85
BAB IV LAGE HAMBIAN SEBAGAI KOMODITI PARIWISATA
Lage hambian pada saat sekarang ini tidak hanya sekedar sebagai alat kelengkapan dalam upacara adat Batak-Angkola yang mengiringi setiap tahapan
kehidupan mereka melainkan juga telah menjadi benda yang memiliki nilai jual dalam pariwisata sebagai cenderamata.
Bab ini akan membahas mengenai lage hambian sebagai cendermata khas dari Batak-Angkola yang dapat menaikkan nilai Batak-Angkola sebagai daerah
tujuan wisata di Sumatera Utara.
4.1 Pembuatan Lage Hambian
Lage hambian secara sederhana dapat diartikan sebagai tikar yang terbuat dari anyaman daun pandan. Hal ini dimungkinkan daerah yang didiami oleh
masyarakat Batak-Angkola di Tapanuli Selatan memenuhi pasokan mereka terhadap ketersediaan daun pandan sebagai bahan utama pembuatan lage
hambian. Pada kehidupan masyarakat Batak-Angkola lage hambian dikenal sebagai
tikar yang memiliki nilai dalam adat budaya mereka namun dalam penggunaannya diperlukan seperangkat alat lainnya dan proses upacara yang kompleks dan
memakan waktu yang lama. Untuk itu dalam penggunaan keseharian dibuat tikar adat yang bebas dari
nilai adat sehingga seluruh masyarakat dapat menggunakannya, tikar ini dibuat
Universitas Sumatera Utara
86 dari daun pandan dengan lapisan yang polos tidak bermotif hanya diberi hiasan
kain berwarna merah dipinggir tikar dan diberi umbul-umbul ataupun manik- manik untuk mempercantik tikar tersebut.
Tikar yang tidak memiliki nilai adat tersebut pada mulanya merupakan bentuk lage hambian yang paling rendah, yaitu hanya dipergunakan sebagai alas
duduk pengantin dan pembungkus barang bawaan dalam upacara perkawinan. Berdasarkan pemahaman tersebut masyarakat Batak-Angkola akhirnya
mengembangkan lage hambian sebagai cenderamata khas mereka. Hal ini didasarkan pemahaman mereka bahwa setiap individu akan melewati tahapan
hidup yaitu perkawinan sehingga lage hambian tersebut dapat dipergunakan oleh semua orang. Informan penelitian, yaitu Irma 44 Tahun mengatakan bahwa :
“Pada awalnya penjualan lage hambian sebagai cendermata dilarang oleh raja-raja dan masyarakat
Angkola, tapi setelah diadakan musyawarah dan diceritakan bahwa lage hambian yang dijadikan
cenderamata adalah lage hambian untuk pengantin maka hal ini dibolehkan ... tapi sekarang ini tidak hanya lage
hambian buat perkawinan saja yang dijadikan cendermata, lage hambian lima lapis pun dijadikan cendermata selain
lebih bercorak juga lebih banyak orang yang mau.”
Universitas Sumatera Utara
87 Gambar 6: wawancara peneliti dengan informan
bernama Irma 44 tahun di Toko Mas Seribu. Sumber: penulis
Lage hambian yang dijual dan dijadikan sebagai cendermata bagi wisatawan baik yang berkunjung ke daerah Tapanuli Selatan maupun Kota Medan
dibuat dan diambil dari pengrajin lage hambian yang terdapat di Sipirok atau tepatnya di Desa Hutasuhut.
Lage hambian tersebut dibuat secara manual di sanggar-sanggar seni di daerah Sipirok, hal ini selain sebagai bentuk kerjasama antara pedagang dan
pengrajin juga sebagai bentuk menjaga nilai dan mutu lage hambian yang dibuat langsung dari daerah asalnya.
4.2 Penjualan Lage Hambian