20 pembelajaran matematika realistik dimulai dari masalah yang real atau nyata
sehingga siswa dapat terlibat dalam proses belajar yang lebih bermakna. Hal ini diperkuat oleh pendapat Blum dan Niss dalam Supinah dan Agus D.W. 2009
yang mendefinisikan dunia nyata adalah segala sesuatu di luar matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan
sekitar kita. Gravemeijer dalam Ahmad Fauzan 2002: 34 berpendapat Within a realistic approach mathematics is seen as an activity. Learning mathematics
means doing mathematics, of which solving every day life problems contextual problems is an essensial part.
Dari pendapat Gravemeijer ini kita dapat mengetahui bahwa dengan pendekatan realistik, maka matematika akan terlihat
seperti sebuah aktivitas. Mempelajari matematika berarti melakukan kegiatan berdasar matematika, yang digunakan dalam pemecahan masalah di kehidapan
sehari-hari adalah materi esensialnya.
2.2.8.2 Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik
Agar dapat melaksanakan Pembelajaran Matematika Realistik dengan baik, maka perlu dikaji pula prinsip-prinsip yang digunakan dalam PMR. Menurut
Gravemeijer dalam Ahmad Fauzan 2002: 35 There are three key heuristic principles of RME for instructional design namely guided reinvention through
progressive mathematization, didactical phenomenology, and self developed models or emergen models
. Prinsip yang pertama adalah Guided Reinvention atau menemukan kembali
secara seimbang, memberikan kesempatan bagi siswa untuk memecahkan permasalahan kontekstual yang realistik bagi siswa dengan bantuan dari guru.
21 Ahmad Fauzan 2002: 40 juga berpendapat tentang proses menemukan kembali
sebagai berikut: The reinvention process is presented using a one way arrow, in
reality it is a repeated process. In other words, before reinventing the formal mathematical knowledge, pupils experience the
processes of describing and solving the contextual problems that have similiar procedure solutions. In these prosesses the pupils
develop their informal strategies into mathematical language or algorithm.
Berdasarkan penjelasan Ahmad Fauzan tersebut proses penemuan kembali
dalam kenyataannya itu adalah proses berulang. Dengan kata lain, sebelum menciptakan kembali pengetahuan matematika formal, siswa mengalami proses
menjelaskan dan memecahkan masalah-masalah kontekstual yang memiliki prosedur penyelesaian yang sama. Dalam prosesnya siswa mengembangkan
strategi informal mereka ke dalam bahasa matematika atau algoritma. Siswa didorong untuk aktif bekerja bahkan diharapkan dapat membangun sendiri
pengetahuan yang diperolehnya. Prinsip yang kedua merupakan fenomena didaktik yaitu penyajian yang
berbeda dari matematika. Pembelajaran matematika yang cenderung berorietasi pada memberikan atau memberitahu siswa, diubah dengan menjadikan masalah
sebagai fokus utama untuk mengawali pembelajaran. Pembelajaran seperti ini memungkinkan siswa untuk dapat memecahkan permasalahan dengan beraneka
macam caranya sendiri. Dengan demikian, siswa mulai dibiasakan untuk bebas berpikir, berekspresi dan berani berpendapat, karena cara yang digunakan siswa
satu dengan yang lain berbeda atau bahkan berbeda dengan pemikiran guru. Dengan memperhatikan fenomena didaktik yang ada di dalam kelas, maka akan
22 terbentuk proses pembelajaran yang tidak lagi berorientasi pada guru melainkan
pada siswa atau bahkan berorientasi pada permasalahan. Prinsip yang ketiga merupakan Self Developed Model or Emergen Model
atau model dibangun sendiri oleh siswa. Siswa diberikan kebebasan untuk mengembangkan model pemecahan masalahnya sendiri. Dengan diberikannya
kebebasan kepada siswa untuk memecahkan masalah secara mandiri ataupun berkelompok, akan memungkinkan muncul berbagai model pemecahan masalah
buatan siswa. 2.2.8.3
Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran Matematika Realistik PMR memiliki karakteristik yang membedakan dengan pembelajaran yang lain, menurut Gravemeijer dalam Daitin
Tarigan 2006:6 memilki 5 karakteristik sebagai berikut: 1
Penggunaan konteks, yaitu proses pembelajaran diawali dengan keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah kontekstual.
2 Instrument vertical, yaitu konsep atau ide matematika direkonstruksikan
oleh siswa melalui model-model instrument vertical, yang bergerak dari prosedur informal ke bentuk formal.
3 Konstribusi siswa, yaitu siswa aktif merekonstruksi sendiri bahan
matematika berdasarkan fasilitas dengan lingkungan belajar yang disediakan guru, secara aktif menyelesaikan soal dengan cara masing-
masing. 4
Kegiatan interaktif, yaitu kegiatan yang bersifat interaktif, yang memungkinkan terjadi negosiasi antar siswa.
23 5
Keterkaitan topik, yaitu pembelajaran suatu bahan matematika terkait dengan berbagai topik matematika.
2.2.8.4 Teori-Teori Belajar yang Relevan dengan Pembelajaran Matematika