Sistem Teknologi Kesenian Tujuh Unsur Kebudayaan Suku Batak Toba

Protestan HKBP. Selain itu, di antara orang Batak Toba sendiri ada ang beragama Katholik, Isaam, dan lainnya. Mereka berinteraksi dan membentuk jalinan social sebagai etnik Batak Toba. Ini sangat dirasakan baik di daerah maupun perantauan orang Batak Toba.

2.2.6 Sistem Teknologi

Masyarakat Batak Toba telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak tenggala dalam bahasa Karo, tongkat tunggal engkol dalam bahasa Karo, sabit sabi-sabi atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit sejenis belati, piso gajah dompak sebilah keris yang panjang, hujur sejenis tombak, podang sejenis pedang panjang. Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.

2.2.7 Kesenian

Seni adalah ekspresi seseorang dalam berkarya baik dalam bentuk musik, tari, lukis, dan lain sebagainya. Dalam arti luas seni patung adalah seni tiga dimensi. Setiap bentuk tiga dimensi dapat disebut patung. 1. Seni rupa adalah kesenian yang dinikmati melalui indra penglihatan atau mata. 2. Seni suara adalah kesenian yang dinikmati melalui indra pendengaran atau telinga. Seni rupa dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu: 1. seni patung, 2. seni relief, 3. seni lukis atau gambar, dan 4. seni rias. Adapun seni suara dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1. seni vokal, 2. seni instrumental, dan 3. seni sastra. Berdasarkan bentuknya seni sastra dibedakan menjadi dua macam, yaitu prosa dan puisi. Universitas Sumatera Utara Musik dalam budaya Batak Toba terdiri dari musik vokal dan instrumental. Musik vokal yang disebut ende dan musik instrumental yang disebut gondang. Ende dapat dibagi menurut fungsi dan tujuan lagu tersebut. Jenis-jenis ende adalah ende: a mandideng, nyanyian untuk menidurkan anak, b sipaingot nyanyian yang isi teksnya berupa pesan kepada anak perempuan yang akan menikah,, c pargaulan, nyanyian solo khorus oleh kaum muda pada waktu senggang, d tumba, nyanyian khusus untuk iringan tari tumba, biasanya saat terangbulan, e sibaran yanyian yang menceritakan penderitaan yang berkepanjangan yang menimpa seseorang atau keluarga, f pasu-pasuan, nyanyian yang berkenaan dengan pemberkatan, yang bersiri lirik-lirik tentang kekuasaan Tuhan, biasanya dinyanyikan oleh orang tua kepada anaknya, g hata yaitu nyanyian yang dinyanyikan dengan ritme yang “monoton” seperti metric speech atau rap dengan lirik berupa pantuk dengan persajakan AABB dengan memiliki jumlah suku kata yang relatif sama setiap barisnya. Biasanya nyanyian ini dilakukan sekelompok anak yang dipimpin oleh seorang yang lebih dewasa atau orang tua, h andung, yaitu nyanyian yang menceritakan riwayat hidup seseorang yang telah meninggal, baik pada waktu di depan jenazah ataupun setelah dikubur. Nyanyian ini secara spontanitas dengan garis melodi yang bebas Ben Pasaribu 1986:27-28. Masyarakat Batak Toba umumnya memiliki rasa musikalitas dalam kehidupannya, yang dalam penciptaan musik baru tanpa perlu terlalau jauh meninggalkan tradisi nenek moyangnya. Orang Batak Toba umumnya terkenal memiliki suara yang baik, yang dapat dilihat melalui kebiasaannya yang hobi bernyanyi pada saat-saat berkumpul dan juga dalam mengadakan upacara-upacara adat Batak, selalu menghadirkan musik. Misalnya pada upacara kematian, perkawinan, dan lainnya. Dalam pengertian yang luas musik vokal Batak Toba Universitas Sumatera Utara memiliki berbagai fungsi sosial, baik yang sifatnya sekuler, maupun ritual. Hal ini juga dideskripsikan oleh Hilman Situmorang 1988:151: “Rap adong do kesenian marende dohot marandung di halak Batak, alai gumondang ma ummalo marende sian na malo mangandung.” Artinya adalah bahwa kesenian menyanyi dan bersenandung bersamaan kelahirannya pada masyarakat batak Toba, tetapi lebih banyak orang yang lebih pandai menyanyi dari pada bersenandung mangandung. Seni suara masyarakat Batak Toba berbagai macam jenis ada seni suara joting yaitu nyanyian di atas sampan perahu yang biasanya berisi 12 orang. Bila satu orang bernyanyi maka yang lainnya menyahut sambil mengayunkan dayungnya. Tujuan dari joting ini agar rasa lelah yang merendah bisa dikesampingkan, selain untuk menjalin kekompakan, joting biasanya nyanyian yang selalu menceritakan tetang kehidupan. Joting juga ada khusus untuk muda-mudi. Biasanya dalam nyanyian joting ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu, wanita dan pria, yang dimana masing-masing kelompok akan berusaha saling menjatuhkan dalam bahasa Batak maraloalo. Baik dalam bentuk pujian, sanjungan, ejekan, dan sindiran sepanjang tidak meremehkan dan merendahkan. Kemudian ada seni suara yang dikenal dengan oing nyanyian sedikit mirip dengan Sinden di Jawa, nyanyian ini pun biasanya di nyanyikan oleh wanita sudah lanjut usia, sambil bertenun ulos,dan merajuk keranjang di tengah malam, kemudian angguk dan andung sama-sama nyanyian ratapan. Namun demikian, kedua nyanyian ini memiliki perbedaannya masing-masing. Jika andung adalah nyanyian untuk mengundang orang untuk meneteskan air mata, sedangkan angguk adalah tidak nyanyian yang semua di sekelilingnya histeris, dan lain sebagainya. Universitas Sumatera Utara Selain seni suara ada juga ensambel musik Batak Toba yaitu gondang. Pada tradisi musik Toba, kata gondang secara harfiah memiliki banyak pengertian. Antara lain mengandung arti sebagai: 1. seperangkat alat musik, 2. ensambel musik, 3. komposisi lagu kumpulan dari beberapa lagu, makna lain dari kata ini, berarti juga sebagai 4. menunjukkan satu bagian dari kelompok kekerabatan, tingkat usia; atau orang- orang dalam tingkatan status sosial tertentu yang sedang menari manortor pada saat upacara berlangsung. Pengertian gondang sebagai perangkat alat musik, yakni gondang Batak. Gondang Batak sering diidentikkan dengan gondang sabangunan atau ogung sabangunan dan kadang-kadang juga diidentikkan dengan taganing salah satu alat musik yang terdapat di dalam gondang sabangunan. Hal ini berarti memberi kesan kepada kita seolah-olah yang termasuk ke dalam gondang Batak itu hanyalah gondang sabangunan, sedangkan perangkat alat musik Batak yang lain, yaitu: gondang hasapi tidak termasuk gondang Batak. Padahal sebenarnya gondang hasapi juga adalah gondang Batak, akan tetapi istilah gondang hasapi lebih dikenal dengan istilah uning-uningan daripada gondang Batak. Gondang dalam pengertian ensambel musik terbagi atas dua bagian, yakni gondang sabangunan gondang bolon dan gondang hasapi uning-uningan. Gondang sabangunan dan gondang hasapi adalah dua jenis ensambel musik yang terdapat pada tradisi musik Batak Toba. Secara umum fungsi kedua jenis ensambel ini hampir tidak memiliki perbedaan keduanya selalu digunakan di dalam upacara yang berkaitan dengan religi, adat, maupun upacara- Universitas Sumatera Utara upacara seremonial lainnya. Namun demikian kalau diteliti lebih lanjut, kita akan menemukan perbedaan yang cukup mendasar dari kedua ensambel ini. Sebutan gondang dalam pengertian komposisi menunjukkan arti sebagai sebuah komposisi dari lagu judul lagu secara individu atau menunjukkan kumpulan dari beberapa lagurepertoar, yang masing-masing ini bisa dimainkan pada upacara yang berbeda tergantung permintaan kelompok orang yang terlibat dalam upacara untuk menari, termasuk di dalam upacara kematian saur matua. Misalnya Gondang Si Bunga Jambu, Gondang Si Boru Mauliate, dan sebagainya. Kata si bunga jambu, si boru mauliate, dan malim menunjukkan sebuah komposisi lagu, sekaligus juga merupakan judul dari lagu komposisi itu sendiri. Berbeda dengan Gondang Somba, Somba Didang-Didang dan Gondang Elek- elek Lae-lae. Meskipun kata gondang di sini juga memiliki pengertian komposisi, namun kata sombai; didang-didangi dan elek-elek memiliki pengertian yang menunjukkan sifat dari gondang tersebut, yang artinya ada beberapa komposisi yang bisa dikategorikan di dalam gondang-gondang yang disebut di atas, yang merupakan “satu keluarga gondang”. Komposisi dalam “satu keluarga gondang,” memberi pengertian ada beberapa komposisi yang memiliki sifat dan fungsi yang sama, yang dalam pelaksanaannya tergantung kepada jenis upacara dan permintaan kelompok orang yang terlibat dalam upacara. Misalnya Gondang Debata termasuk di dalamnya komposisi gondang Debata Guru, Debata Sari, Bana Bulan, dan Mulajadi; Gondang Sahalai, dan Gondang Habonaran. Gondang dalam pengertian repertoar contohnya Si Pitu Gondang atau kadang- kadang disebut juga Gondang Parngosi baca Pargocci atau Panjujuran Gondang adalah sebuah repertoar adalah reportoar kumpulan lagu yang dimainkan pada bagian Universitas Sumatera Utara awal dari semua jenis upacara yang melibatkan aktivitas musik sebagai salah satu sarana dari upacara masyarakat Batak Toba. Semua jenis lagu yang terdapat pada Si Pitu Gondang merupakan “inti” dari keseluruhan gondang yang ada. Namun, untuk dapat mengetahui lebih lanjut jenis bagian apa saja yang terdapat pada Si Pitu Gondang tampaknya cukup rumit juga umumnya hanya diketahui oleh pargonsi saja. Lagu-lagu yang terdapat pada Si Pitu Gondang dapat dimainkan secara menyeluruh tanpa berhenti, atau dimainkan secara terpisah berhenti pada saat pergantian gondang. Repertoar ini tidak boleh ditarikan. Jumlah gondang komposisi lagu yang dimainkan harus di dalam jumlah bilangan ganjil, misalnya: satu, tiga, lima, tujuh. Kata gondang dapat dipakai dalam pengertian suatu upacara misalnya Gondang Mandudu upacara memanggil roh dan upacara Saem upacara ritual. Gondang dapat juga menunjukkan satu bagian dari upacara di mana kelompok kekerabatan atau satu kelompok dari tingkatan usia dan status sosial tertentu yang sedang menari, pada saat upacara tertentu misalnya: gondang suhut, gondang boru, gondang datu, gondang naposo dan sebagainya. Jika dikatakan gondang suhut, artinya pada saat itu Suhut yang mengambil bagian untuk meminta gondang dan menyampaikan setiap keinginannya untuk dapat menari bersama kelompok kekerabatan lain yang didinginkannya. Demikian juga boru, artinya yang mendapat kesempatan untuk menari; gondang datu, artinya yang meminta gondang dan menari; dan gondang naposo, artinya muda-mudi yang mendapat kesempatan untuk menari. Selain kelima pengertian kata gondang tersebut, ada juga pengertian yang lain yaitu yang dipakai untuk pembagian waktu dalam upacara, misalnya gondang sadari saboringin yaitu upacara yang didalamnya menyertakan aktivitas margondang dan dilaksanakan selama satu hari satu malam. Dengan demikian, pengertian gondang Universitas Sumatera Utara secara keseluruhan dalam satu upacara dapat meliputi beberapa pengertian seperti yang tertera di atas. pengertian gondang sebagai suatu ensambel musik tradisional khususnya, maksudnya untuk mengiring jalannya upacara kematian saur matua. Banyak istilah yang diberikan para ahli kebudayaan ataupun istilah dari masyarakat Batak itu sendiri terhadap gondang sabangunan, antara lain: ogung, ogung sabangunan, gordang parhohas na ualu perkakas nan delapan dan sebagainya. Tetapi semua ini merupakan istilah saja, karena masing-masing pada umumnya mempunyai pengertian yang sama. Di antara istilah-istilah tersebut di atas, istilah yang paling menarik perhatian adalah parhohas na ualu yang mempunyai pengertian perkakas nan delapan. Istilah ini umumnya dipakai oleh tokoh-tokoh tua saja, dan biasanya disambung lagi dengan kalimat, “Simaningguak di langit natondol di tano” artinya berpijak di atas tanah sampai juga ke langit. Menurut keyakinan suku bangsa Batak Toba dahulu, apabila gondang sabangunan tersebut dimainkan, maka suaranya akan kedengaran sampai ke langit dan semua penari mengikuti gondang itu akan melompat-lompat seperti kesurupan di atas tanah na tondol di tano. Biasanya semua pendengar mengakui adanya sesuatu kekuatan di dalam gondang itu yang dapat membuat orang bersuka cita, sedih, dan merasa bersatu di dalam suasana kekeluargaan. Gondang sabangunan disebut parhohas na ualu, karena terdiri dari delapan jenis instrumen tradisional Batak Toba, yaitu: taganing, sarune, gordang, ogling ihutan, ogling oloan, ogling panggora, ogung doal, dan hesek tanpa odap. Kedelapan intrumen itu merupakan lambang dari kedelapan mata angin, yang disebut desa na ualu dan merupakan dasar yang dipakai untuk sebutan Raja Na Ualu Raja Nan Delapan bagi komunitas musik gondang sabangunan. Universitas Sumatera Utara Pada masa awal perkembangan musik gondang Batak, instrumen-instrumen ini masing-masing dimainkan oleh satu orang saja. Tetapi sejalan dengan perubahan zaman, ogling oloan dan ogling ihutan telah dapat dimainkan hanya oleh satu orang saja. Sedangkan odap sudah tidak dipakai lagi. Kadang-kadang peran hesek juga dirangkap oleh pemain taganing, sehingga jumlah pemain ensambel itu bervariasi. Keseluruhan pemain yang memainkan instrumen-instrumen dalam gondang sabangunan ini disebut pargonsi dan kegiatan yang menggunakan perangkat perangkat musik tradisional ini disebut margondang memainkan gondang. Gondang sabangunan sebagai kumpulan alat-alat musik tradiosional Batak Toba, terdiri dari: taganing, gordang, sarune, ogling oloan, ogling ihutan, ogling panggora, ogling doal, dan hesek. Dalam uraian berikut ini akan dijelaskan masing- masing instrumen yakni fungsinya. 1. Taganing dari segi teknis, instrumen taganing memiliki tanggung jawab dalam penguasaan repertoar dan memainkan melodi bersama-sama dengan sarune. Walaupun tidak seluruh repetoar berfungsi sebagai pembawa melodi, namun pada setiap penyajian gondang, taganing berfungsi sebagai “pengaba” atau “dirigen” pemain grup gondang dengan isyarat-isyarat ritme yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota ensambel dan pemberi semangat kepada pemain lainnya. 2. Gordang, berfungsi sebagai instrumen ritme variabel, yaitu memainkan iringan musik lagu yang bervariasi. 3. Sarune berfungsi sebagai alat untuk memainkan melodi lagu yang dibawakan oleh taganing. 4. Ogung oloan pemiapin atau yang harus dituruti. Ogung oloan mempunyai fungsi sebagai instrumen ritme konstan, yaitu memainkan iringan irama lagu dengan model yang tetap. Fungsi ogung oloan ini umumnya sama dengan fungsi ogung ihutan, ogung panggora, dan ogung doal dan sedikit sekali perbedaannya. ogung doal memperdengarkan bunyinya tepat Universitas Sumatera Utara di tengah-tengah dari dua pukulan hesek dan menimbulkan suatu efek sinkopis nampaknya merupakan suatu ciri khas dari gondang sabangunan. Fungsi dari ogung panggora ditujukan pada dua bagian. Di satu bagian, ia berbunyi berbarengan dengan tiap pukulan yang kedua, sedang di bagian lain sekali ia berbunyi berbarengan dengan ogung ihutan. Sekali lagi berbarengan dengan ogung oloan. Oleh karena musik dari gondang sabangunan ini pada umumnya dimainkan dalam tempo yang cepat, maka para penari maupun pendengar hanya berpegang pada bunyi ogung oloan dan ihutan saja. Berdasarkan hal ini, maka oguing oloan yang berbunyi lebih rendah itu berarti “pemimpin” atau “yang harus di turuti” , sedang ogling ihutan yang berbunyi lebih tinggi, itu “yang menjawab” atau “yang menuruti”. Maka dapat disimpulkan bahwa peranan dan fungsi yang berlangsung antara ogling dan ihutan dianggap oleh orang Batak Toba sebagai suatu permainan “tanya jawab.” Ogung ihutan atau ogung pangalusi yang menjawab atau yang menuruti. Ogung panggora atau ogung panonggahi yang berseru atau yang membuat orang terkejut. Ogung doal tidak mempunyai arti tertentu. Hesek berfungsi menuntun instrumen lain secara bersama-sama dimainkan. Tanpa hesek, permainan musik instrumen akan terasa kurang lengkap. Walaupun alat dan suaranya sederhana saja, namun peranannya penting dan menentukan. Menurut falasafah hidup orang Batak Toba, “bilangan” mempunyai makna dan pengaruh dalam kehidupan sehari-hari dan aktivitas adat. “Bilangan genap” dianggap bilangan sial, karena membawa kematian atau berakhir pada kematian. Ini terlihat dari anggota tubuh dan binatang yang selalu genap. menurut Sutan Muda Pakpahan, hal itu semuanya berakhir pada kematian, dukacita dan penderitaan. Maka di dalam segala aspek kehidupan diusahakan selalu “bilangan ganjil” yang disebut bilangan na pisik yang dianggap membawa berkat dan kehidupan. Universitas Sumatera Utara Dengan kata lain “bilangan genap” adalah lambang segala ciptaan didunia ini yang dapat dilihat dan hakekatnya akan berlalu, sedang “bilangan ganjil” adalah lambang kehidupan dan Pencipta yang tiada terlihat yang hakekatnya kekal. Itulah sebabnya susunan acara gondang sabangunan selalu dalam bilangan ganjil. Nama tiap acara, disebut “gondang” yang dapat diartikan jenis lagu untuk nomor sesuatu acara. Susunan nomor acara juga harus menunjukkan pada bilangan ganjil seperti satu, tiga, atau lima dan sebanyak-banyaknya tujuh nomor acara. Sedangkan jumlah acara juga boleh menggunakan acara bilangan genap, misalnya : dua nomor acara, empat atau enam. Selanjutnya susunan acara itu hendaknya memenuhi tiga bagian, yang merupakan bentuk upacara secara umum, yaitu pendahuluan yang disebut Gondang Mula-mula, pemberkatan yang disebut gondang pasu-pasu, dan penutup yang disebut Gondang Hasatan. Ketiga bagian gondang inilah yang disebut Si Pitu Gondang Si Tujuh Gondang. Walaupun dapat dilakukan satu, tiga, lima, dan sebanyakbanyaknya tujuh nomor acara atau jenis gondang yang diminta. “Gondang Mula-mula i ma tardok patujulona na marpardomuan tu par Tuhanon, tu sabala ni angka Raja dohot situan na torop”. Artinya Gondang Mula-mula merupakan pendahuluan atau pembukaan yang berhubungan dengan Ketuhanan, kuasa roh raja-raja dan khalayak ramai. Bentuk upacara yang termasuk Gondang Mula-mula antara lain: 1. Gondang Alu-alu, untuk mengadukan segala keluhan kepada yang tiada terlihat yaitu Tuhan Yang Maha Pencipta, biasanya dilakukan tanpa tarian. 2. Gondang Somba-Somba, sebagai persembahan kepada Yang Maha Pencipta. Semua penari berputar di tempat masing-masing dengan kedua tanganbersikap menyembah. Universitas Sumatera Utara Yang termasuk Gondang Pasu-pasuan: 1. Gondang Sampur Marmeme, menggambarkan permohonan agar dianugrahi dengan keturunan banyak. 2. Gondang Marorot, menggambarkan permohonan kelahiran anak yang dapat diasuh. 3. Gondang Saudara, menggambarkan permohonan tegaknya keadilan dan kemakmuran. 4. Gondang Sibane-bane, menggambarkan permohonan adanya kedamaian dan kesejahteraan. 5. Gondang Simonang-monang, menggambarkan permohonan agar selalu memperoleh kemenangan. 6. Gondang Didang-didang, menggambarkan permohonan datangnya sukacita yang selalu didambakan manusia. 7. Gondang Malim, menggambarkan kesalehan dan kemuliaan seorang imam yang tidak mau ternoda. 8. Gondang Mulajadi, menggambarkan penyampaian segala permohonan kepada Yang Maha pencipta sumber segala anugerah. Anugerah pasu-pasuan i ma tardok gondang sinta-sinta pangidoan hombar tusintuhu ni na ginondangkan dohot barita ngolu. Artinya gondang pasu-pasuan merupakan penggambaran cita-cita dan pernohonan sesuai dengan acara pokok dan kisah hidup. Sedangkan yang termasuk gondang penutup Gondang Hasatan: 1. Gondang Sitio-tio, menggambarkan kecerahan hidup masa depan sebagai jawaban terhadap upacara adat yang telah dilaksanakan. 2. Gondang Hasatan, menggambarkan penghargaan yang pasti tentang segala yang dipinta akan diperoleh dalam waktu yang tidak lama. Gondang hasatan i ma pas Universitas Sumatera Utara ni roha na ingkon sabat saut sude na pinarsinta. Artinya: Gondang hasatan ialah suatu keyakinan yang pasti bahwa semua cita-cita akan tercapai. Lagu-lagu untuk ini biasanya pendek-pendek saja. Dari ketiga bagian gondang tersebut di atas, maka para peminta gondang menentukan beberapa nomor acara gondang dan nama gondang yang akan ditarikan. Masing- masing gondang ditarikan satu nilai satu kali saja. Contohnya: a Gondang Mula-mula satu kali. Biasanya gondang ini disatukan dengan Gondang Somba-somba. Di Gondang Mula-mula para penari menari dengan tidak membuka tangan dan hanya sebentar. Di Gondang Somba-somba para penari menari sambil membuka tangan. b Gondang Pasu-pasuan tiga kali atau lima kali. b Gondang Sahatan sekali atau dua kali. Yang umum dilaksanakan terdiri dari tujuh nomor acara Si Pitu Gondang dengan susunan berikut ini, 1. Gondang Mula-mula: 1 kali disebut Gondang Mula-mula. 2. Gondang Somba-somba: 1 kali disebut Gondang Mula-mula. 3. Gondang Sampur Marmeme: 1 kali disebut Gondang Pasu-pasuan. 4. Gondang Marorot: 1 kali disebut Gondang Pasu-pasuan. 5. Gondang Saudara: 1 kali disebut Gondang Pasu-pasuan. 6. Gondang Sitio-tio: 1 kali disebut Gondang Pasu-pasuan. 7. Gondang Hasatan: 1 kali disebut Gondang Pasu-pasuan. Jumlah: tujuh kali 2 Gondang Mula-mula + 3 Gondang Pasu-pasuan + 2 Gondang Hasahatan. Jika diadakan dalam lima nomor acara Silima Gondang, susunannya adalah sebagai berikut: Gondang Mula-mula dengan Somba-somba: satu kali Gondang Mula-mula. Gondang Sibane-bane: 1 kali Gondang Pasu-pasuan Gondang Simonang-monang:1 kali idem Gondang Didang-didang: 1 kali idem Gondang Universitas Sumatera Utara Hasatan Sitio-tio: 1 kali Gondang Hasahatan. Jumlah: 5 kali 1. Gondang Mula- mula + 3 Gondang Pasu-pasuan + 1 Gondang Hasatan. Sedangkan dalam tiga nomor acara Sitolu Gondang, susunannya ialah sebagai berikut: Gondang Mula-mula dengan Somba-somba: 1 kali saam dengan Gondang Mula-mula. Gondang Sibane-bane disatukan dengan Gondang Simonang- monang: 1 kali sama dengan Gondang Pasu-pasuan; Gondang Hasahatan Sitio-tio: 1 kali sama dengan Gondang Hasahatan. Jumlah: 3 kali 1 Gondang Mula-mula + 1 Gondang Pasu-pasuan + 1 Godang Hasahatan. Jika hanya nomor acara Sisada Gondang , maka di dalamnya sekaligus dimainkan Gondang Mula-mula, Gondang Pasu-pasuan, dan Gondang Hasahatan. Syarat-Syarat pemain gondang sabangunan adalah para pemain instrumen- instrumen yang tergabung dalam komunitas gondang, disebut pargonsi. Biasanya, sebagian besar warga masyarakat Batak Toba tertarik mendengar alunan suara yang dikeluarkan oleh gondang sabangunan tersebut, tetapi tidak semuanya mampu memainkan alat-alat tersebut apalagi mencapai tahap pargonsi. Hal ini disebabkan karena adanya syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi seseorang untuk dapat menjadi seorang pargonsi. Syarat-syarat tersebut, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Harus mendapat sahala dari Mulajadi Na Bolon Sang Pencipta. Sahala ini merupakan berkat kepintaran khusus dalam memainkan alat musik yang diberikan kepada seseorang sejak dalam kandungan. Dengan kata lain orang tersebut sudah dipersiapkan untuk menjadi seorang pargonsi sebagai permintaan Mula Jadi Na Bolon. 2. Melalui proses belajar, Seseorang dapat menjadi pargonsi, dengan adanya berkat khusus yang diberikan Mulajadi Na Bolon sekaligus dipadukan dengan proses Universitas Sumatera Utara belajar. Sehingga itu seseorang memiliki ketrampilan khusus untuk dapat menjadi pargonsi. Walaupun melalui proses belajar, tetapi jika tidak diberikan sahala kepada orang tersebut, maka ia tidak berarti apa-apa atau tidak menjadi pargonsi yang pandai. 3. Mempunyai pengetahuan mengenai ruhut-ruhut ni adat aturan-aturan dalam adat Maksudnya mengetahui struktur masyarakat Batak Toba yaitu Dalihan Na Tolu dan penerapannya dalam masyarakat. 4. Umumnya yang diberkati Mulajadi Na Bolon untuk menjadi seorang pargonsi adalah laki-laki, Dengan alasan laki-laki merupakan basil ciptaan dan pilihan pertama Mulajadi Na Bolon. Laki-laki lebih banyak memiliki kebebasan daripada perempuan, karena para pargonsi sering diundang memainkan ke berbagai daerah untuk memainkan gondang sabangunan dalam suatu upacara adat. 5. Seseorang yang menjadi pargonsi harus sudah dewasa tetapi bukan berarti harus sudah menikah. Seperti yang telah diuraikan pada sub-bab sebelumnya, bahwa keseluruhan pemain yang menggunakan instrumen-instrumen dalam gondang sabangunan disebut pargonsi. Dahulu, istilah pargonsi ini hanya diberikan kepada pemain taganing saja, sedangkan kepada pemain instrumen lainnya hanya diberikan nama sesuai dengan nama instrumen yang dimainkannya, yaitu pemain ogling parogung, pemain hesek, dan pemain sarune parsarune. Dalam konteks sosial, pargonsi ini mendapat perlakuan yang khusus. Hal ini didukung oleh adanya prinsip stratifikasi yang berhubungan dengan kedudukan pargonsi berdasarkan pangkat dan jabatan. Sikap khusus yang diberikan masyarakat kepada pargonsi itu disebabkan karena seorang pargonsi selain memiliki ketrampilan teknis, mendapat sabala dari Mulajadi Na Bolon, juga mempunyai pengetahuan Universitas Sumatera Utara tentang ruhut-ruhut ni adat aturan-aturan adatsendi-sendi peradaban. Sehingga untuk itu, pargonsi mendapat sebutan Batara Guru Hundul artinya Dewa Batara Guru yang duduk untuk pemain taganing dan Batara Guru Manguntar untuk pemain sarune. Mereka berdua dianggap sejajar dengan Dewa dan mendapat perlakuan istimewa, baik dari pihak yang mengundang pargonsi maupun dari pihak yang terlibat dalam upacara tersebut. Dengan perantaraan merekalah, melalui suara gondang keseluruhan instrumen, dapat disampaikan segala permohonan dan puji-pujian kepada Mulajadi Na Bolon Yang Maha Esa dan dewa-dewa bawahannya yang mempunyai hak otonomi. Posisi pargonsi tampak pada saat hendak diadakannya horja upacara pesta yang menyertakan gondang sabangunan untuk mengiringi jalannya upacara. Pihak yang berkepentingan dalam upacara akan mengundang pargonsi dan menemui mereka dengan permohonan penuh hormat, yang disertai napuran tiar sirih diletakkan di atas piring. Pada saat upacara berlangsung, pargonsi akan dilayani dengan hormat, seperti ketika suatu kelompok orang yang terlibat dalam Dalihan Na Tolu ingin menari, maka mereka akan meminta gondang kepada pargonsi dengan menyerukan sebutan yang menyanjung dan terhormat, yaitu: “Ale Amang panggual pargonsi, Batara Guru Humundul, Batar Guru Manguntar, Na sinungkun botari na ni alapan arian, Parindahan na suksuk, parlompaan na tabo, Paraluaon na tingkos, paratarias na malo”. Artinya “Yang terhormat para pemain musik, Batara Guru Humundul, Batara Guru Manguntar. Yang ditanya sore hari dan dijemput sore hari penikmat nasi yang empuk, penikmat lauk yang lezat.” Penyampai pesan yang jujur, pemikir yang cerdas. Untaian kalimat di atas menunjukkan makna dari suatu sikap yang menganggap bahwa pargonsi itu setaraf Universitas Sumatera Utara dengan Dewa. Mereka harus selalu disuguhi dengan makanan yang empuk dan lezat, harus dijemput dan diantar kembali bila pergi ke suatu tempat dan mereka itu dianggap mempunyai pikiran yang jujur dan cerdas sehingga dapat menjadi perantara untuk menghubungkan dengan Mulajadi Nabolon. Akan tetapi sejalan dengan perkembangan zaman, penghargaan kepada pargonsi sudah berubah. Hal ini disebabkan kehadiran musik suatu sebutan dari masyarakat Batak Toba untuk kelompok brass band yang menggantikan kedudukan gondang sabangunan sebagai pengiring upacara. Apabila pihak yang terlibat dalam upacara meminta sebuah repertoar, mereka akan menyebut pargonsi kepada dirigen atau pimpinan kelompok musik tersebut. Walaupun kedudukan kelompok musik sama dengan gondang sabangunan dengan menyebut pargonsi kepada pemain musik, namun musisi tersebut tidak dapat dianggap sebagai Batara Guru Humundul ataupun Batara Guru Manguntar. Sikap hormat yang diberikan masyarakat kepada pargonsi bukanlah suatu sikap yang permanen tetap, tetapi hanya dalam konteks upacara. Di luar konteks upacara, sebutan dan sikap hormat tersebut akan hilang dan pargonsi akan mempunyai kedudukan seperti anggota masyarakat lainnya, ada yang hidup sebagai petani, pedagang, nelayan dan sebagainya. Sejalan dengan uraian di atas, ada beberapa penulis Batak Toba yang menerangkan sebutan untuk masing-masing instrumen dalam gondang sabangunan. Seperti Pasariboe 1938 menuliskan sebagai berikut: oloan bernama simaremare, pangalusi bernama situri-turi, panonggahi bernama situhur tolong, doal bernama sisunggul madam, taganing bernama silima hapusan, gordang bernama sialton sijarungjung, dan odap bernama siambaroba. Penulis Batak Toba lainnya, Pasaribu 1967 menuliskan taganing bernama pisoridandan, gordang bernama sialtong na begu, odap bernama siambaroba, oloan Universitas Sumatera Utara bernama si aek mual, pangalusi bernama sitapi sindar mataniari, panggora bernama situhur, doal bernama diri mengambat dan hesek bernama sigaruan nalomlom. Nama- nama di atas nama yang diberikan oleh pemilik instrumen musik atau pimpinan komunitas musik yang sulit sekali dicari padanannya dalam bahasa Indonesia dan bukan menunjukkan gambaran mengenai superioritas instrumen tersebut. Nama-nama tersebut biasa saja berbeda pada tiap-tiap daerah. Khusus untuk instrumen sarune tidak ditemukan adanya sebutan terhadap instrumen itu. Seni orang Batak sendiri tidak usah diragukan lagi, orang Batak dikenal dengan pintar bernyanyi dan bermusik seperti Marsada Band, mereka adalah salah satu kelompok yang cukup terkenal dimasa ini. Marsada Band adalah kelompok musik yang memiliki kreativitas musik yang bisa merubah lagu Batak contohnya saja yang terkenal dari Album Marsada Band adalah Maria, lagu ini selalu penulis dengar dari masyarakat apabila dintanya mengenai Marsada Band. Mereka mengangap bahwa lagu Maria itu adalah hasil ciptaan Marsada Band sendiri. Padahal lagu ini sudah ada sebelum Marsada Band menyanyikanya, yaitu Erick Silitonga yang menciptakan sekaligus menyanyikan, tetapi tidak seberuntung Marsada Band yang melejit dengan sekali promusi saja, sudah diterima dimana-mana baik di dalam maupun di luar negeri. Selain seni musik, dalam budaya etnik Batak Toba dijumpai juga seni sastra. Seni sastra yang terdapat dalam budaya Batak Toba merupakan ekspresi dari mitologi-mitologi, pelipur lara, norma-norma sosial, dan lainnya, yang muncul sesuai dengan alam pikiran manusianya yang menjadi bahan teladan dalam kehidupan. Oleh karena itu sastra ini berdasar kepada konsep budaya masyarakat Batak Toba pada umumnya. Di antara seni sastra Batak Toba itu adalah sebagai berikut: a tabas- tabas, yaitu semacam doa yang diucapkan oleh datu atau dukun; b tudosan, yaitu Universitas Sumatera Utara perumpamaan suatu benda terhadap kehidupan, dengan membandingkan pada perasaan hati; c turi-turian, yaitu cerita yang berbentuk legenda, misalnya legenda Siboru Deak Parujar, Tunggal Panaluan, dan lainnya; d umpama, yaitu sejenis pantun yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma sosial dan keteladanan; e umpasa yaitu penyajian sastra yang bermakna sebagai ucapan syukur atau berkat, dan mengandung unsur pantun; f andung-andung yaitu penyajian untuk meratapi jenazah orang yang dikasihi; g huling-hulingan atau hutinsa yaitu penyajian sastra yang berbentuk teka-teki, jika ia berbentuk teka-teki cerita maka disebut dengan torhan-torhanan. 2 Seni tortor dalam kebudayaan Batak Toba merupakan gambaran dari kehidupan, yaitu tentang tubuh manusia, norma-norma, penyembahan, dan lainnya. Secara etimologis, tortor berasal dari kata martortor bergetar, yaitu dari suara getaran rumah adat. Rumah adat Batak Toba tidak dipaku dengan paku dari besi, tetapi diikat dengan rotan. Jadi kalau berjalan di dalam rumah sambil menghentak- hentak akan kedengaran getaran martortor kayu M. Hutasoit 1976:15. M. Hutasoit 1976:15-22 dalam bukunya yang bertajuk Gondang dohot Tortor Batak, membagi tortor ke dalam dua bagian besar: 1 Tortor Hatopan, yaitu tortor umum yang ditandai dengan karakteristik semua gerakan penari adalah sama. Gerakan tortor ini telah diketahui orang ramai. Tortor Hatopan in dibagi dua: a Tortor Hatopan Baoa tortor yang dilakukan oleh kaum pria saja, b Tortor Hatopan Boru tortor yang dilakukan oleh kaum wanita saja; 2 Tortor Hapunjungan, yaitu tortor khusus yang tidak semua orang bebas menarikannya, karena sudah ditentukan kelas-kelasnya. Misalnya Tortor Naposo adalah khusus untuk muda-mudi, Tortor Raja khusus untuk raja atau orang yang diagungkan. Tortor Hapunjungan terbagi dua: a Tortor Hapunjungan Baoa adalah jenis teraian lelaki, Universitas Sumatera Utara yang terdiri dari Tortor: Naposo, Nasiar-siaran; Situan Natorop, Mejan, Raja, Dalan, Sibaran, Joa-joa, Monsak, dan Hoda-hoda; b Tortor Hapunjungan Boru adalah jenis tarian wanita, yang terdiri dari Tortor: Naposo, Soripada, Siboru, Sibaran, Haro-haro, Siar-siaran, Sihutur Sanggul, Tumba, dan lainnya. Dalam budaya Batak Toba terdapat seni gorga. Mengenai seni gorga ini, Baginda Sirait 1980:17 menjelaskan bahwa bermula adalah seorang raja yang kaya mencari dukun untuk mengobati anak kesayangannya. Sudah banyak dukun dan datu yang mencoba mengobati tetapi tidak ada yang berhasil. Dengan tidak diduga datanglah seorang tua natua-tua memberikan tafsir berupa kaji diri, bahwa penyakit anak itu akan sembuh kalau roh jahat yang menguasai anak yang sakit itu diusir. Untuk mengusir roh jahat itu maka dibawalah si anak ke rumah. Mula-mula di atas tanah dibuat gambar yang berbentuk raksasa dan untuk menimpa garis-garisnya maka dipotonglah ayam sambil menumpahkan darah ayam itu mingikuti garis raksasa tadi. Melalui sembahyang dan menghadirkan gambar tadi maka sembuhlah penyakit si anak. Atas permintaan raja maka dipanggillah tukang untuk memahatkan gambar seperti gambar pengobatan tadi di atas pintu rumahnya. Lebih lanjut B. Sirait mengemukakan bahwa pada umumnya gorga yang terdapat di Batak Toba adalah mengandung nilai-nilai spiritual dan estetika tinggi. Jenis gorga dibagi dalam dua bagian besar yang dibedakan dengan warnanya: a gorga silinggom adalah gorga yang didominasi warna hitam, b gorga sipalang atau sigara ni api didominasi warna merah. Menurut garisnya terdiri dari gorga: a si tompi yaitu lambang ikatan kekeluargaan, b dalihan na tolu melambangkan kekerabatan, c simeol-meol melambangkan kegembiraan, d simeol-meol masialoan sama seperti simeol-meol cuma motifnya berhadap-hadapan, e si tagan lambang peringatan agar tidak sombong dan congkak, f si jonggi lambang keperkasaan, g si Universitas Sumatera Utara lintong lambang kesaktian, h simarogung-ogung lambang kejayaan dan kemakmuran, i ipon-ipon lambang kemajuan, i iran-iran lambang kecantikan, j hariara sundung di langit melambangkan terciptanya manusia, k hoda-hoda lambang kebesaran, l simataniari lambang kekuatan hidup, m desa na ualu adalah melambangkan perbintangan untuk menentukan saat-saat baik bagi manusia untuk bertani, menangkap ikan, dan lainnya, n janggar atau jorngom melambangkan penjaga keamanan, o gaja dompak melambangkan kebenaran, p ulu paung berupa raksasa setengah manuasia dan setengah hewan melambangkan keperkasaan untuk menjaga setan-setan dari luar kampung, q singa-singa melambangkan keadilan hukum dan kebenaran, r boraspati cecak melambangkan kekuatan pelindung manusia dari bahaya dan memebri tuah serta harta kekayaan kepada manusia; s susu payudara wanita melambangkan kesuburan B. Sirait 1980:18-36. Marsada Band menggunakan unsur-unsur kebudayaan Batak Toba ini dalam menggarap dan mempertunjukkannya. Hingga akhirnya memberikan identitas yang khas mereka sebagai kelompok musik Batak Toba. Misalnya dalam album pertama mereka, digunakan lagu-lagu populer tradisi Batak Tobabaik yang telah ada pengarangnya, maupun yang anonim, tidak diketahui pengarangnya. Mereka memakai pakaian dan hiasan yang sepenuhnya tradisi Batak Toba. Mereka sebahagian besar menggunakan lagu-lagu yang berbahasa Batak Toba. Mereka juga menggunakan musik instrumental di samping lagu-lagunya. Selain itu kelompok Marsada Band ini juga dalam video klip dn pertunjukan panggungnya selalu menggunakan para penari Batak Toba yang mengiringi lagu-lagu yang mereka nyanyikan. Para penari perempuan ini dasar-dasar gerakannya adalah pada tortor Batak. Satu lagi yang pnting, menurut pengamatan penulis, mereka menggunakan panortor yang relatif cantik. Universitas Sumatera Utara Makna budaya yang terkandung dalam lagu-lag yang mereka pilih juga merupakan ekspresi kebudayaan Batak Toba. Di dalamnya terdapat ajaran-ajaran budaya Batak Toba, sistem religi, kosmologi, kekerabatan dalihan na tolu, cara memandang orang di dunia menurut filsafat Batak, hubungan manusia dengan alam, cinta kasih, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara BAB III MUSIK POPULER BATAK TOBA DAN PERJALANAN BERMUSIK KELOMPOK MARSADA BAND Marsada Band adalah grup musik Batak yang sudah terkenal di masyarakat Sumatera Utara khususnya Medan. Berikut di bawah ini penulis akan membahas mengenai perjalanan karir bermusik mereka dari awal terbentuknya Marsada Band itu sendiri. Namun sebelumnya akan diuraikan tentang music popuer, sebagai landasan Marsada Band menggarap dan mempertunjukan musiknya. Bagaimanapun music Marsada Band dapat dikategrikan sebagai musi popular Batak Toba.

3.1 Konsep Budaya dan Musik Populer