DSM-IV, secara ringkas kriteria diagnostik gangguan autistik adalah sebagai berikut:
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial timbal balik minimal 2:
a gangguan yang nyata dalam berbagai tingkah laku non verbal seperti
kontak mata, ekspresi wajah, dan posisi tubuh;
b kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai
dengan tingkat perkembangan;
c kurangnya spontanitas dalam berbagi kesenangan, minat atau prestasi
dengan orang lain; dan d kurang mampu melakukan hubungan sosial atau emosional timbal balik.
2. Gangguan kualitatif dalam komunikasi minimal 1: a keterlambatan perkembangan bahasa atau tidak bicara sama sekali;
b pada individu yang mampu berbicara, terdapat gangguan pada kemampuan memulai atau mempertahankan percakapan dengan orang
lain; c penggunaan bahasa yang stereotip, repetitif atau sulit dimengerti; dan
d kurangnya kemampuan bermain pura-pura.
3. Pola-pola repetitif dan stereotip yang kaku pada tingkah laku, minat dan
aktivitas minimal 1:
a mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan
berlebihan, baik intensitas dan fokusnya; b terpaku pada suatu kegiatan ritualistikrutinitas yang tidak berguna;
c Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda. Seorang
anak dapat didiagnosis memiliki gangguan autistik bila simtom-simtom di
atas telah tampak sebelum anak mencapai usia 36 bulan.
2.6.6 Masalah Pada Anak Autisme
Permasalahan yang dihadapi oleh anak autisme menurut Hadis dalam Marienzi, 2012:323, yaitu:
a. Masalah di bidang Komunikasi
Perkembangan bahasa anak autis sangat lambat bahkan tidak ada, gangguan bahasa anak ini menyebabkan mereka terlihat seperti tuli, atau tidak bisa
bicara. Anak autis juga sering mengoceh secara berulang-ulang dengan bahasa yang artinya tidak dapat dimengerti. Selain itu, anak autis juga lebih
banyak menggunakan bahasa tubuh, anak autis sering menarik-narik tangan orang lain untuk menunjukkan sesuatu atau meminta orang tersebut
melakukan apa yang diinginkannya. b.
Masalah di bidang interaksi sosial Dari segi interaksi sosial, anak autis tidak dapat melakukan kontak mata dan
menghindari tatap muka dengan orang lain, tidak tertarik jika diajak bermain bersama teman-temannya dan lebih suka bermain sendiri.
c. Masalah di bidang kemampuan sensoris
Anak autis tidak peka sentuhan, bahkan tidak suka dipeluk, bereaksi spontan menutup telinga bila mendengar suara keras. Selain itu, mereka
juga senang mencium dan menjilati mainan atau benda yang menarik perhatiannya.
d. Masalah di bidang pola bermain
Anak autis tidak memiliki daya imajinasi dan tidak kreatif dalam bermain, mereka tidak suka bermain dengan teman sebaya. Anak autis tidak bisa
bermain sesuai dengan fungsi mainannya, tertarik dengan mainan yang berputar seperti roda sepeda. Bila menyukai suatu mainan, maka akan
dibawa kemana-mana. e.
Masalah perilaku Dari segi perilaku, anak autis sering memperlihatkan perilaku yang
berlebihan hiperktif, berputar-putar, berlari-lari serta melakukan gerakan tertentu secara beruang-ulang. Anak autis juga memiliki tatapan mata yang
kosong. f.
Masalah emosi Dari segi emosi anak autis sering terlihat marah-marah, tertawa dan
menangis tanpa alasan. Bila dilarang, anak autis akan mengamuk dan dapat merusak benda-benda yang ada disekitarnya. Anak autis juga sering
menyakiti diri sendiri tantrum misalnya membenturkan kepalanya ke dinding.
2.7 Prosedur Pengembangan Media Cerita Bergambar Bidang Studi IPA Materi Kenmpakan Permukaan Bumi Untuk Anak Autis
2.7.1 Prosedur Penyusunan Media Cerita Bergambar
Untuk menghasilkan suatu media cerita bergambar yang baik dalam arti sesuai dengan kriteria kriteria yang telah ditetapkan, maka penyusunan media cerita
bergambar harus dilakukan secar sistematis, melalui prosedur yang benar dan