1. Tahap petama adalah proses perataan serbuk dari bentuk bulat menjadi bentuk pipih plat like dan kemudian mengalami penyatuan welding
prodominance . Serbuk yang sudah diratakan bentuk pipih disatukan
membentuk sebuah lembaran lamellar. 2. Tahap kedua adalah pembentukan serbuk pada arah yang sama equiaxed,
yaitu menyerupai lembaran berbentuk lebih pipih dan bulat. Perubahan bentuk ini disebabkan oleh pengerasan hardening dari serbuk.
3. Tahap ketiga adalah orientasi penyatuan acak welding orientation yaitu fragmen-fragmen membentuk partikel-partikel equaxed kemudian
disatukan dalam arah yang berbeda dan struktur lembaran mulai terdegredasi.
4. Tahap keempat mechanical alloying ini adalah proses steady state steady state processing
, struktur bahan perlahan-lahan menghalus menjadi fragmen-fragmen, kemudian fragmen-fragmen tersebut disatukan dengan
fragmen-fragmen yang lain dalam arah berlawanan.
2.8.2 Penekanan kompaksi
Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya.
Ada 2 macam metode kompaksi, yaitu: 1. Cold compressing, yaitu penekanan dengan temperatur kamar. Metode ini
dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi, seperti Al. 2. Hot compressing, yaitu penekanan dengan temperatur di atas temperatur
kamar. Penekanan pressing adalah kompaksi yang secara simultan dengan pencetakan
dari bubuk atau granular dalam cetakan die atau mold Nayiroh,2013.
2.8.3 Pemanasan sintering
Pemanasan pada temperatur di bawah titik leleh material komposit disebut dengan sintering. Diantara langkah-langkah untuk meningkatkan ikatan antar
partikel setelah kompaksi adalah dengan disintering.
Universitas Sumatera Utara
Parameter sintering: 1. Temperatur T
2. Waktu 3. Kecepatan pendinginan
4. Kecepatan pemanasan 5. Atmosfer sintering
6. Jenis material Berdasarkan pola ikatan yang terjadi pada proses kompaksi, ada 2 fenomena yang
mungkin terjadi pada saat sintering, yaitu:
1. Penyusutan shrinkage
Apabila pada saat kompaksi terbentuk pola ikatan bola-bidang maka pada proses sintering
akan terbentuk shrinkage, yang terjadi karena saat proses sintering berlangsung gas lubricant yang berada pada porositas mengalami degassing
peristiwa keluarnya gas pada saat sintering. Dan apabila temperatur sinter terus
dinaikkan akan terjadi difusi permukaan antar partikel matrik dan filler yang akhirnya akan terbentuk liquid bridgenecking mempunyai fasa campuran antara
matrik dan filler. Liquid bridge ini akan menutupi porositas sehingga terjadi eleminasi porositasberkurangnya jumlah dan ukuran porositas. Penyusutan
dominan bila pemadatan belum mencapai kejenuhan Nayiroh,2013.
2. Retak cracking
Apabila pada kompaksi terbentuk pola ikatan antar partikel berupa bidang, sehingga menyebabkan adanya trapping gas gaslubricant terjebak di dalam
material, maka pada saat sintering gas yang terjebak belum sempat keluar tapi liquid bridge
telah terjadi, sehingga jalur porositasnya telah tertutup rapat. Gas yang terjebak ini akan mendesak ke segala arah sehingga terjadi bloating
mengembang, sehingga tekanan di porositas lebih tinggi dibanding tekanan di luar. Bila kualitas ikatan permukaan partikel pada bahan komposit tersebut
rendah, maka tidak akan mampu menahan tekanan yang lebih besar sehingga menyebabkan retakan cracking. Keretakan juga dapat diakibatkan dari proses
pemadatan yang kurang sempurna, adanya shock termal pada saat pemanasan karena pemuaian dari matrik dan filler
yang berbeda Nayiroh,2013.
Universitas Sumatera Utara
Proses sintering meliputi 3 tahap mekanisme pemanasan:
1. Presintering
1. Presintering merupakan proses pemanasan yang bertujuan untuk: Mengurangi residual stress akibat proses kompaksi green density
2. Pengeluaran gas dari atmosfer atau pelumas padat yang terjebak dalam porositas bahan komposit degassing
3. Menghindari perubahan temperatur yang terlalu cepat pada saat proses sintering
shock thermal
2. Difusi permukaan
Pada proses pemanasan untuk terjadinya transportasi massa pada permukaan antar partikel serbuk yang saling berinteraksi, dilakukan pada temperatur sintering 23
Tm. Atom-atom pada permukan partikel serbuk saling berdifusi antar permukaan sehingga meningkatkan gaya kohesifitas antar partikel.
3. Eliminasi porositas
Tujuan akhir dari proses sintering pada bahan komposit berbasis metalurgi serbuk adalah bahan yang mempunyai kompaktibilitas tinggi. Hal tersebut terjadi akibat
adanya difusi antar permukaan partikel serbuk, sehingga menyebabkan terjadinya leher liquid bridge antar partikel dan proses akhir dari pemanasan sintering
menyebabkan eliminasi porositas terbentuknya sinter density Nayiroh,2013. Sintering
dapat diklasifikasikan dalam dua bagian besar yaitu sintering dalam keadaan padat solid state sintering dan sintering fasa cair liquid phase
sintering . Sintering dalam keadaan padat dalam pembuatan material yang diberi
tekanan diasumsikan sebagai fase tunggal oleh karena tingkat pengotornya rendah, sedangkan sintering pada fase cair adalah sintering untuk serbuk yang
disertai terbentuknya fase liquid selama proses sintering berlangsung. Proses sintering
padat dapat dilihat pada Gambar 2.11 Afza, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17 menunjukkan bahwa proses sintering dalam keadaan padat,
selama sintering terjadi penyusutan serbuk, kekuatan dari material akan bertambah, pori-pori dan ukuran butir berubah. Perubahan ini diakibatkan oleh
sifat dasar dari serbuk itu sendiri, kondisi tekanan, aditif, waktu sintering, dan suhu. Proses sintering memerlukan waktu dan suhu pemanasan yang cukup agar
partikel halus dapat menjadi padat. Sinter tanpa cairan memerlukan difusi dalam bahan padat itu sendiri, sehingga diperlukan suhu tinggi dalam proses sintering
Afza, 2011.
2.9 High Energy Milling HEM
HEM merupakan teknik unik dengan menggunakan energi tumbukan antara bola-bola penghancur dan dinding chamber yang diputar dan digerakkan
dengan cara tertentu. Keunggulan HEM adalah dapat membuat nano partikel dalam waktu yang relatif singkat memerlukan beberapa jam, tergantung tipe
alat, dapat membuat nano partikel dalam kondisi atau suasana yang dinginkan saat proses milling, dan juga dapat menghasilkan nano partikel dalam jumlah
yang relatif banyak Cahyaningrum et al., 2010. Pertama-tama serbuk homogen dimasukkan kedalam sebuah chamber
logam dengan beberapa bola baja di dalamnya yang bergerak berputar terus
Gambar 2.17 a Sebelum sinter, partikel mempunyai permukaan masing- masing b Setelah sinter hanya mempunyai satu
permukaan
Universitas Sumatera Utara
menerus. Bola-bola akan saling bertumbukan di dalam chamber logam tersebut. Tumbukan bola ini berakibat serbuk homogen yang dimasukkan akan tertumbuk
diantara bola-bola tersebut. Hal ini mengakibatkan partikel akan pecah dan terus menerus hingga mencapai ukuran yang diinginkan. Metode ini dapat dilakukan
pada suhu rendah, waktu yang relatif cepat, serta dengan peralatan yang sederhana Cahyaningrum et al., 2010.
2.10 Karakterisasi dan Evaluasi Magnet Permanen
2.10.1 Particle Size Analyzer PSA
Particle Size Analyzer berfungsi menentukan ukuran partikel dan
distribusinya dari sampel yang representative. Distribusi ukuran partikel dapat diketahui melalui grafik sebaran ukuran partikel yang dihasilkan. Ukuran tersebut
dinyatakan dalam jari-jari untuk partikel yang berbentuk bola. Penentuan ukuran dan distribusi partikel dengan PSA dapat dilakukan dengan:
1. Difraksi sinar laser untuk partikel dari ukuran submicron sampai dengan millimeter.
2. Counter particle untuk mengukur dan menghitung partikel yang berukuran micron sampai dengan millimeter.
3. Penghamburan sinar untuk mengukur partikel yang berukuran mikro sampai nanometer.
Gambar 2.18 Contoh grafik perhitungan ukuran distribusi partikel Particle size µm
Cumul at
ive valu es
Hi stogr
am [ x10.0]
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.19 Tiga nilai pada sumbu x D10, D50 dan D90
Horiba scientific salah satu perusahaan yang memproduksi PSχ menyatakan pendekatan yang umum untuk menentukan lebar distribusi mengutip
tiga nilai pada sumbu x, D10, D50, D90 dan seperti yang ditunjukkan pada Gambar di samping. D50 median, telah didefinisikan sebagai diameter di mana
setengah dari populasi terletak di bawah nilai ini. Demikian pula, 90 persen dari distribusi terletak di bawah D90, dan 10 persen dari populasi terletak di bawah
D10 seperti terlihat pada gambar 2.19.
2.10.2 Densitas dan Porositas