b Tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Dapat
juga sebagai medium atau perantara tokoh sentral. c Tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau
tambahan dalam mata rangkai cerita.
b. PlotAlur Kerangka Cerita
Luxemburg 1989: 149 menyatakan bahwa alur adalah konstruksi yang dibuat pengarang mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logis dan
kronologis saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami oleh para pelaku. Lebih lanjut, Waluyo 2002: 8 mengungkapkan plot merupakan jalinan cerita
atau kerangka dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan.
Waluyo 2002: 8-13 membagi unsur plot dalam lima tahapan sebagai berikut.
1 Exposition atau pelukisan awal cerita; ialah tahap diperkenalkannya tokoh- tokoh drama dengan watak masing-masing.
2 Konflikasi atau pertikaian awal; ialah tahap pengenalan terhadap para pelaku sudah menjurus pada pertikaian, konflik sudah mulai menanjak.
3 Klimaks atau titik puncak cerita; ialah puncak kegawatan dalam cerita atau cerita mencapai puncak konflik.
4 Resolusi atau penyelesaian atau falling action; ialah tahap ketika konflik mereda atau menurun dan menemukan jalan pemecahan.
5 Catastrophe atau denoument atau keputusan; ialah tahap konflik berakhir atau cerita berakhir.
c. Dialog Percakapan
Luxemburg 1989: 161 menyatakan bahwa dialog berhubungan dengan latar dan perbuatan. Pada dialog terdapat giliran bicara yang merupakan tindak-
tindak bahasa yang ada hubungannya dengan perbuatan-perbuatan dan yang dapat mengakibatkan perbuatan-perbuatan. Hubungan dialog dengan latar terletak pada
pengertian bahwa biasanya para lawan bicara berada dalam ruang dan waktu yang sama. Latar itu bersifat fiktif dalam pementasan sama seperti pelaku atau peran
akibatnya, dialog itu sendiri selain berfungsi sebagai petunjuk pentas juga harus melukiskan bagaimana tepatnya situasi yang ada.
Waluyo 2001: 20 mengungkapkan, ragam bahasa dalam dialog tokoh- tokoh drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam bahasa tulis.
Hal ini dikarenakan drama adalah potret kenyataan. Drama adalah kenyataan yang diangkat ke atas pentas.
d. LatarSetting Tempat Kejadian
Sayuti 2000: 126 mengemukakan bahwa latar atau setting adalah elemen fiksi yang menunjukkan kepada kita di mana dan kapan kejadian-kejadian dalam
cerita berlangsung. Ada pula yang menyebutnya sebagai landasan tumpu, yakni lingkungan tempat peristiwa terjadi. Sementara itu Pratiwi, dkk. 2014:191
mengungkapkan bahwa setting mencakup segala keterangan, petunjuk, dan acuan yang berkaitan dengan pemaparan ruang, waktu, dan suasana.
Luxemburg 1989: 142-143 mendefinisikan latar sebagai ruang, yaitu lokasi-lokasi atau tempat peristiwa-peristiwa dalam cerita itu terjadi. Penampilan
gambaran ruang hanya dapat terjadi oleh adanya timbal balik informasi yang disajikan teks dan apa yang diketahui pembaca sebelumnya.
Nurgiyantoro 2012: 227-237 mengklasifikasikan latar menjadi tiga unsur pokok sebagai berikut.
1 Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan. Latar
tempat berupa nama-nama tempat, inisial tertentu, ataupun lokasi tertentu tanpa diberi kejelasan nama tetapi dengan menyebutkan jenis dan sifat-sifat umum
dari tempat-tempat tersebut. 2
Latar waktu merupakan kapan terjadinya peristiwa dalam cerita tersebut. Latar waktu menurut Genette dapat bermakna ganda. Pertama, mengacu pada waktu
penceritaan, waktu penulisan cerita. Kedua, menunjuk pada waktu dan urutan peristiwa yang terjadi dan dikisahkan dalam cerita.
3 Latar sosial ialah latar yang menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial bisa berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara pikir, dan bersikap serta status sosial dari tokoh.
e. TemaNada Dasar Cerita