60 keluarga dekat, memang orang-orang di desa ini masih memiliki tradisi yang kuat
untuk mengenali orang lain secara lebih mendalam. Jadi, kebiasaan saling menyapa dan sering bercerita antara satu sama lain membuat pengenalan mereka
tidak sebatas aspek formalnya saja. Tradisi yang saling menghubungkan diantara meraka adalah suatu kegiatan
adat istiadat. Tradisi itu dilaksanakan ketika pelaksanaan horja kerja berlangsung. Pada saat horja berlangsung biasanya melibatkan beberapa kesatuan
sosial yang ada di kawasan Kota Medan. Acara-acara adat atau horja juga sebagai wadah memberikan sosialisasi yang bertujuan membentuk suatu pola tindakan
pada seorang anak Angkola. Biasanya kalau di kampung asalnya diselenggarakan suatu pesta perkawinan, maka menjadi kesempatan bagi anak untuk belajar
manortor, markobar menyampaikan kata di depan para kerabatnya yang merupakan sebuah sistem dalihan natolu. Pada saat horja anak-anak mulai belajar
untuk mengerti prosesi adat di Angkola, pertuturan urutan kekeluargaan, adat istiadat, dan bahasa.
2.3 Mata Pencaharian Masyarakat Batak Angkola
Dalam tulisannya Pelly 1998:297 menunjukkan bahwa pemilihan perkerjaan-pekerjaan yang dipilih oleh kelompok Mandailing, Sipirok dan
Angkola menunjukkan adanya suatu pola yaitu kecenderungan untuk memilih jenis pekerjaan sebagai pegawai negeri. Menurut Pelly 1998 hal ini disebabkan
oleh sosialisasi yang dihadapi dalam lingungan yang bersifat aritrokatis yaitu dalam sistem kehidupannya mereka menganut sistem pemerintahan tradisional
Universitas Sumatera Utara
61 dan hukum adat yang disebut kuria. Pilihan atas pekerjaan lebih mengarah pada
suatu sistem kekuasaan formal dan otoritas. Prefensi dibidang pekerjaannya meliputi pegawai negeriswasta, polisi atau bahkan pejabat militer.
2.4 Sistem Kekerabatan Batak Angkola
Garis keturunan pada kelompok etnik Batak-Angkola dihitung berdasarkan garis petrilineal. Artinya anak yang lahir termasuk ke dalam keluarga
besar ayahnya dan bukan keluarga ibunya. Oleh sebab itu, si anak akan memperoleh marga dari ayahnya yang marga-marga yang secara umum terdapat
di kawasan Tapanuli Selatan khususnya marga dari kelompok budaya Batak- Angkola. Marga-marga yang terdapat dalam kelompok etnik Batak-Angkola
diantaranya: Siregar, Harahap, Pohan, Hasibuan, Hutasuhut, Daulay, Rambe, Pane, dan Sagala. Masing-masing marga mempunyai peranan, kedudukan, dan
fungsi dalam sistem pengaturan bermasyarakat dan berbudaya di daerah itu. Dalam hubungan kesatuan sosial etnik Batak-Angkola yang terkecil adalah
kelompok keluarga batih. Keluarga batih yaitu keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah. Setelah anak-anaknya tersebut
menikah maka anak ini akan membentuk embali keluarga batih tersebut. Ayah dan ibu memiliki peran yang sangat penting dalam menanamkan
nilai-nilai budaya Batak-Angkola karena dalam masyarakat Batak-Angkola diikat oleh dalihan na tolu kahanngi, ank boru, dan mora, juga menerapkan sistem
gotong royong dalam kehidupannya untuk memperoleh satu kekuatan yang dapat menciptakan suasana yang kondusif dengan motto atau semboyan hidup yang
Universitas Sumatera Utara
62 selalu diterapkan oleh ayah dan ibu kepada anak-anaknya yaitu manat-manat
markahanggi berhati-hati terhadap satu marga yang terdekat, elek maranak boru pandai-pandai mengambil hati dari pihak menantu laki-laki, hormat marmora
hormat kepada besan dari pihak menantu perempuan Orang Batak-Angkola yang selama ini dianggap sebagai satu kelompok
dengan Mandailing mempunyai perangkat struktur sosial yang merupakan susunan dari unsur-unsur yang pokok dalam masyarakat. Struktur sosial yang
terdapat dalam setiap masyarakat, khususnya orang Batak-Angkola merupakan warisan dari nenek moyang.
Struktur sosial dalam kelompok etnik Batak-Angkola memperlihatkan suatu tatanan kekerabatan sesama anggota masyarakat, baik yang termasuk
golongan kerabat dekat, kerabat luas, saudara semarga klan, serta orang yang berbeda marga. Struktur sosial ini dapat dilihat dari sistem keerabatan yang
dijalankan pada saat upacara adat berlangsung. Struktur sosial pada kelompok etnik Angkola tersusun berdasarkan komposisi yaitu:
1. Mora, yaitu pihak keluarga boru. mora ini mendapat posisi
didahulukan, karena pihak mora dalam hubungan kekeluargaan memiliki posisi yang sangat dihormati, di samping raja-raja
maupun pemangku adat. 2.
Kahanggi, yaitu golongan yang merupakan teman semarga atau teman serumpun menurut golongan marga.
3. Anak Boru, yaitu pihak keluarga penerima boru pangalehenan
boru.
Universitas Sumatera Utara
63 Dalihan na tolu dalam struktur sosial masyarakat secara etimologi berarti
tungku yang tiga. Tungku artinya tempat landasan menjerangkan periuk ke atas api pada waktu memasak. Alat masak ini kemudian dijadikan sebagai lambing
identitas dalam sistem kekerabatan mereka. Dalam struktur ini yang menduduki posisi yang di istimewaan adalah mora. Wujud dari pengistimewaan posisi mra
adalah dengan makna pemberian suatu restu yang memiliki nilai dan norma budaya yang dimiliki oleh kelompok masyarakat Batak-Angkola.
Di dalam lingkungan keluarga batih, peran kedua orang tua sangat besar terutama mengasuh seluruh anggota keluarga hingga dewasa. Selain mengasuh
secara alamiah kedua orang tua mensosialisasikan adat Angkola dengan melibatkan anak-anak pada suatu acara seperti siluluton yaitu istilah untuk
menyebutkan acara duka cita. Dalam acara ini orang tua memerintahkan anak untuk membantu kebutuhan yang berduka. Kemudian anak-anak juga dilibatkan
dalam acara siriaon yaitu acara suka cita, pada acara ini orang tua juga memerintahkan anak untuk dapat berperan serta dalam membantu persiapan
pernikahan.
• Terlibat dalam kegiatan mengundang atau disebut mandohoni
Kegiatan Siluluton
• Membantu mempersiapkan acara siriaon, seperti membersihkan buah
nangka muda yang akan digulai, bersama-sama naposo nauli bulung mencuci beras ke sungai yang akan dimasak dan dihidangkan pada saat
acara siriaon berlangsung. •
Terlibat dalam kegiatan memotong dan membersihkan kambing atau
Universitas Sumatera Utara
64 kerbau sampai menggulainya.
• Membantu menghias dan mengatur tempat siriaon.
• Terlibat dalam penerimaan tamu.
• Membantu mengangkat barang pengantin perempuan yang akan dibawa
ke tempat pengatin laki-laki. •
Melakukan acara mangolat menghentikan keberangkatan pengatin sampai pengantin laki-laki memberikan tebusan berupa uang yang
jumlahnya tidak ditentukan.
• Terlibat dalam kegiatan memberitahukan kepada kaum kerabat baik
langsung maupun diumumkan melalui mesjid.
Kegiatan Siriaon
• Membantu mempersiapkan tempat dan semua yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan siluluton duka. •
Membantu mempersiapkan acara pemakaman dan tempat kuburan. •
Mengikuti acara tahlilan 3 malam dan membantu acara kenduri malam ke- tiga.
Dalam upacara siluluton dan siriaon yang dilaksanakan oleh anak-anak Batak-Angkola bertujuan untuk memperkenalkan adat istiadat Batak-Angkola.
Dengan melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan seperti ini secara otomatis mereka berhubungan lansung dengan budayanya, selain itu juga dapat
memposisikan diri sesuai dengan peran dan tugannya masing-masing. Hal ini dapat terlihat dari struktur dalam kegiatan tersebut yang menempatkan anak
Batak-Angkola dalam struktur kekerabatan naposo nauli bulung. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
65 ketika di Medan, meskipun anak-anak Batak-Angkola dilibatkan dalam kegiatan
upacara adat ini, namun mereka tidak termasuk dalam struktur kekerabatan naposo nauli bulung.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Kekayaan nilai tradisi dalam kehidupan bermasyarakat semakin terpinggirkan seiring dengan perkembangan waktu yang dipengaruhi beragam
aspek kehidupan, seperti perubahan bentuk kebutuhan kehidupan hingga pada bentuk-bentuk penyesuaian adaptasi dalam kehidupan yang terkait dengan
wilayah perkotaan. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa terpinggirkannya nilai tradisi dalam kehidupan disebabkan oleh pandangan masyarakat terhadap
nilai tradisi dengan memberi stigma kolot, kampungan dan tertinggal bila dibandingkan dengan kehidupan modern masyarakat perkotaan.
Bentuk-bentuk perubahan dan penyesuaian itu terjadi oleh karena bersinggungan dengan dimensi waktu dan tempat. Perubahan yang terjadi juga
mempengaruhi nilai kekayaan tradisi yang hidup dalam kehidupan masyarakat, salah satunya masyarakat Batak-Angkola
1
1 Dalam penulisan ini istilah Angkola dipergunakan sebagai kata ganti tempat atau wilayah yang merujuk sebagai daerah asal etnis Batak-Angkola, sedangkan penulisan Batak-Angkola
merujuk pada penyebutan etnis.
. Kekayaan nilai tradisi yang dimanifestasikan dalam beragam bentuk,
seperti seni yang meliputi musik, lukisan, linguistik mengandung kekayaan nilai- nilai luhur tradisi yang berakar pada adat-istiadat masyarakat. Sehingga kekayaan
nilai-nilai tradisi sangat mungkin untuk diperkuat pada saat sekarang ini sebagai kekuataan dalam menghadapi kehidupan.
Universitas Sumatera Utara