5.1 Penghasilan
Dalam sub bab ini, penghitungan tentang penghasilan petani karet rakyat di Desa Rumah Sumbul dihitung berdasarkan selisih dari nilai produksi dengan biaya
produksi. Penghitungan penghasilan ini akan dibahas berdasarkan periode waktu yang mewakili lima dekade sejarah pertanian karet rakyat di Desa Rumah Sumbul,
yakni tahun 1955, 1965, 1975, 1985 dan 1995. Di tahun 1955, sebagaimana dibahas dalam sub bab 4.4 bahwa bahasan olah
karet yang dijual petani kepada pedagang adalah dalam bentuk plain sheet. Untuk menghasilkan plain sheet petani membutuhkan peralatan pengolahannya, waktu dan
tenaga. Itu berarti biaya yang dikeluarkan petani untuk biaya produksi sebenarnya lebih tinggi dibandingkan jika dijual dalam bentuk slab. Meskipun demikian nilai jual
dari plain sheet lebih tinggi daripada slab. Apalagi untuk tahun 1955 pedagang hanya membeli produksi petani dalam bentuk plain sheet. Dari penghitungan biaya produksi
untuk tahun 1955 dalam menghasilkan per kilogram plain sheet adalah sebesar rata- rata 10 nilai penjualan
75
. Berdasarkan perkiraan itu, maka penghasilan petani karet rakyat di Desa Rumah Sumbul pada tahun 1955 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
75
Wawancara, dengan Tukiman Ginting, Desa Rumah Sumbul, 24 April 2015.
Tabel 21 Penghasilan Petani Karet Rakyat Desa Rumah Sumbul Per Minggu Tahun 1955
No. Nama Petani
Jumlah Produksi Plain Sheet kg
Harga Rata- Ratakg Rp
Nilai Penjualan
Rp Biaya
Produksi Rp
Penghasilan Rp
1. Tukiman Ginting
10,6 200
2.120 855
1.265 2.
Tolap Barus 7,3
200 1.460
855 605
3. Kueh Saragih
18,4 200
3.680 1.710
1.970 4
Beras Barus 44,3
200 8.860
3.420 5.440
5 Terang Tarigan
31,6 200
6.320 1.947
4.373
Sumber:
Diolah Dari Wawancara dengan Tukiman Ginting, Tolap Barus, Kueh Saragih, Beras Barus, dan Terang Barus, 22 April 2015, Desa Rumah Sumbul.
Dari tabel 21 diatas digambarkan penghasilan petani karet dihitung berdasarkan jumlah lahan lihat tabel 4.2, jumlah pohon lihat tabel 4.3 dan jumlah
produksi lihat tabel 4.4 dikurang biaya produksi. Melihat dari tabel di atas. Petani yang memiliki penghasilan tertinggi sebesar Rp. 5.440,- dalam per minggu.
Perolehan penghasilan petani tersebut per bulan dapat dihitung dari penghasilan per minggu Rp. 5.440 x 4 maka dapat diperoleh besaran penghasilan selam sebulan
sebesar Rp. 21.760. Pendapatan terkecil sebesar Rp. 605,-. Penghasilan tersebut dalam sebulan dapat dihitung dengan pendapatan perminggu Rp. 605,- x 4 sebesar
Rp.2.420. Dari keseluruhan sampel pendapatan petani yakni Rp. 13,653,- dapat diperoleh rata-rata pendapatan petani berdasarkan sampel jumlah pendapatan
keseluruhan petani dibagi jumlah keseluruhan petani, maka didapat hasil 13,653 : 5
sebesar Rp. 2.730,6. Untuk membandingkan jumlah pendapatan pada periode 1955
dengan 1965 dapat dilihat berdasarkan tabel di bawah ini.
Tabel 22 Penghasilan Petani Karet Rakyat Desa Rumah Sumbul Per Minggu Tahun 1965.
No. Nama Petani
Jumlah Produksi Plain Sheet kg
Harga Rata- Ratakg Rp
Nilai Penjualan
Rp Biaya
Produksi Rp
Penghasilan Rp
1. Runggun Tarigan
25 600
15.000 1.282,5
13.717,5 2.
Nueh Ginting 60
600 36.000
2.565 33.435
3. Pinter Barus
40,6 600
24.360 1.710
22.650 4
Simula Sinuhaji 3,6
600 2.160
1.710 390
5 Nini Surbakti
74 600
44.400 2.137,5
42.262,5
Sumber:
Diolah Dari Wawancara dengan Tukiman Ginting, Tolap Barus, Kueh Saragih, Beras Barus, dan Terang Barus, 22 April 2015, Desa Rumah Sumbul.
Dari tabel 22 digambarkan, petani yang memiliki penghasilan tertinggi sebesar Rp. 42.262,5,- dalam per minggu. Perolehan penghasilan per bulan dapat
dihitung dari penghasilan per minggu Rp. 42.262,5 x 4 maka dapat diperoleh Rp. 169.050. Pendapatan terkecil sebesar Rp.
390 ,-. Penghasilan tersebut dalam sebulan dapat dihitung dengan pendapatan perminggu Rp. 390,- x 4 sebesar Rp.1.560. Dari
keseluruhan sampel pendapatan petani dapat diperoleh rata-rata pendapatan petani berdasarkan sampel jumlah pendapatan keseluruhan petani dibagi jumlah keseluruhan
petani, maka didapat hasil 112.455: 5 sebesar Rp. 22.491. Pendapatan rata-rata petani x 30 petani didapat Rp.675.090,-.
Untuk membandingkan jumlah pendapatan pada periode 1965 dengan 1975 dapat dilihat berdasarkan tabel di bawah ini,
Tabel 23 Penghasilan Petani Karet Rakyat Desa Rumah Sumbul Per Minggu Tahun 1975.
No. Nama Petani
JP Sheet
kg JP
Slab kg
Harga Sheet
Rp Harga
Slab Rp
Nilai Penjualan
Rp Biaya
Produksi Rp
Penghasilan Rp
1. Japen Tarigan
18 7
15.000 2.000
284.000 125.374
158.626 2.
Jam Sitepu 18
8,6 15.000
2.000 287.200
125.374 161.826
3. Suruhen
Perangin-Angin 50
3,3 15.000
2.000 756.600
167.166 589.434
4 Jenda Br Karo
42 5,6
15.000 2.000
641,200 167.166
474.034 5
Ali Ginting 100
20 15.000
2.000 1.540.000
501.498 1.038.502
Sumber:
Diolah Dari Wawancara dengan Tukiman Ginting, Tolap Barus, Kueh Saragih, Beras Barus, dan Terang Barus, 22 April 2015, Desa Rumah Sumbul.
Pada periode 1975 tersebut petani karet di Desa Rumah Sumbul mengembangkan karet olah pasca panen menjadi dua bagian, yakni plain sheet dan
slab . Pengembangan mengolah karet ini didasarkan adanya bagian lateks yang terbuang di bagian bawah tempurung sebagai wadah penampung lateks yang tidak
dapat diproses menjadi plain sheet , untuk menyiasati ini petani mengolah bagian tersebut yang dijadikan menjadi bentuk slab.
Dari tabel 23 di atas dapat digambarkan, penghasilan tertinggi yakni sebesar Rp. 1.038.502,-. Penghasilan per bulan dapat dihitung dari penghasilan per minggu
Rp. 1.038.502,- x 4 maka dapat diperoleh besaran penghasilan Rp. 4.154.008 Pendapatan terkecil per minggu sebesar Rp.
158.626,-. Penghasilan tersebut dalam sebulan dapat dihitung dengan pendapatan perminggu Rp. 158.626,- x 4 sebesar Rp.
634.504,-. Dari keseluruhan sampel pendapatan petani dapat diperoleh rata-rata pendapatan petani berdasarkan jumlah sampel pendapatan keseluruhan petani dibagi
jumlah keseluruhan petani, maka didapat hasil 2.422.416 : 5 sebesar Rp. 484.483,2 Pendapatan rata-rata petani x 300 petani didapat Rp.145.344.960,-.
Untuk membandingkan jumlah pendapatan pada periode 1975 dengan 1985 dapat dilihat berdasarkan tabel di bawah ini,
Tabel 24 Penghasilan Petani Karet Rakyat Desa Rumah Sumbul Per Minggu Tahun 1985
No. Nama Petani
JP Sheet
kg JP
Slab kg
Harga Sheet
Rp Harga
Slab Rp
Nilai Penjualan
Rp Biaya
Produksi Rp
Penghasilan Rp
1. Tukiman
Ginting 50
60 18.000
3.000 1.080.000
167.166 912.834
2. Dison Perangin-
Angin 25
15 18.000
3.000 495.000
167.166 327.834
3. Japen Tarigan
70 3,3
18.000 3.000
1.269.900 175.524,3
1.094.375,7 4
Jam Sitepu 12,3
4 18.000
3.000 228.000
208.957,5 19.042,5
5 Ali Ginting
200 40
18.000 3.000
3.612.000 543.289,5
3.068.710,5
Sumber:
Diolah Dari Wawancara dengan Tukiman Ginting, Tolap Barus, Kueh Saragih, Beras Barus, dan Terang Barus, 22 April 2015, Desa Rumah Sumbul.
Dari tabel 24 di atas terlihat petani yang memiliki penghasilan tertinggi yakni sebesar Rp. 3.068.710,5,-. Perolehan penghasilan tersebut dapat dihitung dari
penghasilan per minggu Rp. 3.068.710,5,- x 4 maka dapat diperoleh besaran penghasilan selama sebulan Rp. 12.274.842. Pendapatan terkecil dengan penghasilan
per minggu sebesar Rp. 19.042,5,-. Penghasilan tersebut dalam sebulan dapat
dihitung dengan pendapatan perminggu Rp. 19.042,5,- x 4 sebesar Rp. 76.170. Dari keseluruhan pendapatan petani dapat diperoleh rata-rata pendapatan petani
berdasarkan jumlah pendapatan sampel keseluruhan petani dibagi jumlah keseluruhan petani, maka didapat hasil 5.422.796 : 5 sebesar Rp. 1.084.559,-. Pendapatan sampel
hasil keseluruhan x 600 petani didapat Rp.650.735.604,-.. Untuk membandingkan jumlah pendapatan pada periode 1985 dengan 1995 dapat dilihat berdasarkan tabel di
bawah ini,
Tabel 25 Penghasilan Petani Karet Rakyat Desa Rumah Sumbul Per Minggu Tahun 1995
No. Nama Petani
Jumlah Produksi Slab
kg Harga Rata-
Ratakg Rp
Nilai Penjualan
Rp Biaya
Produksi Rp
Penghasilan Rp
1. Jenda Br Karo
120 4.000
480.000 124.333
355.667 2.
Ali Ginting 500
4.000 2.000.000
522.198,6 1.477.801,4
3. Murni Br Sitepu
240 4.000
960.000 248.666
711.334 4
Benar Ginting 185
4.000 740.000
186.499,5 553.500,5
5 Jam Sitepu
240 4.000
960.000 248.666
711.334
Sumber:
Diolah Dari Wawancara dengan Tukiman Ginting, Tolap Barus, Kueh Saragih, Beras Barus, dan Terang Barus, 22 April 2015, Desa Rumah Sumbul.
Dari tabel 25 dapat diketahui produksi olah pasca panen pada periode ini berbeda dengan periode 1985. Pada periode 1995 petani mengalihkan dan mengolah
karet olah plain sheet ke karet olah slab. Pergeseran bentuk olah karet tersebut, memberi perubahan juga kepada berat produktivitas karet setelah diolah.
Perbandingan karet olah lain sheet dengan slab berbanding 1 : 3 dengan slab. Namun begitu, harga yang diterima tetap lebih unggul penghasilan dari plain sheet.
Dapat dilihat dari tabel di atas pendapatan tertinggi untuk per minggunya sebesar Rp.1.477.801,4., dengan pendapatan per bulannya dikalikan empat minggu hasilnnya
Rp.5.911.205,- dalam sebulan. Sedangkan pendapatan terkecil pendapatan per minggu sekitar Rp. 355.667,- dengan pendapatan per bulan sekitar Rp.1.422.668,-.
Untuk mendapatkan perolehan dari sampel pendapatan keseluruhan didapat Rp.
3.809.636,- dengan jumlah keseluruhan pendapatan sampel dibagi 5 lalu dikalikan 700 jumlah keseluruhan petani hasilnya sebesar Rp. 533.349.166,- dengan
pendapatan setiap petani sebesar Rp.7 61.927.38,-. Untuk memperjelas pemahaman tentang penghasilan karet berdasarkan pengurangan
biaya produksi dari hasil produksi karet petani secara keseluruhan jumlah petani pada periode 1955 sampai 1995, penulis telah menyiapkan data yang diolah dalam bentuk
tabel di bawah ini,
Tabel 26 Rekapitulasi Penghasilan Petani Karet Rakyat Desa Rumah Sumbul Per
Minggu Periode 1955-1995
No. Periode
Jumlah Produksi Karet Keseluruhan
Kg Nilai
Penjualan Keseluruhan
Rp Biaya
Produksi Keseluruhan
Rp Penghasilan
Rp
1. 1955
112,2 22.440
8.787 13.653
2. 1965
1.219,2 731.520
56.430 675.090
3. 1975
16.350 183.060.000
65.194.680 145.345.320
4. 1985
57.552 797.636.000
151.452.396 650.735.604
5. 1995
179.900 719.600.000
186.250.834 533.349.166
Sumber: Data Diolah dari Wawancara Japen Tarigan, Tukiman Ginting, Kueh Saragih, Nueh Ginting, Simula br Sinuhaji
Dari informasi yang diolah dalam bentuk tabel tersebut rekapitulasi mengenai penghasilan petani karet rakyat Desa Rumah Sumbul per minggu pada periode 1955
sampai 1995 menunjukkan peningkatan hampir pada keseluruhan periode mulai dari periode 1955, 1965,1975 dan 1985. Peningkatan penghasilan yang terbanyak berada
pada 1985 dengan rata-rata penghasilan setiap tahunnya berkisar Rp.
650.735.604
,- jika dibagi ke pendapatan setiap petani pada periode tersebut berkisar Rp.
65.073.560,-. Jika merujuk terhadap keadaan harga karet sangat tepat menyatakan terjadinya peningkatan biaya produksi dengan penggunaan bibit yang unggul dengan
sistem okulasi dan tingginya modal yang dikeluarkan untuk pembudidayaan. Dapat dilihat pada tabel 4.5 pengeluaran terhadap biaya produksi sebesar Rp.83.382,-
dengan penghasilan pada periode 1975 sampai 1985 berbanding 1:5 dengan biaya produksi, hal inilah menjadikan pada tahun 1980 karet menjadi bagian yang sangat
penting bagi masyarakat Desa Rumah Sumbul terutama dalam menopang kesejahteraan masyarakat. Petani mengeluarkan biaya produksi yang besar terutama
ketika lahan yang dimiliki tidak mampu dikerjakan sendiri berdasarkan luas yang melebihi kesanggupannya. Dapat dipastikan sangat sedikit petani yang intens dalam
pengeluaran modal untuk menjaga dan meningkatkan mutu dan volume produksi. Biasanya petani melihat keadaan ekonomi keluarga, jika mencukupi maka petani
akan mengeluarkan modal tersebut terutama pada tahap pemupukan. Berdasarkan informasi di atas, jumlah pendapatan petani bervariasi. Hasil ini,
perolehan dari luas lahan pertanian yang berbeda-beda setiap petani. Untuk memperoleh pendapatan dengan takaran yang sama dibuat luas lahan petani dihitung
berdasarkan satu hektar setiap petani. Maka lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel 27 Penghasilan Petani Karet Rakyat Desa Rumah Sumbul Per Hektar
Per Minggu1955
No. Nama Petani
Jumlah Luas Lahan
Keseluruhan ha
Penghasilan Rp
Penghasilan Dari LahanHa
Rp 1.
Tukiman Ginting
1 1.265
1.265 2.
Tolap Barus 1
605 605
3. Kueh Saragih
2 1.970
985 4
Beras Barus 3
5.440 1.813
5 Terang Tarigan
2,2 4.373
1.987,7
Sumber: Diolah Dari Wawancara dengan Tukiman Ginting, Tolap Barus, Kueh Saragih, Beras
Barus, dan Terang Barus, 22 April 2015, Desa Rumah Sumbul.
Dari tabel 26 digambarkan rata-rata penghasilan keseluruhan petani untuk satu hektar luas lahan sebesar Rp.1.331,14,-, dengan pendapatan tertinggi
penghasilan per hektar sebesar Rp. 1.987,7,-, sedangkan pendapatan terkecil sebesar Rp.605.
Sebagai perbandingan perolehan penghasilan petani per hektar setiap minggunya dari periode 1955 dengan 1965 akan dibahas pada tabel di bawah ini,
Tabel 28 Penghasilan Petani Karet Rakyat Desa Rumah Sumbul Per Hektar
Per Minggu1965.
No. Nama Petani
Jumlah Luas Lahan
Keseluruhan ha
Penghasilan Rp
Penghasilan Dari LahanHa
Rp 1.
Runggun Tarigan 1,5
13.717,5 9.145
2. Nueh Ginting
3 33.435
11.145 3.
Pinter Tarigan 2
22.650 11,325
4 Simula Sinuhaji
2 390
195 5
Nini Br Surbakti 2,5
42.262,5 16.905
Sumber
:
Diolah Dari Wawancara dengan Runggun Tarigan, Nueh Ginting, Pinter Tarigan, Simula Sinuhaji, dan Nini br Surbakti, 22 April 2015, Desa Rumah Sumbul
Dari tabel 27 menunjukkan rata-rata pendapatan keseluruhan petani untuk satu hektar luas lahan sebesar Rp.9.743,-, dengan pendapatan tertinggi sebesar Rp.
16.905,-, sedangkan pendapatan terkecil sebesar Rp.195. Sebagai perbandingan perolehan penghasilan petani per hektar setiap minggunya dari
periode 1965 dengan 1975 akan dibahas pada tabel di bawah ini,
Tabel 29 Penghasilan Petani Karet Rakyat Desa Rumah Sumbul Per Hektar
Per Minggu1975.
No. Nama Petani
Jumlah Luas Lahan Keseluruhan ha
Penghasilan Rp
Penghasilan Dari LahanHa Rp
1. Japen Tarigan
1,5 158.626
105.750 2.
Jam Sitepu 1,5
161.826 107.884
3. Suruhen Perangin
Angin 2
589.434 294.717
4 Jenda Br Karo
2 474.034
237.017 5
Ali Ginting 6
1.038.502 173.083,6
Sumber: Diolah Dari Wawancara dengan Japen Tarigan, Nueh Ginting, Jam Sitepu, Suruhen
Perangin-Angin, dan Ali Ginting, 22 April 2015, Desa Rumah Sumbul
Dari tabel 28 didapat rata-rata pendapatan keseluruhan petani untuk satu hektar luas lahan sebesar Rp. 183.690,32-, dengan pendapatan tertinggi penghasilan per
hektar sebesar Rp. 294.717,- sedangkan pendapatan terkecil sebesar Rp.105.750 Sebagai perbandingan perolehan penghasilan petani per hektar setiap minggunya dari
periode 1975 dengan 1985 akan dibahas pada tabel di bawah ini,
Tabel 30 Penghasilan Petani Karet Rakyat Desa Rumah Sumbul Per Hektar
Per Minggu1985.
No. Nama Petani
Jumlah Luas Lahan
Keseluruhan ha
Penghasilan Rp
Penghasilan Dari LahanHa
Rp 1.
Tukiman Ginting 2
912.834 456.267
2. Dison Perangin-
Angin 2
327.834 163.917
3. Japen Tarigan
2,1 1.094.375,7
521.131 4
Jam Sitepu 2,5
19.042,5 7,617
5 Ali Ginting
6,5 3.068.710,5
472.109,3
Sumber: Diolah Dari Wawancara dengan Tukiman Ginting, Dison Perangin-Angin, Japen Tarigan, Jam Sitepu, dan Ali Ginting, 22 April 2015, Desa Rumah Sumbul
Dari tabel 29 digambarkan rata-rata pendapatan keseluruhan petani untuk satu hektar luas lahan sebesar Rp.324.208,-, dengan pendapatan tertinggi penghasilan per
hektar sebesar Rp.521.131,-, sedangkan pendapatan terkecil sebesar Rp.7.617. Sebagai perbandingan perolehan penghasilan petani per hektar setiap minggunya dari
periode 1985 dengan 1995 akan dibahas pada tabel di bawah ini,
Tabel 31 Penghasilan Petani Karet Rakyat Desa Rumah Sumbul Per Hektar
Per Minggu1995.
No. Nama Petani
Jumlah Luas Lahan
Keseluruhan ha
Penghasilan Rp
Penghasilan Dari LahanHa
Rp 1.
Jenda Br Karo 1,1
353.667 321.515,4
2. Ali Ginting
4,2 1.477.801,4
351.857,4 3.
Murni br Sitepu 2
711.334 355.667
4 Benar Ginting
1,5 553.500,5
369.000,3 5
Jam Sitepu 1
711.334 711.334
Sumber: Diolah Dari Wawancara dengan Jenda Br. Karo, Ali Ginting, Murni Br Sitepu, Benar Ginting, dan Jam Sitepu, 22 April 2015, Desa Rumah Sumbul
Dari tabel 30 digambarkan rata-rata pendapatan keseluruhan petani untuk satu hektar luas lahan sebesar Rp.427.274-, dengan pendapatan tertinggi penghasilan per
hektar sebesar Rp.369.000,3,-, sedangkan pendapatan terkecil sebesar Rp.355.667. Secara keseluruhan penghasilan petani berdasarkan pengurangan jumlah lahan
dengan dirata-ratakan menjadi per hektar untuk memperoleh pendapatan petani berdasarkan persamaan jumlah lahan. Untuk memperjelas tentang penghasilan karet
berdasarkan per hektar secara keseluruhan jumlah petani pada periode 1955 sampai 1995, telah diolah data dalam bentuk tabel di bawah ini,
Tabel 32 Rekapitulasi Penghasilan Petani Karet Rakyat Desa Rumah Sumbul
Per Hektar Per Minggu periode 1955 -1995
No. Periode
Jumlah Petani
Rata-Rata Penghasilan Petaniha
Jumlah Keseluruhan Rata-Rata
Penghasilanha 1.
1955 5
1.331,14 6.655,7
2. 1965
30 9.743
292.290 3.
1975 300
94.930,5 55.107.096
4. 1985
600 319.840,26
194.524.956 5.
1995 700
421.874,82 295.312.374
Sumber: Data Diolah dari Wawancara Japen Tarigan, Tukiman Ginting, Kueh Saragih, Nueh Ginting, Simula br Sinuhaji
Dari hasil rekapitulasi berdasarkan tabel 32 di atas pendapatan rata-rata penghasilan petani dalam satu hektar lahan pertanian karet dalam satu tahun pada
keseluruhan periode sebesar Rp.13.631.048,- hasil ini perolehan dari jumlah keseluruhan rata-rata penghasilan petani per hektar dibagi jumlah kesemua periode
maka 545.243.371 : 40 = 13.631.048. Penghasilan petani yang sangat tinggi berada
pada periode 1995 dengan perolehan rata-rata penghasilan petani karet sebesar Rp.
295.312.374
,-. Perolehan pendapatan ini didasarkan petani dengan lahan kurang dari 1,5 ha memaksa secara paksa produksi lateks secara terus menerus. Prilaku ini terlihat
menguntungkan petani untuk sesaat namun dapat menyebabkan menurunnya debit produksi karet secara berkepanjangan bahkan dapat menimbulkan efek kematian pada
pohon karet. Perilaku ini semata mata untuk dapat memenuhi ekonomi keluarga petani dengan memperkosa produksi karet berdasarkan waktu penyadapan, hal ini
sejalan dengan pergeseran karet olah dari sheet ke slab yang menetapkan harga per kilogramnya Rp.4.000,-. Keadaan harga ini dianulir akibat sebagian lahan pada tahun
1955 telah dikonversi ke lahan kelapa sawit sehingga secara langsung menurunkan jumlah penghasilan, penyebab lainya pohon karet yang sudah memasuki masa tua
sehingga debit lateks menjadi menurun bahkan tidak dapat lagi berproduksi terlihat dari cabang-cabang pohon yang telah mengering disertai daun yang berguguran.
Untuk mendapati penghasilan karet terhadap pengaruh kepada pola pertanian dan kesejahteraan membandingkan besaran penghasilan karet terhadap penghasilan
lainnya dari petani karet untuk mengetahui konstribusi penghasilan karet dalam pemenuhan perekonomian keluarga, akan dibahas pada tabel dibawah ini.
Tabel 33 Persentase Konstribusi Karet Rakyat Terhadap Keseluruhan Penghasilan
Petani Per Bulan Tahun 1955 Dalam Rupiah
N o.
Nama Petani
Penghasilan Karet
Per Minggu Rp
Penghasilan Per Bulan
Karet Rp
Penghasilan Lainnya Per
Bulan Rp
Jumlah Keseluruhan
Persentase Karet
1. Tukiman Ginting
1.265 5.060
17.940 23.000
22
2 Tolap
Barus 605
2.420 9.680
12.100
20
3 Kueh
Saragih 1.970
7.880 16.745
24.625
32
4 Beras
Barus 5.440
21.760 65.280
87.040
25
5 Terang
Barus
4.373
17.492 40.814
58.306
30
Jumlah 54.612
150.459 205.071
25,8
Sumber: Diolah Dari Wawancara dengan Tukiman Ginting, Tolap Barus, Kueh Saragih,Beras
Barus, dan Terang Barus, 22 April 2015, Desa Rumah Sumbul.
Dari tabel 33, dapat diketahui bahwa kontribusi penghasilan karet terhadap ekonomi petani karet berkisar 25,8 dari jumlah penghasilan keseluruhan 205.071
berkisar Rp.7.948,48,- Untuk membandingkan kontribusi penghasilan karet bagi ekonomi petani pada periode 1955 dengan periode 1965 akan dibahas pada tabel
berikut:
Tabel 34 Persentase Konstribusi Karet Rakyat Terhadap Keseluruhan Penghasilan
Petani Per Bulan Tahun 1965 Dalam Rupiah
N o
. Nama
Petani Penghasilan
Karet Per Minggu
Rp Penghasilan
Karet Per Bulan
Rp Penghasilan
Lainnya Per Bulan
Rp Jumlah
Keseluruhan Persentase
Karet
1 .
Runggn Tarigan
12.717,5 50.870
118.696 169.566
30
2 Nueh
Ginting 33.435
133.740 309.107
442.847
30,2
3 Pinter
Barus 22.650
90.600 183.116
273.716
33,10
4 Simla Br
Sinuhaji 390
1.560 3.640
5.200
30
5 Nini Br
Surbakti 42.265,5
169.062 362.579
531.641
31,8
445.832 977.138
1.422.970
31,02
Sumber
:
Diolah Dari Wawancara dengan Runggun Tarigan, Nueh Ginting, Pinter Tarigan, Simula Sinuhaji, dan Nini br Surbakti, 22 April 2015, Desa Rumah Sumbul
Dari tabel 34 di atas, dapat diketahui bahwa kontribusi penghasilan karet terhadap ekonomi petani karet berkisar 31.02 dari jumlah penghasilan keseluruhan
1.422.970 sehingga didapat rata-rata peningkatan petani sebesar Rp.45.872,66-. Untuk membandingkan kontribusi penghasilan karet bagi ekonomi petani pada
periode 1965 dengan periode 1975 akan dibahas pada tabel berikut:
Tabel 35 Persentase Konstribusi Karet Rakyat Terhadap Keseluruhan Penghasilan
Petani Per Bulan Tahun 1975 Dalam Rupiah
N o
. Nama
Petani Penghasilan
Karet Per Minggu
Rp Penghasilan
Karet Per Bulan
Rp Penghasilan
Lainnya Per Bulan
Rp Jumlah
Keseluruhan Persentase
Karet
1 .
Japen Tarigan
158.626 634.504
369.140 1.003.644
63,22 2
Jam Sitepu 161.826
647.304 486.129
1.133.433 57,11
3 Suruhen
Perangin Angin
589.434 2.357.736
1.562.830 3.920.566
60,03
4 Jenda Br
Karo 589.434
255.626 142.731
398.357 64,17
5 Ali Ginting
1.038.502 4.154.008
2.769.338 6.923.346
60 Jumlah
8.049.178 5.330.168
13.379.346 60.9
Sumber: Diolah Dari Wawancara dengan Japen Tarigan, Nueh Ginting, Jam Sitepu, Suruhen
Perangin-Angin, dan Ali Ginting, 22 April 2015, Desa Rumah Sumbul
Dari tabel 35, dapat diketahui bahwa kontribusi penghasilan karet terhadap ekonomi petani karet berkisar 60,9 dari jumlah penghasilan keseluruhan
13.379.346 sehingga didapat rata-rata peningkatan petani sebesar Rp. 219.693,6,- Untuk membandingkan kontribusi penghasilan karet bagi ekonomi petani pada
periode 1975 dengan periode 1985 akan dibahas pada tabel berikut:
Tabel 36 Persentase Konstribusi Karet Rakyat Terhadap Keseluruhan Penghasilan
Petani Per Bulan Tahun 1985 Dalam Rupiah
N o.
Nama Petani
Penghasilan Karet
Per Minggu Rp
Penghasilan Karet
Per Bulan Rp
Penghasilan Lainnya
Per Bulan Rp
Jumlah Keseluruhan
Persentase Karet
1. Tukiman
Ginting 912.834
3.667.336 905.402,1
4.572.738,1 80,2
2. Dison
Perangin Angin
327.834 1.311.336
257.060 1.568.396
83,61
3. Japen
Tarigan 1.094.375,7
4.377.502,8 1.153.837
5.531.340 79,14
4. Jam
Sitepu 19.042,5
76.170 18.852
95.022 80,16
5. Ali
Ginting 3.068.710,5
12.274.842 2.338.065
14.612.907 84
Jumlah 21.707.186
4.673.216,1 26.380.402
81,4
Sumber: Diolah Dari Wawancara dengan Tukiman Ginting, Dison Perangin-Angin, Japen Tarigan, Jam Sitepu, dan Ali Ginting, 22 April 2015, Desa Rumah Sumbul
Dari tabel 36, dapat diketahui bahwa kontribusi penghasilan karet terhadap ekonomi petani karet berkisar 81,4. dari jumlah penghasilan keseluruhan
Rp.26.380.402,- sehingga didapat rata-rata peningkatan petani sebesar Rp. 324.083,- Untuk membandingkan kontribusi penghasilan karet bagi ekonomi petani pada
periode 1985 dengan periode 1995 akan dibahas pada tabel berikut:
Tabel 37 Persentase Konstribusi Karet Rakyat Terhadap Keseluruhan Penghasilan
Petani Per Bulan Tahun 1995 Dalam Rupiah
N o.
Nama Petani
Penghasilan Per Minggu
Rp Penghasilan
Karet Per Bulan
Rp Penghasilan
Karet Lainnya Per Bulan
Rp Jumlah
Keseluruhan Persentase
Karet
1. Jenda Br.
Karo 355.667
1.422.668 520.336.
1.943.004 73,22
2. Murni Br.
Sitepu 1.477.801,4
5.911.205,6 2.897.028
8.808.233 67,11
3. Ali
Ginting 711.334
2.845.336 1.036.432
3.881.768 73,30
4. Benar
Ginting 553.500,5
2.214.002 710.609
2.924.611 75,71
5. Jam Sitepu
711.334 2.845.336
1.226.421 4.111.757
69,2 Jumlah
3.809.636,9 15.238.547,6
6.390.826 21.629.373,6
71,7
Sumber: Diolah Dari Wawancara dengan Jenda Br. Karo, Ali Ginting, Murni Br Sitepu, Benar Ginting, dan Jam Sitepu, 22 April 2015, Desa Rumah Sumbul
Dari tabel 36, dapat diketahui bahwa kontribusi penghasilan karet terhadap ekonomi petani karet berkisar 71,7 dari jumlah penghasilan keseluruhan
Rp.21.629.373,6,- sehingga didapat rata-rata peningkatan petani sebesar Rp. 301.664- . Untuk melihat secara keseluruhan kontribusi penghasilan karet bagi ekonomi petani
dari kelima periode 1955,1965, 1975, 1085,1995 telah dibahas pada tabel di bawah ini,
Tabel 38 Rekapitulasi Persentase Konstribusi Karet Rakyat Terhadap Keseluruhan
Penghasilan Petani Per Bulan Periode 1955-1995 Dalam Rupiah
No .
Periode Jumlah
Keseluruhan Petani
kk Jumlah
Keseluruhan Karet
Penghasilan Per Bulan
Rp Jumlah
Keseluruhan Penghasilan
Lainnya Rp
Jumlah Keseluruhan
Penghasilan Rp
Persentas e
Karet
1. 1955
5 54.612
150.459 205.071
19,5 2.
1965 30
2.674.992 5.862.828
8.537.820 31,2
3. 1975
300 482.950.680
319.810.080 802.760.7760
60,9 4.
1985 600
2.604.862.320 560.785.932
3.165.648.252 81,4
5. 1995
700 2.133.396.664
894.715.640 3.028.022.304
71,7
Sumber: Data Diolah dari Wawancara Japen Tarigan, Tukiman Ginting, Kueh Saragih, Nueh Ginting, Simula br Sinuhaji
Dari tabel di atas menggambarkan kontribusi karet sepanjang periode yang berpengaruh terhadap penghasilan. Kontribusi karet terhadap penghasilan petani
dapat kembalii dilihat pada periode- periode tersebut. Selama 30 tahun penghasilan dari karet memiliki nominal lebih tinggi daripada penghasilan lainya yang terjadi
pada periode 1975,1985 dan 1995. Perubahan yang paling tinggi terjadi di masa peningkatan penghasilan dari 1965 ke 1975. Adanya peningkatan sebesar 21 , yang
menggambarkan peningkatan faktor utama adalah harga yang meningkatan pada waktu itu. Dari gambaran tabel di atas juga terlihat penghasilan karet tertinggi berada
pada periode 1985. Terdapat seterusnya dari data di atas adanya penurunan penghasilan yang telah terlebih dahulu dikurang biaya produksi.
Sebagai takaran pendapatan dari karet terhadap pemenuhan kesejahteraan keluarga petani, dapat dilihat dengan membandingkan nominal per kilogram harga
karet dengan nominal per kilogram harga beras yang mengarah nantinya terhadap nilai tertinggi dari masing-masing harga tersebut.
Tabel 39 Perbandingan Harga Karet Terhadap Harga Beras
Desa Rumah Sumbul 1955-1995
No. Tahun
Karet kg Rp
Beraskg Rp
KeteranganProduksi Perbandingan Harga Karet
Dengan Beras Kg 1.
1955 200
500 1: 2,5
2. 1965
600 750
1: 1,2 3.
1975 15.000
1.500 10 : 1
4. 1985
18.000 2.000
8 :1 5.
1995 4.000
2.500 1,15 :1
Sumber: Data Diolah dari Wawancara Japen Tarigan, Tukiman Ginting, Kueh Saragih, Nueh Ginting, Simula br Sinuhaji
Dari tabel di atas, dapat digambarkan mengenai kedudukan nilai nominal harga karet dengan beras per kilogramnya terjadi perbedaan tidak merata. Dapat
dilihat pergerakan harga beras per kilogramnya secara statis bergerak naik, berbeda dengan karet terjadi penurunan harga di periode 1995. Pertumbuhan harga beras naik
sekitar 1-1,5 . Posisi harga karet tetap berada di atas harga beras, yang artinya pertanian karet nilainya lebih tinggi dalam mencapai tingkat kesejahteraan terutama
untuk ekonomi keluarga petani karet sendiri. Perbedaan harga secara menyeluruh didasarkan secara variasi harga per kilogramnya. Perbedaan harga yang tinggi pada
periode 1975 sampai 1985 menjadikan karet sebagai primadona di desa. Secara kuantitatif masyarakat lebih memilih fokus bertani karet dengan membeli beras
daripada terbagi bagi cara kerja pertanian.
5.2 Kesejahteraan