Latar Belakang Masalah Analisis Lagu Batak Yang Digarap Dan Dipopulerkan Kembali Oleh Marsada Band

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jika kita membicarakan musik tentunya tidak akan lengkap apabila tidak membicarakannya dalam konteks kebudayaan. Musik bukanlah sebuah genre seni dan unsur kebudayaan yang berdiri sendiri. Musik selalu berkaitan erat denga aspek fungsi sosial dan sejarah. Musik adalah bahagian dari budaya, yang mencerminkan aspek sosial kemasyarakatan di mana music itu hidup, tumbuh, dan berkembang. Bisa dikatakan seperti itu, karena musik mampu mengekspresikan berbagai hal yang terjadi dalam sistem sosial dan mempunyai fungsi yang sangat luas. Misalnya musik diadakan untuk menghibur penguasa di istana, untuk upacara pernikahan, untuk upacara yang bersifat ritual, hiburan, dan lain-lain--tergantung kepada konteks penyajian dan jenis musik yang dibutuhkan. Dalam mengamati perkembangan musik di Indonesia maupun dunia saat ini, jenis musik yang paling pesat berkembang adalah jenis musik populer. Jenis musik populer tersebut dapat berkembang dengan pesat karena diminati, dimengerti, dan mudah dicerna dalam pemikiran dan kehidupan, oleh masyarakat dari berbagai tingkatan sosial. Misalnya dari kalangan bawah sampai kalangan atas khususnya generasi muda. Selain diminati dan dimengerti, segala sesuatu yang berhubungan dengan musik populer dapat dengan cepat menyebar luas di tengah-tengah masyarakat, melalui media cetak dan elektronik atau digital, seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, dan lain-lainnya. Tumbuh dan berkembangnya sebuah unsur kebudayaan, dapat dilihat dari hasil karya yang didasari oleh ide-ide kreatif oleh tokoh-tokoh di bidang tersebut, Universitas Sumatera Utara termasuk musik populer. Pada awalnya musik populer tercipta karena adanya kontak kebudayaan culture contact. Blues adalah genre musik dalam budaya Afroamerika yang mempunyai ciri sinkopasi dan blue note. Kemudian unsur klasik Barat digabungkan dengan budaya Afroamerika sehingga terbentuk musik ragtime, yang kemudian berkembang menjadi jazz. Sama halnya dengan terbentuknya rock n’roll tokoh yang paling penting pada jenis musik ini adalah Elvis Presley yang mempertemukan unsur blues dan country. Kontak kebudayaan itu terjadi, dan didasari oleh ide-ide kreatif oleh tokoh musik sehingga tercipta banyak jenis musik populer dewasa ini. Musik populer juga selalu memiliki hubungan dengan eksistensi bangsa atau dalam tataran yang lebih kecil adalah etnik. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki identitas sebagai negara multietnik. Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari beragam etnik, seperti: Jawa, Bali, Madura, Sunda, Tamiang, Kluet, Aneuk Jamee, Aceh Rayeuk, Alas, Gayo, Pakpak-Dairi, Batak Toba, Simalungun, Banjar, Bawean, Jawa, Sunda, Madura, Bali, Sasak, Makassar, Bugis, Ambon, Dayak Kadazan, Iban, Kenyah, Modang, Asmat, Danu, Sentani, dan lainnya. Selain itu Indonesia juga dihuni oleh para pendatang dari kawasan lainnya di dunia. Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia, yang penduduknya dari berbagai kelompok etnik, yang secara garis besar dapat digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu: a etnik setempat, yang terdiri dari delapan kelompok etnik: Melayu, Karo, Pakpak-Dairi, Batak Toba, Simalungun, Mandailing-Angkola, Pesisir Tapanuli Tengah, dan Nias, ditambah etnik Lubu dan Siladang; b etnik pendatang Nusantara, seperti: Aceh, Minangkabau, Jawa, Sunda, Banjar, Makasar, Bugis, dan lainnya; c etnik pendatang Dunia, seperti: Hokkian, Hakka, Kwong Fu, Kanton, Benggali, Tamil, Sikh, Arab, dan lainnya. Pada masa sekarang ini penduduk Universitas Sumatera Utara Sumatera Utara berjumlah sekitar 13 juta, termasuk salah satu provinsi terpadat penduduknya di Indonesia sumber: www.sumut.go.id. Etnik Batak Toba adalah salah satu etnik natif Sumatera Utara, yang daerah kebudayaannya berada di seputar danau Toba, yang kini adalah sebagai salah satu pusat industri pariwisata di Indonesia. Etnik Batak Toba pada masa sekarang ini daerah budayanya meliputi empat Kabupaten di Sumatera Utara, yaitu Kabupaten: a Tapanuli Utara, b Toba Samosir, c Samosir, dan d Humbang Hasundutan. Mereka memiliki berbagai kesenian, seperti sastra, tari tortor, musik gondang, dan rupa gorga, dan lain-lain. Masyarakat Batak Toba ini sejak abad ke-19 telah berinteraksi secara pesat dengan peradaban Eropa dan agama Kristen Protetan khususnya dari organisasi Reinische Mission Gesselschaft RMG yang kemudian berubah menjadi Verenigte Evangelische Mission VEM. Awalnya agama Protestan ini berkembang dibawa oleh Ingwer Ludwig Nommensen. Dalam gereja Huria Kristen Batak Protestan HKBP dimasukkan berbagai unsur musik Eropa, seperti penggunaan ensambel musik tiup, penggunaan empat suara dalam paduan suara dengan teknik khordal, dan lain-lain. Kemudian selaras dengan perkembangan teknologi, budaya musik populer Barat juga masuk ke Indonesia, termasuk ke wilayah budaya etnik Batak Toba. Mereka dengan didasari oleh pengalaman kultural sebelumnya dengan antusias mencipta lagu-lagu musik populer Batak Toba, dengan berbagai kreativitas dan akulturasinya dengan budaya Barat. Pada paruh pertama abad ke-20, muncullah berbagai komponis ternama dari etnik Batak Toba ini. Bahkan beberapa di antaranya adalah komponis lagu-lagu nasional Indonesia, di antaranya adalah Cornel Simanjuntak, di samping itu ada Ismail Hutajulu, Nahum Situmorang, Tilhang Gultom, dan lain-lainnya. Sesudah itu muncul pula berbagai komponis musik populer Universitas Sumatera Utara Batak Toba seperti Sidik Sitompul S. Dis dan Buntora Situmorang. Sementara itu muncul pula berbagai kelompok musik populer Batak Toba seperti: Trio Ambisi, Trio Amsisi, Trio Lasidos, Trio Maduma, Panjaitan Bersaudara, Nainggolan Sisters, dan yang terkini adalah Marsada Band, dan lain-lain. Dalam pertunjukannya, mereka melakukan akulturasi antara budaya Barat dan Batak Toba, yang diadun sedemikian rupa menjadi budaya populer. Musik populer Batak Toba itu berkembang dengan masuknya pengaruh budaya asing dan berinteraksi dengan budaya Batak Toba. Awalnya musik populer Batak Toba dipengaruhi oleh musik gereja, yang dapat ditelusuri melalui penggunaan tangga nada diatonis diatonic scale nampak di dalam melodi-melodi yang diciptakan dan digunakan dalam berbagai peristiwa budaya. Seiring perkembangan zaman dan teknologi, masyarakat dan para pemusik Batak Toba banyak mendengar berbagai jenis irama, dengan media utamanya adalah radio, tape recorder, video compact disk, dan televisi. Karena seringnya mendengar musik dalam berbagai irama, para pemusik mendapatkan wawasan secara musikal, alhasil timbul keinginan para pemusik membuat sesuatu yang baru di dalam musik populer Batak Toba yang membawa musik Batak Toba itu kepada perkembangan- perkembangan. Lagu-lagu Batak sendiri banyak dinikmati oleh masyarakat baik yang dari masyarakat Batak sendiri maupun masyarakat diluar kebudayaa Batak Toba. Lagu- lagu tersebut merupakan hasil karya dari musisi-musisi Batak seperti Nahum Situmorang, Tilhang Gultom, Cornel Simanjuntak, Joe Harlen Simanjuntak, L. Manik, Daulat Hutagaol, Bachtiar Panjaitan, Erick Silitonga, Parhiutan Manik, Abidin Simamora, dan lain sebagainya. Mereka inilah yang membuat musik dan lagu Batak bisa dinikmati oleh masyarakat luas khususnya penduduk yang ada di Sumatera Utara ini. Universitas Sumatera Utara Ada beberapa lagu Batak yang cukup popular hinga saat ini, seperti lagu yang diciptakan oleh musisi-musisi Batak ini sangat terkenal sebut saja Sitogol, Maria, Sihutur Sanggul, dan lainnya. Lagu-lagu tersebut sudah beberapa kali dirilis ulang oleh beberapa musisi lain bahkan oleh musisi di era yang berbeda. Selain itu lagu-lagu tersebut masih terbilang sering disiarakan di beberapa media radio yang menyiarkan khusus lagu-lagu yang berakar pada budaya Batak, seperti stasiun radio Teladan FM dan Kardopa FM. Namun demikian, disisi lain, pada saat musisi-musisi Batak meninggal dunia dan tidak bisa menghasilkan karya lagi, maka musik Batak pun redup karena adanya kejenuhan. Sehingga ada sekelompok musisi Batak yang membuat garapan dan pertunjukan baru dari ciptaan-ciptaan terdahulu dengan memberi warna baru dalam perindustrian musik Batak, seperti yang dilakukan oleh Marsada Band. Pada masa kini kelompok band ini sangat diminati oleh para pencinta musik popular Batak. Bahkan setiap hari di tahun 2011 ini lagu Maria yang mereka garap dan pertunjukkan ditayangkan di televisi Deli TV, pagi dan sore hari. Marsada Band adalah kelompok musisi Batak yang berasal dari Pulau Samosir yang terdirir dari tujuh personil yaitu, 1 Marlundu Situmorang, 2 Monang Sidabutar, 3 Jannen Sigalinging, 4 Kolous Sidabutar, 5 Pardi Sidabutar, 6 Lundu Sidabutar, dan 7 Hobbi Sinaga. Mereka inilah yang membawa musik yang baru, tetapi dengan menggunakan lagu-lagu “lama” artinya lagu Batak Toba yang telah ada sebelumnya, yang dikolaborasikan dengan alat musik tradisi Batak dan modern. Alat musik yang mereka gunakan antara lain: gitar melodi, ritem, bas, marakas, taganing, garantung, kadang-kadang memakai hasapi, dan sulim. Kemudian mereka menambahkan musiknya dengan satu buah kontrabas, serta botol sebagai Universitas Sumatera Utara pengatur tempo yang mereka sebut hesek. Mereka ini adalah pemuda-pemuda Batak Toba yang bisa saya katakan sebagai musisi yang kreatif, karena di samping mereka memainkan alat musik, mereka juga membuat sebuah kesepakatan untuk bernyanyi sekaligus memainkan alat musik. Di saat mereka membuat sebuah grup Marsada Band ternyata respon dari masyarakat cukup menyukai karya mereka dengan kualitas musik yang mereka buat sendiri. Sehingga mereka membuat sebuah album musik pertamanya yang terdiri dari 14 lagu dari berebagai pencipta. Tampaknya kelompok Marsada Band ini memilih- milih lagu-lagu Batak baik yang sifatnya anonim maupun yang telah ada pengarangnya, yang mereka anggap akan dapat diterima masyarakat pencinta musik populer Batak. Lagu-lagu tersebut semuanya adalah lagu Batak. Secara teknis lagu-lagu ini dinyanyikan dengan vokal, secara responsorial, dengan tekstur homofoni atau polifoni, dan menggunakan unsur seri harmoni, sebagaimana yang lazim dalam tradisi music popular Batak Toba. Selain itu, dalam video compact disk VCD yang mereka hasilkan, mereka menggunakan para penari Batak Toba yang cantik-cantik untuk memanjakan penonton secara audiovisual. Ini juga teknik tersendiri Marsada Band dalam menggarap dan mempertunjukkan lagu-lagu Batak. Di bawah ini, terdapat 14 lagu dengan berbagai pencipta yang dikemas dalam Album Marsada Band. Universitas Sumatera Utara Tabel 1.1 Daftar Lagu-lagu Batak yang Dipertunjukkan Marsada Banda dalam Album Pertama Mereka No Judul Lagu Pencipta 1 Maria Joe Harlen Simanjuntak 2 Boasa Ma Abidin Simamora 3 Molo Hu Ingot Parhiutan Manik 4 Marsitogol Nahum Situmorang 5 Di Parsobanan Daulat Hutagaol 6 Rosita Nahum Situmorang 7 Sada Do Bachtiar Simanjuntak 8 Marmasak Sandiri Erick Silitonga 9 Pulau Samosir Nahum Situmorang 10 Baringin Sabatola Nahum Situmorang 11 Sihutur Sanggul NN 12 Gondang Mula-mula NN 13 Silambiak Ni Pinasa NN 14 Sirait Nabolon NN Sumber: Album Pertama Marsada Band 2009 Dengan pola-pola menggarap dan mempertunjukkan lagu-lagu dan music Batak Toba seperti di atas, akhirnya mereka sangat laris diundang oleh masyarakat untuk mengadakan pertunjukan secara live langsung. Khususnya oleh para pencinta Universitas Sumatera Utara lagu-lagu Batak. Misalnya pada Pesta Danau Toba tahun 2010 dan Pekan Raya 2010. Bahkan kelompok musik ini akan mengisi acara pada Perayaan Hari Jadi Kabupaten Samosir Samosir Fiesta 2011 pada akhir bulan Juli, dan masih banyak lagi. Di sisi lain, teryata kelompok ini dikenal dan diminati oleh masyarakat luar negeri terbukti mereka sering diundang untuk mengisi acara bertaraf internasional. Misalnya pada tahun 2009 mereka diundang untuk melakukan pertunjukan music di Inggris dan beberapa Negara Eropa lainnya seperti Jerman dan Belanda di tahun yang sama. Keunikan lain dari Marsada Band adalah alat musik yang digunakan selain alat musik yang tersebut di atas, adalah menggunakan balanga kuali. Awalnya ide ini datang dari inspirasi pribadi personil Marsada Band, Jannen Sigalingging. Ia membuat tambahan equipment musik dalam Marsada Band yang mereka sebut Sambo Samosir Bonggo. Sambo ini terdiri dari drum, simbal, serta balanga kuali yang juga berfungsi sebagai bas, yang menghasilkan suara boom-boom. Kolaborasi equipment ini sudah berjalan sejak tahun 2009, tutur Lundu Sidabutar wawancara penulis dengannya 20 November 2010. Dari uraian ini penulis sangat tertarik dengan keunikan dan kreativitas yang mereka miliki serta menambahkan unsur-unsur musik modern seperti gitar, kontrabas, dan bas. Sedangkan musik tradisinya garantung, hesek, taganing, dan sulim. Untuk itu penulis merasa bahwa Marsada Band memang sangat baik untuk dibahas dengan pendekatan etnomusikologi, karena kemampuan mereka menggarap dan mempertunjukkan lagu-lagu Batak dengan sentuhan estetikanya, yang kemudian diterima oleh masyarakat luas. Berbagai definisi tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Dalam edisi berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara USU Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia STSI Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk Etnomusikologi, 1995, yang disunting oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 definisi etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976 Supanggah ed., 1995. 1 `Lihat lebih jauh R. Supanggah, 1995. Etnomusikologi. Surakarta: Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi Barat seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: a “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” b “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” c “Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog Barat. Ke depan, dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya. Dari 42 definisi tentang etnomusikologi dapat diketahui bahwa etnomusikologi adalah fusi dari dua disiplin utama yaitu musikologi dan atropologi, pendekatannya cenderung multi disiplin dan interdisiplin. Etnomusikologi masuk ke dalam bidang ilmu humaniora dan sosial sekali gus, merupakan kajian musik dalam kebudayaan, dan tujuan akhirnya mengkaji manusia yang melakukan musik sedemikian rupa itu. Walau awalnya mengkaji budaya musik non-Barat, namun sekarang ini semua jenis musik menjadi kajiannya namun jangan lepas dari konteks budaya. Dengan demikian, masalah definisi dan lingkup kajian etnomusikologi sendiri akan terus berkembang dan terus diwacanakan tanpa berhenti. Universitas Sumatera Utara Dalam penelitian ini, Marsada Band dapat dikaji dari sisi etnomusikologi, yaitu mengkaji musik yang digarap dan dipertunjukkannya dalam konteks kebudayaan Batak Toba secara umum. Yang menjadi permasalahan utama kajian adalah unsur kreativitas garapan dan pertunjukan musik mereka. Kemudian dalam konteks budaya, unsur-unsur tradisional dan modern dipadukan dalam garapan musik mereka. Masyarakat Batak secara umum juga menyukai musik mereka ini. Untuk itu penulis memberi judul skripsi ini dengan, Analisis Lagu-lagu Batak yang Digarap dan Dipertunjukan Kembali oleh Marsada Band.

1.2 Pokok Permasalahan