Skenario Pengembangan Kawasan Transmigrasi

126 produk pertanian lebih banyak mengalir ke daerah urban, termasuk menjadi penyebab terjadinya urbanisasi Darmadjati, 2006.

5.5 Skenario Pengembangan Kawasan Transmigrasi

Deskripsi kemungkinan perubahan kondisi state masing-masing faktor kunci utama dalam pengelolaan pengembangan kawasan transmigrasi di masa yang akan datang memiliki jumlah kemungkinan yang berbeda. Faktor ketersediaan air memiliki tiga kemungkinan kondisi yang mungkin terjadi, yaitu: 1 menurun karena kerusakan lingkungan dan pengaruh iklim; 2 tetap seperti kapasitas yang ada pada saat ini; dan 3 bertambah karena adanya teknologi pengelolaan dan konservasi sumberdaya air. Faktor teknologi pengolahan hasil pertanian memiliki tiga kemungkinan perubahan kondisi yang akan terjadi di masa yang akan datang yaitu: 1 tetap seperti sekarang karena sulitnya diadopsi masyarakat dan biayanya yang tinggi, 2 meningkat sesuai dengan permintaan pasar, dan 3 meningkat pesat karena dukungan investor atau kemitraan dengan pengusaha. Deskripsi kemungkinan perubahan kondisi masing-masing faktor kunci utama dalam pengelolaan pengembangan kawasan transmigrasi dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Prospektif faktor kunci utama dalam pengembangan kawasan transmigrasi di Rasau Jaya No. Faktor Kunci Utama Keadaan state masa depan faktor A B C D 1. Ketersediaan air 1A Tidak mencukupi 1B Mencukupi tetapi belum optimal 1C Tersedia sesuai kebutuhan 2. Luas lahan yang dimanfaatkan 2A Menurun 2B Tetap 2C Meningkat 3. Sarana dan prasarana dasar 3A Menurun 3B Tetap 3C Meningkat tetapi belum optimal 3D Meningkat dan optimal 4. Harga komoditi pertanian 4A Menurun 4B Tetap 4C Meningkat tetapi belum memadai 4D Meningkat dan memadai 5. Teknologi pengolahan hasil 5A Tetap 5B Berkembang 127 Berdasarkan hasil identifikasi bagaimana elemen kunci dapat berubah dengan menentukan keadaan state pada setiap faktor dan memeriksa perubahan yang tidak dapat terjadi bersamaan incompatible. Perubahan faktor yang dapat terjadi bersamaan merupakan skenario-skenario strategi yang mungkin terjadi pada pengelolaan pengembangan kawasan transmigrasi di Rasau Jaya Tabel 20. Tabel 20. Incompatible faktor kunci utama dalam pengembangan kawasan transmigrasi di Rasau Jaya No. Faktor Kunci Utama Keadaan state masa depan faktor A B C D 1. Ketersediaan air 1A Tidak mencukupi 1B Mencukupi tetapi belum optimal 1C Tersedia sesuai kebutuhan 2. Luas lahan yang dimanfaatkan 2A Menurun 2B Tetap 2C Meningkat 3. Sarana dan prasarana dasar 3A Menurun 3B Tetap 3C Meningkat tetapi belum optimal 3D Meningkat dan optimal 4. Harga komoditi pertanian 4A Menurun 4B Tetap 4C Meningkat tetapi belum memadai 4D Meningkat dan memadai 5. Teknologi pengolahan hasil 5A Tetap 5B Berkembang Berdasarkan Tabel 19 dan Tabel 20 disepakati lima skenario strategi pengelolaan pengembangan kawasan transmigrasi di Rasau Jaya yaitu: optimis, semi optimis, moderat, semi pesimis, dan pesimis. Skenario strategi ini dirumuskan dari hasil memasangkan berbagai kondisi state setiap faktor yang mungkin terjadi di masa yang akan datang dalam pengelolaan pengembangan kawasan transmigrasi di Rasau Jaya. Definisi masing-masing strategi tersebut disajikan pada Tabel 21. 128 Tabel 21. Definisi masing-masing skenario strategi No. Skenario Definisi 1. Optimis 1C, 2C, 3D, 4D, 5B a. Air tersedia mencukupi sesuai kebutuhan b. Luas lahan yang dimanfaatkan meningkat c. Sarana dan prasarana dasar meningkat dan optimal d. Harga komoditi pertanian meningkat dan memadai e. Teknologi pengolahan hasil berkembang 2. Semi Optimis 1C, 2C, 3C, 4C, 5B a. Air tersedia mencukupi sesuai kebutuhan b. Luas lahan yang dimanfaatkan meningkat c. Sarana dan prasarana dasar meningkat tetapi belum optimal d. Harga komoditi pertanian meningkat tetapi belum memadai e. Teknologi pengolahan hasil berkembang 3. Moderat 1B, 2B, 3C, 4B, 5A a. Air tersedia mencukupi tetapi belum optimal b. Luas lahan yang dimanfaatkan tetap c. Sarana dan prasarana dasar meningkat tetapi belum optimal d. Harga komoditi pertanian tetap e. Teknologi pengolahan hasil tetap 4. Semi Pesimis 1B, 2B, 3B, 4B, 5A a. Air tersedia mencukupi tetapi belum optimal b. Luas lahan yang dimanfaatkan tetap c. Sarana dan prasarana dasar tetap d. Harga komoditi pertanian tetap e. Teknologi pengolahan hasil tetap 5. Pesimis 1A, 2A, 3A, 4A, 5A a. Air tidak mencukupi b. Luas lahan yang dimanfaatkan menurun c. Sarana dan prasarana dasar menurun d. Harga komoditi pertanian menurun e. Teknologi pengolahan hasil tetap Hasil diskusi dan pengisian kuesioner oleh stakeholder diperoleh skor bobot dan prioritas skenario. Tabel 22 menunjukkan bahwa dari lima alternatif skenario pengembangan kawasan transmigrasi di Rasau Jaya yang terpilih 129 berdasarkan skor dan persentase tertinggi adalah skenario semi optimis skor 47 dan persentase 31,33 dan skenario moderat skor 43 dan persentase 28,67. Kedua skenario ini merupakan pilihan yang paling optimal untuk pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya di masa mendatang karena keduanya memiliki skor yang relatif tinggi serta perbedaan skor diantara keduanya relatif kecil tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Tabel 22. Hasil penentuan bobot skenario strategi pengembangan kawasan transmigrasi di Rasau Jaya No. Skenario Skor Persentase 1. Optimis 28 18,67 2. Semi optimis 47 31,33 3. Moderat 43 28,67 4. Semi pesimis 21 14,00 5. Pesimis 11 7,33 Jumlah 150 100,0 Skenario pertama yang terpilih adalah semi optimis mempunyai keadaan yakni: air tersedia mencukupi sesuai kebutuhan dimensi ekologi, luas lahan yang dimanfaatkan meningkat dimensi ekologi, prasarana dan sarana dasar meningkat tetapi belum optimal dimensi ekonomi, harga komoditi pertanian meningkat tetapi belum memadai dimensi ekonomi, dan teknologi pengolahan hasil berkembang dimensi teknologi. Skenario terpilih kedua yaitu moderat mempunyai keadaan air tersedia mencukupi tetapi belum optimal dimensi ekologi, luas lahan yang dimanfaatkan tetap dimensi ekologi, sarana dan prasarana dasar meningkat tetapi belum optimal dimensi ekonomi, harga komoditi pertanian tetap dimensi ekonomi dan teknologi pengolahan hasil tetap dimensi teknologi. Keadaan pada dua skenario terpilih tersebut dapat dicapai melalui berbagai upaya peningkatan kelima faktor kunci. Kondisi pada skenario tersebut selanjutnya disimulasikan pada model MDS guna mengetahui status keberlanjutan pembangunan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya di masa mendatang. Berdasarkan kondisi lima faktor kunci utama pada skenario, diperoleh beberapa atribut dimensi yang juga meningkat seiring 130 dengan perubahan pada setiap faktor. Peningkatan faktor ketersediaan air akan mempengaruhi keadaan atribut: ketersediaan air, pola tanam, frekuensi musim tanam, pola usahatani, kesuburan tanah, tingkat kesesuaian lahan, tingkat pemanfaatan lahan, teknologi pengelolaaan air, teknologi pemanfaatan SDA, teknologi pengolahan lahan, program pemberdayaan masyarakat, ketersediaan peraturan pengelolaan kawasan transmigrasi, dan peningkatan status kesehatan masyarakat. Peningkatan faktor luas lahan yang dimanfaatkan akan mempengaruhi keadaan atribut: penggunaan bibit untuk usahatani, partisipasi keluarga, kepemilikan teknologi, penghasilan masyarakat transmigrasi, kontribusi terhadap PBB, pertambahan KK yang masuk kawasan transmigrasi, dan penggunaan pestisida kimiawi. Peningkatan faktor prasarana dan sarana dasar akan mempengaruhi keadaan atribut: perubahan prasarana ekonomi, perubahan sarana ekonomi, tingkat pendidikan, status kesehatan masyarakat, pengaruh daerah sekitar, dan teknologi konstruksi bangunan. Peningkatan faktor harga komoditi akan mempengaruhi keadaan atribut: peningkatan harga komoditi, peningkatan pendapatan transmigran, kontribusi terhadap PBB, keuntungan petani, tabungan keluarga, pengembangan komoditi unggulan, dan teknologi budidaya pertanian. Peningkatan faktor teknologi pengolahan hasil akan mempengaruhi keadaan atribut: tingkat kesesuaian lahan, kepemilikan teknologi, frekuensi penyuluhan dan pelatihan, kelompok usaha menengah kecil. Skor atribut-atribut tersebut secara umum meningkat 1 poin yakni dari skor 0 menjadi 1 dan dari skor 1 menjadi 2. Peningkatan skor terhadap atribut- atribut tersebut mendorong peningkatan status keberlanjutan pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya secara keseluruhan. Secara rinci atribut yang diasumsikan mengalami perubahan kondisi untuk skenario terpilih disajikan pada Tabel 23. 131 Tabel 23. Perubahan skor atribut faktor untuk skenario terpilih Dimensi dan Atribut Skor Atribut Saat ini Skenario Moderat Semi optimis EKOLOGI 1. ketersediaan air 2. peningkatan pola tanam 3. peningkatan frekuensi musim tanam 4. pola pengembangan usahatani 5. peningkatan kesuburan tanah 6. peningkatan penggunaan bibit untuk usahatani 7. tingkat kesesuaian lahan 8. tingkat pemanfaatan lahan 9. penggunaan pestisida kimiawi 10. penggunaan pupuk anorganik 11. pemanfaatan limbah pertanian untuk pupuk organik 12. pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak 1 1 1 1 1 2 3 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 3 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 3 2 EKONOMI 1. pengembangan komoditi unggulan 2. perubahan prasarana ekonomi 3. perubahan sarana ekonomi 4. besarnya subsidi 5. kepemilikan teknologi 6. penghasilan masyarakat transmigran thdp UMR 7. kontribusi terhadap PBB 8. keuntungan petani 9. tabungan keluarga 1 2 2 1 1 1 1 1 1 2 3 2 1 1 1 1 1 1 2 3 2 1 2 3 2 3 2 SOSIAL 1. frekuensi penyuluhan dan pelatihan 2. budaya gotong royong 3. peningkatan partisipasi keluarga 4. sosialisasi pekerjaan 5. pengetahuan lingkungan 6. frekuensi konflik 7. status kesehatan masyarakat 8. status gizi masyarakat 9. pertambahan KK yang masuk KT 1 1 1 1 1 1 1 3 2 1 2 1 1 1 1 3 2 1 2 1 2 2 1 TEKNOLOGI 1. teknologi pengelolaan air 2. teknologi budidaya pertanian 3. teknologi pengolahan lahan 4. teknologi konstruksi bangunan 5. teknologi pemanfaatan sumberdaya alam 6. teknologi pengolahan hasil pertanian 7. basis data SDL 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 2 2 2 1 2 2 HUKUM DAN KELEMBAGAAN 1. ketersediaan peraturan pengelolaan KT 2. mekanisme kerjasama lintas sektor 3. kelompok usaha menengah kecil 4. program pemberdayaan masyarakat 5. partisipasi masyarakat dalam ormas 1 2 1 1 1 2 2 1 1 2 2 3 2 2 132 Hasil simulasi menunjukkan bahwa nilai IKKTrans pada skenario semi optimis mencapai 68,42, sedangkan IKKTrans pada skenario moderat mencapai 56,76. Kedua nilai indeks ini berada pada kategori cukup berkelanjutan. Hasil ordinasi tingkat keberlanjutan disajikan pada Gambar 21. Gambar 21. Nilai indeks keberlanjutan multi dimensi pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya menurut skenario Indeks keberlanjutan pengelolaan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya menunjukkan bahwa semua dimensi mencapai nilai cukup berkelanjutan. Dimensi ekologi, ekonomi, sosial, dan teknologi mengalami peningkatan yang signifikan dari kondisi saat ini. Dimensi yang memberikan hasil yang tinggi adalah ekologi dan sosial. Perbandingan status keberlanjutan antara kondisi saat ini dengan hasil skenario berkelanjutan disajikan pada Tabel 24 dan Gambar 22. Tabel 24. Perbandingan status keberlanjutan pengelolaan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya saat ini dan hasil skenario DimensiAspek Saat Ini Skenario Moderat Skenario Semi Optimis Ekologi 45.46 66.62 71.73 Ekonomi 49.60 51.10 58.99 Sosial 55.60 56.76 70.24 Teknologi 40.69 44.86 57.50 Hukum dan Kelembagaan 50.55 51.64 52.44 IKKTrans Ordination Skenario Moderat IKKTrans Ordination Skenario Semi Optimis 133 Gambar 22. Grafik perbandingan status keberlanjutan pengelolaan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya saat ini dan hasil skenario Operasionalisasi skenario ini dirumuskan dengan melibatkan semua stakeholder terkait melalui focus group discussion. Pada FGD dibahas mengenai faktor-faktor yang harus diperhatikan tantangan dan peluang dan strategi implementasi untuk keberhasilan upaya pengembangan kawasan transmigrasi. 5.6 Arahan Kebijakan dan Strategi Implementasi Pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya Kebijakan pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya dirumuskan dengan memperhatikan kondisi dan potensi Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya saat ini, hasil analisis keberlanjutan pembangunan kawasan, kebutuhan stakeholder dalam pembangunan kawasan di masa mendatang, faktor kunci utama keberlanjutan, dan pendapat pakar. Sistem perumusan kebijakan dan strategi dilakukan secara partisipatif. 134 Kondisi Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya sejak dicanangkan sebagai kawasan transmigrasi mendapat perlakuan yang hampir sama dengan kawasan transmigrasi lahan basah pasang surut lainnya di wilayah Pulau Kalimantan maupun pulau Sumatera. Hal ini menghasilkan perkembangan kawasan yang tidak optimal hingga saat ini. Berbagai kebutuhan dasar pembangunan belum sepenuhnya tersedia secara memadai seperti irigasi teknis untuk pertanian, sarana dan prasarana jalan menuju kawasan dan di dalam kawasan, kemampuan sumberdaya manusia yang sesuai dengan kondisi lahan, serta kelembagaan yang belum optimal berperan dalam pengembangan kawasan. Berbagai peraturan yang berkaitan dengan kebijakan pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi telah menjadi dasar dalam pelaksanaan pembangunan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya. UU No. 151997 tentang transmigrasi, UU No. 262007 tentang penataan ruang, UU No. 322004 tentang pemerintahan daerah, UU No.72004 tentang sumberdaya air, PP No. 21999 tentang penyelenggaraan transmigrasi, PP No.65 2005 tentang pedoman penyusunan dan penerapan standar pelayanan minimal SPM, PP No. 382007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupatenkota, Kepmen Nakertrans No.214MEN2007 tentang pedoman umum pembangunan dan pengembangan kota terpadu mandiri. Berdasarkan berbagai kondisi dan implementasi kebijakan tersebut maka dapat dinyatakan bahwa kebijakan yang melandasi pelaksanaan pengembangan kawasan transmigrasi masih bersifat sektoral, belum dapat mewujudkan partisipasi semua stakeholder sejak perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi, dan belum sepenuhnya mampu mewujudkan pengembangan kawasan transmigrasi secara berkelanjutan. Kebijakan yang ada saat ini yang terkait langsung dengan kawasan transmigrasi Rasau Jaya diantaranya adalah: pengembangan KTM Rasau Jaya, Kebijakan RTRW Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kalimantan Barat, Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pontianak Tahun 2014, kebijakan pengembangan komoditi unggulan, kebijakan pengolaan tata air, dan kebijakan pengembangan masyarakat. 135 Hasil analisis keberlanjutan menunjukkan bahwa pembangunan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya saat ini kurang berkelanjutan. Dua dimensi yang dianalisis menunjukkan kondisi yang cukup berkelanjutan dan tiga dimensi lainnya tergolong kurang berkelanjutan. Faktor-faktor pengungkit utama yang mempengaruhi keberlanjutan pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya saat ini adalah, tingkat pemanfaatan lahan, penggunaan pestisida kimiawi, ketersediaan air, pemanfaatan limbah untuk pupuk organik, ketersediaan TPS dan respon masyarakat lokal. Semua faktor ini perlu diperhatikan dan menjadi faktor kunci dalam perumusan kebijakan pengelolaan pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya. Kebutuhan utama stakeholder di masa mendatang yang menjadi faktor kunci terkait pembangunan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya adalah luas lahan yang dimanfaatkan, tersedianya sarana dan prasarana dasar, harga komoditi pertanian, ketersediaan air, pemasaran hasil pertanian, teknologi pengolahan hasil, lembaga keuangan, program pendidikan pelatihan, penataan ruang wilayah, kesesuaian penggunaan lahan, dan jumlah penduduk. Berbagai faktor kunci tersebut merupakan hal-hal yang menentukan kebijakan pembangunan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya yang berkelanjutan. Pemilihan faktor kunci utama diantara berbagai faktor kunci tersebut akan memberikan tingkat efisiensi dan efektivitas implementasi kebijakan pembangunan kawasan. Hasil analisis selanjutnya menunjukkan bahwa faktor kunci utama pembangunan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya yang berkelanjutan adalah luas lahan yang dimanfaatkan, sarana dan prasarana dasar, ketersediaan air, harga komoditi pertanian, dan teknologi pengolahan hasil pertanian. Skenario pengembangan kawasan yang terpilih adalah skenario semi optimis dengan IKK Trans 68,42 dan skenario moderat dengan IKK Trans 56,76. Dua pilihan skenario optimal ini tidak mungkin diwujudkan secara bersama. Oleh karena itu sesuai dengan konsensus para stakeholder maka diputuskan bahwa skenario semi optimis merupakan pilihan terbaik. Dalam strategi implementasinya kondisi setiap faktor kunci akan diwujudkan pencapaiannya secara bertahap. Berdasarkan hasil tersebut dirumuskan kebijakan pembangunan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya yaitu terwujudnya Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya 136 yang berkelanjutan menurut skenario semi optimis. Secara operasional, kebijakan ini dilakukan dengan menyediakan air sesuai kebutuhan, meningkatkan luas lahan yang dimanfaatkan, meningkatkan sarana dan prasarana dasar, meningkatkan harga komoditi pertanian, dan mengembangkan teknologi pengolahan hasil pertanian. Guna mewujudkan kondisi tersebut maka kebijakan pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya dilakukan melalui tahapan pencapaian kondisi setiap faktor utama yaitu faktor yang mempunyai dan ketergantungan rendah terhadap faktor-faktor lainnya di dalam sistem Gambar 23. Ketersediaan air Mencukupi tetapi belum optimal Mencukupi sesuai kebutuhan Luas lahan yang dimanfaatkan Tetap Meningkat Gambar 23. Tahapan pencapaian kondisi faktor kunci utama Berdasarkan kondisi dan potensi kawasan saat ini serta kemampuan pengelolaan pembangunan di masa mendatang, pencapaian perkembangan kawasan tahap pertama dapat diwujudkan pada jangka waktu lima tahun dan tahap kedua dapat dicapai pada jangka waktu lima berikutnya. Dengan demikian, pencapaian kondisi menurut skenario semi optimis dapat diwujudkan dalam jangka waktu sepuluh tahun. Dalam mewujudkan kawasan transmigrasi berkelanjutan tentunya perlu dikembangkan cara-cara pengelolaan yang menjamin keberlanjutan budidaya tanaman. Oleh karena itu, pengelolaan berkelanjutan adalah penggunaan praktik- praktik dan sistem-sistem budidaya tanaman yang memelihara atau meningkatkan produksi tanaman secara ekonomi, fungsi tanah sebagai sumberdaya dasar, dan ekosistem lainnya yang dipengaruhi oleh kegiatan pertanian Radjajagukguk, 1991. Departemen Pertanian 2008 menyatakan bahwa pengalaman pelaksanaan penelitian dan pengembangan pertanian di berbagai lokasi lahan pasang surut, Faktor Kunci Utama Tahap Pertama Tahap Kedua 137 memberikan banyak pelajaran yang dapat dipetik untuk dijadikan acuan pada pengembangan pertanian di lahan pasang surut ke depan, antara lain: 1 lahan pasang surut merupakan lahan marjinal yang rapuh dengan kondisi yang sangat beragam dan ekosistemnya rentan terhadap kerusakan jika salah mengelolanya. Oleh karena itu, pengembangan untuk areal produksi pertanian hendaknya dilakukan secara benar, cermat dan hati-hati serta selektif dan bertahap; 2 lahan pasang surut jika dikelola secara tepat dan benar serta dikembangkan secara bertahap melalui penerapan IPTEK tepat guna secara terpadu sesuai karakteristik wilayah, dapat dijadikan areal pertanian produktif dan dapat mendukung peningkatan ketahanan pangan, pengembangan usaha agribisnis dan wilayah serta sumber pertumbuhan ekonomi; dan 3 salah satu kunci utama keberhasilan pengembangan lahan pasang surut untuk usaha pertanian adalah pengelolaan lahan dan tata air. Oleh karena itu, perlu diupayakan penataan lahan dan pengendalian air sejak reklamasi lahan dilakukan dan disesuaikan dengan karakteristik lahan. Strategi implementasi pengembangan kawasan transmigrasi yang berkelanjutan dirumuskan melalui FGD. Dalam forum yang melibatkan beberapa stakeholder dibahas mengenai faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan Rasau Jaya serta berbagai komoditi unggulan yang berpotensi dikembangkan. Selain itu, didiskusikan pula berbagai langkah strategis yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan pengembangan kawasan yang diinginkan. Berdasarkan hasil FGD tersebut dirumuskan strategi implementasi pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya sebagai berikut: 1. Peningkatan ketersediaan air Peningkatan ketersediaan air adalah untuk mencapai sasaran air tersedia mencukupi sesuai kebutuhan. Untuk itu, pengelolaan air pada setiap musim harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga energi air yang melimpah pada musim hujan tidak menimbulkan bencana dan kerugian serta ketersediaan air yang terbatas pada musim kemarau dapat teralokasi optimal guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan lingkungannya baik kualitas maupun kuantitas. 138 Berdasarkan pengertian bahwa daerah pengaliran sungai secara hidrologis merupakan satu kesatuan, maka pengelolaan sumberdaya air harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, seimbang, dan berkelanjutan dengan prinsip one river, one plan, one integrated management melalui: sistem perijinan penggunaan air, alokasi air yang tepat dan adil untuk pemanfaatan air yang efisien, pengelolaan terpadu atas sumberdaya air dan sumberdaya alam lainnya, penerapan prinsip-prinsip ekonomi dalam pengelolaan, peningkatan peranserta swasta, dan peningkatan koordinasi antar pemanfaat air untuk menghindari konflik. Pengelolaan sumberdaya air yang berkelanjutan harus berdasarkan pada watershed Daerah Aliran SungaiDAS. Untuk mewujudkan kesinambungan ketersediaan air, tidak bisa dilihat satu bagian wilayah saja. Pengelolaan air pada suatu daerah tidak bisa begitu saja hanya memperhatikan variabel –variabel hidrologis pada wilayah itu saja. Seluruh masalah pengelolaan sumberdaya air harus memperhitungkan keseluruhan DAS karena bagaimanapun juga sebuah titik di ujung terluar DAS pun memiliki pengaruh terhadap keberadaan dan kualitas air di sungai utama. Pengelolaan sumberdaya air yang bersifat parsial harus ditinggalkan. Untuk mengelola sumberdaya air berbasis DAS, harus mengacu pada aspek-aspek yang ada dalam DAS tersebut. Bukan hanya dibatasi pada aspek fisik saja, tetapi juga sosial –budaya, kualitas air, aktivitas industri, politik, ekonomi, dan demografi. Langkah-langkah strategis untuk mewujudkan ketersediaan air yang mencukupi sesuai kebutuhan dilakukan dengan dua tahapan yakni air tersedia mencukupi tetapi belum optimal kemudian tahap berikutnya air tersedia mencukupi sesuai kebutuhan. Langkah strategis untuk mewujudkan air tersedia mencukupi tetapi belum optimal adalah: a Mengembangkan sistem penyediaan air untuk kebutuhan areal lahan yang saat ini dimanfaatkan untuk pertanian dan memadukannya dengan program rehabilitasi dan program perluasan jaringan irigasi dalam strategi peningkatan sarana dan prasarana. Diperlukan pengaturan water management untuk kebutuhan produksi pertanian dan juga membangun tempat-tempat penampungan air. 139 b Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memelihara prasarana dan sarana pengairan yang tersedia serta mengoptimalkan pengelolaan penggunaan air yang ketersediaannya terbatas pada musim kemarau. Kesadaran dari masyarakat public awareness perlu dibangkitkan terhadap kesinambungan persediaan air. Karena itu, diperlukan usaha –usaha sosialisasi dan pewacanaan terhadap publik mengenai isu ketersediaankelangkaan air. Strategi ini terutama diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan air bagi pertanian dan industri guna menunjang pemanfaatan lahan secara intensif. Keberadaan air di lahan gambut sangat dipengaruhi oleh adanya hujan dan pasang surutluapan air sungai. Tingkah laku dari keduanya akan berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah serta pola budidaya tanaman yang akan diterapkan di atasnya. Lahan gambut yang sering menerima luapan air sungai relatif lebih subur dibandingkan lahan gambut yang semata-mata hanya menerima curahan air hujan. Sifat luapanpasang surut air sungai yang jangkauannya dapat mencapai lahan gambut dapat disiasati untuk mengatasi berbagai kendala pertanian di lahan gambut, misalnya untuk mencuci zat-zat beracun atau asam kuat yang berasal dari teroksidasinya pirit dan mengatur keberadaan air sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik WI-IP, 2008. Pengelolaan air di lahan gambut bertujuan untuk mengatur pemanfaatan sumberdaya air secara optimal sehingga didapatkan hasil produktivitas lahan yang maksimal, serta sekaligus mempertahankan kelestarian sumberdaya lahan tersebut. Salah satu teknik pengelolaan air di lahan gambut adalah dengan membuat paritsaluran, dengan tujuan: 1 mengendalikan keberadaan air tanah di lahan gambut sesuai dengan kebutuhan tanaman yang akan dibudidayakan. Hal ini dimaksudkan agar lahan gambut tidak menjadi kering di musim kemarau, tetapi juga tidak tergenang di musim hujan. Hal demikian dapat dicapai dengan membuat pintu air yang dapat mengatur tinggi muka air tanah gambut sekaligus menahan air yang keluar dari lahan, 2 mencuci asam-asam organik dan anorganik serta senyawa lainnya yang bersifat racun terhadap tanaman dan memasukkan air segar untuk memberikan oksigen, 3 memanfaatkan keberadaan air dalam saluran sebagai media budidaya ikan, baik budidaya aktif benih ikan 140 ditebarkan ke dalam saluran maupun budidaya pasif paritsaluran digunakan sebagai perangkap ikan ketika sungai disekitarnya meluap. Selain itu, keberadaan air dalam parit akan berfungsi sebagai sekat bakar yang dapat mencegah terjadinya kebakaran di lahan gambut, dan 4 sebagai sarana transportasi hasil panen WI-IP, 2008. Apabila tahapan tersebut telah tercapai maka dilanjutkan dengan mewujudkan air tersedia sesuai kebutuhan. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah: a Mengembangkan sistem penyediaan air bersih untuk kebutuhan domestik dengan berbagai alternatif sumber air baku yaitu air hujan, air permukaan, dan air artesis dari gunung Ambawang. Berdasarkan hasil survei ada 5 titik sumber air dari Gunung Ambawang yang bisa dimanfaatkan bukan hanya untuk daerah Rasau Jaya tetapi juga untuk kota Pontianak. Perlu dipikirkan untuk membangun water treatment dan penyediaan air untuk rumah tangga. Namun hal ini terkendala oleh biaya investasi dan operasionalnya, sehingga dipertimbangkan untuk menyertakan pihak swasta dalam pengadaannya, dengan konsekuensi bahwa penyediaan air ini akan disediakan secara komersial. Strateginya adalah pemerintah Kalimantan Barat menyediakan perangkat lunak regulasi sehingga swasta bisa ikut serta mengelola air dan pemerintah kotakabupaten memberikan fasilitasi penjualan air yang didistribusikan oleh swasta tersebut. Daya beli masyarakat diperkirakan cukup untuk membeli air. b Memperluas jaringan irigasi sebagai bagian dari strategi peningkatan sarana dan prasarana untuk melayani kebutuhan air pertanian dalam strategi peningkatan luas lahan yang dimanfaatkan untuk pertanian. Pembangunan sarana irigasi didanai oleh APBN maupun APBD Provinsi, kemudian pemeliharaannya diserahkan kepada kelompok masyarakat. Untuk infrastruktur jalan dibiayai oleh APBD Kabupaten. Sitorus 2008 menyatakan bahwa pengendalian tata air dan penyediaan air bersih di kawasan lahan basah merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya upaya pemanfaatan kawasan tersebut. Teknik reklamasi yang dipakai sangat tergantung pada berbagai faktor, seperti: keadaan 141 hidrologi, keadaan topografi bentuk wilayah, mikrorelief, dan sebagainya, dan keadaan tanah penyebaran gambut dan kedalamannya, penyebaran pirit, kadar pirit dan kedalamannya. Jika pengendalian tata air dan penyediaan air bersih dapat dilaksanakan dengan baik, maka dapat diharapkan usaha pengembangan pertanian tanaman pangan di kawasan lahan basah terlantar akan memberikan prospek yang baik. Ketersediaan air untuk pasokan air bersih ada dua yaitu air permukaan dan air bawah tanah. Air domestik masih mengandalkan air hujan, dimana pada musim kemarau rata-rata 12 hari hujan setiap bulannya. Ketersediaan air tidak stabil karena ketersediaan air dipengaruhi oleh musim. Pemanfaatan air bawah tanah pernah dicoba tetapi tidak berkelanjutan sehingga yang dimanfaatkan adalah air permukaan. Namun air permukaan ini dipengaruhi oleh intrusi air laut yaitu dari muara Kubu. Artinya penyediaan air bersih menjadi persoalan jangka panjang kecuali bisa memanfaatkan air sungai dari arah Terentang. Sumber air bersih lainnya dapat diperoleh dari Gunung Ambawang; meskipun lokasinya cukup jauh namun debitnya dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan Rasau Jaya. Drainase merupakan prasyarat untuk usaha pertanian, walaupun hal tersebut bukanlah suatu yang mudah untuk dilakukan mengingat sifat dari gambut yang bisa mengalami penyusutan dan kering tidak balik akibat drainase yang berlebihan, sehingga sebelum mereklamasi lahan gambut perlu diketahui sifat spesifik gambut, peranan dan fungsinya bagi lingkungan. Drainase yang baik untuk pertanian gambut adalah drainase yang tetap mempertahankan batas kritis ketinggian air gambut yang tidak mengakibatkan kerugian pada tanaman dan hasil. Intensitas drainase bervariasi tergantung kondisi alami tanah dan curah hujan. Curah hujan yang tinggi membutuhkan sistem drainase untuk meminimalkan pengaruh banjir Ambak dan Melling, 2000. Setelah drainase dan pembukaan lahan gambut, umumnya terjadi subsidence yang relatif cepat yang akan berakibat menurunnya permukaan tanah. Subsidence dan dekomposisi bahan organik dapat menimbulkan masalah apabila bahan mineral di bawah lapisan gambut terdiri dari lapisan pirit atau pasir kuarsa. Sistem drainase di kawasan transmigrasi umumnya masih menggunakan sistem yang relatif sederhana. Sistem pembuangan air hujan belum diarahkan 142 secara optimal, sehingga bila terjadi hujan, dibeberapa bagian wilayah seperti di Kecamatan Rasau Jaya sering tergenang. Prasarana lingkungan, khususnya sistem pembuangan air kotor dari rumah tangga masih menggunakan sistem yang sangat sederhana. Pembuangan air limbah rumah tangga berupa buangan kamar mandi, tempat cuci dan sebagainya langsung dialirkan ke saluran drainase danatau sungai-sungai terdekat, sehingga menjadi sumber pencemaran. Sistem tata air di Rasau Jaya terdiri dari 1 saluran navigasi terletak diantara Rasau Jaya I dan III dan 2 saluran primer yaitu primer Sei Bulan dan Bintang Mas. Ujung saluran primer bagian selatan dihubungkan dengan Sungai Punggur Besar dan bagian utara dihubungkan dengan sekunder C kanan dan C kiri. Untuk saluran sekunder letaknya sejajar dari arah timur - barat dengan jarak kurang lebih 2 km, dan salah satu ujung saluran dihubungkan dengan saluran navigasi, sedang ujung yang lain ada yang buntu adapula yang dihubungkan dengan saluran primer seperti sekunder C kanan dan C kiri. Khusus untuk di Rasau Jaya IV Bintang Mas saluran sekunder sejajar dari arah selatan - utara dengan salah satu ujungnya berhubungan dengan Sungai Punggur Besar dan ujung yang lain secara tegak lurus ada yang berhubungan dengan sekunder lintang kiri dan kanan sekunder Bintang Mas II dan IV dan ada yang berujung buntu sekunder Bintang Mas I dan III. Pada Rasau Jaya I dan III terdapat juga saluran sekunder yang salah satu ujungnya langsung dihubungkan dengan Sungai Punggur Besar seperti Sekunder PembantuBaru dan Sekunder E. Fungsi saluran primer dan sekunder selain digunakan untuk mengalirkan air pada saat pasang dan drainase pada saat surut, juga untuk prasarana transportasi air. Untuk saluran tersier satu dengan lainnya berjarak kurang lebih 200 m dan tegak lurus dengan saluran sekunder. Panjang saluran tersier berkisar antara 1.200 - 2.000 m dengan satu saluran dihubungkan dengan saluran sekunder dan atau kedua ujungnya dihubungkan dengan sekunder seperti di Blok Sekunder B kanan - S. Punggur Besar, Blok sekunder A - sekunder B kiri. Blok sekunder E dan di Rasau Jaya IV Bintang Mas. Jumlah saluran tersier sebanyak 169 unit, dengan batas petak terdapat di tengah-tengah antara dua saluran tersier. Pada sebagian besar saluran tersier telah tersedia pintu air pintu sorong,sehingga pengendalian tinggi muka air pada tingkat tersier dapat dilakukan oleh petani. 143 Pada kawasan Rasau Jaya bangunan air hanya terdapat pada tingkat tersier dengan satu pintu air pada saluran yang ujungnya buntu dan dua bangunan pintu air pada saluran yang kedua ujungnya dihubungkan dengan sekunder. Fungsi utama dari bangunan pintu air adalah untuk mengatur tinggi muka air saluran dengan jalan memasukkan air pada saat pasang dan mengeluarkan air pada saat surut, tergantung pada keperluan pertanian dan kesediaan air pada saat pasang tinggi. Kadang-kadang saluran tersier juga dimanfaatkan untuk melayani kebutuhan sehari-hari seperti untuk mencuci, mandi dan lain-lain. Operasi bangunan pintu air juga ditujukan untuk perbaikan kualitas air saluran dengan jalan melakukan drainase maksimum pada saat surut, dan memasukan air segar pada saat pasang tinggi. Pada saluran tersier yang kedua ujungnya dihubungkan dengan sekunder, maka pada saluran ini dapat dilakukan penggelontoran melalui aliran satu arah. Kondisi bangunan pintu air yang dibangun tahun 1988 sebagian besar telah rnengalami kerusakan, dan selama Proyek Pengembangan Rawa Terpadu, ISDP Integrated Swamps Development Projects sebagian pintu air telah direhabilitasi. Sebagian besar saluran telah dilakukan pengerukan selama ISDP, dan beberapa saluran yang masih memerlukan pengerukan akibat pendangkalan yaitu seperti saluran Primer Sei Bulan, Sekunder C kanan dan beberapa tersier di Bintang Mas. Berkaitan dengan kondisi tanah asam hasil oksidasi pirit pada musim kemarau dan kondisi tanah gambut pada beberapa tempat maka perlu penanganan pengelolaan air secara cermat. Adanya zat-zat beracun ini secara berangsur-angsur perlu diatasi dengan pencucian leaching maupun dengan penggelontoran flushing. Proses pencucian zat asam dan zat beracun lainnya yang paling efektif dengan menggunakan air hujan atau dengan air pasang untuk lahan yang ada di tepian Sungai Punggur Besar. Oleh karena itu, dianjurkan kepada petani untuk melengkapi lahannya dengan saluran-saluran kuarter, agar pengeluaran zat asam dan racun menjadi lebih baik. Adanya kondisi asam pada saluran dari hasil pencucian lahan, memerlukan penggelontoran saluran tersier secara teratur melalui pengoperasian pintu-pintu air pada saat pasang tinggi. Sering ditemui di daerah ini kondisi saluran tersier tidak dalam keadaan bersih, sehingga proses penggelontoran tidak berjalan secara efektif karena terhambatnya aliran air pada 144 saluran oleh semak. Untuk ini, disarankan agar petani secara rutin melakukan pemeliharaan saluran agar aliran air saluran dapat berjalan baik. Selain itu, pada tingkat sekunder seperti sekunder B kanan dan D kanan kondisi saluran cukup panjang ± 5,0 km dan ujung buntu, sehingga sering terjadi kendala dalam pergantian air buruk dengan air segar pada bagian ujung saluran. Untuk hal ini perlu dipertimbangkan adanya perbaikan dengan menghubungkan saluran-saluran sekunder tersebut dengan saluran primer Sei Bulan, sehingga perbaikan kualitas air dapat tercapai dan adanya aliran pada bagian ujung saluran mengurangi pertumbuhan endapan Lumpur. Pengendalian tinggi muka air pada sebagian besar saluran tersier dapat dilakukan karena sudah ada bangunan pengatur air. Permasalahan yang dihadapi di beberapa tempat di Rasau Jaya adalah belum mengertinya petani mengenai operasi pintu yang benar, sehingga pengaturan air belum sepenuhnya mendukung terhadap perkembangan pertanian, sehingga belum menampakkan hasil yang baik. Adanya kecenderungan petani untuk melakukan penahanan air saluran secara terus menerus tanpa diselingi dengan drainase, juga sering menyebabkan terjadinya akumulasi asam dan zat beracun pada saluran. Selain itu, proses pencucian pada lahan usaha menjadi terhambat karena aliran air dari lahan menuju saluran tersier sangat terbatas. Akibat selanjutnya adalah terjadinya keracunan pada tanaman pertanian, yang mengurangi tingkat produksi. Sebagai contoh, pada tanaman padi unggul pertumbuhannya tidak merata, jumlah anakan dalam satu rumpun sedikit dan produksi relatif rendah. Untuk pemeliharaan saluran tersier di beberapa lokasi telah berjalan baik, tetapi pada umumnya frekuensi pemeliharaan masih terbatas yaitu pada saat menjelang musim tanam rendengan musim hujan. Untuk saluran tersier yang terletak pada lahan-lahan tidak digarap, kondisinya tertutup oleh semak. Permasalahan yang sering terjadi dalam pemeliharaan ini adalah kurangnya kesadaran dari para petani untuk melakukan gotong royong pemeliharaan saluran tersier. Untuk saluran sekunder dan primer yang tanggung jawab pemeliharaannya pada pemerintahpemerintah daerah, juga hanya mampu melakukan pemeliharaan saluran secara terbatas. 145 Pemeliharaan yang dilakukan pada bangunan air terbatas pada kegiatan pemotongan rumput sekitar bangunan. Pemeliharaan lain seperti penimbunan, mengatasi kebocoran, pengecatan dan lain-lainnya sejauh ini jarang dilakukan oleh petani. Oleh karena itu, perlu adanya pengarahan kepada petani akan arti penting pemeliharaan bangunan pintu air terhadap peningkatan kegiatan pertanian. Diharapkan petani ikut bertanggung jawab terhadap keberlanjutan fungsi bangunan yang ada. Permasalahan lain yang berkaitan dengan kegiatan operasi pintu air adalah kondisi bangunan air pada beberapa lokasi telah mengalami kerusakan baik ringan maupun berat, sehingga sebagian pintu air saluran menjadi kurang berfungsi. Ketika batas kritis air dapat dikontrol pada level optimum untuk pertumbuhan tanaman, pengelolaan air bukan merupakan suatu masalah kecuali pada tahap awal pertumbuhan tanaman. Jika batas kritis air tidak dapat terkontrol dan lebih rendah dari kebutuhan air semestinya, irigasi perlu dilakukan terutama bagi tanaman tertentu. Hal ini penting untuk memasok kebutuhan air tanaman dan menghindari sifat kering tidak balik. Sayuran berdaun banyak, menunjukkan layu pada keadaan udara panas. Kondisi ini merupakan pengaruh dari dangkalnya lapisan tanah yang dapat dicapai oleh akar tanaman dan kehilangan air akibat evapotranspirasi yang lebih cepat daripada tanah mineral Ambak dan Melling, 2000. Untuk meminimalkan terjadinya subsidence, langkah yang bisa dilakukan adalah tetap mempertahankan kondisi tergenang tersebut dengan mengadopsi tanaman-tanaman sejenis hidrofilik atau tanaman toleran air yang memberikan nilai ekonomi seperti halnya Eleocharis tuberosa, bayam cina Amaranthus hybridus, kangkung, dan seledri air Ambak dan Melling, 2000. 2. Peningkatan luas lahan yang dimanfaatkan untuk pertanian Peningkatan luas pemanfaatan lahan pertanian diarahkan terutama untuk pengembangan areal penanaman komoditi pertanian unggulan guna meningkatkan pendapatan masyarakat dan perekonomian wilayah. Ketersediaan lahan potensial yang cukup luas merupakan alasan utama. 146 Langkah-langkah strategis untuk mewujudkan peningkatan luas pemanfaatan lahan pertanian dilakukan dengan dua tahapan yakni luas pemanfaatan lahan tetap kemudian tahap berikutnya luas pemanfaatan lahan meningkat. Luas pemanfaatan lahan tetap pada dasarnya adalah optimalisasi pemanfaatan lahan yang telah ada dan meningkatkan produktivitas lahan tersebut dengan adanya ketersediaan air. Apabila kondisi ini telah tercapai, seiring dengan ketersediaan air mencukupi sesuai kebutuhan, maka selanjutnya luas pemanfaatan lahan diupayakan meningkat pada lahan-lahan yang sesuai untuk komoditi unggulan. Langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan untuk meningkatkan luas pemanfaatan lahan pertanian adalah: a Mengembangkan rencana tata ruang kawasan khususnya zonasi ruang untuk pengembangan komoditi pertanian unggulan padi, jagung, dan ternak. Selanjutnya melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai penetapan zonasi kawasan tersebut sehingga masyarakat mengetahui kawasan yang sesuai untuk komoditi unggulan dan kawasan yang harus dikonservasi. Hal ini bertujuan untuk memanfaatkan lahan sesuai dengan peruntukannya. b Terdapat keterkaitan antara ketersediaan sarana dan prasarana dengan pemanfaatan lahan. Untuk itu perlu penyusunan program perluasan pemanfaatan lahan pertanian terpadu dengan program rehabilitasi dan perluasan jaringan prasarana transportasi dan irigasi. Faktor yang perlu diperhitungkan terkait dengan kondisi lahan adalah fakta bahwa lahan gambut yang baru dibuka dengan tingkat dekomposisi yang rendah fibrik hemik memiliki tingkat produktivitas yang rendah. Upaya penelitian terhadap kondisi tanah untuk mengetahui karakteristik tanah, jenis varietas, komoditi unggulan yang dapat dikembangkan, serta serta teknologi yang dapat digunakan perlu dilakukan sebelumnya. c Mengembangkan kemitraan dengan pengusaha. Upaya yang perlu dilakukan adalah menarik investor untuk ikut berinvestasi dalam pengembangan komoditi padi, jagung, dan ternak. Untuk itu perlu ada aturan yang jelas mengenai hubungan kerjasama antara pengusaha dan masyarakat mengenai status kepemilikan dalam jangka waktu tertentu, pola kerjasama yang dilakukan, serta fasilitasi lain yang dapat diberikan. 147 Salah satu faktor penting yang akan menentukan berhasilnya suatu usahatani adalah faktor lahan termasuk pengendalian sistem tata air dan ketersediaan air. Persoalan pertama yang akan dihadapi petani adalah keadaan kesuburan tanah yang umumnya rendah. Ini bukan hal baru, dan hampir semua pihak telah mengetahuinya. Karena itu pula sebelum pembukaan lahan, survei dan evaluasi sumberdaya lahan perlu dilakukan terlebih dahulu. Satu hal yang perlu disadari mengenai keadaan tanah dan air termasuk lahan basah terlantar di luar Pulau Jawa adalah bahwa secara umum tingkat kesuburan tanahnya lebih rendah dari di pulau Jawa. Oleh karena itu. untuk mendapatkan hasil yang sama dengan di Jawa diperlukan masukan input teknologi yang lebih besar Sitorus, 2008. Dalam konteks pertanian di kawasan transmigrasi perlu terus diupayakan terobosan dalam intensifikasi lahan sawah melalui identifikasi defisiensi hara selain N, P, dan K defisiensi S, Zn, B, dan toksisitas Fe, serta cara mengatasinya secara ekonomis, dan dalam mengatasi kendala kesuburan lahan atasan pH rendah, Al tinggi, defisiensi hara makro dan mikro. Upaya meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk-pupuk utama N, P, dan K perlu terus dilakukan. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengembangkan sistem uji tanah dan analisis tanaman serta pemanfaatan mikrobia untuk meningkatkan pemasokan hara bagi tanaman dan untuk mempertahankan kesehatan tanah. Pemanfaatan jenis-jenis tanaman adaptif untuk tanah-tanah masam juga merupakan upaya mengatasi kendala kesuburannya Radjagukguk, 2006. Sejalan dengan kebijakan RTRW Kabupaten Pontianak, Rasau Jaya merupakan kawasan pengembangan perkotaan yang berorientasi pertanian. Strategi pengembangannya: 1 Kawasan Rasau Jaya I merupakan sentra pengembangan perkotaan perdagangan dan jasa; 2 Kawasan Rasau Jaya Umum, Rasau Jaya II, dan Rasau Jaya III, potensial untuk sentra komoditi ternak sapi dan jagung; dan 3 Kawasan lainnya merupakan kawasan yang potensial untuk pengembangan komoditi jagung dan padi. Berdasarkan master plan KTM Rasau Jaya, rencana alokasi ruang untuk pengembangan komoditi unggulan seluas 21.760 ha. Dari luasan tersebut, alokasi ruang untuk pengembangan jagung 6.800 ha, pengembangan padi 14.960 ha. Dari luasan tersebut dapat pula dikembangkan ternak sapi dan ayam Gambar 24. 148 Gambar 24. Peta kawasan potensial pengembangan komiditi di Rasau Jaya Sumber: Master plan KTM Rasau Jaya 2008 149 Kondisi lahan gambut dengan tingkat keasaman yang tinggi memerlukan teknologi pengelolaan tanah yang memungkinkan untuk budidaya pertanian. Areal gambut terutama gambut dangkal dan gambut sedang, berpotensi dikembangkan untuk pertanian, karena kandungan bahan organiknya tinggi, topografi datar, dan ketersediaan air cukup Sitorus dan Susetio, 2000. Meskipun demikian lahan gambut mempunyai masalah mendasar jika digunakan untuk kegiatan pertanian terutama karena tingkat kesuburan rendah, kandungan mineral rendah dan kemasaman tinggi sehingga dapat mengakibatkan serapan hara dari tanah ke akar terganggu Setiadi, 1996. Untuk dapat memanfaatkan lahan gambut secara efisien dan menguntungkan perlu diketahui tingkat ketebalan gambut, sifat- sifat fisik dan kimia serta pola penyebarannya. Pada persawahan di lahan basah pasang-surut, tanah harus tergenangi oleh pasang atau diusahakan digenangi. Bila tidak demikian persoalan rerumputangulma akan sangat mengganggu tanaman padi. Selain itu, penggenangan secara berulang-ulang dapat mencuci senyawa organik beracun, meningkatkan kadar oksigen, dan mencuci unsur beracun anorganik seperti aluminium dan besi yang berlebih. Hal ini akan menyebabkan terciptanya lingkungan yang lebih baik bagi pertumbuhan dan perkembangan akar padi. Demikian pula ketebalan gambut sebaiknya tidak melebihi 1 m dan tingkat dekomposisi gambutnya peat sudah saprik. Pemupukan lengkap N, P dan K sangat diperlukan karena tingkat kesuburan tanah pada umumnya rendah. Dalam lingkungan kesuburan tanah yang rendah biasanya padi jenis lokal merupakan varietas yang paling sesuai. Akan tetapi hasil padi lokal pada umumnya lebih rendah dari jenis padi unggul IR, Pelita dan lainnya, kurang tahan terhadap serangan hama dan penyakit dan dapat dipanen dalam 6 sampai 9 bulan setelah sebar. Oleh sebab itu, adanya padi unggul untuk lingkungan lahan basah sangat diharapkan. Berbagai upaya penelitian terhadap padi yang toleran terhadap racun aluminium dan besi, serta tahan terhadap kadar garam tinggi telah dan sedang dilakukan. Demikian juga penelitian padi unggul khusus untuk tanah gambut. Bila padi unggul demikian telah ditemukan, maka prospek persawahan di lahan basah diharapkan akan lebih baik lagi Sitorus, 2008. 150 Pada lahan yang tidak dapat digenangi, jenis tanaman lahan kering merupakan alternatif untuk diusahakan. Tanaman sayuran berdaun dan tanaman umbi-umbian serta buah-buahan merupakan beberapa kelompok tanaman yang dinilai cukup sesuai. Untuk usaha demikian diperlukan pemupukan yang lebih lengkap termasuk pemberian kapur dan unsur hara mikro. Menurut Sardjadidjaja dan Sitorus 1992 ada dua kelompok masalah dalam penggunaan kawasan lahan basah rawa pasang-surut bagi petani transmigran yaitu: 1 permasalahan yang berkaitan dengan aspek penyiapan permukiman dan 2 permasalahan yang berkaitan dengan aspek pembinaan transmigran dan kegiatan usahanya. Permasalahan dalam aspek penyiapan permukiman meliputi perencanaan, pembukaan lahan, penyiapan bangunan dan penyediaan air bersih. Beberapa permasalahan dalam aspek pembinaan transmigran dan kegiatan usahanya adalah: rendahnya tingkat produktifitas lahan, gangguan hama dan penyakit, kurangnya tenaga kerja untuk menggarap lahan, pengendalian air, penyediaan air bersih, transportasi dan pemasaran, sosial- budaya serta pertambahan penduduk di lokasi. Evaluasi daerah-daerah transmigrasi pasang surut bermasalah telah dilakukan di provinsi Riau, Jambi, Sumatera selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan oleh Suwardjo et al. 1986. Menurut hasil evaluasi tersebut daerah transmigrasi pasang surut umumnya telah berkembang menjadi lahan pertanian yang produktif yang menghasilkan tanaman pangan, hortikultura dan tanaman industri, meskipun memang terdapat beberapa daerah yang kurang berhasil. Dari 68 lokasi daerah transmigrasi pasang surut yang dibuka pada periode tahun 1973-1983 ternyata ada 18 lokasi yang dianggap bermasalah. Evaluasi terhadap daerah bermasalah ini menunjukkan bahwa penyebab kurang berhasilnya daerah tersebut adalah: gambut yang terlalu tebal, tanah yang terdiri dari pasir kuarsa, tanah dengan lapisan sulfat masam dipermukaan, terdapat air asin, dan kurangnya pemeliharaan saluran-saluran drainase dan kanal. Di daerah lahan basah pasang surut sering ditemukan tanah-tanah yang terdiri dari pasir kuarsa. Tanah ini mempunyai daya menahan air yang sangat rendah, kapasitas tukar kation dan kesuburan tanah yang sangat rendah. Tanah ini tidak cocok untuk pertanian karena itu sebaiknya tidak dibuka untuk 151 pengembangan pertanian Sitorus, 2008. Tanah dengan lapisan sulfat masam dipermukaan berbahaya untuk tanaman lahan kering karena pH yang sangat rendah hingga dapat mematikan tanaman. Masalah sulfat masam dapat ditanggulangi dengan pencucian atau menjaga agar lapisan pirit tersebut terus menerus tergenang air sehingga oksidasi pirit menjadi asam sulfat yang sangat masam tidak terjadi. Intrusi air asin terjadi di daerah dekat pantai, baik melalui permukaan tanah atau melalui rembesan. Penyebaran air asin dapat meningkat akibat konstruksi saluran drainase yang kurang tepat serta kurangnya pemeliharaan terhadap saluran-saluran drainase. Masalah ini dapat dikurangi dengan membangun pintu- pintu air automatik yang menghambat masuknya air asin ke lahan pertanian. Masalah pengelolaan air di kawasan lahan basah merupakan faktor utama kelangsungan hidup wilayah ini. Pengelolaan yang bertujuan memperbaiki drainase dan pencucian kemasaman, di banyak tempat sering tidak berfungsi. Meskipun proyek saluran tersier percontohan dapat menanggulangi beberapa kesukaran dan hambatan ini, namun usaha swadaya tersierisasi yang diharapkan dikerjakan petani jarang menjadi kenyataan. Petani cenderung menyesuaikan sistem tanam dari pada memperbaiki konstruksi pengairannya. Tanah gambut tebal dan tidak dapat digenangi sebaiknya tidak dianjurkan untuk persawahan tetapi ada kemungkinan dapat digunakan untuk budidaya sayuran dan buah-buahan serta kemungkinan mempunyai prospek yang baik untuk perkebunan kelapa hibrida dan kelapa sawit. Untuk lahan demikian, bentuk usaha perkebunan besar dengan investasi yang memadai dan masukan teknologi maju, akan lebih besar kemungkinannya untuk berhasil dibandingkan dengan apabila digunakan untuk kegiatan pertanian tanaman pangan sederhana Sitorus, 2008. Dalam usaha pengembangan pertanian di kawasan Rasau Jaya sebenarnya sejak dulu sering dipilih sebagai lokasi penelitian dan percontohan pertanian. Namun dampak dari percontohan tersebut sering dirasakan belum menggembirakan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh fokus perhatian pengelolaan air hanya di tingkat lahan usaha, sedangkan kaitan pengelolaan air 152 antara tingkat lahan tata air mikro dengan tingkat tersier tata air makro secara berkesinambungan kurang mendapat perhatian. Bersamaan dengan kegiatan fisik, di lokasi Rasau Jaya sudah dibangun daerah percontohan seperti Tersier Demonstrasi Unit TDU dan bantuan kredit melalui dana bergulir oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Penerapan Teknologi Sistem Pertanian oleh Litbang Pertanian di Rasau Jaya III, dan Percontohan Operasional dan Pemeliharaan OP dan Pengelolaan Air Model Area oleh ISDPSubdin PU Pengairan di Rasau Jaya IV Bintang Mas. Kegiatan dari Dinas Perkebunan, untuk beberapa areal di kawasan Rasau Jaya sedang dikembangkan dengan tanaman kelapa hybrida seperti di Bintang Mas. Berkaitan dengan letak kawasan Rasau Jaya yang dekat Kota Pontianak, Kawasan Rasau Jaya menjadi tempat transit yang cukup ramai, karena itu sejak beberapa latihan terakhir banyak petani di Rasau Jaya I dan III beralih profesi dari petani menjadi pedagang dan usaha jasa transportasi darat dan air dimana dalam waktu singkat memperoleh hasilpendapatan. Hal inilah yang sering rnenyebabkan terjadinya penurunan aktifitas pertanian di sebagian wilayah yang berdekatan dengan lokasi transit. Untuk masalah ini perlu adanya pendekatan-pendekatan melalui pembinaan pertanian, yang hasilnya secara langsung dapat dirasakan oleh para petani. Tanpa adanya peningkatan produksi pertanian yang lebih menjanjikan, maka akan sulit bagi petani jika hanya berfokus pada satu profesi saja sebagai mata pencahariannya. Keberadaan organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air P3A di kawasan Rasau Jaya relatif masih baru. Oleh karena itu, pada tahap awal pada umumnya belum mampu untuk segera melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Untuk itu perlu adanya pelatihan-pelatihan secara berkelanjutan terutama dalam bidang pengelolaan air dan kelembagaan. Berkaitan dengan praktek pengelolaan air, maka untuk kegiatan operasi bangunan pintu air harus melibatkan petani secara langsung sehingga rnereka akan mengetahui tentang cara-cara dan arti penting pengelolaan air yang benar sesuai dengan kondisi lahan dan tanaman yang dikembangkan. Dalam rangka pengembangan organisasi P3A yang ada di Rasau Jaya, perlu diarahkan tidak hanya berfokus pada pengelolaan air saja tetapi juga perlu 153 didorong untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan lain yang dapat disatupadukan dengan kegiatan P3A, seperti pengadaan sarana produksi, pemasaran, penerapan alat mekanisasi dan kegiatan pemeliharaan jaringan yang dilakukan oleh instansi Pekerjaan Umum Pengairan. Selain itu dianjurkan agar seluruh P3A yang ada di kawasan Rasau Jaya menjalin kerjasama, dengan membentuk Badan Musyawarah P3A, dimana salah satu ketua P3A yang diseniorkan dapat ditunjuk sebagai koordinator Badan Musyawarah ini, yang secara rutin mengadakan pertemuan dengan dihadiri seluruh pengurus P3A. Potensi keberhasilan pengembangan pertanian pada lahan gambut, selain ditentukan oleh faktor kesuburan alami gambut juga sangat ditentukan oleh tingkat manajemen usahatani yang akan diterapkan. Produktivitas lahan gambut pada tingkat petani, dengan pengelolaan usahatani termasuk tingkat rendah low input sampai sedang medium input, akan berbeda dengan produktivitas lahan dengan tingkat manajemen tinggi yang dikerjakan oleh swasta atau perusahaan besar Subagyo et al., 1996 Pada manajemen tingkat sedang Abdurachman dan Suriadikarta, 2000, yaitu perbaikan tanah dengan penggunaan input yang terjangkau oleh petani seperti pengolahan tanah, tata air mikro, pemupukan, pengapuran serta pemberantasan hama dan penyakit, potensi pengembangan lahan gambut untuk pertanian adalah sebagai berikut: 1 Potensi lahan gambut untuk padi sawah Budidaya padi sawah selalu diupayakan oleh petani transmigrasi untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Akan tetapi budidaya padi sawah di lahan gambut dihadapkan pada berbagai masalah terutama menyangkut kendala-kendala fisik, kesuburan serta pengelolaan tanah dan air. Khususnya gambut tebal 1 m belum berhasil dimanfaatkan dengan baik untuk budidaya padi sawah, karena mengandung sejumlah kendala yang belum dapat diatasi. Kunci keberhasilan budidaya padi sawah pada lahan gambut terletak pada keberhasilan dalam pengelolaan dan pengendalian air, penanganan sejumlah kendala fisik yang merupakan faktor pembatas, penanganan substansi toksik dan pemupukan unsur makro dan mikro Radjagukguk, 1990. 154 2 Potensi lahan gambut untuk tanaman perkebunan dan industri Budidaya tanaman perkebunan berskala besar banyak dikembangkan di lahan gambut terutama oleh perusahaan-perusahaan swasta. Pengusahaan tanaman ini kebanyakan dikembangkan di Provinsi Riau dengan memanfaatkan gambut tebal. Sebelum penanaman, dilakukan pemadatan tanah dengan menggunakan alat-alat berat. Sistem drainase yang tepat sangat menentukan keberhasilan budidaya tanaman perkebunan di lahan tersebut. Pengelolaan kesuburan tanah yang utama adalah pemberian pupuk makro dan mikro Radjagukguk, 1990. Tanaman perkebunan sesuai ditanam pada ketebalan gambut 1-2 m dan sangat tebal 2-3 m Subagyo et al., 1996 Nanas Ananas cumosus merupakan tanaman yang menunjukkan adaptasi yang tinggi pada gambut berdrainase. Nanas bisa beradaptasi dengan baik pada keadaan kemasaman yang tinggi dan tingkat kesuburan yang rendah. Percobaan- percobaan yang dilakukan oleh PT RSUP di Indragiri Hilir, menunjukkan bahwa tanaman nenas tumbuh dengan baik dan mulai berbuah 14 bulan setelah tanam. Dari hasil sementara menunjukkan bahwa, penanaman nanas dengan kerapatan 20.000 pohonha yang ditanam diantara jalur kelapa, tumpangsari kelapa nenas memberikan prospek yang sangat cerah Sudradjat dan Qusairi, 1992. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman tahunan yang cukup sesuai pada lahan gambut dengan ketebalan sedang hingga tipis dengan hasil sekitar 13 tonha pada tahun ketiga penanaman Ambak dan Melling, 2000. Selain tanaman semusim, tanaman perkebunan kelapa juga diusahakan cukup luas yaitu ± 985 ha. Selain di lahan ladangsawah, kelapa juga diusahakan pada lahan pekarangan bercampur dengan tanaman lainnya seperti kopi, pisang dan lain-lain. Pertumbuhan tanaman kelapa menunjukkan penampakkan baik pada areal-areal yang telah dilengkapi dengan saluran-saluran kuarter seperti sebagian di Bintang Mas, Rasau Jaya I TR 10 - TR 20, dan TR 11 - TR 21, TR 7 - TR 15 sekunder D kanan. Untuk tanaman kelapa yang belum dilengkapi dengan saluran kuarter pertumbuhannya kurang baik, terlihat dari batang yang kecil, daun kekuningan dan buahnya sedikit seperti di Bintang Mas TR 8 - TR 20, dan Bintang Mas TR 1 - TR 7. Produksi kelapa yang dipanen setiap 2 bulan sekali berkisar antara 1.000 – 2.000 bijiha 155 Komoditas lain yang berpotensi ekonomi untuk dikembangkan guna memenuhi kebutuhan domestik adalah kopi, lada dan tanaman obat Abdurachman dan Suriadikarta, 2000. Tanaman rami dan obat-obatan tumbuh dan berproduksi baik pada gambut sedang dan kurang baik pada gambut sangat dalam 3-5 m Subagyo et al., 1996. 3 Potensi lahan gambut untuk tanaman pangan dan tanaman semusim lainnya Tanah gambut yang sesuai untuk tanaman semusim adalah gambut dangkal dan gambut sedang. Pengelolaan air perlu diperhatikan agar air tanah tidak turun terlalu dalam atau drastis untuk mencegah terjadinya gejala kering tidak balik Subagyo et al., 1996. Tanaman pangan memerlukan kondisi drainase yang baik untuk mencegah penyakit busuk pada bagian bawah tanaman dan meminimalkan pemakaian pupuk. Cassava Manihot esculenta atau tapioka menghasilkan lebih dari 50 tonha dengan pengelolaan yang baik dan merupakan tanaman pangan yang penting pada gambut oligotropik tropis dengan drainase yang baik Andriesse, 1988. Di daerah Kalampangan yang merupakan penghasil sayuran untuk Palangkaraya Kalimantan Tengah, petani setempat mengembangkan sayuran diantaranya sawi, kangkung, mentimun yang diusahakan secara monokultur dalam skala kecil pada lahan kurang lebih 0,25 hektar Limin et al., 2000. Di samping itu beberapa lahan gambut yang termasuk lahan bongkor bisa diusahakan untuk berbagai tanaman seperti cabai besarkeritingkecil, terong, tomat, sawi, seledri, bawang daun, kacang panjang, paria, mentimun, jagung sayur, jagung manis, dan buah-buahan mangga, rambutan, melinjo, sukun, nangka, pepaya, nanas dan pisang karena lahan gambut tersebut termasuk tipe luapan CD tidak dipengaruhi air pasang surut, hanya melalui rembesan air tanah 50 cm di bawah permukaan tanah pada musim kemarau dan 50 cm pada musim hujan Ardjakusuma et al., 2001. Pada musim kemarau sebagian petani mengusahakan tanaman palawija jagung. Pengembangan tanaman jagung pada areal yang telah dilengkapi saluran kuarter dan cacing seperti pada sebagian Rasau Jaya 1, Rasau Jaya 2, dan Bintang Mas menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, tetapi ada juga pada sebagian 156 daerah Bintang Mas saluran tersier TR 8 - TR 28 pertumbuhannya kurang baik karena lahannya belum ada tata air mikronya, sehingga lahan sering basahlembab. Produksi tanaman jagung di Rasau Jaya berkisar antara 0,8-1,6 tonha. Untuk menghindari penurunan permukaan tanah subsidence gambut melalui oksidasi biokimia, permukaan tanah harus dipertahankan agar tetap tertutup tanaman. Beberapa vegetasi seperti halnya legum leguminose dapat dibiarkan untuk tumbuh disekeliling tanaman kecuali pada lubang tanam pokok seperti halnya pada perkebunan kelapa sawit dan kopi. Beberapa jenis legum menjalar seperti Canavalia maritima dapat tumbuh dengan unsur hara minimum Singh et al., 1986 dan menunjukkan toleransi yang tinggi terhadap kemasaman. Pembakaran lahan yang dilakukan harus mempertimbangkan pengaruhnya terhadap kebakaran lingkungan sekitarnya. Untuk tanaman hortikultura, pembakaran serasah bisa dilakukan pada tempat yang khusus dengan ukuran 3 x 4 m. Dasar tempat pembakaran diberi lapisan tanah mineralliat setebal 20 cm dan sekelilingnya dibuat saluran selebar 30 cm. Kedalaman saluran disesuaikan dengan kedalaman air tanah dan ketinggian air dipertahankan 20 cm dari permukaan tanah agar gambut tetap cukup basah. Hal ini dimaksudkan agar pada waktu pembakaran, api tidak menyebar Ardjakusuma et al., 2001. Penyiangan terhadap gulma dikembalikan lagi ke dalam tanah dibenamkan yang akan berfungsi sebagai kompos sehingga selain bisa memberikan tambahan hara juga dapat membantu mempertahankan penurunan permukaan tanah akibat subsidence Ambak dan Melling, 2000.

5.7 Model Analisis Kebijakan Pengembangan Kawasan Transmigrasi