Scanning Electron Microscope SEM

62 1050 o C. Semakin tinggi suhu yang diberikan, gradient garis lengkungnya semakin besar yang menunjukkan bahwa proses sintering semakin aktif. Titik tengah dari kurva sintering merupakan suhu optimal sintering yang memiliki kecepatan densifikasi paling signifikan pada suhu serendah mungkin. Hasil ini menunjukkan bahwa material Barium heksaferit dapat disinter pada suhu 1050 o C, dengan optimal sintering berkisar pada suhu 1100 - 1200 o C. Suhu sintering dimungkinkan dapat mempengaruhi perubahan fasa dari material yang disinter. Oleh karena itu, karakteristik sintering sangat berguna untuk mendesain dan mengontrol proses sintering yang dibutuhkan agar material yang disinter dapat diperoleh dengan baik.

4.4 Scanning Electron Microscope SEM-EDX

Scanning Electron Microscope SEM-EDX yang merupakan suatu sistem analisis yang menggabungkan SEM dan EDX menjadi satu unit. Scanning Electron Microscope adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis, sedangkan Energy Dispersive X-ray EDX analisis identifikasi komposisi kimia sampel.

4.4.1 Scanning Electron Microscope SEM

Setelah dilakukan serangkaian proses penghalusan, pencampuran dan sintering maka sampel dilakukan pngujian SEM-EDX untuk mengetahui morfologinya dan untuk ukuran butir, distribusinya, unsur-unsur yang terkandung dalam sampel dan mendeteksi keberadaan aditif yang ditambahkan pada Barium heksaferit. Pengujian akan dilakukan untuk sampel serbuk maupun pelet. Pada hasil SEM diperoleh hasil gambar hitam putihgelap terang, hasil gambar hitam putihgelap terang ini dipengaruhi oleh unsur penyusunnya. Unsur logam penyusun dengan nomor atom lebih tinggi akan menghasilkan warna yang lebih terangputih dari pada unsur logam penyusun dengan nomor atom yang lebih rendah. Misalnya unsur Fe yang mempunyai nomor atom 26 akan menghasilkan gambar lebih terangputih dari pada unsur Ba yang mempunyai nomor atom 14. Universitas Sumatera Utara 63 Gambar 4.12 Foto morfologi dari bahan magnet serbuk Barium heksaferit komsersil. Gambar 4.13 Foto morfologi dari serbuk Barium heksaferit setelah penggilingan selama 48 jam Universitas Sumatera Utara 64 Gambar 4.14 Foto morfologi dari serbuk Barium heksaferit setelah pemberian imbuhan B 2 O 3 sebesar 0.5 berat. Gambar 4.12 merupakan hasil scanning morfologi serbuk Barium heksaferit komersil. SEM mikrograf mengungkapkan Barium heksaferit original tampak mempunyai ukuran partikel terkecil 0.75 µm dan ukuran partikel terbesar 2.75 µm. Barium heksaferit komersil memiliki bentuk partikel yang tajam dan runcing. Hasil pengujian SEM serbuk Barium heksaferit yang digiling selama 48 jam ditunjukkan pada Gambar 4.13 memiliki ukuran partikel berada di kisaran 0.62 – 2.25 µm partikel tampak lebih dekat dan lengket satu sama lain, sudah tidak terdapat butir yang runcing yang sebelumnya terdapat pada serbuk orisinilnya sudah tidak ada. Pada Gambar 4.14 merupakan serbuk Barium heksaferit setelah pemberian B 2 O 3 sebesar 0.5 berat yang digiling selama 48 jam, ukuran partikel mengecil hingga berada di kisaran 0.375 – 1.5 µm. Pengamatan morfologi serbuk Barium heksaferit menjelaskan bahwa waktu milling dan penambahan aditif B 2 O 3 mempengaruhi bentuk dan ukuran butir dari serbuk Barium heksaferit. Hasil ini mendukung hasil pengamatan pengukuran distribusi partikel menggunakan particle size analyzer PSA. a Universitas Sumatera Utara 65 Gambar 4.15 Foto morfologi dari pelet Barium heksaferit komsersia disinter pada suhu 1100 o C Gambar 4.16 Foto morfologi dari pelet Barium heksaferit setelah penggilingan selama 48 jam disinter pada suhu 1100 o C. Universitas Sumatera Utara 66 Gambar 4.17 Foto morfologi dari pelet Barium heksaferit dengan aditif B 2 O 3 sebesar 0.5 berat disinter pada suhu 1100 o C. Gambar 4.15 merupakan hasil pengamatan Scanning Electron Microscope SEM untuk sampel pelet hasil kompaksi dan telah disinter pada suhu 1100 o C pelet Barium heksaferit komsersial, diperlihatkan untuk sampel pelet Barium heksaferit komsersial memiliki butir yang lebih kecil dibandingkan dengan Barium heksaferit setelah proses milling selama 48 jam pada Gambar 4.16, sedangkan Barium heksaferit setelah pemberian B 2 O 3 sebesar 0.5 berat disinter pada suhu 1100 o C pada Gambar 4.17 memiliki jumlah butir yang dominan kecil dari semua sampel.

4.4.2 Energy Dispersive X-ray EDX