Kerajaan Prahajyan Sunda Kerajaan Sunda

52 Cakrawala Sejarah SMAMA Kelas XI IPS Pada masa itu, penduduk Kerajaan Sunda sudah ada yang memeluk agama Islam. Hal ini diketahui dari berita Portugis yang berasal dari Tome Pires 1513 yang menyebutkan bahwa di Cimanuk telah banyak dijumpai orang yang menganut agama Islam. Sang Ratu Jayadewata sudah memperhitungkan meluasnya pengaruh Islam di wilayah Kerajaan Sunda. Untuk membendungnya, baginda menjalin hubungan dengan Portugis di Malaka. Dalam rangka menjalin hubungan tersebut, diutuslah Ratu Samiam dari Sunda ke Malaka pada tahun 1512 – 1521. Ketika Hendrik de Heme memimpin perutusannya ke Sunda pada tahun 1522, Ratu Samiam sudah berkuasa sebagai raja dan disebut Prabu Surawisesa. Rupanya, dialah yang menggantikan Raja Jayadewata. Ratu Samiam memerintah selama 14 tahun 1521 – 1535. Setelah itu, Ratu Samiam digantikan oleh Prabu Ratudewata yang memerintah tahun 1535 – 1543. Pada masa itu, sering terjadi serangan terhadap Kerajaan Sunda, antara lain, dari kelompok Islam yang dipimpin oleh Maulana Hasanuddin dan Maulana Yusuf dari Kerajaan Banten. Keterangan ini tidak bertentangan dengan naskah Purwaka Caruban Nagari yang bertalian dengan sejarah Cirebon. Jatuhnya Sunda Kelapa, pelabuhan terbesar Kerajaan Sunda, ke tangan pasukan Islam pada tahun 1527 menyebabkan terputusnya hubungan antara Portugis dan Kerajaan Sunda. Keadaan ini melemahkan pertahanan Sunda sehingga satu demi satu wilayah pantainya jatuh ke tangan musuh. Keadaan semakin buruk karena Prabu Ratudewata lebih memusatkan diri pada masalah-masalah agama berkaitan dengan perannya sebagai pendeta dan kurang memerhatikan kesejahteraan rakyat. Penggantinya, Sang Ratu Saksi yang memerintah tahun 1443 – 1551, adalah raja yang kejam dan gemar main wanita. Demikian pula dengan penggantinya, Tohaan di Majaya, yang memerintah tahun 1551 – 1567. Ia lebih suka memperindah istana dan berfoya-foya. Pada masa pemerintahan Raja Nuisya Mulya, raja yang terakhir, Kerajaan Sunda akhirnya jatuh ke tangan orang-orang Islam 1579. Diskusi Berbekal literatur dan sumber-sumber yang relevan, adakan diskusi kelas yang membahas tentang mengapa di Jawa Barat sering terjadi perpindahan pusat kerajaan dan umur kerajaan- kerajaan tersebut relatif pendek. Setelah mencapai kesimpulan, buatlah motto kelas yang diambil dari hikmah sejarah kerajaan-kerajaan Sunda. Pajanglah motto tersebut di dinding kelas Inskripsi Dalam naskah Purwaka Caruban Nagari diceritakan pula bahwa pada abad ke-15, di Cirebon telah berdiri perguruan Islam, jauh sebelum Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati dilahirkan. Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia 53

B. Runtuhnya Tradisi Hindu-Buddha di Indonesia

Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun Buddha di Indonesia mengalami masa kejayaan antara abad ke-7 sampai 12 M. Setelah memasuki abad ke-10 sampai abad ke-12, kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun Buddha di Indonesia mulai mengalami kemunduran. Secara umum, faktor-faktor penyebab runtuhnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha sebagai berikut. 1. Terdesaknya kerajaan-kerajaan kecil oleh kerajaan-kerajaan besar. 2. Tidak ada pengaderan pemimpin sehingga tidak ada pemimpin pengganti yang setara dengan pendahulunya. 3. Munculnya perang saudara yang melemahkan kerajaan. 4. Kemunduran ekonomi perdagangan negara. 5. Tersiarnya agama Islam yang mendesak agama Hindu-Buddha. Walaupun kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha telah runtuh, tetapi tradisinya masih hidup di Nusantara. Berikut ulasan mengenai faktor-faktor penyebab runtuhnya tiga kerajaan besar di Nusantara yang bercorak Hindu-Buddha.

1. Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya mundur sejak abad ke-10 disebabkan oleh faktor-faktor berikut. a. Perubahan keadaan alam di sekitar Palembang. Sungai Musi, Ogan Komering, dan sejumlah anak sungai lainnya membawa lumpur yang diendapkan di sekitar Palembang sehingga posisinya menjauh dari laut dan perahu sulit merapat. b. Letak Palembang yang makin jauh dari laut menyebabkan daerah itu kurang strategis lagi kedudukannya sebagai pusat perdagangan nasional maupun internasional. Sementara itu, terbukanya Selat Berhala antara Pulau Bangka dan Kepulauan Singkep dapat menyingkatkan jalur perdagangan internasional sehingga Jambi lebih strategis daripada Palembang. c. Dalam bidang politik, Sriwijaya hanya memiliki angkatan laut yang diandalkan. Setelah kekuasaan di Jawa Timur berkembang pada masa Airlangga, Sriwijaya terpaksa mengakui Jawa Timur sebagai pemegang hegemoni di Indonesia bagian timur dan Sriwijaya di bagian barat. d. Adanya serangan militer atas Sriwijaya. Serangan pertama dilakukan oleh Teguh Dharmawangsa terhadap wilayah selatan Sriwijaya 992 hingga menyebabkan utusan yang dikirim ke Cina tidak berani kembali. Serangan kedua dilakukan oleh Colamandala atas Semenanjung Malaya pada tahun 1017 kemudian atas pusat Sriwijaya pada tahun 1023 – 1030. Dalam serangan ini, Raja Sriwijaya ditawan dan dibawa ke India. Ketika Kertanegara bertakhta di Singasari juga ada usaha penyerangan terhadap Sriwijaya, namun baru sebatas usaha mengurung Sriwijaya dengan pendudukan atas wilayah Melayu. Akhir dari Kerajaan Sriwijaya adalah pendudukan oleh Majapahit dalam usaha menciptakan kesatuan Nusantara 1377.