Akibat Peralihan Pertanian Karet

micratha, KurinyuhChromolaena odorata, HarendongMelastoma Melastoma malabathricum, dan teki Cyperus rotundus 94

6.3 Akibat Peralihan Pertanian Karet

. Sensitifitas tanaman karet terhadap penyakit, hal ini secara umum dikarenakan letak produksi karet berada pada batang sedangkan kelapa sawit berada pada buahTBS. Hal ini menyebabkan karet sangat rentan terhadap hujan yang dapat mematahkan bagian batang, hujan juga dapat merusak latek karet yang telah dipupuk sehingga tidak menjadi lump karet. Seperti ilustrasi dari Desa Rumah Sumbul penyakit yang paling sering melanda pertanian karet adalah Cendawan Akar PutihRigidoporus Lignosus. Dalam kasus hama penyakit dari karet sangat rentang penyakit ini yang ditularkan melalui kontak akar tanaman sehingga dapat menyebabkan keseluruhan lahan petani tidak dapat berproduksi masalah terbesar dapat menimbulkan kematian pada karet. Persoalan ini terjadi dikarenakan penyebaran spora melaui media yang dinamis dan mobilitas secara efesien yakni melalui udara, angin dan hujan. Berbeda dengan tanaman kelapa sawit sebagian besar disebabkan karena hewan liar yang pencegahannya dapat dengan mudah diatasi. Persoalan yang nyata dengan lahan kelapa sawit yang berada di sekitar pemukiman penduduk atau jauh dari hutan tindakan hewan liar dapat ditanggulangi tanpa melalui pencegahanpreventif dan pemberantasan. Berkurangnya luas lahan karet di Desa Rumah Sumbul yang berganti ke tanaman kelapa sawit membawa perubahan yang bardampak pada desa dan sistem 94 Suharjo, Harahap Habid, Ishak Razali, Purba Asmah, Lubis Elvidiana, Budiyana Sri, Kusmahadi, Bidang Tanaman Vadmecum Kelapa Sawit, Pematang Siantar: PT Perkebunan Nusantara IV Persero, 1996. pertanian merupakan akibat peralihan pertanian. Dampak pada perubahan desa terlihat luas hutan semakin meyempit hanya sekitar 2,3 yang tersisa sebanyak 30 ha. Hutan yang berdekatan dengan desa sampai-sampai tidak ada yang tersisa membuat keadaan desa menjadi padat pertanian. Jumlah truck pengangkut pohon karet bekas konversi pun meningkat pula. Lahan yang dikonversi mengeluarkan hasil sisa-sisa pohon karet. Satu truck pohon karet dihargai sebesar Rp.10.000 dengan perbandingan satu truck dapat mengangkut 150-200 pohon karet, jumlah truck pengangkut dalam satu hektar sebanyak 3 truck. Selain truck pengangkut hasil penebangan pohon karet, truck juga berangkutan bibit- bibit kelapa sawit. Bibit kelapa sawit ini didatangkan dari Sei Putih dan perkebunan yang disekitar Desa Rumah Sumbul. Truck ini dapat mengangkut 1000 bibit kelapa sawit polibeg. Sehingga dengan satu truck dapat menyebarkan 8 ha luas pertanian kelapa sawit. Pada umumnya, kelompok yang mengkonversi kelapa sawit adalah orang-orang yang memiliki luas lahan sebesar 4-6 ha. Kebanyakan dari mereka memiliki usaha seperti sebagai tengkulak, pengusaha pupuk, lahan warisan yang luas dari orang-tua. Dengan beralihnya kelompok kaya dalam bentuk ekonomi pertanian menyebabkan berpengaruh kepada kelompok-kelompok kecil. Melihat usaha dan biaya pengangkutan yang berat dalam produksi kelapa sawit sehingga lahan yang dipenuhi kelapa sawit dilakukan minimal seluas 2 ha dan dekat dengan jalan besar dan perkampungan. Kelompok-kelompok kecil di desa mengikuti jejak peralihan kelapa sawit yang berdekatan dengan lahan pertanian kelompok pengusaha tersebut. Semakin meningkatnya jumlah truck yang setiap hari berlalu-lalang di desa untuk mencapai pertanian penduduk terutama kelapa sawit mengakibatkan terjadi kerusakan jalan raya. Kerusakan jalan semakin parah pada tahun 1992. Terjadinya kerusakan disebabkan lahan perkebunan besar yang melewati Desa Rumah Sumbul menggunakan tranportasi darat dengat ukuran besar. Truck ini terus bergerak dalam seminggu terjadi 3 kali. Keadaan jalan raya setelah 1975 tidak ada lagi pembaharuan dan renovasi membuat faktor ini pun berakibat kerusakan pada fisik jalan.

BAB VII KESIMPULAN

Bagian bab ini membahas mengenai kesimpulan ditujukan menjawab hasil dari pertanyaan pada rumusan masalah. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan serta penjelasan yang telah diuraikan di bab-bab sebelumnya, masuk dan berkembanganya karet di Desa Rumah Sumbul diartikan sebagai peran harga yang menjanjikan sebagai penopang ekonomi keluarga petani. Peranan keunggulan karet di Desa Rumah Sumbul muncul dan berkembangnya merupakan alasan utama masyarakat bertani karet. Hasil pertanian karet yang dirasakan masyarakat, tidak terlepas dari latar belakang masuknya pertanian ini ke Desa Rumah Sumbul, seperti ketersediaan lahan, keuntungan ekonomi, infrastruktur yang mendukung dan budidaya karet yang mudah. Awal karet dalam pembudidayaan hasil dari anjuran pihak Kolonial Belanda lalu diteruskan dengan keuntungan karet yang dieroleh tanpa komersialisasi harga. Kepekaan masyarakat desa menjadikan karet sebagai tanaman pembatas solusi perampasan lahan beralih menjadi tanaman sekunder yang semakin diperhitungkan sebagai keuntungan ekonomi. Fasilitas infrastruktur jalan hasil dari pemberian Kolonial Belanda mempermudah mobilisasi berkembangnya karet di Desa Rumah Sumbul. Sistem budidaya juga ikut mendukung sebagai fungsi tanaman sekunder memberi keuntungan dan mempermudah karet bagian utama komersialisasi pertanian. Perkembangan pertanian karet selama kurun waktu 42 tahun membawa