Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa Jawa Hokokai

140 Cakrawala Sejarah SMAMA Kelas XI IPS Pada awal pendudukan, Jepang membentuk Bagian Pengajaran dan Agama yang dipimpin oleh Kolonel Horie. Ia mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemuka agama di Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, Horie meminta agar umat Islam tidak melakukan kegiatan- kegiatan yang bersifat politik. Permintaan ini disetujui oleh peserta pertemuan tersebut yang kemudian membuat pernyataan sikap di akhir pertemuan. Pada akhir Desember 1942, hasil pertemuan di Surabaya itu ditingkatkan dengan mengundang 32 orang kiai di seluruh Jawa Timur untuk menghadap Letnan Jenderal Imamura dan Gunseikan, Mayor Jenderal Okasaki. Dalam pertemuan tersebut, Gunseikan menyatakan bahwa Jepang akan tetap menghargai Islam dan akan mengikutsertakan golongan Islam dalam pemerintahan. Pemerintah militer Jepang memilih MIAI sebagai satu-satunya wadah bagi organisasi gabungan golongan Islam. Akan tetapi, organisasi ini baru diakui oleh Jepang setelah mengubah anggaran dasarnya, khususnya mengenai asas dan tujuannya. Pada asas dan tujuan MIAI ditambahkan kalimat: ... turut bekerja dengan sekuat tenaga dalam pekerjaan membangun masyarakat baru untuk mencapai kemakmuran bersama di lingkungan Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon. Sebagai organisasi tunggal golongan Islam, MIAI mendapat simpati yang luar biasa dari kalangan umat Islam sehingga organisasi ini berkembang semakin maju. Melihat perkembangan ini, Jepang mulai merasa curiga. Tokoh-tokoh MIAI di berbagai daerah mulai diawasi. Untuk mengantisipasi agar gerakan para pemuka agama Islam tidak menjurus pada kegiatan yang berbahaya bagi Jepang, diadakan pelatihan para kiai. Para kiai yang menjadi peserta pelatihan tersebut dipilih berdasarkan syarat-syarat memiliki pengaruh yang luas di lingkungannya dan mempunyai watak yang baik. Pelatihan tersebut berlangsung di Balai Urusan Agama di Jakarta selama satu bulan. Namun, keterbatasan kegiatan MIAI justru dirasakan kurang memuaskan bagi Jepang sendiri. Pada bulan Oktober 1943, MIAI secara resmi dibubarkan dan diganti dengan organisasi baru, yaitu Majelis Syuro Muslimin Indonesia Masyumi. Organisasi ini disahkan oleh Gunseikan pada tanggal 22 November 1943. Susunan kepengurusan Masyumi adalah ketua pengurus besar dipegang oleh K.H. Hasyim Asyari, wakil dari Muhammadiyah adalah K.H. Mas Mansur, K.H. Farid Maruf, K.H. Mukti, K.H. Hasyim, dan Kartosudarmo. Adapun wakil dari NU adalah K.H. Nachrowi, Zainul Arifin, dan K.H. Mochtar. Inskripsi Setelah penyikapan selama beberapa waktu terhadap perkembangan MIAI, Jepang berkesimpulan bahwa para kiai tidak membahayakan bagi pendudukan Jepang di Indonesia. Oleh karena itu, Jepang mengizinkan berdirinya dua organisasi besar Islam yang lain, yaitu Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah. Kedua organisasi ini berdiri pada bulan September 1943 dengan kegiatan berpusat pada kerohanian dan sosial. Pendudukan Jepang 141

D. Reaksi Kaum Pergerakan Nasional terhadap Jepang

Kaum pergerakan dan kaum intelek nasional akhirnya sadar bahwa Jepang ternyata jauh lebih berbahaya bagi bangsa Indonesia karena kekejaman dan penindasannya terhadap rakyat. Sejak awal tahun 1944, rasa simpati terhadap Jepang mulai hilang dan berganti dengan kebencian. Muncullah gerakan-gerakan perlawanan terhadap Jepang, seperti Gerakan 3A, Putera, dan Peta. Salah satu contoh pemberontakan bangsa Indonesia yang terbesar terhadap Jepang adalah pemberontakan Peta Blitar tanggal 4 Februari 1945. Pemberontakan yang dipimpin Supriyadi ini sangat mengejutkan Jepang. Banyak tentara Jepang yang terbunuh. Untuk menghadapinya, Jepang mengepung kedudukan Supriyadi. Terjadilah tembak menembak yang membawa banyak korban bagi kedua belah pihak. Dalam pertempuran tersebut, Supriyadi menghilang. Peristiwa ini diabadikan sebagai hari Peta. Setelah perlawanan tersebut, muncul perlawanan-perlawanan lainnya dari berbagai daerah, seperti perlawanan rakyat Aceh dan perlawanan rakyat Sukamanah, Tasikmalaya. Adapun dari kalangan intelektual, muncul organisasi-organisasi bawah tanah yang menyebarluaskan pandangan anti-Jepang. Mereka menanamkan bahwa bagaimanapun, Jepang tetap adalah juga penjajah seperti halnya Belanda. Bangsa Indonesia menurut mereka, hanya akan sejahtera jika telah sepenuhnya merdeka. Tokoh gerakan ini adalah Sjahrir dan Amir Sjarifuddin. Tugas Buktikan bahwa bangsa Indonesia dikemudian hari menolak kehadiran Jepang dan bermaksud mengusirnya dari negeri ini. Buatlah ulasan Anda dalam bentuk rangkuman dan kumpulkan pada guru Lengkapilah rangkuman tersebut dengan gambar agar lebih jelas Rangkuman 1. Sejak tahun 1942, Indonesia jatuh ke tangan Jepang. 2. Kedatangan Jepang disambut baik oleh rakyat Indonesia, karena Jepang mengaku saudara tua, kedatangannya bertujuan membebaskan Indonesia dari tangan Belanda, kedatangannya untuk kemakmuran bersama Asia Timur Raya. 3. Organisasi pergerakan zaman Jepang adalah Gerakan Tiga A, Putera, Jawa Hokokai, Cuo Sangi In, dan MIAI. 4. Akhirnya, rakyat Indonesia menyadari bahwa kedatangan Jepang ke Indonesia demi kepentingan Jepang. Oleh karena itu, rakyat mulai angkat senjata melawan Jepang.