Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

4.1.2.2.3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa; Pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 ini menjelaskan tentang penyelesaian sengketa. Hal ini dijelaskan pada Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 adalah “Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”. Apabila terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh pihak yang merusak lingkungan atau yang melakukan pencemaran jalur hukum yang pertama kali dilakukan adalah mediasi dan arbitrase. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau arbitrase bagi bangsa Indonesia merupakan hal yang menjadi falsafah Bangsa Indonesia sejak dahulu kala, hanya penamaannya tidak memakai kalimat Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan atau arbitrase. Penyelesaian sengketa ini adalah suatu ajaran nenek moyang yang telah berkembang di masyarakat Indonesia, biasanya dalam bentuk musyawarah. Musyawarah ini telah lama diangkat ke permukaan oleh pendiri bangsa Indonesia. Sengketa dapat terjadi diakibatkan oleh adanya pengaduan sengketa lingkungan hidup yang merupakan upaya terpadu untuk menanggapi, menangani dan menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan oleh anggota masyarakat baik individu, kelompok maupun Badan Hukum tentang adanya pencemaran dan atau perusakan lingkungan. Apabila dalam pengaduan terbukti adanya indikasi pencemaran, maka penyelesaian sengketa ini dapat diselesaikan baik melalui jalur pengadilan maupun jalur abitrase.

4.1.2.2.4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 ini menjelaskan pada pasal 1 Angka 5 adalah “Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan”. Jadi permasalahan lingkungan merupakan kewenangan daerah sehingga Pemerintah Kota Semarang dapat mengatur sendiri kebijakan yang dikeluarkan sebagai bentuk untuk mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat Kota Semarang sesuai dengan UU tersebut. Kebijakan policy term merupakan bentuk dari penyelenggaraan tugas administrasi pemerintah daerah, sehingga pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan-peraturan yang diatasnya atau peraturan sebelumnya agar tidak terjadi tumpang tindih dengan peraturan lainnya. Hal ini bertujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4.1.2.2.5 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan