siahaan, tante Ratna Siahaan, M.Si., tante Dra. Helena Siahaan, tante Natalina Siahaan, S.E., S.Pd. beserta seluruh keluarga penulis yang senantiasa memberikan dukungan baik moril dan dana.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari akan segala kelemahan serta kekurangan dari penyusunan tesis ini dimana semua ini diakibatkan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif.

Medan, 30 Agustus 2010


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Laurenta Siagian

Agama : Kristen Protestan

Tempat/Tanggal Lahir : Sei Rampah/4 Juli 1983

Jenis Kelamin : Perempuan

Warga Negara : Indonesia

Nama Orang Tua Laki-laki : Pdt. R. Siagian, S.Th (Alm) Nama Orang Tua Perempuan : L. Siahaan, S.Pd

Nama Adik : 1. Albert Siagian, S.Th

2. Eirene Siagian, S.Pd

Pendidikan Formal

Tahun 1989 : SD Negeri 01024001 Pem. Cengkering, Asahan

Tahun 1995 : SLTP Negeri 4 Medan

Tahun 1998 : SMU Negeri 5 Medan

Tahun 2006 : Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN………. xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 14

1.3. Tujuan Penelitian... 15

1.4. Manfaat Penelitian... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 17

2.1. Paradigma Baru Perdagangan Internasional... 17

2.2. Teori Perdagangan Internasional... 17

2.2.1. Merkantilisme... 17

2.2.2. Keunggulan Absolut... 22

2.2.3. Keunggulan Komparatif... 24


(12)

2.2.5. Teori Hecksher Ohlin... 27

2.2.6. Teori Supply – Demand... 29

2.2.7. Teori Purchasing Power Parity (PPP)... 30

2.3. Nilai Tukar Internasional... 31

2.3.1. Definisi Nilai Tukar... 31

2.3.2. Hubungan Nilai Tukar Internasional dengan Ekspor. 34 2.4. Tingkat Harga Internasional... 35

2.4.1. Definisi Tingkat Harga Internasional... 35

2.4.2. Hubungan Tingkat Harga Internasional dengan Ekspor... 36

2.5. Investasi Domestik... 36

2.5.1. Definisi Investasi Domestik... 36

2.5.2. Hubungan Investasi Domestik dengan Ekspor... 38

2.6. Inflasi... 39

2.6.1. Definisi Inflasi ... 39

2.6.2. Hubungan Inflasi dengan Ekspor... 42

2.7. Manfaat Perdagangan Internasional... 43

2.8. Penelitian Terdahulu ... 46

2.9. Kerangka Berpikir... 50


(13)

BAB III METODE PENELITIAN... 51

3.1. Ruang Lingkup Penelitian... 51

3.2. Jenis dan Sumber Data... 51

3.3. Model Analisis... 52

3.4. Variabel Penelitian... 53

3.5. Metode Analisis... 53

3.6. Uji Hipotesis... 53

3.7. Koefisien Determinasi (Goodness of Fit)... 54

3.8. Pelanggaran Asumsi Klasik... 54

3.8.1. Uji Normalitas... 55

3.8.2. Uji Multikolinearitas... 56

3.8.1. Uji Autokorelasi... 56

3.9. Definisi Operasional... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 59

4.1. Keadaan Umum Variabel Penelitian... 59

4.1.1. Perkembangan Nilai Tukar Internasional... 59

4.1.2. Perkembangan Tingkat Harga Internasional... 62

4.1.3. Perkembangan Investasi Domestik... 65

4.1.4. Perkembangan Inflasi... 67

4.1.5. Perkembangan Volume Ekspor Yoghurt Indonesia.... 70

4.2. Hasil Pengujian Asumsi Klasik... 72


(14)

4.2.2. Pengujian Multikolinearitas... 73

4.2.3. Pengujian Autokorelasi... 74

4.3. Interpretasi Hasil Regresi... 75

4.3.1. Variabel Nilai Tukar Internasional (EXR)... 76

4.3.2. Variabel Tingkat Harga Internasional (HRG)... 77

4.3.3. Variabel Investasi Domestik (INV)... 78

4.3.4. Variabel Inflasi (IFI)... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 81

5.1. Kesimpulan... 81

5.2. Saran... 82


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Neraca Ekspor - Impor Produk Pertanian Tahun 1995 – 2005

(Juta ton dan Juta US$)... 6

1.2. Perkembangan Volume Ekspor Yoghurt Indonesia

Periode 1994-2009... 11

4.1. Perkembangan Nilai Tukar Internasional

(Rp/US$) Tahun 1994.1 – 2009.4... 60

4.2. Perkembangan Tingkat Harga Internasional Ekspor Yoghurt

Tahun 1994.1 – 2009.4... 63

4.3. Perkembangan Tingkat Investasi Domestik Indonesia

Tahun 1994.1 – 2009.4... 66

4.4. Perkembangan Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 1994.1 – 2009.4 69

4.5. Perkembangan Volume Ekspor Yoghurt Indonesia


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Berpikir Analisis Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Ekspor Yoghurt Indonesia... 50

4.1. Perkembangan Nilai Tukar Internasional

(Rp/US$) Tahun 1994.1– 2009.4... 61

4.2. Perkembangan Tingkat Harga Internasional

Ekspor Yoghurt (Rp) Tahun 1994.1 – 2009.4... 64

4.3. Perkembangan Tingkat Investasi Domestik

(Milyar Rupiah) Tahun 1994.1 – 2009.4... 67

4.4. Perkembangan Tingkat Inflasi Indonesia (%) Tahun 1994.1 –

2009.4... 70

4.5. Perkembangan Volume Ekspor Yoghurt Indonesia (Kilogram)


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data-1... 87

2. Data-2... 88

3. Hasil Regresi... 89

4. Uji Normalitas... 90

5. Uji Multikolinearitas... 91


(18)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor di Indonesia dengan menggunakan data-data aktual di Indonesia

selama periode 1994 – 2009. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah nilai tukar

internasional (EXR), tingkat harga internasional (HRG), investasi domestik (INV) dan inflasi (IFI) sementara itu variabel tidak bebas adalah volume ekspor yoghurt (VEY).

Penelitian ini menggunakan model Regresi Linier Berganda, metode

Ordinary Least Squares (OLS) dan perangkat lunak program Eviews versi 4.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel independen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen secara statistik. Nilai tukar internasional berpengaruh signifikan dan positif dengan koefisien 4.274361, tingkat harga internasional berpengaruh signifikan dan negatif dengan koefisien -1.320459, investasi domestik tidak berpengaruh signifikan dengan koefisien 0.127035 dan inflasi tidak berpengaruh signifikan dengan koefisien -0.085099.

Kata Kunci: Regresi Linier Berganda, Ordinary Least Squares (OLS), Volume Ekspor Yoghurt, Nilai Tukar Internasional, Tingkat Harga Internasional, Investasi Domestik, Inflasi.


(19)

ABSTRACT

The aimed of this study to analyze the factors affecting Indonesia's export volume by using actual data in Indonesia during the period 1994 – 2009. The independent variables of this research is exchange rate (EXR), international price (HRG), domestic investment (INV) and inflation (IFI) whilst the dependent variable is yoghurt export volume (VEY).

This research used Multiple Regression, Ordinary Least Squares (OLS) method and software program Eviews version 4.1.

The result shows that the entire independent variables influenced the dependent variables which statistically significant. Exchange rate real significant and influenced positively with coefficient 4.274361, international price reall significant and influence negatively with coefficient -1.320459, domestic investment not significant with coefficient 0.127035 and inflation not significant with coefficient -0.085099.

Keywords: Multiple Regression, Ordinary Least Squares (OLS), Export Volume, Exchange Rate, International Price, Domestic Investment, Inflation.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perdagangan antarnegara atau lebih dikenal dengan perdagangan

internasional, sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam ruang lingkup dan jumlah yang terbatas, di mana pemenuhan kebutuhan setempat (dalam negeri) yang tidak dapat diproduksi, mereka melakukan transaksi dengan cara barter (pertukaran barang dengan barang lainnya yang dibutuhkan oleh kedua belah pihak, di mana masing-masing negara tidak dapat memproduksi barang tersebut untuk kebutuhannya sendiri). Hal ini terjadi karena setiap negara dengan mitra dagangnya mempunyai beberapa perbedaan, di antaranya perbedaan kandungan sumber daya alam, iklim, penduduk, sumber daya manusia, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial dan politik, dan sebagainya. Dari perbedaan tersebut di atas, maka atas dasar kebutuhan yang saling menguntungkan, terjadilah proses pertukaran, yang dalam skala luas dikenal sebagai perdagangan internasional.

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu


(21)

faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun, dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.

Setiap negara mempunyai perbedaan tingkat kapasitas produksi secara kuantitas, kualitas dan jenis produksinya. Sebagai contoh, suatu negara (A) membutuhkan jenis barang dan jasa tertentu, tetapi barang dan jasa tersebut hanya bisa dihasilkan oleh negara lain (B) atau barang tersebut dapat dihasilkan oleh negara (A), tetapi ongkos produksinya lebih besar dibanding dengan apabila negara (A) membeli atau mengimpor dari negara lain. Dari perbedaan inilah akhirnya timbul transaksi perdagangan antarnegara atau perdagangan internasional (Halwani, 2005).

Adapun faktor-faktor yang mendorong terjadinya perdagangan internasional, yaitu:

a. Perbedaan sumber daya alam.

b. Perbedaan sumber daya modal.

c. Perbedaan sumber daya manusia atau tenaga kerja.

d. Perbedaan teknologi.

e. Perbedaan selera masyarakat.

f. Perbedaan biaya produksi.


(22)

h. Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.

Pada dasarnya, perdagangan internasional bisa terjadi apabila kedua belah pihak memperoleh manfaat atau keuntungan dalam perdagangan tersebut (gains from

trade). Namun yang terpenting dalam perdagangan internasional adalah bahwa dua

negara melakukan transaksi perdagangan yang saling menguntungkan. Perdagangan internasional menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang pada setiap negara untuk mengekspor barang-barang yang faktor produksinya menggunakan sebagian sumber daya yang berlimpah dan mengimpor barang-barang yang faktor produksinya langka atau mahal jika diproduksi di dalam negerinya. Perdagangan internasional juga memungkinkan setiap negara melakukan spesialisasi produksi terbatas pada barang-barang tertentu sehingga memungkinkan mereka mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi dengan skala produksi yang lebih besar.

Pembangunan nasional di segala bidang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang merata material maupun spiritual berdasarkan Pancasila. Di bidang ekonomi, pembangunan yang terjadi yakni barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dengan negara lain semakin mudah melewati batas-batas negara. Adanya keterbatasan dan kelangkaan sumber daya juga menjadi pendorong dilakukannya aktivitas perdagangan melewati batas-batas wilayah tertentu yang dikenal dengan kegiatan ekspor dan impor. Pada saat negara tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan, maka negara tersebut akan mengimpor dari negara lain.


(23)

Sedangkan negara yang memasok komoditas tertentu atas negara lain yang membutuhkan cenderung melakukan kegiatan ekspor.

Menghadapi situasi itu, berbagai strategi pembangunan dilaksanakan, khususnya di Indonesia. Menurunnya penerimaan devisa yang berasal dari ekspor minyak bumi dan gas alam cair (migas) sebagai akibat penurunan harga di pasaran internasional yang dimulai pada tahun 1983 relatif telah menurunkan ketangguhan ketahanan nasional di bidang ekonomi, khususnya terhadap neraca pembayaran dan APBN. Hal ini ditandai dengan dilakukannya penundaan pembangunan beberapa proyek besar yang banyak mengandung komponen impor, terutama barang modal harus mengalami jadwal ulang. Selain itu, pemerintah juga melakukan pengetatan terhadap impor barang-barang lainnya, antara lain dengan cara memberlakukan lisensi impor khusus untuk barang-barang tertentu, atau pemberian monopoli kepada satu atau beberapa importir tertentu untuk barang-barang tertentu. Sebagai subsistem dari sistem ketahanan nasional, melemahnya ketangguhan ketahanan nasional di bidang ekonomi selanjutnya akan berinteraksi dengan sub-sub sistem ketahanan nasional lainnya sehingga akan berpengaruh pula pada ketangguhan ketahanan nasional sebagai satu keseluruhan. Salah satu kebijaksanaan yang ditempuh pemerintah untuk mengantisipasi semakin memburuknya ketangguhan ketahanan nasional di bidang ekonomi pada khususnya dan ketahanan nasional sebagai satu keseluruhan pada umumnya yang diakibatkan oleh berkurangnya ketersediaan devisa, ditempuh melalui pengembangan peranan ekspor nonmigas (Hadiawan, 2005). Indonesia banyak mengekspor komoditas utama dari subsektor perkebunan,


(24)

hortikultura dan peternakan, seperti biji kakao, CPO, kelapa, lada, teh, tembakau, sayuran, buah-buahan, yoghurt, dan lain-lain.

Analisis ekspor produk pertanian yang dilakukan oleh Departemen Pertanian (2005) memilih komoditas-komoditas utama dari subsektor perkebunan, hortikultura dan peternakan, seperti biji kakao, CPO, kelapa, lada, teh, tembakau, sayuran, buah-buahan, yoghurt, dan lain-lain di mana dari data tersebut menunjukkan Indonesia merupakan salah satu eksportir utamanya. Berdasarkan analisis diketahui bahwa pada pasca krisis (2000-2005) volume ekspor mencapai 12,6 juta ton/tahun (Tabel 1.1). Hal ini berarti lebih tinggi dibanding pada masa krisis (1998-1999) bahkan masa sebelum krisis. Pada masa sebelum krisis (1995-1997) volume ekspor rata-rata sebesar 7,0 juta ton/tahun, dan masa krisis (1998-1999) sebesar 7,8 juta ton/tahun. Lebih detil lagi bisa dilihat bahwa volume ekspor produk pertanian yang mencakup tanaman pangan, perkebunan, hortikultura dan peternakan baik segar maupun olahan terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 1995 sampai dengan 2005. Pada tahun 1995 volume ekspor sebesar 5,7 juta ton, terus meningkat hingga pada tahun 2005 mencapai 18,1 juta ton. Pada tahun 2005 inilah kondisi ekspor tertinggi yang pernah dicapai oleh sektor pertanian. Sedangkan jika dilihat dari sisi penerimaan devisa, maka penerimaan devisa dari ekspor produk pertanian yang sempat turun di masa krisis, mengalami masa pemulihan pada tahun 2000-2005. Pada masa sebelum krisis (1995-1997) nilai ekspor sebesar 5.117,2 juta US$/tahun. Sedangkan pada masa krisis mengalami penurunan menjadi 4.582,5 juta US$/tahun.


(25)

Namun setelah masa krisis nilai ekspor kembali meningkat menjadi 6.540,1 juta US$/tahun.

Tabel 1.1. Neraca Ekspor - Impor Produk Pertanian Tahun 1995-2005 (Juta ton dan Juta US$)

Tahun Volume (Juta Ton) Nilai (Juta US$)

Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca

1995 5,7 11,1 -5,4 4.607,5 4.623,6 -16,1

1996 7,5 11,9 -4,4 5.194,3 5.579,6 -385,3

1997 7,9 9,9 -2,0 5.549,9 4.413,3 1.136,6

1998 6,8 10,2 -3,4 4.468,4 3.756,2 712,2

1999 8,8 14,7 -5,8 4.696,6 4.474,2 222,4

2000 9,5 13,5 -4,0 4.500,3 4.034,2 466,1

2001 9,6 11,6 -2,0 3.696,6 3.972,2 -275,6

2002 11,6 13,6 -2,0 5.518,3 4.007,2 1.511,1

2003 11,6 13,5 -1,9 6.417,5 4.269,9 2.147,6

2004 15,1 13,0 2,1 8.544,0 4.885,5 3.658,5

2005* 18,1 13,2 4,9 10.564,0 5.229,6 5.334,4

Rata-rata

1995-1997 7,0 11,0 -3,9 5.117,2 4.872,2 245,1 Rata-rata

1998-1999 7,8 12,5 -4,6 4.582,5 4.115,2 467,3 Rata-rata

2000-2005 12,6 13,1 -0,5 6.540,1 4.399,8 2.140,4

Sumber: BPS (diolah).

* data s/d Juni 2005 kemudian dikalikan 2.

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa Indonesia merupakan salah satu eksportir produk pertanian diantaranya yoghurt. Yoghurt memiliki cita rasa asam-asam segar dan saat ini semakin populer di kalangan masyarakat baik orang dewasa maupun anak-anak. Produk-produk periklanan juga telah mulai memperkenalkan salah satu produk pertanian ini.

Yoghurt merupakan salah satu produk hasil fermentasi susu yang paling tua dan cukup populer di seluruh dunia. Bentuknya mirip bubur atau es krim tetapi dengan rasa agak asam. Kata yoghurt berasal dari bahasa Turki, yaitu jugurt yang


(26)

berarti susu asam. Citarasa asam yang khas pada produk fermentasi ini disebabkan karena aktivitas bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Senyawa kimia yang dihasilkan yaitu asam laktat, asetaldehida, asam asetat dan bahan lainnya yang mudah menguap (Edwin, 2002).

Yoghurt berasal dari Turki dan konon ditemukan secara tidak sengaja. Beratus-ratus tahun lampau, peternak domba di Turki biasa menyimpan kelebihan susu perahnya dalam buyung keramik atau kantung tradisional dari kulit domba. Ketika hendak dikonsumsi, ternyata susu telah menjadi asam dan teksturnya mengeras, tetapi tidak basi. Yoghurt pertama kali dikenal di Perancis setelah seorang dokter Yahudi dari Konstantinopel (Turki) datang mengobati Raja Francois I yang sedang menderita sakit pencernaan. Sejak itu susu asam ini di Perancis dikenal dengan nama jaourt. Ketika menyeberang di Inggris, namanya menjadi yogurt atau

yoghurt. Di jazirah Arab, yoghurt dibuat dari susu unta dinamakan keffir. Di beberapa

negara, yoghurt mempunyai nama yang berbeda. Perbedaan nama tersebut disebabkan oleh perbedaan daerah atau perbedaan cara pengolahan dan bahan dasarnya. Misalnya, di Mesir dan Sudan yoghurt disebut dengan zabady, di India disebut dengan dahi/dadhi/dahee, di Italia disebut dengan cieddu, dan sebagainya (Tamime dan Deeth, 1980).

Sebagai bahan dasar dalam pembuatan yoghurt adalah susu murni dari berbagai hewan mamalia, susu skim, susu full cream, susu kedelai, susu kecipir atau campuran dari beberapa bahan tersebut.


(27)

Menurut Mahardika (2002), terdapat empat faktor yang termasuk proses awal perlakuan susu yang harus diperhatikan untuk memperoleh kualitas yoghurt yang baik yang mencakup rasa, aroma, konsistensi dan daya tahan simpan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada saat pembuatan yoghurt, yaitu:

1. Susu Segar

Susu yang digunakan dalam pembuatan yoghurt harus memiliki jumlah bakteri yang rendah dan tidak mengandung antibiotika. Jumlah bakteri yang rendah pada susu segar yang akan dibuat yoghurt dimaksudkan untuk dapat menambah sebanyak mungkin bakteri saat pemanasan. Jumlah bakteri susu segar yang

diterima oleh masyarakat adalah 1x106 CFU/ml.

2. Penambahan Susu Bubuk

Peningkatan kekentalan susu segar dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kandungan bahan kering susu, yaitu penguapan sekitar 10-20% air di dalam susu bila diuapkan akan meningkatkan kandungan bahan kering sekitar 1.5-3.0%. Jumlah susu skim bubuk yang ditambahkan ke dalam susu pada pembuatan yoghurt berkisar 3-5%. Dosis penambahan susu skim bubuk bervariasi dari 1-10%.

3. Homogenisasi

Proses homogenisasi yang dilakukan membentuk stabilitas dan konsistensi yoghurt yang diharapkan, mempengaruhi tekstur yoghurt dan meningkatkan kualitas organoleptik yoghurt.


(28)

4. Pemanasan Susu

Fungsi pemanasan susu pada pembuatan yoghurt adalah membunuh mikroorganisme patogen dan pembusuk dalam susu sehingga bakteri yoghurt dapat tumbuh dengan baik tanpa persaingan dan untuk menghasilkan yoghurt yang lembut serta mengurangi kemungkinan pemisahan whey pada produk akhir. Hasil optimum dicapai dengan memanaskan susu pada suhu 90 - 95C selama 5 menit.

Yoghurt dikenal memiliki peranan penting bagi kesehatan tubuh dan cukup aman dikonsumsi bagi penderita diare ataupun bagi penderita pencernaan laktosa yang disebut penderita lactose intolerance. Selain itu, yoghurt juga mampu menurunkan kolesterol darah, menjaga kesehatan lambung dan mencegah kanker saluran pencernaan. Hal ini disebabkan oleh bakteri yang hidup sebagai probiotik di dalam saluran pencernaan seperti bakteri asam laktat dari golongan Lactobacillus

bulgaricus, Streptococcus thermophilus, dan Lactobacillus casei (Aryawan, 2004).

Elie Metchnikoff, ilmuwan Rusia penerima Nobel biologi/fisiologi kedokteran tahun 1908 mengungkapkan bahwa yoghurt dapat memperpanjang usia. Menurut Metchnikoff, tingginya usia hidup rata-rata warga suku-suku pegunungan di Bulgaria, yakni 87 tahun, berkaitan dengan kebiasaan mereka mengkonsumsi yoghurt. Bakteri akan masuk dan tinggal di usus, lalu memberi pengaruh positif terhadap keseimbangan mikroflora usus dengan cara menurunkan efek racun dari bakteri yang merugikan di usus. Temuan-temuan akan manfaat yoghurt semakin banyak, seiring dengan banyaknya riset yang dilakukan. Selain itu, aktivitas bakteri


(29)

asam laktat selama fermentasi susu menjadi yoghurt ternyata dapat meningkatkan kandungan gizi yoghurt. Khususnya, B1, B2, B3, B6, asam folat, asam pantotenat, dan biotin. Vitamin dan mineral tersebut berperan penting dalam kesehatan reproduksi dan kekebalan tubuh. Apalagi, yoghurt juga mudah dan cepat dicerna tubuh. Lebih dari 90% yoghurt bisa dicerna tubuh dalam waktu 1 jam setelah konsumsi. Sementara dalam waktu yang sama, susu baru dicerna sebanyak 30% saja.

Yoghurt memiliki manfaat yang sangat baik bagi kesehatan tubuh tetapi di Indonesia sendiri, peranan yoghurt dalam bidang ekspor mengalami fluktuasi. Data ekspor yoghurt tersebut, melalui data yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) dapat dilihat pada tabel berikut:


(30)

(31)

Volume ekspor yoghurt Indonesia tahun 1994-2009 mengalami fluktuasi. Volume ekspor yoghurt pada tahun 1994 mencapai 78,593 kilogram dengan nilai US$ 30,629. Kemudian pada tahun berikutnya mengalami penurunan hingga mencapai 2,400 kilogram dengan nilai US$ 12,293 pada tahun 1996. Volume ekspor tersebut merupakan pencapaian volume ekspor yoghurt terendah dari rentang waktu tahun 1994-2009.

Pada tahun 1997, volume ekspor yoghurt mengalami kenaikan kembali menjadi 2,617,214 kilogram dengan nilai US$ 1,492,439. Volume ekspor tersebut terus mengalami kenaikan hingga tahun 1999 dan merupakan pencapaian volume ekspor yoghurt tertinggi sejumlah 14,095,321 kilogram dengan nilai US$ 10,806,152. Volume ekspor yoghurt tersebut mulai tahun 2000 mengalami penurunan dan kenaikan hampir setiap tahunnya sampai tahun 2009.

Data tersebut di atas menunjukkan bahwa volume ekspor mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian yang membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor yoghurt di Indonesia, tetapi berdasarkan hasil penelitian oleh para peneliti sebelumnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor nonmigas dalam pengertian bahwa ekspor yoghurt juga termasuk di dalamnya yang dilakukan oleh Marbun (2006) yang menyatakan bahwa ekspor nonmigas di Indonesia dipengaruhi oleh investasi domestik, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, suku bunga deposito dan volume perdagangan Indonesia. Sementara Salvatore (1997) mengungkapkan bahwa di luar tarif dan kuota yang mempengaruhi perdagangan


(32)

internasional yakni, pembatasan ekspor secara sukarela, aturan-aturan teknis, prosedur administratif atau berbagai ketentuan lainnya yang sesungguhnya hanya dimaksudkan untuk menghalangi masuknya barang impor ke suatu negara. Hambatan perdagangan juga dapat dimunculkan oleh adanya kartel-kartel internasional, praktek

dumping serta subsidi ekspor. Sementara itu Halwani (2005) menyebutkan bahwa

hambatan perdagangan internasional antara lain proteksi, tarif, subsidi ekspor dan pajak, kuota dan Generalize System of Preferences (sistem preferensi umum).

Nongsina (2007) membuktikan dalam penelitiannya bahwa kebijakan liberalisasi perdagangan mempengaruhi pertumbuhan ekspor dan impor. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa pendapatan luar negeri dan domestik sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekspor dan impor. Selanjutnya Hanjaswara (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa suku bunga kredit, kurs dollar Amerika Serikat dan inflasi secara serempak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor kerajinan anyaman. Sedangkan Sanjaya (2008) dari hasil penelitiannya menarik kesimpulan bahwa harga rata-rata ekspor kopi, kurs dollar Amerika Serikat dan kebijakan ekspor kopi secara serempak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor kopi.

Rahman, Suhartini dan Hardono (2008) menyatakan bahwa penghapusan berbagai bentuk intervensi dan hambatan menjadikan penerapan liberalisasi perdagangan akan mendorong peningkatan volume perdagangan (ekspor dan impor) lebih besar sehingga nilai tambah yang diciptakan juga makin besar. Kondisi tersebut selanjutnya akan memacu pertumbuhan ekonomi dunia. Chetty (2004) dalam


(33)

penelitiannya menyimpulkan bahwa perubahan pada tingkat bunga memberikan pengaruh ganda yakni meningkatkan biaya modal dan biaya penundaan investasi yang selanjutnya akan berpengaruh negatif terhadap investasi itu sendiri, padahal investasi adalah salah satu penopang bagi peningkatan kegiatan perdagangan luar negeri terutama ekspor nonmigas.

Bagi Indonesia, ekspor memiliki pengaruh yang positif terhadap pendapatan nasional, salah satu penghasil devisa negara dan dapat memperkokoh pertumbuhan ekonomi. Menyadari akan pentingnya peranan ekspor bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, maka yoghurt merupakan salah satu komoditas alternatif yang berpotensi untuk peningkatan pendapatan negara dinilai dari ongkos produksi yang lebih murah juga merupakan produksi pangan hasil ternak yang sangat digemari saat ini karena manfaatnya yang sangat banyak. Oleh karena itu penelitian ini diarahkan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor di Indonesia dengan menggunakan data-data aktual di Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka beberapa permasalahan yang akan dikaji yaitu:

a. Bagaimana pengaruh nilai tukar internasional terhadap volume ekspor yoghurt

di Indonesia?

b. Bagaimana pengaruh tingkat harga internasional terhadap volume ekspor


(34)

c. Bagaimana pengaruh investasi domestik terhadap volume ekspor yoghurt di Indonesia?

d. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap volume ekspor yoghurt di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan:

a. Untuk menganalisis pengaruh nilai tukar internasional terhadap volume ekspor

yoghurt di Indonesia.

b. Untuk menganalisis pengaruh tingkat harga internasional terhadap volume

ekspor yoghurt di Indonesia.

c. Untuk menganalisis pengaruh investasi domestik terhadap volume ekspor

yoghurt di Indonesia.

d. Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap volume ekspor yoghurt

di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna:

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah di Indonesia dalam menentukan

kebijakan yang akan ditempuh untuk peningkatan volume ekspor yoghurt dinilai dari nilai tukar internasional, tingkat harga internasional, investasi domestik dan inflasi.


(35)

2. Menambah khasanah pengetahuan dalam pengelolaan, khususnya terhadap ekspor yoghurt di Indonesia.

3. Sebagai informasi bagi mahasiswa, dosen dan peneliti lainnya yang tertarik

terhadap peningkatan volume ekspor, khususnya faktor yang berpengaruh terhadap volume ekspor yoghurt di Indonesia.


(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Paradigma Baru Perdagangan Internasional

Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif tetapi juga oleh faktor-faktor-faktor-faktor keunggulan kompetitif. Inti paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya tetapi juga ditentukan oleh keunggulan kompetitif berupa adanya proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah. Keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut secara individu atau kelompok. Keunggulan kompetitif lebih bersifat dinamis dengan perubahan-perubahan, misalnya teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001).

2.2. Teori Perdagangan Internasional 2.2.1. Merkantilisme

Dalam perdagangan internasional terdapat beberapa aliran pemikiran, diantaranya aliran pemikiran yang dikenal sebagai aliran merkantilisme. Secara lebih spesifik, selama abad ketujuh belas dan delapan belas, sekelompok pria (para pedagang, bankir, pegawai pemerintah bahkan para filsuf) telah menulis esai dan pamflet mengenai perdagangan internasional yang disebut dengan merkantilisme.


(37)

Para penganut merkantilisme itu berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sesedikit mungkin impor. Surplus ekspor yang dihasilkannya selanjutnya akan dibentuk dalam aliran emas lantakan, atau logam-logam mulia, khususnya emas dan perak. Semakin banyak emas dan perak yang dimiliki oleh sebuah negara, maka semakin kaya dan kuatlah negara tersebut. Dengan demikian, pemerintah harus menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong ekspor, dan mengurangi serta membatasi impor (khususnya impor barang-barang mewah). Namun, oleh karena setiap negara tidak secara simultan dapat menghasilkan surplus ekspor, juga karena jumlah emas dan perak adalah tetap pada satu saat tertentu, maka sebuah negara hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lain.

Aliran merkantilisme ini berpendapat bahwa perdagangan internasional akan terjadi apabila terdapat kesempatan memperoleh surplus neraca transaksi berjalan (current account). Dalam aliran ini kegiatan ekspor impor diletakkan sebagai lokomotif utama yang dipacu melalui peningkatan industri dalam negeri. Hasil ekspor tersebut akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan impor. Barang/komoditas impor selain untuk pemenuhan kebutuhan primer/utama, juga dapat merupakan pelengkap hingga substitusi di mana beberapa jenis dari barang-barang tersebut dapat diklasifikasikan sebagai barang saingan untuk produk-produk lokal (yang dihasilkan di dalam negeri).

Aliran merkantilisme mengetengahkan pemikiran bahwa kegiatan produksi dalam negeri dan ekspor harus ditingkatkan dengan memberikan rangsangan berupa


(38)

subsidi dan fasilitas-fasilitas lain dari pemerintah. Sebaliknya, impor harus dibatasi melalui serangkaian hambatan impor yang berupa proteksi hingga perlindungan khusus, khususnya untuk industri-industri strategis maupun industri rakyat.

Adam Smith menjelaskan bahwa perdagangan bebas antarnegara akan membawa keuntungan bagi kedua negara tersebut, jika salah satu dari kedua negara tersebut tidak memaksakan untuk memperoleh surplus perdagangan yang dapat menciptakan defisit neraca perdagangan dari mitra dagangnya (Halwani, 2005).

Salah satu tokoh besar yang lahir pada zaman merkantilisme adalah Thomas Mun. Mun adalah seorang cendekiawan Inggris dan putera seorang pedagang di London. Mun berhasil menelurkan hasil pemikirannya dalam bukunya yang

berjudul England’s Treasure by Foreign Trade yang memberikan sumbangan yang

sangat besar terhadap teori perdagangan internasional. Mun berpendapat bahwa untuk meningkatkan kekayaan negara, cara yang biasa dilakukan adalah lewat perdagangan dan karena itu pedoman yang harus dipegang teguh oleh suatu negara adalah mengusahakan agar nilai ekspor ke luar negeri harus lebih besar dibandingkan dengan yang diimpor oleh negara itu. Keuntungan bersih menurutnya akan diperoleh melalui selisih dari hasil penjualan yaitu ekspor dengan pembelian yaitu impor dan dengan demikian jumlah uang emas dan perak yang akan diterima akan semakin besar tiap tahunnya. Mun juga berpendapat jika suatu negara lewat perdagangan memperoleh banyak uang, jangan sampai modal itu hilang justru karena uang itu tidak dipergunakan untuk berdagang lagi. Dari argumen Mun dapatlah ditarik sebuah kesimpulan bahwa bahkan dalam suatu tata ekonomi perdagangan, uang baru


(39)

merupakan kekayaan yang berarti hanya bila uang tersebut digunakan sebagai alat tukar menukar, dan uang akan menjadi beban suatu negara jika uang hanya disimpan saja. Sumbangan Mun yang tidak kalah pentingnya adalah terciptanya suatu kerangka dasar neraca pembayaran suatu negara pada tahun tertentu. Walaupun neraca pembayaran pada saat itu angka-angka itu memang tidak disusun teliti, namun yang penting Mun telah menunjukkan kerangka dasar neraca pembayaran dengan baik sekali.

Sebutan merkantilisme mengandung makna menyamakan suatu bangsa atau negara dengan kebijakan seorang pedagang, yang berusaha mendapatkan hasil yang lebih besar pada waktu menjual dibandingkan dengan apa yang dikeluarkannya ketika membeli dan dengan demikian meningkatkan kekayaan perusahaannya. Seperti layaknya seorang pedagang, bangsa yang merkantilis memandang bangsa dan negara lain sebagai saingannya dan mencoba untuk merebut pasaran saingannya dengan cara merebut suatu monopoli atau dengan cara lainnya. Biasanya seorang pedagang berusaha untuk menekan harga barang yang akan dibelinya, dan membayar upah serendah mungkin dengan tujuan untuk menekan biaya pada titik yang paling minimal. Demikian juga negara yang menganut paham merkantilisme berusaha untuk menumpuk kekayaan dengan jalan memeras dan menguras sumber-sumber daya yang murah di negara jajahan dan mengupah buruh dengan upah yang sangat minim di negerinya sendiri. Karena situasi dan kondisi tersebutlah maka mengapa peranan negara harus begitu kuat demi nasionalisme ekonominya. Kekuasaan negara yang semakin kuat berhasil menciptakan keadaan yang aman dengan mengatasi


(40)

konflik-konflik antarwilayah yang sering berkecamuk di antara para bangsawan. Terciptanya keamanan dan kestabilan dalam negeri ini merupakan prasayarat untuk memperluas pasar dalam negeri dan perkembangan produksi. Di samping itu juga negara memberikan kemudahan-kemudahan kepada para pedagang untuk melakukan perdagangan internasional, dengan demikian maka keuntungan yang diraih oleh para pedagang dapat memberikan masukan pendapatan bagi negaranya. Merkantilisme memang tidak semata mendatangkan keuntungan belaka bagi negara-negara yang melakukan perdagangan internasional, namun juga kerugian bahkan penderitaan bagi para buruh, petani, dan rakyat yang tinggal di daerah koloni sebagai daerah jajahan. Para buruh dipaksa bekerja dengan sekeras-kerasnya dengan upah yang serendah-rendahnya guna mendorong ekspor sebanyak-banyaknya, bahkan konsumsi untuk dalam negeripun sampai dilupakan. Jam kerja pada kenyataannya sangat tidak terbatas. Kondisi buruh sangat memprihatinkan, anak-anak dan para wanita dengan pakaian yang compang-camping dipaksa untuk bekerja di tambang batu bara di Inggris. Pemogokan para pekerja dianggap sebagai suatu kejahatan dan langsung ditindak tegas. Nasib para petani tidak lebih baik dibandingkan dengan kaum buruh, pada saat itu fungsi pertanian hanya dipandang sebagai penyedia bahan pangan yang semurah mungkin dengan demikian juga upah buruh dapat ditekan rendah, dan sebagai sumber bahan mentah untuk industri yang semurah-murahnya. Karena itu mengapa penghasilan para tuan tanah terutama para petani yang bekerja padanya begitu rendah. Belum lagi jika lahan pertanian dipaksa untuk diubah menjadi lahan industri oleh pemerintah, maka dapatlah dipastikan berapa banyak para petani yang


(41)

bakal menganggur. Lebih mengenaskan lagi nasib daerah jajahan pada saat itu. Karena didorong motivasi untuk memperoleh daerah koloni baru guna menopang industri-industri yang baru tumbuh, maka perbudakan menjadi salah satu cara guna memperoleh sumber daya manusia yang murah bagi industri di negara merkantilis. Pengurasan sumber-sumber daya alam besar-besaran dilakukan di setiap daerah jajahan dengan tujuan untuk memperoleh sumber daya alam dengan semurah-murahnya seperti kentang, tembakau, kopi, tebu, teh, cengkeh, dan lain-lain untuk dijual lagi dengan harga yang setinggi-tingginya (Limongan, 2001).

Kaum merkantilis mengukur kekayaan sebuah negara dengan stok/cadangan logam mulia yang dimilikinya. Sementara saat sekarang ini kita mengukur kekayaan sebuah negara dengan cadangan sumber daya manusia, hasil produksi manusia, serta kekayaan alam yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa. Semakin besar cadangan ini, semakin besar pula arus barang dan jasa untuk memenuhi keinginan manusia, dan dengan demikian akan semakin besar pula standar hidup masyarakat negara tersebut. Dalam setiap kesempatan, kaum merkantilis selalu melakukan pengendalian pemerintah yang ketat terhadap semua aktivitas ekonomi dan mengajarkan nasionalisme ekonomi karena mereka percaya bahwa sebuah negara hanya dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan mengorbankan negara lain dimana artinya, perdagangan adalah a zero-sum game (Salvatore, 1997).

2.2.2. Keunggulan Absolut

Ekonomi klasik resmi berdiri ketika Adam Smith mengeluarkan bukunya yang berjudul An Inquiry into Nature and Causes of the Wealth of Nations, yang


(42)

biasa disingkat dengan Wealth of Nations. Dalam bukunya, Adam Smith ingin menjelaskan bagaimana meningkatkan kekayaan/kemakmuran suatu negara dan bagaimana kekayaan tersebut didistribusikan. Dalam hal ini, kekayaan suatu negara akan bertambah searah dengan peningkatan ketrampilan dan efisiensi para tenaga kerja, dan sejalan dengan persentase penduduk yang terlibat dalam proses produksi. Kesejahteraan ekonomi setiap individu tergantung pada perbandingan antara produksi total dengan jumlah penduduk. Adam Smith juga menganjurkan adanya spesialisasi kerja dan penggunaan mesin-mesin sebagai sarana utama untuk peningkatan produksi. Ia juga memperkenalkan konsep invisible hand-nya di mana setiap orang

yang melakukan kegiatan di dalam perekonomian dituntun oleh sebuah “tangan yang

tidak kelihatan” sehingga dengan mengejar kepentingannya sendiri seringkali justru

lebih efektif memajukan kepentingan masyarakat terlebih dahulu.

Menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut. Jika suatu negara menghendaki adanya persaingan, perdagangan bebas dan spesialisasi di dalam negeri, maka hal yang sama juga dikehendaki dalam hubungan antarbangsa. Sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut. Melalui proses ini, sumber


(43)

daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang paling efisien. Output kedua komoditi yang diproduksi pun akan meningkat. Peningkatan dalam output ini akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang melakukan perdagangan. Keunggulan absolut tersebut dapat diilustrasikan, jika negara A dapat memproduksi kentang untuk 8 unit per tenaga kerja sedangkan negara B untuk komoditi yang sama hanya dapat memproduksi 4 unit per tenaga kerja, sedangkan untuk komoditi lain misalnya gandum, negara A hanya dapat memproduksi 6 unit per tenaga kerja sedangkan untuk negara B dapat memproduksi 12 unit per tenaga kerja, maka dapat disimpulkan bahwa negara A mempunyai keunggulan absolut dalam produksi kentang dibandingkan dengan negara B, sedangkan negara B dapat dikatakan mempunyai keunggulan absolut dalam produksi gandum dibandingkan negara A. Perdagangan internasional yang saling menguntungkan antara kedua negara tersebut jika negara A mengekspor kentang dan mengimpor gandum dari negara B, dan sebaliknya negara B mengekspor gandum dan mengimpor kentang dari negara A.

2.2.3. Keunggulan Komparatif

Teori perdagangan internasional yang lain diperkenalkan oleh David Ricardo. Teorinya dikenal dengan nama teori keunggulan komparatif. Berbeda dengan teori keunggulan absolut yang mengutamakan keunggulan absolut dalam produksi tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dibandingkan dengan negara lain, teori ini berpendapat bahwa perdagangan internasional dapat terjadi walaupun satu negara tidak mempunyai keunggulan absolut, asalkan harga komparatif di kedua negara


(44)

berbeda. Ricardo berpendapat sebaiknya semua negara lebih baik berspesialisasi dalam komoditi-komoditi di mana ia mempunyai keunggulan komparatif dan mengimpor saja komoditi-komoditi lainnya. Teori ini menekankan bahwa perdagangan internasional dapat saling menguntungkan jika salah satu negara tidak memiliki keunggulan absolut atas suatu komoditi seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith, namun cukup memiliki keunggulan komparatif di mana harga untuk suatu komoditi di negara yang satu dengan negara lainnya relatif berbeda.

Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut yang lebih besar (kerugian komparatif).

Dalam konteks dua negara dan dua komoditi, jika salah satu negara telah ditetapkan memiliki keunggulan komparatif dalam satu komoditi, maka negara satunya harus dianggap memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi lainnya.

2.2.4. Teori Edgeworth

Teori kurva indiferensi dikembangkan oleh Francis Ysidro Edgeworth, Vilfredo Pareto, dan kawan-kawan di awal abad ke-20. Teori ini diturunkan dari teori utilitas ordinal, yang mengasumsikan bahwa setiap orang selalu dapat mengurutkan preferensinya. Dengan kata lain, seseorang selalu dapat menentukan bahwa ia lebih


(45)

menyukai barang A dibanding barang B, dan lebih suka barang B dibanding barang C, lebih suka barang C daripada barang D dan seterusnya.

Sebuah grafik dari kurva indiferensi untuk seorang konsumen dihubungkan dengan tingkat utilitas/kepuasan berbeda disebut dengan peta indiferensi. Titik kembalinya tingkat kepuasan yang berbeda setiap unitnya dihubungkan dengan kurva indiferensi yang berbeda satu sama lain. Sebuah kurva indiferensi menjabarkan sebuah himpunan preferensi pribadi dan bisa berbeda pada orang satu dan lainnya. Kurva indiferensi biasanya dijelaskan menjadi:

1. Dijabarkan hanya pada kuadran positif (+, +) diagram Cartesius dari komoditas

berdasarkan kuantitas.

2. Melengkung secara negatif. Sebagai kuantitas yang dikonsumsi dari satu barang

(x) meningkat, kepuasan total akan naik jika tidak dikompensasikan oleh sebuah penurunan dalam kuantitas yang dikonsumsi pada barang lain (y). Sama dengan kekenyangan, di mana lebih dari barang (atau keduanya) sama derajatnya dipreferensikan untuk tidak ditingkatkan, tidak diikutsertakan. (jika utilitas

U=f(x, y), U, dalam dimensi ke tiga, tidak memiliki sebuah maksimum lokal

untuk semua x dan y).

3. Lengkap, seperti semua titik dalam kurva indiferen di rangking sama besar dalam

hal selera dan dirangking baik lebih atau kurang disukai dibandingkan titik lainnya yang tidak ada dalam kurva. Jadi, dengan (2), tidak ada dua kurva yang akan bersilangan (selain non-satiasi akan dilanggar).


(46)

4. Transitif dengan hubungan ke titik dalam kurva indiferen yang berbeda. Itu

terjadi, jika tiap titik dalam I2 adalah selera (yang terbatas) pada tiap titik dalam

I1, dan tiap titik dalam I3 dihubungkan ke tiap titik dalam I2, tiap titik dalam I3

dihubungkan ke tiap titik dalam I1. Sebuah lengkungan negatif dan transitivitas

tidak dimasukkan persilangan kurva indiferen, karena garis lurus dari kedua sisi tersebut bersilangan akan memberi rangking preferensi yang tidak satu sisi dan intransitif.

5. Secara terbatas konveks (dijatuhkan dari bawah). Dengan (2), preferensi konveks

menyebabkan sebuah pemunculan dari asal kurva indiferen. Sebagai konsumen menurunkan konsumsi dari satu barang dalam unit suksesif, jumlah besar dari barang lainnya akan dibutuhkan untuk mempertahankan kepuasan tidak berubah, efek substitusi.

Teori konsumen menggunakan kurva indiferensi dan penghematan anggaran untuk menghasilkan kurva permintaan konsumen (Bruce dan Jeffrey, 2006).

2.2.5. Teori Hecksher Ohlin

Gagasan yang menyatakan bahwa sumber utama perdagangan internasional adalah adanya perbedaan karunia sumber-sumber daya antarnegara merupakan salah satu landasan teori yang paling berpengaruh dalam ilmu ekonomi internasional. Teorinya sendiri dikembangkan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin yang disebut dengan teori proporsi faktor. Teori ini sangat menekankan saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor produksi antarnegara dan perbedaan proporsi penggunaannya dalam memproduksi berbagai macam barang.


(47)

Pada dasarnya, teori perdagangan Heckscher-Ohlin dilandaskan pada asumsi-asumsi pokok sebagai berikut (Salvatore, 1997):

a. Di dunia hanya terapat dua negara saja (negara 1 dan negara 2), dua komoditi

(komoditi X dan komoditi Y), dan dua faktor produksi (tenaga kerja dan modal).

b. Kedua negara tersebut memiliki dan menggunakan metode atau tingkat teknologi

produksi yang persis sama.

c. Komoditi X secara umum bersifat padat karya atau padat tenaga kerja, sedangkan

komoditi Y secara umum bersifat padat modal. Hal ini berlaku untuk kedua negara.

d. Kedua komoditi tersebut sama-sama diproduksikan berdasarkan skala hasil yang

konstan, dan hal ini sama-sama terjadi di kedua negara.

e. Spesialisasi produksi yang berlangsung di kedua negara sama-sama tidak lengkap

atau tidak menyeluruh; artinya, masing-masing negara tetap memproduksi kedua jenis komoditi itu secara sekaligus, meskipun dalam komposisi yang berbeda.

f. Selera atau preferensi-preferensi permintaan para konsumen yang ada di kedua

negara itu persis sama.

g. Terdapat kompetisi sempurna dalam pasar produk (tempat perdagangan kedua

komoditi) dan juga dalam pasar faktor (yakni tempat bertemunya kekuatan penawaran dan permintaan atas berbagai faktor produksi, yang dalam teori ini dibatasi pada modal dan pasar tenaga kerja). Maksudnya, pemasok komoditi maupun faktor produksi begitu banyak, sehingga tidak ada yang bisa mendikte harga secara sepihak. Harga semata-mata terbentuk oleh kekuatan pasar.


(48)

h. Terdapat mobilitas faktor yang sempurna dalam ruang lingkup masing-masing negara namun tidak ada mobilitas faktor antarnegara/internasional. Maksudnya, seorang pekerja atau sejumlah modal bisa dengan mudah berpindah-pindah dari satu sektor ekonomi/industri ke sektor lainnya dalam negara yang sama, namun mereka tidak bisa berpindah ke negara lain.

i. Sama sekali tidak ada biaya-biaya transportasi, tarif atau berbagai bentuk

hambatan lainnya yang dapat mengurangi kebebasan arus perdagangan barang yang berlangsung di antara kedua negara tersebut.

j. Semua sumber daya produktif atau faktor produksi yang ada di masing-masing

negara dapat dikerahkan secara penuh dalam kegiatan-kegiatan produksi.

k. Perdagangan internasional yang terjadi di antara negara 1 dan negara 2

sepenuhnya seimbang (jumlah ekspor dan impor dari kedua negara ini persis sama).

2.2.6. Teori Supply Demand

Salvatore (1997) menyatakan bahwa harga relatif komoditi relatif dalam kondisi ekuilibrium ketika perdagangan internasional telah berlangsung akan tercipta melalui proses yang berlangsung cukup lama. Artinya, harga itu tidak tercipta begitu saja melainkan baru tercipta setelah hubungan dagang antara kedua negara tadi berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang sehingga tersedia cukup waktu bagi kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan untuk saling bertemu dan menentukan harga tersebut.


(49)

Konsep kurva tawar menawar (offer curve) yang disebut juga permintaan resiprokal (reciprocal demand curves) untuk pertama kalinya dirumuskan dan diperkenalkan ke dalam khasanah ilmu ekonomi internasional oleh Marshall dan Edgeworth. Pada dasarnya kurva tawar menawar suatu negara memperlihatkan seberapa banyak suatu negara bersedia menyediakan komoditi ekspornya untuk memperoleh komoditi impor dalam jumlah tertentu. Hal ini berarti kurva tawar menawar merangkum elemen-elemen permintaan dan juga unsur-unsur penawaran sekaligus. Artinya, kurva tawar menawar dari suatu negara memperlihatkan sejauh mana kesediaan negara itu mengimpor dan mengekspor pada berbagai tingkat harga relatif yang tengah berlaku. Kurva tawar menawar dari suatu negara dapat diturunkan atau diderivasikan secara lebih mudah dan bahkan agak informal apabila dibandingkan dengan derivasi kurva batas kemungkinan produksi (production

frontier) dari negara yang bersangkutan, atau perumusan peta-peta indiferennya

(indifference map).

2.2.7. Teori Purchasing Power Parity (PPP)

Teori paritas daya beli (Purchasing Power Parity), secara definitif, menyatakan bahwa kurs antar-mata uang sama dengan nisbah tingkat harga masing-masing negara pemiliknya; tingkat harga ini dihitung berdasarkan harga uang dari suatu komoditi acuan. PPP sama artinya dengan pernyataan bahwa daya beli suatu mata uang sama besarnya di setiap negara. Selain PPP absolut, teori PPP masih memiliki versi yang lain, yakni PPP relatif yang memprediksikan bahwa perubahan persentase kurs sama dengan selisih tingkat inflasi nasional.


(50)

Landasan utama teori PPP adalah dalil suatu harga (law of one price). Dalil ini menyatakan bahwasanya apabila perdagangan benar-benar bebas dan sama sekali tidak ada hambatan, tarif maupun non-tarif, apapun terhadapnya, maka suatu barang pasti dijual di bagian mana pun dari dunia ini dengan harga yang persis sama.

Pendekatan moneter terhadap kurs (monetary approach to the xchange rates) juga menggunakan PPP untuk menjelaskan perilaku kurs dalam jangka panjang semata-mata berdasarkan penawaran dan permintaan uang. Menurut pendekatan ini selisih suku bunga internasional dalam jangka panjang bersumber dari perbedaan tingkat inflasi masing-masing negara (yang diprediksikan sebagai Efek Fischer). Adapun perbedaan tingkat inflasi dalam jangka panjang tersebut disebabkan oleh perbedaan tingkat pertumbuhan moneter dari masing-masing negara. Pendekatan moneter juga mendapati bahwa kenaikan suku bunga yang terjadi di suatu negara akan segera diikuti dengan depresiasi mata uang nasionalnya. Dengan adanya PPP relatif, maka selisih suku bunga internasional (yang sama dengan perubahan persentase kurs) juga akan sama dengan perkiraan selisih inflasi internasional (Krugman dan Maurice, 2005).

2.3. Nilai Tukar Internasional 2.3.1. Definisi Nilai Tukar

Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya (Salvatore, 1997). Menurut Krugman dan Maurice (2005), nilai tukar mata uang yang disebut juga kurs,


(51)

adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya. Menurut Nopirin (1996), kurs adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan mendapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut. Kenaikan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang asing. Penurunan nilai tukar uang dalam negeri disebut depresiasi atas mata uang asing.

Ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai tukar mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Laju inflasi relatif

Dalam pasar valuta asing, perdagangan internasional baik dalam bentuk barang atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing, sehingga perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing. Misalnya, jika Amerika sebagai mitra dagang Indonesia mengalami tingkat inflasi yang cukup tinggi maka harga barang Amerika juga menjadi lebih tinggi, sehingga otomatis permintaan terhadap barang dagangan relatif mengalami penurunan.

b. Tingkat pendapatan relatif

Faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dalam pasar mata uang asing adalah laju pertumbuhan riil terhadap harga-harga luar negeri. Laju pertumbuhan riil dalam negeri diperkirakan akan melemahkan kurs mata uang asing. Sedangkan pendapatan riil dalam negeri akan meningkatkan permintaan valuta asing relatif dibandingkan dengan suplai yang tersedia.


(52)

c. Suku bunga relatif

Kenaikan suku bunga mengakibatkan aktivitas dalam negeri menjadi lebih menarik bagi para penanam modal dalam negeri maupun luar negeri. Terjadinya penanaman modal cenderung mengakibatkan naiknya nilai mata uang yang semuanya tergantung pada besarnya perbedaan tingkat suku bunga di dalam dan di luar negeri, maka perlu dilihat mana yang lebih murah, di dalam atau di luar negeri (Natalia, 2009). Dengan demikian sumber dari perbedaan itu akan menyebabkan terjadinya kenaikan kurs mata uang asing terhadap mata uang dalam negeri.

d. Kontrol pemerintah

Kebijakan pemerintah bisa mempengaruhi keseimbangan nilai tukar dalam berbagai hal termasuk:

a. Usaha untuk menghindari hambatan nilai tukar valuta asing.

b. Usaha untuk menghindari hambatan perdagangan luar negeri.

c. Melakukan intervensi di pasar uang yaitu dengan menjual dan membeli mata

uang.

Alasan pemerintah untuk melakukan intervensi di pasar uang adalah:

1. Untuk memperlancar perubahan dari nilai tukar uang domestik yang

bersangkutan.

2. Untuk membuat kondisi nilai tukar domestik di dalam batas-batas yang

ditentukan.


(53)

4. Berpengaruh terhadap variabel makro seperti inflasi, tingkat suku bunga dan tingkat pendapatan.

e. Ekspektasi

Faktor kelima yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi atau nilai tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan. Dan sebagai contoh, berita mengenai bakal melonjaknya inflasi di AS mungkin bisa menyebabkan pedagang valas menjual dollar, karena memperkirakan nilai dollar akan menurun di masa depan. Reaksi langsung akan menekan nilai tukar dollar dalam pasar (Gecko, 2009).

2.3.2. Hubungan Nilai Tukar Internasional dengan Ekspor

Nilai tukar mata uang merupakan perbandingan nilai dua mata uang yang berbeda atau dikenal dengan sebutan kurs. Nilai tukar didasari dua konsep, pertama, konsep nominal, merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan guna memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain. Kedua, konsep riil yang dipergunakan untuk mengukur daya saing komoditi ekspor suatu negara di pasaran internasional.

Permintaan dan penawaran akan valuta asing akan membentuk tingkat nilai tukar suatu mata uang domestik dengan mata uang negara lain. Penawaran dan permintaan terhadap valuta asing timbul karena adanya hubungan internasional dalam perdagangan barang, jasa, maupun modal. Penawaran valuta asing disebabkan adanya


(54)

ekspor barang, jasa, transfer atau hibah dari luar negeri maupun kapital masuk. Sedangkan permintaan valuta asing disebabkan adanya impor barang, jasa maupun kapital, sehingga untuk menyelesaikan transaksi perlu menukarkan suatu mata uang domestik dengan valuta asing, dan sebaliknya (Halwani, 2005).

Dalam sistem nilai tukar internasional mengambang, depresiasi atau apresiasi nilai mata uang akan mengakibatkan perubahan ke atas ekspor maupun impor. Jika nilai tukar internasional mengalami depresiasi, yaitu nilai mata uang dalam negeri menurun dan berarti nilai mata uang asing bertambah tinggi harganya akan menyebabkan ekspor meningkat dan impor cenderung menurun. Jadi nilai tukar internasional mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai tukar internasional dalam hal ini dollar meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno, 2009).

2.4. Tingkat Harga Internasional

2.4.1. Definisi Tingkat Harga Internasional

Menurut Krugman dan Maurice (2005), tingkat harga (price level) dari suatu perekonomian adalah keseluruhan harga aneka barang dan jasa yang dinyatakan dalam satuan uang tunai. Jika tingkat harga meningkat, setiap rumah tangga dan perusahaan harus membelanjakan lebih banyak uang daripada sebelumnya untuk membeli aneka jenis barang dan jasa dalam jumlah yang persis sama seperti sediakala. Guna mempertahankan tingkat likuiditas seperti sebelumnya meningkatnya


(55)

tingkat harga, mereka harus menyediakan atau memiliki lebih banyak uang. Jadi, jika tingkat harga meningkat, permintaan uang agregat juga akan mengalami peningkatan.

2.4.2. Hubungan Tingkat Harga Internasional dengan Ekspor

Dalam hukum penawaran dijelaskan sifat hubungan antara penawaran suatu barang dengan tingkat harganya. Hukum penawaran pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan: makin rendah harga suatu barang maka makin sedikit penawaran terhadap barang tersebut. Sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka makin tinggi penawaran akan barang tersebut dengan asumsi ceteris

paribus (Sukirno, 2002). Oleh karena itu, penawaran akan barang-barang ekspor juga

ditentukan oleh besarnya harga dari barang ekspor tersebut. Di mana, semakin tinggi harga dari barang-barang ekspor maka penawaran akan barang-barang ekspor tersebut akan bertambah. Sebaliknya, semakin rendah harga barang impor maka makin rendah penawaran akan barang ekspor tersebut dengan asumsi ceteris paribus (faktor lain dianggap tetap atau tidak mengalami perubahan). Jadi, antara harga ekspor suatu barang mempunyai hubungan yang positif dengan volume ekspor barang tersebut tetapi dalam jangka panjang akan mempunyai hubungan yang negatif dengan volume ekspor barang (Krugman, 2005).

2.5. Investasi Domestik

2.5.1. Definisi Investasi Domestik

Investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu yang tertentu. Investasi yang dilakukan


(56)

dapat berupa investasi domestik (domestic investment) di mana investasi yang dilakukan tanpa melibatkan pihak asing sedangkan investasi asing/luar negeri (foreign investment) dilakukan dengan melibatkan pihak asing. Sharpe et al (1993)

dalam Horne (1995) merumuskan investasi domestik dengan pengertian adalah

mengorbankan aset yang dimiliki sekarang demi mendapakan aset di kemudian hari dengan jumlah yang lebih besar. Sedangkan Jones (2004) dalam Margaretha (2005) mendefinisikan investasi domestik sebagai komitmen menanamkan sejumlah dana pada satu atau lebih aset selama beberapa periode pada masa mendatang.

Definisi yang lebih lengkap diberikan oleh Reilly dan Brown (1998) dalam Hartono (2000), yang mengatakan bahwa investasi adalah komitmen meningkatkan aset saat ini untuk beberapa periode waktu ke masa depan guna mendapat penghasilan yang mampu mengkompresi pengorbanan investor berupa keterikatan aset dalam waktu tertentu, tingkat inflasi dan ketidakmenentuan penghasilan pada masa mendatang yang dilakukan di dalam suatu wilayah tertentu tanpa melibatkan pihak asing.

Dari definisi yang disampaikan tersebut kita bisa menarik pengertian investasi, bahwa untuk bisa melakukan suatu investasi domestik harus ada unsur ketersediaan dana (aset) pada saat sekarang, (bisa tunggal atau portofolio) untuk beberapa periode (untuk jangka panjang lebih dari satu tahun) di masa yang akan datang.


(57)

Faktor-faktor penentu investasi

Bagi seorang investor yang hendak melakukan suatu investasi, harus melakukan suatu analisis terlebih dahulu dalam menentukan keputusan investasinya. Untuk melakukan suatu analisis investasi, setidaknya ada tiga faktor yang harus dianalisis, yaitu:

1. Analisis kondisi makroekonomi.

2. Analisis pada jenis industri.

3. Analisis fundamental suatu perusahaan.

2.5.2. Hubungan Investasi Domestik dengan Ekspor

Investasi sendiri secara umum berarti mengorbankan uang yang dimiliki saat ini untuk mendapat manfaat yang lebih besar di masa yang akan datang. Halwani (2002) mengungkapkan bahwa dalam perekonomian yang mengandalkan ekspor sebagai penghelaan, keberhasilan strategi peningkatan ekspor sebagai prasyarat keberhasilan pembangunan ditentukan oleh unsur-unsur eksternal dan internal. Unsur-unsur yang bersifat eksternal antara lain laju pertumbuhan ekonomi, perdagangan dunia, laju peningkatan aliran modal, investasi, keterbukaan. Adilnya sistem perdagangan dunia, baik multilateral, regional, maupun bilateral sedangkan unsur-unsur yang bersifat internal yaitu: baiknya iklim usaha, kebijakan pemerintah, kesiapan, kegairahan, keahlian dunia usaha dalam memanfaatkan peluang yang terbuka, dan upaya pengembangan dengan mitra usaha asing.


(58)

2.6. Inflasi

2.6.1. Definisi Inflasi

Menurut Nopirin (1998), inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus menerus selama periode tertentu. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1992), inflasi dinyatakan sebagai kenaikan harga secara umum. Jadi tingkat inflasi adalah tingkat perubahan harga secara umum yang dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: Rate of inflation (year t) = Price level (year t) - price

level (year t-l) : price level (year t-l) Komponen Inflasi

Ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi (Prathama dan Mandala, 2005):

1. Kenaikan harga

Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga periode sebelumnya.

2. Bersifat umum

Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga secara umum naik.

3. Berlangsung terus menerus

Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadi sesaat, karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan.


(59)

Tingkat inflasi

Kondisi inflasi menurut Samuelson dan Nordhaus (1992), berdasarkan sifatnya inflasi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Merayap (Creeping Inflation)

Laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% pertahun), kenaikan harga berjalan lambat dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif lama.

b. Inflasi Menengah (Galloping Inflation)

Inflasi ini ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi yang artinya harga-harga minggu/bulan ini lebih tinggi dari minggu/bulan lalu dan seterusnya.

c. Inflasi Tinggi (Hyper Inflation)

Inflasi yang paling parah dengan ditandai dengan kenaikan harga sampai 5 atau 6 kali dan nilai uang merosot dengan tajam. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja.

Metode pengukuran inflasi

Suatu kenaikan harga dalam inflasi dapat diukur dengan menggunakan indeks harga. Ada beberapa indeks harga yang dapat digunakan untuk mengukur laju inflasi (Nopirin, 1998) antara lain:


(60)

1. Consumer Price Index (CPI)

Indeks yang digunakan untuk mengukur biaya atau pengeluaran rumah tangga dalam membeli sejumlah barang bagi keperluan kebutuhan hidup: CPI= (Cost of

market basket in given year: Cost of market basket in base year) x 100%

2. Produsen Price Index dikenal dengan Whosale Price Index

Index yang lebih menitikberatkan pada perdagangan besar seperti harga bahan mentah (raw material), bahan baku atau barang setengah jadi. Indeks PPI ini sejalan dengan indeks CPI.

3. GNP Deflator

GNP deflator ini merupakan jenis indeks yang berbeda dengan indeks CPI dan

PPI, di mana indeks ini mencangkup jumlah barang dan jasa yang termasuk dalam hitungan GNP, sehingga jumlahnya lebih banyak dibanding dengan kedua indeks di atas: GNP Deflator = (GNP Nominal : GNP Riil) x 100%

Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi

Menurut Samuelson dan Nordhaus (1992), ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi:

1. Demand Pull Inflation

Timbul apabila permintaan agregat meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian, menarik harga ke atas untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan agregat.


(1)

2009:1 51834.67 11636.67 26204.50 2832.633 7.943333

2009:2 16898.00 10426.00 26720.25 3092.300 4.133333

2009:3 69706.67 9887.000 4207.223 3451.133 2.716667


(2)

Lampiran 2. Data-2

obs LVEY LEXR LHRG LINV LIFI

1994:1 NA 7.665753 NA 8.622640 1.174544 1994:2 9.907280 7.675391 6.758220 8.336822 1.727517 1994:3 8.719590 7.684784 6.655175 8.473025 1.780024 1994:4 NA 7.693026 NA 8.085610 1.890095 1995:1 8.222375 7.701954 6.645330 8.602478 1.612101 1995:2 8.763845 7.712593 7.577184 8.359939 1.695004 1995:3 7.694089 7.725771 8.407312 8.927805 1.867176 1995:4 8.467793 7.739069 8.171325 8.699315 1.889592 1996:1 6.648121 7.750615 8.939391 9.334989 1.703535 1996:2 NA 7.760467 NA 9.218927 1.459390 1996:3 7.159810 7.763021 9.081525 8.980638 1.608771 1996:4 8.626347 7.769660 8.060535 8.328065 1.706565 1997:1 NA 7.786136 NA 9.462385 1.622683 1997:2 NA 7.800163 NA 9.145436 1.759007 1997:3 10.75031 7.996205 8.571306 9.158749 1.888584 1997:4 13.62406 8.291379 7.602336 9.009843 1.977778 1998:1 11.55490 9.121509 7.969880 8.752560 3.676470 1998:2 NA 9.317549 NA 8.197612 4.009634 1998:3 13.39878 9.358042 9.086351 9.036392 4.182355 1998:4 13.61345 8.939188 8.641988 7.542726 4.249637 1999:1 14.23695 9.081180 8.843365 8.070093 3.802282 1999:2 13.37714 8.948586 8.671767 8.065747 3.631427 1999:3 14.25342 8.937043 8.693822 9.222308 3.574030 1999:4 13.77280 8.873702 8.428278 7.616825 1.207965 2000:1 14.19744 8.923547 8.619395 7.838711 0.398776 2000:2 14.08406 9.039947 8.663338 7.167886 0.254642 2000:3 14.89461 9.070043 8.550185 8.298564 1.266948 2000:4 15.20436 9.159749 8.777297 9.979498 1.868206 2001:1 15.28799 9.199785 8.718818 7.898188 2.266958 2001:2 15.64837 9.340579 8.857618 9.199263 0.574739 2001:3 15.33271 9.143666 8.576102 8.162963 1.714998 2001:4 12.57823 9.251643 8.883695 7.879077 2.221375 2002:1 12.56434 9.215792 8.877522 7.060619 2.677132 2002:2 12.52176 9.098701 8.810865 8.053972 2.531313 2002:3 12.89439 9.104609 8.851931 7.578452 2.339560 2002:4 12.62711 9.110483 8.942295 7.674958 2.330200 2003:1 12.30721 9.093394 9.310767 7.094594 2.056258 2003:2 12.76641 9.037533 8.991920 7.619152 1.981001 2003:3 13.09954 9.045033 9.082591 7.677539 1.851599 2003:4 13.13017 9.047704 9.062230 9.283594 1.744551 2004:1 13.15895 9.046841 9.189186 7.600519 1.650580 2004:2 13.05455 9.115517 9.131599 8.228141 1.921813 2004:3 13.12707 9.129347 8.947442 8.176176 1.854213 2004:4 13.04718 9.119613 9.121920 7.988498 1.433496 2005:1 12.77113 9.137949 9.047350 8.015647 2.082769 2005:2 12.46741 9.168754 9.392566 8.546894 2.021989 2005:3 13.00750 9.222565 9.004583 8.427815 2.464987 2005:4 13.15218 9.208839 9.133549 8.320107 2.470639 2006:1 12.78414 9.130575 8.762082 8.588478 2.794432 2006:2 12.78768 9.115846 8.783569 9.739024 2.736098 2006:3 12.78132 9.119868 8.940884 9.521251 3.576271 2006:4 13.28568 9.115846 9.031151 9.813160 1.375402 2007:1 12.91170 9.118517 8.929193 10.15491 1.852123 2007:2 13.19601 9.103683 8.850100 9.452300 1.783391 2007:3 12.98910 9.131766 9.304048 9.836213 1.913977 2007:4 13.07144 9.137698 9.478466 8.666555 1.489152 2008:1 12.61809 9.125472 9.290330 7.333959 2.101285 2008:2 13.17719 9.133351 9.393055 7.171631 2.407245 2008:3 12.69824 9.128733 9.379657 7.678033 2.478218 2008:4 13.50507 9.338323 9.594258 7.492222 2.025513 2009:1 10.85581 9.361917 10.17369 7.948962 2.072333 2009:2 9.734951 9.252058 10.19318 8.036670 1.419084 2009:3 11.15205 9.198976 8.344558 8.146458 0.999406 2009:4 10.33137 9.156412 9.403075 8.078337 0.977072

pdf

M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se !

Ge t you r s n ow !

“ Thank you very m uch! I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your

pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobe's" A.Sar r as - USA


(3)

Lampiran 3. Hasil Regresi

Dependent Variable: VEY

Method: Least Squares

Date: 08/02/10 Time: 22:32

Sample: 1994:1 2009:4

Included observations: 64

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C

-384167.1

405882.0

-0.946500

0.3478

EXR

243.4447

58.85644

4.136246

0.0001

HRG

-97.68283

35.85639

-2.724280

0.0085

INV

23.33534

25.95605

0.899033

0.3723

IFI

-18170.68

9981.954

-1.820353

0.0738

R-squared

0.233800 Mean dependent var

692087.5

Adjusted R-squared

0.181854 S.D. dependent var

1195683.

S.E. of regression

1081512. Akaike info criterion

30.70052

Sum squared resid

6.90E+13 Schwarz criterion

30.86919

Log likelihood

-977.4167 F-statistic

4.500842

Durbin-Watson stat

0.599863 Prob(F-statistic)

0.003059

Dependent Variable: LOG(VEY)

Method: Least Squares

Date: 08/02/10 Time: 22:57

Sample(adjusted): 1994:2 2009:4

Included observations: 58

Excluded observations: 5 after adjusting endpoints

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C

-14.92897

3.414109

-4.372728

0.0001

LOG(EXR)

4.274361

0.412707

10.35690

0.0000

LOG(HRG)

-1.320459

0.315668

-4.183061

0.0001

LOG(INV)

0.127035

0.204368

0.621600

0.5369

LOG(IFI)

-0.085099

0.190893

-0.445794

0.6576

R-squared

0.709183 Mean dependent var

12.30337

Adjusted R-squared

0.687235 S.D. dependent var

2.101606

S.E. of regression

1.175332 Akaike info criterion

3.243240

Sum squared resid

73.21443 Schwarz criterion

3.420865

Log likelihood

-89.05397 F-statistic

32.31136

Durbin-Watson stat

0.773020 Prob(F-statistic)

0.000000


(4)

Lampiran 4. Uji Normalitas

0

2

4

6

8

10

12

-3

-2

-1

0

1

2

Series: Residuals

Sample 1994:2 2009:4

Observations 58

Mean

1.49E-14

Median

0.043341

Maximum

2.174996

Minimum

-3.169911

Std. Dev.

1.133342

Skewness

-0.620769

Kurtosis

3.532756

Jarque-Bera

4.411012

Probability

0.110195

pdf

M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se !

Ge t you r s n ow !

“ Thank you very m uch! I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your

pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobe's" A.Sar r as - USA


(5)

Lampiran 5. Uji Multikolinearitas

Correlation Matrix

LEXR

LHRG

LINV

LIFI

LEXR

1.000000

0.692127

-0.194596

0.169594

LHRG

0.692127

1.000000

-0.142311

0.043216

LINV

-0.194596

-0.142311

1.000000

0.041263

LIFI

0.169594

0.043216

0.041263

1.000000


(6)

Lampiran 6. Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic

12.76112 Probability

0.000032

Obs*R-squared

19.34457 Probability

0.000063

Test Equation:

Dependent Variable: RESID

Method: Least Squares

Date: 08/09/10 Time: 01:30

Presample and interior missing value lagged residuals set to zero.

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C

0.915139

2.847109

0.321427

0.7492

LOG(EXR)

-0.466737

0.359311

-1.298977

0.1998

LOG(HRG)

0.350762

0.271744

1.290779

0.2026

LOG(INV)

0.006633

0.175073

0.037890

0.9699

LOG(IFI)

0.005481

0.162942

0.033640

0.9733

RESID(-1)

0.570184

0.173183

3.292387

0.0018

RESID(-2)

0.177359

0.185193

0.957700

0.3427

R-squared

0.333527 Mean dependent var

1.49E-14

Adjusted R-squared

0.255119 S.D. dependent var

1.133342

S.E. of regression

0.978148 Akaike info criterion

2.906450

Sum squared resid

48.79543 Schwarz criterion

3.155124

Log likelihood

-77.28705 F-statistic

4.253708

Durbin-Watson stat

1.416945 Prob(F-statistic)

0.001511

pdf

M a chine - is a pdf w r it e r t h a t pr odu ce s qu a lit y PD F file s w it h e a se !

Ge t you r s n ow !

“ Thank you very m uch! I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your

pr oduct a lot easier t o use and m uch pr efer able t o Adobe's" A.Sar r as - USA