Kedatangan Jepang di Indonesia

132 Cakrawala Sejarah SMAMA Kelas XI IPS 1. Jepang menyatakan bahwa kedatangannya di Indonesia tidak untuk menjajah, bahkan bermaksud untuk membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan Belanda. 2. Jepang melakukan propaganda melalui Gerakan 3A Jepang cahaya Asia, Jepang pelindung Asia, dan Jepang pemimpin Asia. 3. Jepang mengaku sebagai saudara tua bangsa Indonesia yang datang dengan maksud hendak membebaskan rakyat Indonesia. 4. Adanya semboyan Hakoo Ichiu, yakni dunia dalam satu keluarga dan Jepang adalah pemimpin keluarga tersebut yang berusaha menciptakan kemakmuran bersama. Pemimpin-pemimpin pergerakan pun mau bekerja sama dengan Jepang. Contohnya, Moh. Hatta dan Ir. Soekarno. Meski keduanya terkenal sebagai tokoh nonkooperatif yang gigih, namun mau bekerja sama dengan Jepang. Pertimbangannya, seperti diungkapkan dalam biografi Soekarno yang ditulis Cindi Adams, adalah bahwa saat itu Jepang sedang dalam keadaan kuat, sedangkan Indonesia sedang dalam keadaan lemah. Untuk itu, Indonesia membutuhkan bantuan Jepang agar dapat mencapai cita-cita. Tugas Cobalah diskusikan dengan kelompok Anda alasan yang melatarbelakangi kedatangan Jepang di Indonesia dan jelaskan bagaimana sambutan bangsa Indonesia atas kedatangan Jepang Dari hasil diskusi, buatlah kesimpulan dan serahkan kepada guru

B. Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia

Pendudukan Jepang di Indonesia dibagi dalam tiga wilayah. 1. Pemerintahan Militer Angkatan Darat ke-25 Tentara Keduapuluhlima, wilayah kekuasaannya meliputi Sumatra dengan pusat pemerintahan di Bukittinggi. 2. Pemerintahan Militer Angkatan Darat ke-16 Tentara Keenambelas, wilayah kekuasaannya meliputi Jawa dan Madura dengan pusat pemerintahan di Jakarta. 3. Pemerintahan Militer Angkatan Laut II Armada Selatan Kedua, wilayah kekuasaannya meliputi Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku dengan pusat pemerintahan di Makassar. Pemerintahan pendudukan militer di Jawa sifatnya hanya sementara, sesuai dengan Osamu Seirei Nomor 1 Pasal 1 yang dikeluarkan tanggal 7 Maret 1942 oleh Panglima Tentara Keenambelas. Undang-undang tersebut menjadi pokok dari peraturan-peraturan ketatanegaraan pada masa pendudukan Jepang. Jabatan gubernur jenderal di zaman Hindia Belanda dihapuskan. Segala kekuasaan yang dahulu dipegang gubernur jenderal sekarang dipegang oleh panglima tentara Jepang di Jawa. Undang-undang tersebut juga mengisyaratkan bahwa pemerintahan pendudukan Jepang berkeinginan untuk terus menggunakan aparat pemerintah sipil yang lama beserta para pegawainya. Hal ini dimaksudkan agar pemerintahan dapat terus berjalan dan kekacauan dapat dicegah. Adapun pimpinan pusat tetap dipegang tentara Jepang. Inskripsi Panglima Tentara Keenambelas yang pertama adalah Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, sedangkan kepala stafnya adalah Mayor Jenderal Seizaburo Okasaki. Mereka diberi tugas untuk membentuk pemerintahan militer di Jawa. Oleh karena itu, diangkatlah seorang Gunseikan. Pendudukan Jepang 133 Susunan pemerintahan militer Jepang sebagai berikut. 1. Gunshireikan panglima tentara, kemudian disebut Saiko Shikikan panglima tertinggi, merupakan pucuk pimpinan. 2. Gunseikan kepala pemerintahan militer, dirangkap oleh kepala staf tentara. Gunshireikan bertugas menetapkan peraturan yang dikeluarkan oleh Gunseikan. Peraturan itu disebut Osamu Kanrei. Peraturan-peraturan tersebut diumumkan dalam Kan Po berita pemerintahan, sebuah penerbitan resmi yang dikeluarkan oleh Gunseikanbu. Gunseikanbu adalah staf pemerintahan militer pusat yang terdiri dari lima bu departemen: Sumabu Departemen Urusan Umum, Zaimubu Departemen Keuangan, Sangyobu Departemen Perusahaan, Industri, dan Kerajinan, Kotsubu Departemen Lalu Lintas, dan Shihobu Departemen Kehakiman. Koordinator pemerintahan militer setempat disebut gunseibu. Pusat-pusat koordinator militer tersebut berada di Bandung Jawa Barat, Semarang Jawa Tengah, dan Surabaya Jawa Timur. Selain itu, dibentuk pula dua daerah istimewa koci, yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Untuk setiap gunseibu ditempatkan beberapa komandan militer setempat. Mereka bertugas memulihkan ketertiban dan keamanan, menanamkan kekuasaan, dan membentuk pemerintahan setempat. Mereka juga diberi wewenang untuk memecat para pegawai yang berkebangsaan Belanda. Akan tetapi, usaha untuk membentuk pemerintahan setempat ternyata tidak berjalan lancar. Jepang masih sangat kekurangan tenaga pemerintah. Jepang telah berusaha mengirimkan tenaga yang dibutuhkan, namun tidak sampai ke tujuan karena kapal yang mengangkut tenaga-tenaga pemerintahan tersebut tenggelam setelah terkena serangan torpedo sekutu. Akhirnya, Jepang terpaksa mengangkat pegawai-pegawai dari bangsa Indonesia asli. Hal ini memberi keuntungan bagi pihak Indonesia karena memperoleh pengalaman dalam bidang pemerintahan. Konsep dan Aktualita Dalam rangka mempertahankan kekuasaan dan menghapus pengaruh Belanda pada masyarakat Indonesia, Jepang menetapkan Undang-Undang No. 4. Undang-undang tersebut menetapkan bahwa hanya bendera Jepang, Hinomaru, yang boleh dipasang dan hanya lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo, yang boleh diperdengarkan pada hari-hari besar. Mulai tanggal 1 April 1942, semua lapisan masyarakat harus menggunakan pembagian waktu sesuai dengan yang dipergunakan di Jepang. Perbedaan waktu antara Tokyo dan Jawa pada masa itu adalah 90 menit. Selain itu, mulai tanggal 29 April 1942 ditetapkan bahwa kalender yang dipakai adalah kalender Jepang yang bernama Sumera. Tahun 1942 pada kalender Masehi sama dengan tahun 2602 pada kalender Sumera. Rakyat Indonesia juga diwajibkan untuk ikut merayakan hari raya Tencosetsu, yaitu hari lahirnya Kaisar Hirohito. Menurut Undang-Undang No. 27 tentang Perubahan Tata Pemerintahan Daerah, seluruh Pulau Jawa dan Madura kecuali kedua koci, Surakarta dan Yogyakarta dibagi atas enam wilayah pemerintahan. 1. Syu karesidenan, dipimpin oleh seorang syuco. 2. Syi kotapraja, dipimpin oleh seorang syico. 3. Ken kabupaten, dipimpin oleh seorang kenco. 134 Cakrawala Sejarah SMAMA Kelas XI IPS 4. Gun kawedanan atau distrik, dipimpin oleh seorang gunco. 5. Son kecamatan, dipimpin oleh seorang sonco. 6. Ku kelurahan atau desa, dipimpin oleh seorang kuco. Dalam menjalankan pemerintahan, syucokan dibantu oleh Cokan Kanbo Majelis Pemusyawaratan Cokan yang terdiri dari tiga bu bagian, yaitu Naiseibu bagian pemerintahan umum, Keizaibu bagian ekonomi, dan Keisatsubu bagian kepolisian. Para syucokan secara resmi dilantik oleh gunseikan pada bulan September 1942. Pelantikan ini merupakan awal dari pelaksanaan organisasi pemerintahan daerah dan menyingkirkan pegawai-pegawai Indonesia yang pernah menduduki kedudukan tinggi pada masa pemerintahan sementara. Pemerintahan militer di Sumatra yang berada di bawah Panglima Tentara Keduapuluhlima membentuk sepuluh karesidenan syu yang terdiri dari bungsyu subkaresidenan, gun, dan son. Kesepuluh syu tersebut adalah Aceh, Sumatra Timur, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Jambi, Palembang, Lampung, dan Bangka Bilitan Belitung. Jabatan syucokan dipegang oleh orang Jepang. Selain pemerintahan militer gunsei angkatan darat, Armada Selatan Kedua juga membentuk suatu pemerintahan yang disebut Minseibu . Pemerintahan ini terdapat di tiga tempat, yaitu Kalimantan, Sulawesi, dan Seram. Daerah bawahannya meliputi syu, ken, bunken subkabupaten, gun, dan son. Seperti di Pulau Jawa dan Sumatra, tidak lama setelah pendaratan tentara Jepang, orang-orang Indonesia mendapatkan jabatan-jabatan tinggi. Namun, setelah bulan Agustus 1942, jabatan- jabatan yang disediakan untuk orang Indonesia hanya terbatas sampai gunco dan sanco, sedangkan jabatan wali kota untuk Makassar, Manado, Banjarmasin, dan Pontianak dipegang oleh orang Jepang. Dalam bidang ekonomi, Jepang membuat kebijakan-kebijakan yang pada intinya terpusat pada tujuan mengumpulkan bahan mentah untuk industri perang. Ada dua tahap perencanaan untuk mewujudkan tujuan tersebut, yaitu tahap penguasaan dan tahap menyusun kembali struktur. Pada tahap penguasaan, Jepang mengambil alih pabrik-pabrik gula milik Belanda untuk dikelola oleh pihak swasta Jepang, misalnya, Meiji Seilyo Kaisya dan Okinawa Seilo Kaisya. Adapun dalam tahap restrukturisasi menyusun kembali struktur, Jepang membuat kebijakan- kebijakan berikut. 1. Sistem autarki, yakni rakyat dan pemerintah daerah wajib memenuhi kebutuhan sendiri untuk menunjang kepentingan perang Jepang. 2. Sistem tonarigumi, yakni dibentuk organisasi rukun tetangga yang terdiri atas 10 - 20 KK untuk mengumpulkan setoran kepada Jepang. 3. Jepang memonopoli hasil perkebunan berdasarkan UU No. 22 Tahun 1942 yang dikeluarkan oleh Gunseikan. 4. Adanya pengerahan tenaga untuk kebutuhan perang. Inskripsi Dalam rangka menandingi pengaruh Eropa, Jepang mengganti nama-nama wilayah yang dikuasainya. Misalnya, Buitenzorg diganti menjadi Bogor, Meester Cornelis diganti menjadi Jatinegara, Taiwan diganti menjadi Formosa, dan Konca diganti menjadi Chosen.