Hakikat Pembelajaran Matematika Deskripsi Teoritik

berhubungan satu sama lain serta diselenggarakan secara logis untuk mencapai keberhasilan belajar. 4 Menurut Suradijono, pembelajaran adalah kerja mental aktif, bukan menerima pengajaran dari guru secara pasif. Guru berperan untuk memberikan dukungan, tantangan berpikir, melayani sebagai pelatih namun siswa tetap merupakan kunci pembelajarannya. 5 Nasution mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik- baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik, sehingga terjadi proses belajar. 6 Sedangkan Bruner menyatakan “learning is an active, social process in which learners construct new ideas and concepts based on their current knowledge ”. 7 Pembelajaran adalah sebuah proses sosial aktif yang mana pembelajar mengkonstruksi ide dan konsep baru berdasarkan pengetahuan yang sekarang. Dari beberapa pendapat para ahli tentang pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa “pembelajaran” adalah suatu upaya untuk menciptakan suatu kondisi bagi terciptanya kegiatan belajar yang memungkinkan siswa meperoleh pengalaman belajar yang memadai. Dalam pembelajaran, terjadinya interaksi sangat diperlukan, baik interaksi antara guru dan siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan lingkungannya. Karena dari proses interaksi tersebut siswa baru dapat memperoleh hasil belajar. Matematika dikenal sebagai suatu ilmu pengetahuan abstrak. Sekalipun abstrak, akan tetapi banyak konsep-konsep awal matematika itu berasal dari situasi atau peristiwa nyata sehari-hari. “Tarmudi mengatakan bahwa matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empirik yang kemudian diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran dalam struktur kognitif sehingga sampailah pada suatu kesimpulan 4 Rusmono, op. cit., h. 6. 5 Sofan Amri, Pengembangan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013,Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2013, h. 23. 6 Ibid., h. 28. 7 Sigit Mangun Wardoyo, Pembelajaran Berbasis Riset, Jakarta: Akamedia Permata, 2013, h. 11. berupa sejumlah konsep matematika. ” 8 Agar konsep-konsep matematika yang telah terbentuk itu dapat dipahami oleh orang lain dan dapat dengan mudah dimanipulasi secara tepat maka digunakan notasi dan istilah yang cermat serta disepakati bersama secara global universal yang dikenal dengan bahsa matematika. “Kline juga mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif. ” 9 Dengan kata lain matematika tidak terlepas dari kegiatan bernalar. Kemampuan bernalar tersebut harus menjadi pola pikir, pola sikap, dan pola tindak peserta didik, baik dalam kegiatan ber-matematika maupun dalam aktivitas sehari-hari lainnya. Dinamika perkembangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalamnya memungkinkan semua pihak dapat mengakses dan memperoleh informasi secara melimpah, cepat, dan mudah dari manapun datangnya. Untuk memperoleh dan mengelola berbagai informasi tersebut diperlukan kemampuan melalui pemikiran yang akurat, sistematis, logis, dan kritis yang salah satunya dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika. Berkaitan dengan hal tersebut, pembelajaran matematika di sekolah saat ini harus disusun agar siswa dapat berpikir bersikap dan bertindak secara akurat, sistematis, logis, dan kritis sehingga mereka dapat menggunakan matematika untuk mengkomunikasikan gagasan dengan menggunakan simbol, mengkaitkan satu ide dengan ide lain atau dengan bidang lain, memecahkan masalah, dan sebagainya, yang dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan. Pembelajaran matematika seyogyanya tidak sekedar dilakukan untuk mencapai dan mewujudkan target tertentu. Namun, pelaksanaan kegiatan pembelajaran matematika harus lebih bermakna dan lebih efektif sehingga 8 Suhenda, Materi Pokok Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matenatika, Jakarta: Universitas Terbuka, 2007, h. 1. 9 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1999, cet. 1, h. 252. berdampak dan berhasil guna, baik dalam pembelajaran matematika itu sendiri maupun dalam penerapannya di dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Berpikir diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Melalui berpikir manusia dapat mengenali masalah, memahami, dan memecahkannya. Di kalangan pelajar, kegiatan berpikir juga amat diperlukan dalam pembelajaran, tidak terkecuali pembelajaran matematika. Matematika sebagai suatu disiplin ilmu yang secara jelas mengandalkan proses berpikir dipandang sangat baik untuk diajarkan pada siswa. Di dalamnya terkandung aspek yang secara substansial menuntun siswa untuk berpikir logis menurut pola dan aturan yang telah tersusun secara baku. Sehingga seringkali tujuan utama dari mengajarkan matematika tidak lain untuk membiasakan agar siswa mampu berpikir logis, kritis, dan sistematis. Khususnya berpikir kritis sangat diperlukan bagi kehidupan mereka, agar mereka mampu menyaring informasi, memilih layak atau tidaknya suatu kebutuhan, mempertanyakan kebenaran yang terkadang dibaluti kebohongan, dan segala hal apa saja yang dapat membahayakan kehidupan mereka. Apalagi pada pembelajaran matematika yang dominan mengandalkan kemampuan daya pikir, perlu membina kemampuan berpikir siswa khususnya berpikir kritis agar mampu mengatasi permasalahan pembelajaran matematika tersebut yang materinya cenderung bersifat abstrak. Hal ini sejalan dengan pendapat Sumarno, yang mengatakan bahwa hakekat pendidikan matematika memiliki dua arah pengembangan, yaitu pengembangan untuk masa kini dan pengembangan untuk masa yang akan datang. Pengembangan kebutuhan masa kini yang dimaksud adalah pembelajaran matematika mengarah pada pemahaman konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan kebutuhan di masa yang akan datang adalah terbentuknya kemampuan nalar dan logis, sistematis, kritis, dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka. 10 Kemampuan bernalar, berpikir kritis, berpikir objektif dan terbuka inilah yang dibutuhkan di masa kini untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan atau tantangan-tantangan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang. Terdapat beberapa definisi tentang berpikir kritis yang dikemukakan oleh para ahli, di antaranya Norris mendefinisikan berpikir kritis sebagai pengambilan keputusan secara rasional apa yang diyakini dan dikerjakan. 11 Sejalan dengan Norris, Ennis juga mengungkapkan bahwa berpikir kritis merupakan berpikir reflektif yang berfokus pada memutuskan apa yang harus dipercaya dan dilakukan. 12 Proses pengambilan keputusan tersebut hendaknya dilakukan secara hati-hati dan tidak tergesa-gesa. Ini berarti berpikir kritis menuntut penggunaan berbagai strategi untuk dapat menghasilkan suatu keputusan sebagai dasar pengambilan tindakan atau keyakinan. Menurut Richard W. Paul, berpikir kritis adalah proses disiplin secara intelektual dimana seseorang secara aktif dan terampil memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi berbagai informasi yang ia kumpulkan atau ia ambil dari pengalaman, pengamatan, refleksi yang dilakukannya, penalaran atau komunikasi yang dilakukannya. 13 Jadi, seseorang yang berpikir kritis akan selalu aktif dalam memahami dan menganalisis semua informasi yang ia dapatkan. Krulik dan Rudnik mengemukakan bahwa yang termasuk berpikir kritis dalam matematika adalah berpikir yang menguji, mempertanyakan, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek yang ada dalam suatu situasi 10 Somakim, “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Penggunaan Pendidikan Matematika Realistik”, Jurnal Forum MIPA, Vol. 14, No. 1, Januari 2011, h. 43. 11 Lambertus, “Pentingnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Matematia di SD”, Jurnal Forum Kependidikan, Vol. 28, No. 2, Maret 2009, h. 137. 12 Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011, cet. 1, h. 22. 13 H awa Liberna, “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa melalui Penggunaan Metode Improve pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel”, Jurnal Formatif, Vol. 2, No. 3, h. 192. atau suatu masalah. 14 Berpikir kritis memungkinkan siswa untuk menemukan kebenaran di tengah banjirnya kejadian dan informasi yang mengelilingi mereka setiap hari. Berpikir kritis merupakan sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis merupakan kemampuan memecahkan masalah dengan mencari, menganalisis, dan mengevaluasi alasan-alasan yang baik agar dapat mengambil keputusan yang terbaik dalam memecahkan masalah matematika. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca naskah matematika atau mendengar suatu ungkapan atau penjelasan tentang matematika seyogyanya ia akan berusaha memahami dan mencoba menemukan hal-hal yang penting. Demikian juga dari suatu data atau informasi ia akan dapat membuat kesimpulan yang tepat dan benar sekaligus mendeteksi ada tidaknya kejanggalan dari informasi tersebut. Singkatnya, orang yang berpikir kritis itu selalu akan peka terhadap informasi atau situasi yang sedang dihadapinya, dan cenderung bereaksi terhadap situasi atau informasi itu. Berpikir kritis dalam belajar matematika merupakan suatu proses kognitif atau tindakan mental dalam usaha memperoleh pengetahuan matematika berdasarkan penalaran matematika. Ennis dan Norris membagi komponen kemampuan penguasaan pengetahuan menjadi lima keterampilan, yang selanjutnya disebut keterampilan berpikir kritis, yaitu: 15 1 Klarifikasi elementer elementary clarification, yang meliputi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan yang membutukan penjelasan. 2 Dukungan dasar basic support, meliputi: mempertimbangkan kredibilats sumber dan melakukan pertimbangan observasi. 14 Fachrurazi, “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar ”, Jurnal Edisi