UPAYA MENINGKATAN KETERAMPILAN BERMAIN DRAMA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS XI-IPA 1 SMA NEGERI 1 KRETEK BANTUL.

(1)

UPAYA MENINGKATAN KETERAMPILAN BERMAIN DRAMA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA

PADA SISWA KELAS XI-IPA 1 SMA NEGERI 1 KRETEK BANTUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Zusma Nadya Izzati 12201241071

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016


(2)

(3)

PENGESAAN

Skripsi yang berjudulUpaya Meningkatan Keterampilan Bermain Drama dengan Menggunakan Metode Sosiodrama pada Kelas XI-IPA 1SMA Negeri 1

Kretek Bantulini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada 22 Juli 2016 dan dinyatakan lulus.

Dewan Penguji

Dwi Budiyanto, S.Pd., M.Hum. Sekretaris Penguji Dr. Nurhadi, S.Pd., M.Rum.

Nama

Dr. Suroso, M.Pd.

Jabatan Ketua Penguji

Penguji I

iii

Yogyakarta,rB Agustus 2016 Falmltas Bahasa dan Seni


(4)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Nama : Zusma Nadya Izzati

NIM : 12201241071

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas : Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

Menyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah hasil pekeIjaan saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya, karya ilmiah ini tidak berisi materi yang ditulis orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambit sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim.

Apabila temyata terbukti bahwa pemyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggungjawab saya.

yッァケ。ォ。イエ。LGセjオョゥ

2016

Zusma Nadya Izzati 12201241071


(5)

MOTTO

Sesuatu yang tak membuat kita mati, niscaya akan membuat kita semakin kuat. (Penulis)


(6)

Dengan mengucapkan syukur ke hadirat Allah Swt atas terselesaikannya karya ini, maka karya ini akan saya persembahan kepada:

 Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberi saya kesempatan untuk menimba ilmu serta mendapat banyak pengalaman selama kurang lebih 4 tahun.

 Wanita terhebat dalam hidup saya, Ibu Suwarni yang telah mengorbankan segalanya demi membuat saya bahagia.

 Bapak ABD. Salam Arief yang telah memberikan banyak pelajaran hidup bagi saya.

 Suamiku Mas Wahyu Widiyanto, terima kasih atas motivasi, nasehat, serta semangat yang diberikan selama ini.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Upaya Meningkatan Keterampilan Bermain Drama dengan Menggunakan Metode Sosiodrama pada Siswa Kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, saya sampaikan terima kasih secara tulus kepada Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta, Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dosen-dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dan seluruh karyawan FBS yang telah memberikan kesempatan dan berbagai kemudahan kepada saya.

Rasa hormat, terima kasih, dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada kedua pembimbing, yaitu Dr. Suroso, M. Pd. yang penuh kesabaran dan kearifan telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan selama ini. Ucapan terima kasih tak lupa saya sampaikan kepada pihak SMA Negeri 1 Kretek Bantul terutama Bapak Mulyana, M. Pd. selaku Kepala Sekolah yang telah memberikan izin penelitian, Bapak Zhukriyanta, S. Pd. selaku guru Bahasa Indonesia yang telah memberikan bantuan dan kemudahannya dalam penelitian saya, dan para siswa kelas XI IPA 1 yang bersedia menjadi subjek penelitian saya.

Terima kasih untuk Wahyu Widiyanto yang bersedia menjadi kolaborator, membantu dari awal hingga akhir, dan menjadi penasihat yang selalu menyumbangkan ide emasnya. Terima kasih untuk Ridwan Kurniawan yang membantu merekam serta mendokumentasikan pelaksanaan penelitian. Sahabat terbaikku Iva, Dita, Suci, Iing, Desi, Ebi, Lita, dan Sofi yang selalu menjadi tempat canda tawa, berbagi suka maupun duka, selalu memberikan dukungan terhadap penelitian ini. Terima kasih teman-teman PBSI-B 2012 yang selalu mendukung dan selalu membantu memberikan inspirasi selama ini.


(8)

imbalan dari Allah Swt. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan oleh penulis.

yッァy。ォ。イエ。セjオョゥ

2016

Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DARTAR TABEL ... xii

DATAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

G. Batasan Istilah ... 10

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori ... 12

1. Drama ... 12

2. Unsur-unsur Drama ... 14

3. Vocal dan Speech dalam Dialog ... 20

4. Akting ... 21

5. Pembelajaran Drama ... 23


(10)

8. Langkah-langkah Sosiodrama ... 32

9. Kelebihan Metode Sosiodrama ... 34

B. Pembelajaran Bermain Drama dengan Metode Sosiodrama ... 35

C. Penelitian yang Relevan ... 38

D. Kerangka Pikir ... 39

E. Hipotesis Tindakan ... 41

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 43

B. Setting Penelitian ... 45

C. Rancangan Penelitian ... 46

D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 47

E. Teknik Pengumpulan Data ... 49

F. Instrumen Pengumpulan Data ... 51

G. Teknik untuk Mencapai Kredibilitas Penelitian ... 60

H. Teknik Analisi Data ... 62

I. Kriteria Keberhasilan Tindakan ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Setting Penelitian ... 64

1. Tempat Penelitian... 64

2. Waktu Penelitian ... 65

B. Hasil Penelitian ... 66

1. Informasi Awal Keterampilan Siswa dalam Bermain Drama ... 66

2. Pelaksanaan Tindakan Kelas dalam Pembelajaran Bermain Drama dengan Metode Sosiodrama ... 79

a. Pelaksanaan Tindakan Siklus I Pertemuan Pertama ... 79

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I Pertemuan Kedua ... 84

c. Pelaksanaan Tindakan Siklus II Pertemuan Pertama ... 91


(11)

3. Hasil Praktik Siswa dalam Kegiatan Bermain Drama dengan

Metode Sosiodrama ... 104

4. Peningkatan Keterampilan Bermain Drama Siswa dengan Metode Sosiodrama ... 114

C. Pembahasan ... 123

1. Informasi Awal Keterampilan Siswa dalam Bermain Drama ... 123

2. Pelaksanaan Tindakan Kelas Bermain Drama dengan Metode Sosiodrama dalam Meningkatkan Keterampilan Siswa ... 126

3. Peningkatan Peningkatan Keterampilan Bermain Drama Siswa dengan Metode Sosiodrama ... 129

4. Keterbatasan Penelitian ... 145

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 146

B. Implementasi Hasil Penelitian ... 147

C. Saran ... 147

DAFTAR PUSTAKA ... 148


(12)

Halaman

Tabel 1 : Angket Pratindakan ... 53

Tabel 2 : Angket Pascatindakan ... 54

Tabel 3 : Lembar Pengamatan Proses Pembelajaran ... 55

Tabel 4 : Lembar Penilaian Bermain Drama ... 58

Tabel 5 : Jadwal Kegiatan Penelitian ... 65

Tabel 6 : Rangkuman Informasi Awal Keterampilan Siswa dalam Bermain Drama ... 67

Tabel 7 : Hasil Praktik Siswa dalam Bermain Drama pada Pratindakan .. 70

Tabel 8 : Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran Bermain Drama pada Pratindakan ... 77

Tabel 9 : Rangkuman Angket Pascatindakan Bermain Drama ... 102

Tabel 10 : Hasil Praktik Siswa dalam Bermain Drama pada Siklus I ... 104

Tabel 11 : Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran Bermain Drama pada Siklus I ... 106

Tabel 12 : Hasil Praktik Siswa dalam Bermain Drama pada Siklus II ... 109

Tabel 13 : Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran Bermain Drama pada Siklus II ... 111

Tabel 14 : Rangkuman Hasil Praktik Siswa dalam Bermain Drama ... 113

Tabel 15 : Peningkatan Skor Rata-rata Pratindakan, Siklus I, dan siklus II Keterampilan Siswa dalam Bermain Drama ... 114

Tabel 16 : Peningkatan Skor Rata-rata Siklus I ke siklus II Keterampilan Siswa dalam Bermain Drama ... 116

Tabel 17 : Peningkatan Skor Rata-rata Pratindakan ke Siklus II Aspek-aspek dalam Bermain Drama ... 117

Tabel 18 : Peningkatan Skor Rata-rata Siklus I ke Siklus II Aspek-aspek dalam Bermain Drama ... 119

Tabel 19 : Peningkatan Skor Rata-rata Siswa dari Pratindakan, Siklus I, sampai Siklus II Proses Pembelajaran Bermain Drama ... 120


(13)

Tabel 20 : Peningkatan Skor Rata-rata Siswa dari Siklus I ke Siklus II

Proses Pembelajaran Bermain Drama ... 121 Tabel 21 : Peningkatan Skor Rata-rata Siswa dari Pratindakan ke Siklus II


(14)

Halaman

Gambar 1 : Peta Konsep Kerangka Pikir ... 42

Gambar 2 : Desain Penelitian Tindakan Kelas ... 44

Gambar 3 : Lembar Catatang Lapangan ... 57

Gambar 4 : Skor Rata-rata Tiap Aspek dalam Bermain Drama pada Pratindakan ... 71

Gambar 5 : Siswa Melakukan Praktik Bermain Drama pada Pratindakan 76

Gambar 6 : Skor Rata-rata Tiap Aspek dalam Proses Pembelajaran Bermain Drama pada Pratindakan ... 78

Gambar 7 : Siswa Memperhatikan Penjelasan Guru Tentang Metode Sosiodrama ... 82

Gambar 8 : Siswa Berdiskusi dengan Kelompoknya ... 87

Gambar 9 : Siswa Praktik Bermain Drama pada Siklus I ... 89

Gambar 10 : Siswa Berlatih Memainkan Drama pada Siklus II ... 93

Gambar 11 : Siswa Praktik Bermain Drama pada Siklus II ... 98

Gambar 12 : Siswa Praktik Bermain Drama pada Siklus II ... 100

Gambar 13 : Skor Rata-rata Tiap Aspek dalam Bermain Drama Siklus I . 105

Gambar 14 : Skor Rata-rata Tiap Aspek dalam Proses Pembelajaran Bermain Drama pada Pratindakan ... 108

Gambar 15 : Skor Rata-rata Tiap Aspek dalam Bermain Drama pada Siklus II ... 110

Gambar 16 : Skor Rata-rata Tiap Aspek dalam Proses Pembelajaran Bermain Drama pada Siklus II ... 112

Gambar 17 : Skor Rata-rata Peningkatan Hasil Bermain Drama Siswa dari Pratindakan, Siklus I, Sampai Siklus II ... 115

Gambar 18 : Peningkatan Rata-rata Praktik Bermain Drama Siswa dari Siklus I ke siklus II ... 117

Gambar 19 : Peningkatan Rata-rata Proses Pembelajaran Bermain Drama Siswa dari Siklus I ke siklus II ... 121


(15)

Gambar 20 : Peningkatan Rata-rata Praktik Bermain Drama Siswa dari

Pratindakan, Siklus I, ke siklus II ... 130 Gambar 21 : Peningkatan Rata-rata Praktik Bermain Drama Siswa pada

Aspek Ekspresi dari Pratindakan, Siklus I, ke Siklus II ... 131 Gambar 22 : Peningkatan Rata-rata Praktik Bermain Drama Siswa pada

Aspek Penghayatan dari Pratindakan, Siklus I, ke siklus II . 132 Gambar 23 : Peningkatan Rata-rata Praktik Bermain Drama Siswa pada

Aspek Gerak dari Pratindakan, Siklus I, ke siklus II ... 133 Gambar 24 : Peningkatan Rata-rata Praktik Bermain Drama Siswa pada

Aspek Sikap dari Pratindakan, Siklus I, ke siklus II ... 135 Gambar 25 : Peningkatan Rata-rata Praktik Bermain Drama Siswa pada

Aspek Intonasi dari Pratindakan, Siklus I, ke siklus II ... 136 Gambar 26 : Peningkatan Rata-rata Praktik Bermain Drama Siswa pada

Aspek Artikulasi dari Pratindakan, Siklus I, ke siklus II ... 137 Gambar 27 : Peningkatan Rata-rata Proses Pembelajaran Bermain Drama

Siswa dari Pratindakan, Siklus I, ke siklus II ... 139 Gambar 28 : Peningkatan Rata-rata Proses Pembelajaran Bermain Drama

Siswa pada Aspek Keberanian dari Pratindakan, Siklus I, ke siklus II ... 140 Gambar 29 : Peningkatan Rata-rata Proses Pembelajaran Bermain Drama

Siswa pada Aspek Keaktivan dari Pratindakan, Siklus I, ke

siklus II ... 141 Gambar 30 : Peningkatan Rata-rata Proses Pembelajaran Bermain Drama

Siswa pada Aspek Konsentrasi dari Pratindakan, Siklus I, ke siklus II ... 142 Gambar 31 : Peningkatan Rata-rata Proses Pembelajaran Bermain Drama

Siswa pada Aspek Antusias dari Pratindakan, Siklus I, ke

siklus II ... 143 Gambar 32 : Peningkatan Rata-rata Proses Pembelajaran Bermain Drama

Siswa pada Aspek Situasi Pembelajaran dari Pratindakan,


(16)

Halaman

Lampiran 1 : Silabus ... 152

Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 154

Lampiran 3 : Format Angket Pratindakan ... 173

Lampiran 4 : Hasil Angket Pratindakan ... 175

Lampiran 5 : Format Angket Pascatindakan ... 179

Lampiran 6 : Hasil Angket Pascatindakan ... 181

Lampiran 7 : Format Penilaian Bermain Drama ... 185

Lampiran 8 : Lembar Penilaian Keterampilan Bermain Drama Pratindakan ... 188

Lampiran 9 : Lembar Penilaian Keterampilan Bermain Drama Siswa XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Siklus I ... 195

Lampiran 10: Lembar Penilaian Keterampilan Bermain Drama Siswa XI-IPA 1 Siklus II ... 202

Lampiran 11: Format Pengamatan Proses Keterampilan Bermain Drama 209

Lampiran 12: Lembar Pengamatan Proses Keterampilan Bermain Drama Siswa XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Pratindakan ... 211

Lampiran 13: Lembar Pengamatan Proses Keterampilan Bermain Drama Siswa XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Siklus I ... 215

Lampiran 14: Lembar Pengamatan Proses Keterampilan Bermain Drama Siswa XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Siklus II ... 219

Lampiran 15: Teks Cerita ... 223

Lampiran 16: Catatan Lapangan ... 228

Lampiran 17: Hasil Transkrip Wawancara ... 235

Lampiran 18: Dokumentasi ... 240

Lampiran 19: Daftar Nama Siswa ... 246

Lampiran 20: Surat Ijin Penelitian ... 248


(17)

UPAYA MENINGKATAN KETERAMPILAN BERMAIN DRAMA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS XI-IPA 1 SMA NEGERI 1 KRETEK BANTUL

Zusma Nadya Izzati NIM 12201241071

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan bermain drama dengan menggunakan metode sosiodrama pada siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 25 siswa. Penelitian ini terdiri atas dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu perencaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan angket, wawancara, pengamatan dan dokumentasi kegiatan pembelajaran. Analisis dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif yang didukung oleh data kuantitatif. Keabsahan data diperoleh melalui validitas (proses, hasil, demokratis, dan dialogis) dan reliabilitas.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode sosiodrama dapat meningkatkan keterampilan bermain drama pada siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul. Hal ini berdasarkan hasil pengamatan siswa dari pratindakan dengan nilai rata-rata hitung sebesar 18,84 (31,4%), siklus I sebesar 44,28 (73,8%), siklus II mencapai 49,6 (82,67%). Dari siklus I sampai siklus II mengalami peningkatan sebesar 5,32 (8.87%). Peningkatan keterampilan siswa dalam bermain drama dari pratindakan sampai siklus II sebesar 30,76 (51,27). Selain itu, proses pembelajaran bermain drama juga mengalami peningkatan. Sebelum implementasi tindakan, siswa masih belum berani berekspresi, kurang aktif, masih sering bergurau dengan siswa lain, dan siswa masih terlihat ragu untuk memainkan tokoh yang dibawakannya, sehingga peran yang dimainkan kurang maksimal. Setelah implementasi tindakan, siswa menjadi lebih dapat berekspresi, lebih aktif, proses pembelajaran menjadi kondusif, dan siswa tidak ragu lagi dalam memerankan tokoh yang dibawakannya, bahkan siswa mampu improvisasi di dalam memerankan tokoh. Dengan demikian, keterampilan bermain drama siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul telah mengalami peningkatan baik proses maupun hasil setelah dikenai tindakan menggunakan metode sosiodrama.

Kata kunci: peningkatan, keterampilan, bermain drama, metode sosiodrama, siswa SMA.


(18)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Pembelajaran Bahasa Indonesia meliputi pembelajaran sastra dan nonsastra. Pembelajaran sastra sebagai bagian dari pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu pembelajaran humaniora yang dapat digunakan sebagai media untuk memperdalam budi pekerti.

Pembelajaran sastra secara umum bertujuan untuk membina apresiasi sastra siswa. Pembelajaran sastra yang sangat penting tersebut tidak diimbangi dengan kenyataan bahwa pada praktiknya sering kali apresiasi sastra memiliki posri yang sangat sedikit. Padahal siswa perlu mendapat pengalaman yang menarik, perlu dibina, diarahkan, serta diberi peluang untuk mengembangkan sikap dan daya apresiasinya melalui bakat dan kreativitasnya di dalam melaksanakan aktivitasnya.

Pembelajaran sastra yang terdapat dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia memiliki peranan tersendiri bagi proses pendewasaan siswa. Karya sastra memiliki keunikan, memberikan gambaran kehidupan baik dalam isi atau pun ungkapannya. Peristiwa demi peristiwa yang dimunculkan oleh pengarang dalam karya sastra secara tidak langsung akan memberikan pembelajaran nilai-nilai moral yang dapat memunculkan kepekaan seseorang terhadap nilai-nilai


(19)

2

kehidupan di sekitar manusia. Melalui pembelajaran sastra siswa dapat memetik manfaat, baik sebagai media pembenahan diri maupun sebagai mengalaman tersendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Pembelajaran sastra di sekolah sudah diberikan sejak jenjang SD sampai SMA. Pembelajaran ini terbagi menjadi beberapa materi, yaitu puisi, prosa, dan drama. Berdasarkan tiga materi tersebut, drama merupakan materi yang memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi terutama dalam bermin drama. Mengajarkan drama memang bukanlah hal yang mudah, karena drama memiliki keunikan tersendiri yang terletak pada dialog dan gerakan. Sehingga, perlu adanya perhatian khusus mengenai pembelajaran drama agar siswa mempunyai pengalaman berekspresi sastra terutama bermain drama.

Salah satu standar kompetensi yang terdapat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kelas XI semester 2 yang kaitannya dengan bidang sastra adalah mengungkap wacana sastra dalam bentuk pementasan drama. Standar kompetensi tersebut memiliki kompetensi dasar mengungkapkan gerak-gerik, mimik, dan intonasi sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama. Pada kompetensi ini siswa dituntut untuk bisa bermain drama dengan gerak-gerik, mimik, dan intonasi yang sesuai dengan watak tokoh. Pembelajaran ini diarahkan kepada apresiasi dan ekspresi agar tidak hanya aspek kognitif saja yang tersentuh, namun juga aspek afektif dan psikomotor dari peserta didik.

SMA Negeri 1 Kretek merupakan salah satu sekolah yang terdapat di Kabupaten Bantul bagian selatan. Permasalahan dalam keterampilan bersastra khususnya bermain drama yang terjadi pada siswa SMA Negeri 1 Kretek Bantul


(20)

dapat diketahui berdasarkan hasil observasi kelas pada tanggal 12 Februari 2016. Rendahnya minat siswa terhadap keterampilan bersastra khususnya bermain drama juga diperoleh dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia pada tanggal 14 Februari 2016. Prestasi yang diperoleh siswa tergolong rendah, terutama pada kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada permasalahan yang muncul di SMA Negeri 1 Kretek Bantul.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, mengungkapkan ada beberapa hal yang melatarbelakangi masalah rendahnya keterampilan bersastra khususnya bermain drama pada siswa. Di kelas XI-IPA 1 pembelajaran bermain drama tidak dilakukan secara serius. Siswa beranggapan bahwa bermain drama merupakan hal sepele yang tidak penting. Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia menyatakan bahwa ketika siswa diminta ke depan untuk berekspresi, siswa sering acuh, malu, ragu dalam melakukan gerakan, kurang aktif, dan grogi sehingga peran yang dimainkan menjadi kurang maksimal. Hal tersebut dikarenakan siswa kurang menguasai dialog pada naskah. Siswa sulit menghafal naskah dan cenderung hanya terpaku pada naskah, sehingga yang dilakukan siswa bukan bermain drama tetapi membaca naskah drama.

Sementara itu, kurang berhasilnya pembelajaran apresiasi sastra khususnya bermain drama di kelas dapat dibuktikan dengan nilai tugas apresiasi drama pada siswa, khususnya siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul. Berdasarkan nilai apresiasi drama menyebutkan bahwa rata-rata nilai yang diperoleh siswa tergolong rendah dan belum memenuhi Kriteria Ketuntasan


(21)

4

Minimal (KKM). Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan apresiasi drama siswa tergolong masih rendah dan kurang, tidak hanya dalam proses tetapi juga dalam hasil pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek menyebutkan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya bermain drama sangat membosankan. Guru cenderung hanya menyuruh siswa mencari teks drama kemudian mementaskannya. Beberapa siswa juga menyebutkan bahwa guru pelajaran Bahasa Indonesia kurang aktif dan kreatif untuk membuat pembelajaran lebih hidup. Guru hanya memberi tugas dan tidak bisa membuat kelas dinamis. Hal ini membuktikan bahwa rendahnya keterampilan bermain drama siswa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor dari siswa saja tetapi juga dari guru mata pelajaran.

Hal serupa juga ditemukan dari hasil observasi kelas ketika guru Bahasa Indonesia mengajar. Pada pembelajaran di kelas ditemukan fakta bahwa pemainan drama siswa terlihat kurang menarik karena siswa hanya terpaku pada teks. Guru juga cenderung menggunakan pendekatan yang konvensional dan kurang inovasi, sehingga pembelajaran keterampilan berlangsung monoton dan membosankan. Siswa tidak diajak untuk belajar bagaimana bermain drama, tetepi cenderung diajak belajar tentang drama. Artinya, apa yang disajikan oleh guru di kelas bukan bagaimana siswa bermain drama sesuai konteks, melainkan diajak untuk mempelajari teori tentang drama. Akibatnya, keterampilan apresiasi sastra khususnya bermain drama hanya sekedar melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional dan kognitif, belum melekat secara emosional dan afektif.


(22)

Berdasarkan hal tersebut, rendahnya keterampilan bermain drama bisa menjadi hambatan serius bagi kreativitas siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek.

Berdasarkan keprihatinan atas fenomena yang terjadi tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang pendidik diharapkan mampu untuk mengoperasikan beberapa strategi inovatif dalam peristiwa belajar mengajar. Selain itu guru diharapkan mampu untuk berinovasi dalam merancang teknik-teknik penyajian atau metode pembelajaran yang menyenangkan. Hal itu perlu dilakukan agar siswa tidak berada pada suasana pembelajaran yang kaku, monoton, dan membosankan. Pembelajaran keterampilan bermain drama pun menjadi sajian materi yang menyenangkan dan selalu dirindukan oleh siswa.

Salah satu metode inovatif yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam keterampilan bermain drama adalah metode sosiodrama. Metode sosiodrama merupakan metode pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk melatih keterampilan bermain drama siswa. Sosiodrama merupakan metode bermain drama secara sederhana. Dalam bermain drama siswa dibagi untuk memerankan tokoh-tokoh tertentu sesuai dengan tema pembelajaran.

Sosiodrama adalah metode yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan melalui suatu suasana yang didramatisasikan sehingga dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan. Metode ini merupakan suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai


(23)

6

tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.

Melalui metode sosiodrama guru dan siswa dituntut untuk sama-sama aktif. Guru dituntut memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya dengan memberikan topik dan cerita yang sedang terjadi di masyarakat. Topik dan cerita ini dapat berupa gambaran permasalahan sosial di sekitar siswa yang menarik untuk diselesaikan, sehingga siswa pun tertarik untuk menyelesaikannya. Guru tidak hanya semata-mata memberikan topik dan cerita saja, namun tetap membimbing, menstimulus, dan memotivasi siswa agar imajinasi siswa berkembang. Metode sosiodrama juga memiliki tindak lanjut berupa diskusi, sehingga antara siswa dan guru dapat berdiskusi mengenai hasil pembelajaran bermain drama sekaligus menyelesaikan permasalahan pada topik dan cerita yang digunakan.

Metode sosiodrama dipilih untuk meningkatkan keterampilan bermain drama karena dengan metode sosiodrama akan tumbuh dalam diri siswa rasa ketertarikan dalam pembelajaran bermain drama, sehingga aspek-aspek keterampilan siswa dalam bermain drama otomatis akan mengalami perubahan. Metode sosiodrama cocok digunakan dalam pembelajaran keterampilan bermain drama. Berdasarkan hasil wawancara antara peneliti dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia, metode sosiodrama belum pernah diterapkan untuk meningkatkan keterampilan bermain drama siswa SMA Negeri 1 Kretek Bantul.

Penerapan metode sosiodrama dapat menjadi alternatif sekaligus inovasi bagi guru dalam pembelajaran bermain drama agar guru lebih kreatif. Metode ini


(24)

juga diharapkan mampu meningkatkan proses belajar dan prestasi siswa. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan yang ada di SMA Negeri 1 Kretek Bantul yang berkaitan dengan meningkatkan keterampilan bermain drama, maka peneliti menggunakan metode sosiodrama sebagai metode pembelajaran. Peneliti dan guru kolaborator mengadakan penelitian pada siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul yang berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan

judul “Upaya Peningkatan Keterampilan Bermain Drama dengan Menggunakan

Metode Sosiodrama pada Siswa Kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek bantul”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut.

1. Rendahnya keterampilan bermain drama siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul.

2. Pembelajaran apresiasi sastra khususnya bermain drama dianggap keterampilan yang tidak penting.

3. Kurangnya minat dan keseriusan siswa pada saat pembelajaran bermain drama.

4. Kurangnya inovasi guru Bahasa Indonesia dalam pembelajaran bermain drama.

5. Metode yang digunakan guru Bahasa Indonsia masih bersifat konvensional. 6. Belum digunakan metode sosiodrama di SMA Negeri 1 Kretek Bantul.


(25)

8

C. Pembatasan Masalah

Melihat latar belakang dan identifikasi permasalahan di atas, diharapkan penelitian ini terfokus dalam membatasi masalah yang ada. Penelitian ini dibatasi pada permasalahan mengenai bagaimana peningkatan keterampilan apresiasi sastra khususnya mengungkapkan gerak-gerik, mimik, dan intonasi sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama dengan menggunakan metode sosiodrama pada kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul. Pembatasan masalah tersebut dipilih terkait dengan adanya masalah yaitu masih rendahnya keterampilan mengapresiasi sastra pada siswa khususnya mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama siswa XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana meningkatan kemampuan bermain drama siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul dengan metode sosiodrama?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran keterampilan bermain drama siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul dengan metode sosiodrama.


(26)

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan praktis.

1. Manfaat Teoretis

Adanya penelitian ini diharapkan menambah teori atau metode dalam pembelajaran keterampilan bermain drama.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat sebagai berikut. a. Bagi Guru dan Calon Guru

Guru maupun calon guru memperoleh pengalaman profesional dalam menyusun dan melaksanakan rancangan pembelajaran bermain drama yang inovatif dan kreatif. Penelitian ini juga dapat dijadikan referensi dan tambahan pengetahuan tentang metode pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan apresiasi sastra khususnya bermain drama.

b. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam membantu pembelajaran siswa untuk meningkatkan keterampilan bermain drama. Siswa lebih menikmati dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran bermain drama sehingga kualitas dan hasil belajarnya meningkat.

c. Bagi Pihak Sekolah

Sekolah mempunyai dokumentasi bermain drama yang dapat digunakan sebagai bahan ajar selanjutnya, sekolah mempunyai out put siswa yang lebih berkualitas, khususnya dalam keterampilan bermain drama. Penelitian ini


(27)

10

diharapkan dapat lebih mengembangkan inovasi dalam pembelajaran khususnya pembelajaran Bahasa Indonesia.

d. Bagi Pengembangan ilmu pengetahuan

Dapat dijadikan sebagai referensi dalam melaksanakan penelitian berikutnya terutama penelitian yang berkaitan dengan apresiasi sastra khususnya keterampilan bermain drama.

e. Bagi peneliti

Penelitian ini akan menjadi bentuk pengabdian dan penerapan dari ilmu yang didapat, memberikan pengalaman kepada peneliti, serta dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat terutama dalam bidang pendidikan dan drama.

G. Batasan Istilah

Agar diperoleh pemahaman yang sama antara penyusun dan pembaca tentang istilah judul skripsi ini, maka perlu adanya pembatasan istilah sebagai berikut.

1. Peningkatan merupakan cara yang dilakukan secara sengaja untuk memperbaiki dan mempertinggi kemampuan tertentu. Peningkatan juga diartikan sebagai suatu perubahan dari keadaan tertentu menuju ke keadaan yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Peningkatan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah adanya peningkatan pada siswa dalam hal proses pembelajaran bermain drama dalam hal keberanian, keaktifan, konsentrasi, antusias, situasi pembelajaran, dan praktik bermain drama dengan pemerolehan skor yang sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal.


(28)

2. Keterampilan bermain drama adalah keterampilan seseorang dalam memerankan suatu peran atau karakter tokoh di dalam drama. Keterampilan bermain drama merupakan suatu pembelajaran yang diberikan kepada siswa untuk melatih mental, kepercayaan diri, melatih agar siswa dapat berekspresi dengan baik. Keterampilan bermain drama merupakan suatu pembelajaran drama yang diberikan di sekolah dengan menggunakan naskah dengan tema tertentu yang diungkapkan lewat dialog yang dipentaskan.

3. Metode sosiodrama merupakan suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendramatisasikan tingkah laku atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia sehingga dapat mencapai tujuan yang dikehendaki.


(29)

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori

1. Drama

Perkataan “drama” berasal dari bahasa Yunani “Dromai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, atau beraksi. Drama berarti perbuatan, tindakan, beraksi, atau action (Waluyo, 2002: 2). Di kehidupan sekarang, drama mengandung arti yang lebih luas ditinjau apakah drama sebagai salah satu genre sastra atau drama sebagai sebuah kesenian yang mandiri. Teks drama merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa, sedangkan pementasan drama adalah salah satu kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis (dekorasi dan panggung), seni kostum, seni rias, seni tari, dan lain sebagainya. Jika kita membicarakan pementasan drama, maka kita dapat mengarahkan ingatan pada wayang, ludruk, ketoprak, lenong, dan film.

Kata “drama” seringkali mendapatkan penafsiran yang sama dengan

“teater” dan lakon. Oleh karena itu, akan dapat dihindari kesalahpahaman. Drama

adalah salah satu karangan, kini biasanya dalam bentuk prosa, disusun untuk membuat pertunjukan, dan dimaksudkan untuk memotret kehidupan tokoh atau mengisahkan suatu cerita dan gerak dan biasanya dengan dialog yang bermaksud memetik beberapa hasil berdasarkan cerita dan sebagainya. Drama adalah suatu lakon untuk direncanakan atau disusun sedemikian rupa untuk dipertunjukkan oleh pelaku diatas pentas (Tarigan, 1997: 71).

Sementara itu, kata “teater” mempunyai makna yang lebih luas karena berarti drama, gedung pertunjukkan, panggung, grup pemain drama, dan dapat


(30)

juga berarti segala tontonan yang dipentaskan di depan orang banyak (Waluyo, 2002: 3). Mengacu pada pendapat tersebut, maka sebenarnya sudah bisa dipahami

bahwa makna dari kata “teater” tidak dapat selalu disamakan, akan tetapi

tergantung pada konteks pembicaraannya. Misalnya istilah Teater Gandrik, maka konteks yang dituju adalah grup drama. Berbeda dengan istilah teater arena misalnya, maka konteks yang dimaksud adalah gedung pertunjukkan.

Drama dapat ditinjau dari dua segi, yaitu (1) drama sebagai naskah dan (2) drama sebagai teater (karya pentas). Kedua aspek tersebut merupakan satu kesatuan karena naskah disusun juga memertimbangkan segi-segi pementasan dan ketika di atas panggung juga berpedoman pada naskah. Dengan demikian, drama adalah suatu cerita dengan tema tertentu yang diungkapkan lewat dialog yang dipentaskan. Akan tetapi, drama sebagai karya sastra sebenarnya bersifat semantara sebagai naskah drama tersebut ditulis untuk dipentaskan, sehingga tujuan drama bukanlah semata-mata untuk dibaca namun untuk dipentaskan.

Menurut Endraswara (2005: 192) dalam kaitannya dengan pendidikan watak, drama juga dapat membantu mengembangkan nilai-nilai yang ada dalam diri peserta didik, memperkenalkan tentang kehidupan manusia dari kebahagiaan, keberhasilan, kepuasan, kegembiraan, cinta, ketakutan, keputusasaan, acuh tak acuh, benci, kehancuran, dan kematian. Drama juga dapat memberikan sumbangan pada pengembangan kepribadian yang kompleks, misalnya ketegaran hati, imajinasi, dan kreativitas.


(31)

14

2. Unsur-unsur Drama

Drama sebagai sebuah karya sastra yang imajinatif tentu saja memiliki unsur pembangunnya. Menurut (Waluyo 2002: 6), drama terbangun atas struktur fisik (kebahasaan) dan struktur batin (semantik, makna). Struktur fisik drama yang dimaksud meliputi alur, penokohan, dialog, latar, teks samping (petunjuk teknis). Secara sederhana, berikut adalah penjelasan dari sebagai unsur tersebut.

a. Alur

Menurut Waluyo (2002: 8), alur merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Sementara itu, Hamzah (1985: 96) memberikan definisi juga mengenai alur atau plot. Alur merupakan suatu keseluruhan peristiwa di dalam skenario. Merujuk pada kedua definisi ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa alur merupakan jalinan cerita atau serangkaian peristiwa yang terbangun dalam sebab akibat yang bergerak dari awal hingga akhir

Alur merupakan suatu unsur yang penting dalam drama karena dalam alur akan terlihat karakter tokoh. Alur drama terdiri dari beberapa babak. Setiap babak terdiri dari adegan-adegan. Konflik merupakan syarat sebuah alur cerita. Konflik akan menimbulkan pertentangan antara dua tokoh utama. Unsur-unsur plot adalah sebagai berikut.

1) Exposition atau pelukisan awal cerita; tahap diperkenalkannya tokoh-tokoh drama dengan watak masing-masing.

2) Komplikasi atau pertikaian awal; pengenalan terhadap para pelaku sudah menjurus pada pertikaian, konflik sudah mulai meranjak.


(32)

3) Klimaks atau titik puncak cerita; puncak kegawatan dalam cerita atau cerita mencapai puncak konflik.

4) Resolusi atau penyelesaian atau falling action; pada tahap ini konflik mereda dan menemukan jalan pemecahan.

5) Catastorphe atau denoument atau keputusan; pada tahap ini konflik berakhir atau cerita berakhir.

b. Penokohan

Penokohan adalah salah satu unsur drama yang sangat penting. Unsur ini berkaitan erat dengan unsur lainnya, terutama alur. Menurut Waluyo (2002: 8) kekuatan alur terletak dalam penggambaran watak (penokohan), sebaliknya kekuatan watak pelaku hanya hidup dalam alur yang meyakinkan. Sejalan dengan pendapat tersebut Ergi (via Hamzah, 1985: 106) juga berpendapat bahwa perwatakanlah yang paling utama dalam drama. Tanpa perwatakan tidak ada nada cerita tanpa perwatakan tidak akan ada nada plot.

Penokohan erat kaitannya dengan perwatakan. Susunan tokoh (drama personal) adalah tokoh-tokoh yang berperan dalam drama itu. Di dalam susunan tokoh itu, yang terlebih dahulu dijelaskan adalah nama, umur, jenis kelamin, tipe fisik, jabatan, dan kejiwaan itu. Tokoh cerita adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami peristiwa-peristiwa. Tokoh-tokoh itu memiliki berbagai watak yang ada pada manusia. Watak para tokoh bukan saja merupakan pendorong terjadinya peristiwa, tetapi juga merupakan unsur yang menyebabkan gawatnya masalah-masalah dalam peristiwa tersebut.


(33)

16

Klasifikasi tokoh drama dibagi menjadi dua jenis yaitu berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita, dan peranannya dalam lakon serta fungsinya. 1) Berdasarkan perannya terhadap jalan cerita, terdapat tokoh seperti berikut. (a) Tokoh Protagonis

Tokoh Protagonis yaitu tokoh yang mendukung cerita. Biasanya ada satu atau dua figur tokoh protagonis utama yang dibantu oleh tokoh-tokoh lainnya yang ikut terlibat sebagai pendukung cerita.

(b) Tokoh Antagonis

Tokoh antagonis yaitu tokoh penentang cerita. Biasanya ada seorang tokoh utama yang menentang cerita dan beberapa figur pembantu yang ikut menentang cerita.

(c) Tokoh Tritagonis

Tokoh tritagonis yaitu tokoh pembantu baik untuk tokoh protagonis, maupun antagonis.

2) Berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya, maka terdapat tokoh-tokoh sebagai berikut.

(a) Tokoh Sentral

Tokoh sentral yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Mereka merupakan proses pertukaran lakon. Tokoh sentral adalah biang keladi pertikaian.

(b) Tokoh Utama

Tokoh utama yaitu tokoh-tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Dapat juga sebagai medium atau perantara tokoh sentral.


(34)

(c) Tokoh Pembantu

Tokoh pembantu yaitu tokoh-tokoh yang memegang peranan lengkap atau tambahan dalam mata rangakai cerita.

c. Dialog

Hamzah (1985: 116) menyatakan bahwa dialog berisikan kata-kata. Kata merupakan alat komunikasi yang paling penting antara orang dengan sesamanya. Sementara itu, menurut Harymawan (1993: 58) dialog dilihat dari segi estetis merupakan faktor litera (juga filosofis) yang mempengaruhi struktur keindahan sebuah lakon. Sejalan dengan Harymawan, Waluyo (2002: 21) juga berpendapat bahwa dialog juga harus bersifat estetis, artinya memiliki keindahan bahasa. Kadang-kadang juga dituntut agar bersifat filosofis.

Merujuk pada ketiga pendapat tersebut, maka ketiga pendapat tersebut dapat memberikan satu gambaran yang jelas bahwa dialog merupakan aspek penting dalam pementasan drama. Dialog juga merupakan unsur yang membedakan antara karya sastra drama dengan karya sastra lainnya. Ragam bahasa dalam naskah drama pun berbeda dengan ragam bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Waluyo (2002: 20), bahwa ragam bahasa dilaog tokoh-tokoh drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam bahasa tulis. Hal ini disebabkan karena drama adalah protet kenyataan. Drama adalah kenyataan yang diangkat ke atas pentas.

Fungsi dialog menurut Semi (1988: 165-166) adalah sebagai berikut. 1) Merupakan wadah penyampai informasi ide-ide pokok kepada penonton. 2) Menyebutkan watak dan peranan pemain.


(35)

18

3) Memberikan gambaran yang jelas mengenai struktur cerita kepada pemain. 4) Menggambarkan tema dan gagasan pengarang.

5) Mengatur suasana dan tempo pemain. d. Setting

Setting sering juga disebut dengan istilah latar. Setting atau tempat kejadian sering pula disebut latar cerita. Menurut Waluyo (2002: 23) setting

biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu: tempat, ruang, dan waktu. Secara sederhana

setting atau bisa juga disebut dengan latar merupakan unsur dalam drama yang menunjukkan kepada pembaca di mana, kapan, dan dalam konteks bagaimana kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung.

e. Teks Samping (Petunjuk Teknis)

Teks samping atau yang sering disebut dengan istilah petunjuk teksnis merupakan bagian penting dalam drama. Waluyo (2002: 29) berpendapat bahwa teks samping memberikan petunjuk teknis tentang tokoh, waktu, suasana pentas, suara, musik, keluar masuknya aktor atau aktris, keras lemahnya dialog, warna suara, perasaan yang mendasari dialog, dan sebagainya. Teks samping ini biasanya ditulis dengan tulisan yang berbeda dari dialog (misalnya dengan huruf miring atau huruf besar semua). Merujuk pada definisi tersebut, maka jelas sudah bagaimana teks samping atau petunjuk teknis memberikan peranannya terhadap sebuah drama, baik dalam drama pentas maupun drama naskah.

f. Tema

Menurut Hamzah (1985: 108), tema merupakan pokok pikiran yang hendak diutarakan pengarang lewat skenario. Sementara itu, menurut (Waluyo,


(36)

2002: 24), tema merupakan gagasan pokok yang dikandung dalam drama dan berhubungan dengan nada dasar dari sebuah drama dan sudut pandang yang dikemukakan oleh pengarang. Dalam drama, tema akan dikembangkan melalui stuktur dramatik dalam plot melalui tokoh-tokoh protagonis dan antagonis dengan perwatakan yang memungkinkan konflik dan diformulasikan dalam bentuk dialog.

Berdasarkan dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tema merupakan dasar cerita yang paling penting. Tema adalah pikiran pokok yang mendasari lakon drama. Pikiran pokok ini dikembangkan sedemikian rupa, sehingga menjadi cerita yang menarik. Jadi, seorang penulis harus menentukan lebih dulu tema yang akan dikembangkannya. Tanpa tema, sebuah cerita rekaan tidak akan ada artinya sama sekali. Secara sederhana, tema bisa diartikan sebagai ide, gagasan, pikiran utama, atau pokok pembicaraan di dalam cerita.

g. Amanat

Amanat atau pesan pengarang akan selalu ada dalam sebuah drama, baik itu secara sengaja atau tidak sengaja dibuat. Menurut Waluyo (2002: 28) amanat erat kaitannya dengan makna (significance) dari karya yang dihasilkan. Amanat bersifat kias, subjektif, dan umum. Oleh karena itu, setiap pembaca dapat berbeda-beda menafsirkan makna karya tersebut bagi dirinya masing-masing.

Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca naskah atau penonton drama. Pesan itu tentu saja tidak disampaikan secara langsung, tetapi lewat lakon naskah drama yang ditulisnya. Artinya, pembaca atau penontonton dapat menyimpulkan pelajaran moral apa yang diperoleh dari membaca atau menonton drama tersebut.


(37)

20

3. Vocal dan Speech dalam Dialog

Suata (vocal) dan ucapan (speech) mempunyai peranan yang amat penting di dalam bermain drama. Terutama untuk menyokong terjadinya suatu dialog yang baik. Artinya dialog yang dilakukan seorang tokoh dalam bermain drama bisa terdengar lantang tanpa harus memekik. Menurut Hamzah (1985: 80) yang diperlukan seorang pemain dalam melakukan dialog drama dalam pementasan drama bukan bagaimana berdialog dengan keras, tetapi bagaimana dapat dengan jelas terdengar oleh penonton.

Perlunya menjaga vocal dan speech dalam dialog agar dialog yang ada bisa sampai terdengar oleh para penonton. Bermain peran pada sebuah pementasan drama tidak sama dengan bermain peran pada sebuah film. Jika pada film dialog akan dituntut lebih dari sekedar itu, artinya power, artikulasi, bahkan sampai pada intonasi akan memberikan kesan tersendiri bagi sebuah dialog. Bagaimana seorang pemain bisa menyampaikan makna dialog kepada pemain sangatlah penting. Ini sebabnya, latihan vocal dan speech akan sangat membantu pemain dalam berdialog.

Menurut Hamzah (1985: 116), dialog berisikan kata-kata. Kata merupakan alat komunikasi yang paling penting antara orang dengan sesamanya. Sementara itu, menurut Harymawan (1993: 58) dialog dilihat dari segi estetis merupakan faktor litera (juga filosifis) yang mempengaruhi struktur keindahan sebuah lakon. Kedua pendapat tersebut, meski berbicara dari sudut pandang yang berbeda, akan tetapi keduanya memberikan satu gambaran yang jelas bahwa dialog merupakan aspek penting dalam pementasan drama. Dialog merupakan satu alat yang


(38)

digunakan untuk berkomunikasi antara pemain dengan pemain dan pemain dengan penonton yang mana akan memberikan dampak estetis pada sebuah pementasan drama.

4. Akting

Menurut Hamzah (1985: 64), akting adalah peragaan, penampilan satu peran yang menyebabkan penonton dapat tersangkut ilusi yang dibangun oleh aktor. Dewojati (2012: 267), akting adalah wujud yang kasat mata dari suatu seni peragaan tubuh, yang menirukan perilaku-perilaku manusia mencakup segala segi lahir dan batin. Sementara itu, Ommanney (via Hamzah, 1985: 64) merumuskan

akting dengan “keselarasan yang sempurna antara suara dan tubuh untuk

menciptakan satu tokoh”.

Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa akting adalah suatu peragaan yang bertujuan untuk membangun suatu tokoh sehingga penonton dapat menikmatinya. Melihat betapa pentingnya akting dalam sebuah drama, maka ada tiga sapek yang bisa dilakukan oleh aktor untuk menggambarkan apa yang telah ditentukan penulis lewat tubuh dan wataknya (Herymawan, 1993: 45), ketiga aspek yang dimaksud adalah sebagai berikut.

a. Mimik

Menurut Harymawan (1993: 45) mimik yaitu pernyataan atau perubahan muka: mata, mulut, bibir, hidung, kening, merujuk pada pendapat tersebut, maka mimik dapat didefinisikan sebagi gerak-gerik wajah untuk berekspresi atau menunjukkan emosi yang dialami oleh tokoh. Mimik ini lebih menekankan gerak-gerak yang ada di wajah, sehingga berbeda dengan pengertian gerak-gerak-gerik atau


(39)

22

business acting. Berdasar pada pendapat tersebut, maka dapat dipahami juga bahwa dalam aspek mimik, erat kaitannya dengan ekspresi.

Ekspresi dibutuhkan supaya pertunjukkan drama mampu berkesan dengan baik. Menurut Suharso & Retnoningsih (2009: 130), ekspresi merupakan pengungkapan atau proses menyatakan maksud, gagasan, perasaan, dan sebagainya. Dalam bermain peran, ekspresi mejadi salah satu aspek penting yang turut membangun kepercayaan penonton terhadap apa yang dilakukan seorang pemain.

b. Plastik

Menurut Harymawan (1993: 45), plastik yaitu cara bersikap dan gerakan-gerakan anggota badan. Dari pendapat tersebut, maka dapat dimengerti bahwa aspek plastik ini berkaitan erat juga dengan aspek movement dan business acting. Movement adalah pertukaran tempat kedudukan pada pentas, misalnya: datang dari pintu, melewati kursi menuju jendela. Business acting adalah kesibukan yang karakteristik, yang mempunyai ciri-ciri khas (Harymawan, 1993: 60).

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat dipahami bahwa gerak-gerik atau business acting mempunyai perannya sendiri dalam membangun karakter sehingga mampu menghasilkan akting yang baik. Secara sederhana, business acting merupakan gerik yang membantu gerak besar. Contoh gerak-gerik business acting di antaranya gerakan menggigit jari, berpangku tangan, menyangga dagu, menggerakkan jari-jari tangan, merokok, menulis, dan sebagainya.


(40)

c. Diksi

Diksi merupakan cara penggunaan suara atau ucapan (Herymawan, 1993: 45). Berdasarkan pada pendapat tersebut, maka dapat dipahami bahwa aspek diksi erat kaitanya dengan dialog dan intonasi. Menurut Harymawan (1993: 58), dialog dilihat dari segi estetis merupakan faktor literer (juga filosofis) yang mempengaruhi struktur keindahan sebuah lakon. Sementara itu intonasi berarti ketepatan penyajian tinggi rendahnya nada (Suharso & Retnoningsih, 2009: 188). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa intonasi adalah nada suara, bisa juga diartikan sebagai dialog yang dilisankan tidak datar dan tidak monoton.

Sejalan dengan itu, Harymawan (1993: 50) menyatakan bahwa pergantian naik turun suara itulah yang menyebabkan keindahan bagi telinga. Itulah yang disebut dengan irama pada seni kata. Intonasi juga erat kaitannya dengan kekuatan (power) dalam berbicara. Misalnya ketika akan mengatakan sesuatu yang sifatnya rahasia ditengah kerumunan orang, maka bisa dilakukan dengan cara berbisik. Sementara itu, apabila ingin dengan seseorang yang jaraknya cukup jauh, bisa dilakukan dengan sedikit berteriak atau menambah kekuatan (power) suara kita.

5. Pembelajaran Drama

Pembelajaran drama merupakan pembelajaran yang memiliki dua dimensi. Menurut Waluyo (2002: 156), pengajaran drama di sekolah dapat diklasifikasikan dalam dua golongan, yaitu: (1) pengajaran teks drama yang termasuk sastra dan (2) pementasan drama yang termasuk bidang teater. Berdasarkan pendapat tersebut, maka sejatinya pembelajaran drama bukan hanya mengenai teks drama saja, akan tetapi juga sampai pada pementasan drama. Pementasan drama yang


(41)

24

dimaksud berangkat dari pembelajaran bermain peran yang terdapat dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Pembelajaran drama yang selama ini dilakukan sering kali hanya berkutat pada teori tanpa penerapan praktik yang mumpuni. Menurut Waluyo (2002: 154), selama ini guru sastra masih terpaku pada penilaian dan tujuan mengajar dalam aspek kognitif. Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa kawasan yang dituju guru sering kali hanya pada pengetahuan teori saja, padahal pembelajaran (drama) yang ideal harus bersifat aplikatif.

Menurut Waluyo (2002: 158) pengajaran drama sebagai

“. . . penunjang pemahaman bahasa berarti untuk melatih keterampilan

membaca (teks drama) dan menyimak atau mendengarkan (dialog pertunjukkan drama, mendengarjan drama radio, televise dan sebagainya). Sementara sebagai penunjang latihan penggunaan bahasa artinya melatih keterampilan menulis (teks drama sederhana, resensi drama, resensi pementasan) dan wicara (melakukan pementasan drama)”

Merujuk pada pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran drama pada hakikatnya tidak bisa dilepaskan dari dua hal, yakni pembelajaran drama yang berhubungan dengan teks drama dan pembelajaran drama yang berhubungan dengan pementasan drama.

Di dalam pementasan dibahas pementasan drama di sekolah (untuk demonstrasi) dan pementasan untuk sekolah yang ditonton oleh seluruh siswa di sekolah itu. Pementasan pertama dilakukan oleh guru bahasa Indonesia, sedangkan pementasan jenis kedua dilakukan oleh teater sekolah atau atas kerjasama guru bahasa Indonesia, teater sekolah dan OSIS (Waluyo, 2002: 156).


(42)

Pembelajaran drama dan sastra memang tidak cukup diberikan pengetahuan (kognitif) tentang drama. Mereka harus mampu mengapresiasi (unsur yang termasuk afektif) dan mementaskan (psikomotorik) (Waluyo, 2002: 161). Pengetahuan kognitif, afektif, dan psikomotorik harus juga didapatkan oleh siswa secara merata. Ketiga dominan tujuan mengajar menurut Bloom (via Waluyo, 2002: 161-167) adalah sebagai berikut.

1. Kawasan Kognitif a. Pengetahuan

Pengetahuan meliputi: pengetahuan akan hal khusus (mengingat, mengenal kembali informasi, mendapatkan sifat-sifat, mengenali contoh dan gejala); pengetahuan tentang cara dan alat (mengingat bentuk, mengenali konvensi mengenal kembali simbol, gaya, format, dan mendapatkan kembali format); pengetahuan akan arah dan urutan (berkenan dengan mengingat/mengenal/mendapatkan kembali: perbuatan, proses, gerakan urutan, arah, hubungan, dan pengaruh); penggolongan dan kategori (mengingat daerah, ciri, kelas, tipe, dan set): pengetahuan akan kriteria (mengingat kembali: kriteria, dasar, dan hukum); pengetahuan akan metodologi (mengingat kembali: metode, teknik, dan pendekatan); pendekatan akan prinsip dan generalisasi (mengingat kembali: teori, dasar, dan antar hubungan).

b. Pemahaman

Pemahaman yang meliputi: terjemahan (arti, contoh, definisi, abstrak, kata, dan kalimat); penafsiran (menafsirkan memesan lagi, membedakan, membuat, menerangkan, dan mempertunjukkan); perhitungan dan ramalan (menghitung,


(43)

26

memberikan pendapat, membedakan, memperluas, mengisi, menggambarkan kemungkinan, dan menyimpulkan).

c. Penerapan

Penerapan meliputi menerapkan prinsip, menggeneralisasikan (kesimpulan, metode, teori, gejala); menghubungkan, memilih, mengalihkan, dan menggolongkan (prosedur, teori, prinsip, hukum, situasi dan gejala); mengorganisasikan dan menyusun kembali (prinsip, simpulan, situasi dan prosedur).

d. Analisis

Analisis meliputi analisis unsur (misalnya membedakan unsur, menemukan hipotesis, menarik kesimpulan bukti, mengenal kembali pernyataan dan membedakan pernyataan); analisis hubungan (menganalisis hubungan, membedakan tema, relevansi, menarik kesimpulan, dan sebagainya); analisis prinsip-prinsip organisasional (menganalisis, membedakan, menemukan, menarik kesimpulan terhadap: bentuk, pola, maksud, pandangan, dan teknik).

e. Sintesis

Sintesis meliputi hasil komunikasi yang untuk (menuliskan, menceritakan, menghasilkan, mengubah, dan membuktikan kebenaran); hasil dari rencana atau rangkaian kegiatan yang diusulkan (mengusulkan, merencanakan, menghasilkan, merancangkan, memodifikasikan, menetapkan: rencana, tujuan, bagan, dan kegiatan pemecahan); asal mula dari rangkaian hubungan abstrak (menghasilkan, menarik, merumuskan, mangubah: gejala, sistem, persepsi, genaralisasi, cara dan penemuan).


(44)

f. Evaluasi

Evaluasi meliputi: pertimbangan mengenai kejadian internal (menilai, membuktikan, mengesahkan, memutuskan: ketepatan, konsistensi, kekeliruan, cacat, keseksamaan, dan keajegan), pertimbangan mengenai kriteria eksternal (menilai, membuktikan, mempertimbangkan, membandingkan, membedakan, menstandarkan: tujuan, arti, efisiensi, kegunaan, alternatif, standae, teori, dan generalisasi).

2. Kawasan Afektif a. Menerima (receiving)

Menyangkut minat siswa terhadap sesuatu. Misalnya menerima terhadap pelajaran drama yang ditandai dengan minat atau perhatian positif terhadap drama. Hal ini muncul melalui selective attention dari siswa terhadap berbagai macam pilihan. Mendapatkan perhatian, mempertahankan, dan memerintah atau mengatur perhatian siswa.

b. Responding (menjawab reaksi)

Artinya ikut berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan drama yang dapat dilihat bagi siswa yang memberikan jawaban terhadap minatnya, misalnya minat untuk mereaksi tugas yang diberikan, kepuasan jika melakukan hal terrsebut. Bukti responding yang tinggi adalah tumbuhnya interest, misalnya ikut dengan rasa senang terhadap aktivitas drama.

c. Menaruh Penghargaan (valuing)

Pada tingkat ini siswa mampu memberikan penilaian terhadap drama yang akan atau sudah dipentaskan (dibaca). Penilaian ini dapat sederhana, dapat pula


(45)

28

kompleks. Penilaian ini berdasarkan atas kemampuan terhadap nilai tertentu dari dalam diri siswa, tetapi dapat tampak pada diri performance siswa. Attitude

(sikap) terhadap drama dan apresisasi, termasuk dalam tingkat ini. d. Mengorganisasikan Sistem Nilai

Nilai-nilai dalam diri seseorang bersifat kompleks, maka nilai-nilai itu bersifat kait-mengait, sehingga menjadi sistem nilai. Untuk mengetahui kemampuan dalam mengorganisasikan nilai ini, dapat dilihat dari kemampuan seseorang membandingkan berbagai nilai, menghubungkan nilai-nilai, dan menyintesiskan sistem nilai.

e. Mengadakan Karakterisasi Nilai

Kemampuan tertinggi dalam kawasan afektif yaitu mengarakterisasikan nilai-nilai. Maksudnya nilai-nilai itu sudah menjadi karakterisasi yang siap untuk menjadi tingkah laku seseorang. Orang yang afektif terhadap sesuatu tidak hanya menerima, merespon, menghargai, dan mengorganisasi harga yang ada, tetapi sudah mampu memperjelas nilai suatu hal menjadi nilai hidupnya yang mempunyai karakteristik jelas. Apa yang diterima dalam dirinya sudah hayati dan dijadikan gaya hidup sehari-hari.

3. Kawasan Psikomotorik

Suatu pengetahuan dan sikap baru benar-benar diamalkan kalau sudah diwujudkan dalam perbuatan atau psikomotorik. Ketiga kawasan tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Jika di dalam pentas drama misalnya, pementasan drama tidak dapat terlaksana jika pemain (aktor) tidak dibekali dengan pengetahuan atau sikap, jadi gerakannya tidak sekedar gerak motorik saja namun


(46)

gerakan aktor juga harus dapat sesuai dengan peran yang sedang diperankan. Hal tersebut memperjelas bahwa tujuan pembelajaran tidak hanya berhenti pada kawasan kognitif dan afektif akan tetapi harus dipraktekkan (psikomotorik). Bloom menunjuk lima unsur kawasan psikomotorik ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Persepsi, yaitu proses kesadaran akan adanya perubahan setelah keaktifan alat indera.

b. Kesiapan, yaitu kemampuan membedakan persepsi yang masuk. c. Respon terpimpin, yaitu kemampuan mencatat dan membuat laporan. d. Mekanisme, yaitu penggunaan skill dalam aktivitas kompleks.

e. Respon yang kompleks, yaitu penggunaan skill berdasarkan pengalaman 1, 2, 3, dan 4.

Pembelajaran drama memasuki kawasan psikomotorik, akan tetapi tidak dapat terlepas oleh aspek kognitif dan aspek afektif. Pada saat berkesenian dalam hal ini berakting aspek kognitif, afektif dan psikomotorik melebur. Ketiga aspek tersebut harus dapat menyatu di dalam diri aktor yang sedang berakting. Lain halnya dengan pembacaan drama, didalam pembacaan drama juga terlibat aspek psikomotorik, namun tidak total seperti dalam pementasan drama.

6. Metode Sosiodrama

Sosiodrama berasal dari kata sosio dan drama. Sosio berarti sosial atau masyarakat menunjukkan pada kegiatan-kegiatan sosial, dan drama berarti pertunjukan, tontonan. Sosial atau masyarakat terdiri dari manusia yang satu sama


(47)

30

lain saling membutuhkan dan berhubungan yang dikatakan hubungan sosial (Marno & Idris, 2012: 87).

Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya (Marno & Idris, 2012: 87).

Sosiodrama adalah teknik yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan, melalui suatu suasana yang didramatisasikan sehingga dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan. Metode ini merupakan suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan (Ahmadi dkk, 2011: 54).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sosiodrama merupakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok yaitu role playing atau teknik bermain peran dengan cara mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial. Sosiodrama merupakan dramatisasai dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain, tingkat konflik-konflik yang dialami dalam pergaulan sosial.


(48)

7. Tujuan Sosiodrama

Menurut Roestiyah (2012: 90), tujuan dari penggunaan metode sosiodrama dalam proses belajar mengajar adalah.

a. Siswa dapat memahami perasaan orang lain, dapat tepo seliro dan toleransi. Kita mengetahui sering terjadi perselisihan dan pergaulan hidup antar kita yang disebabkan karena salah paham. Maka dari itu, dengan sosiodrama siswa dapat menghayati peranan apa yang dimainkan. Siswa mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain yang dikehendaki guru. Siswa bisa belajar watak orang lain, cara bergaul dengan orang lain, cara mendekati, dan berhubungan dengan orang lain dalam situasi itu mereka harus bisa memecahkan masalahnya.

b. Siswa dapat mengerti dan menerima pendapat orang lain, karena dalam kelompok tertentu sering terjadi perbedaan pendapat. Hal ini terjadi karena perbedaan sudut tinjauan dan argumentasi yang berbeda. Dengan mendramatisasikan dalam situasi peranan yang dimainkannya siswa harus bisa berpendapat, memberikan argumentasi, dan mempertahankan pendapatnya, tetapi bila harus mencari jalan keluar atau kompromi bila terjadi banyak perbedaan pendapat.

c. Siswa mampu mengambil kesimpulan/keputusan karena dalam kehidupan bersama kita tidak bisa hidup sendiri apalagi masyarakat Indonesia berasaskan demokrasi, dan prinsip gotong royong serta kekeluargaan. Maka hal-hal yang menyangkut kesejahteraan bersama perlu ada musyawarah dan mufakat agar dapat mengambil keputusan bersama. Maka siswa dengan


(49)

32

bermain peran harus melakukan perundingan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan akhirnya mencapai keputusan bersama.

8. Langkah-langkah Sosiodrama

Menurut Sanjaya (2012: 161-162) langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menerapkan metode sosiodrama dalam proses belajar mengajar di sekolah adalah sebagai berikut.

a. Persiapan Simulasi

1) Menentukan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai. 2) Memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan diperankan.

3) Pemilihan pemeran dapat dilakukan dengan menunjuk siswa yang kira-kira dapat mendramatisasi sesuai dengan maksud dan tujuan pelaksanaan sosiodrama. Menetapkan pemain yang akan terlibat, peranan yang harus dimainkan serta waktu yang disediakan.

4) Mempersiapkan pemeran dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam pemeranan.

b. Pelaksanaan Simulasi

1) Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran. 2) Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.

3) Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapatkan kesulitan.

4) Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan.


(50)

c. Penutup

1) Melalukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun materi cerita yang disimulasikan. Guru harus mendorong agar siswa dapat memberikan kritik dan tanggapan terhadap proses pelaksanaan simulasi.

2) Merumuskan kesimpulan

Dalam melaksanakan metode ini agar berhasil dengan efektif, maka ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan serta diperhatikan (Roestiyah 2012: 91-92), diantaranya ialah guru harus menerangkan kepada siswa fungsi dari metode sosiodrama, yaitu siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual di masyarakat. Guru harus memilih masalah yang urgen dan dijelaskan dengan menarik, sehingga siswa terangsang untuk berusaha memecahkan masalah tersebut.

Guru harus aktif menjelaskan apa saja yang harus dilakukan siswa, sehingga para siswa tahu tugas dan perannya, menguasai masalahnya, pandai bermimik, maupun berdialog. Siswa yang belum berkesempatan tampil harus menjadi penonton yang aktif dengan cara memberi saran serta kritikan. Setelah sosiodrama itu dalam situasi klimaks, maka harus dihentikan, agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan secara umum. Sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, walau mungkin masalahnya belum terpecahkan, maka perlu dibuka tanya jawab, diskusi atau membuat karangan yang berbentuk sandiwara.


(51)

34

9. Kelebihan Metode Sosiodrama

Metode sosiodrama memiliki beberapa kelebihan. Adapun kelebihannya adalah sebagai berikut.

a. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Di samping merupakan pengaman yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan. b. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis

dan penuh antusias.

c. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi. d. Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat

memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri.

e. Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa.

Menurut Roestiyah (2012: 93), metode sosiodrama memiliki beberapa kelebihan. Metode ini sering dipilih untuk unit pelajaran tertentu. Kelebihan metode sosiodrama diantaranya adalah membuat siswa lebih tertarik pada pelajaran karena masalah-masalah sosial sangat berguna bagi mereka. Siswa lebih mudah memahami masalah-masalah sosial karena mereka bermain peran sendiri. Bagi siswa yang berperan sebagai orang lain, maka ia dapat menempatkan diri seperti watak orang lain, ia dapat merasakan perasaan orang lain, dapat mengakui pendapat orang lain, sehingga menumbuhkan sikap saling pengertian, tenggang rasa, toleransi, dan cinta kasih terhadap sesama. Akhirnya, siswa dapat dapat berperan dan menimbulkan diskusi yang hidup, karena menghayati sendiri


(52)

permasalahannya. Siswa yang lain sebagai penonton juga di tuntut untuk aktif mengamati dan mengajukan saran maupun kritik.

B. Pembelajaran Bermain Drama dengan Metode Sosiodrama

Pembelajaran berbicara khususnya sastra merupakan salah satu keterampilan yang terdapat dalam standar isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Terdapat standar kompetensi mengungkap wacana sastra dalam bentuk pementasan drama dengan kompetensi dasar mengungkapkan gerak-gerik, mimik, dan intonasi sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama. Bermain drama bukanlah hal yang mudah, diperlukan latihan dan metode yang menyenangkan agar siswa berminat dan memiliki kreativitas yang tinggi. Alternatif metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran bermain drama adalah metode sosiodrama.

Sosiodrama dimaksudkan untuk melatih dan menanamkan pengertian dan perasaan seseorang, menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial dan rasa tanggung jawab dalam memikul amanah yang telah dipercayakan. Sosiodrama juga dapat menjadi bekal pengalaman yang berharga setelah siswa terjun ke masyarakat kelak. Melalui metode sosiodrama siswa dapat mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki, selain itu menghilangkan rasa malu, bagi siswa yang tadinya mempunyai sifat malu dan takut dalam berhadapan dengan sesamanya dan masyarakat dapat berangsur-angsur hilang, menjadi terbiasa dan dan terbuka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Sosiodrama adalah sebuah metode pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk memecahkan permasalahan. Menurut Sanjaya (2006: 161), langkah-langkah


(53)

36

yang perlu dilakukan dalam menerapkan metode sosiodrama dalam proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan keterampilan bermain drama di sekolah adalah sebagai berikut.

1) Guru mengondisikan siswa. Siswa memperhatikan kompetensi dasar, indikator, dan tujuan pembelajaran keterampilan bermain drama yang disampaikan oleh guru.

2) Guru melakukan memperkenalkan kelas dengan topik atau situasi permasalahan yang akan diangkat dalam pembelajaran bermain drama sehingga siswa berminat untuk terlibat di dalamnya, selain itu guru memberikan motivasi kepada siswa agar siswa tidak takut terlibat langsung dalam pembelajaran.

3) Guru menjelaskan serta mempraktikkan tentang materi pembelajaran bermain drama yang baik. Guru memberi motivasi kepada siswa agar siswa tidak malu untuk berkreativitas dan berekspresi.

4) Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kemudian memberikan tema/topik pada masing-masing kelompok. Selain itu, guru memberikan gambaran situasi yang akan diperankan.

5) Memilih peran, yaitu menentukan peran yang sesuai dengan kondisi siswa. Dalam hal ini guru dapat bekerja sama dengan siswa.

6) Siswa dibantu oleh guru mengembangkan cerita, pemain yang akan terlibat, peranan yang harus dimainkan serta waktu yang disediakan sesuai dengan topik yang diberikan oleh guru.


(54)

7) Guru memberikan kesempatan untuk siswa mengadakan latihan sebelum praktik bermain drama di depan kelas.

8) Menyiapkan pengamat, yaitu guru memberikan motivasi kepada kelompok siswa yang belum tampil untuk mengamati dan menilai permainan, sehingga semua siswa dapat menghayati peran dan pesan yang ada di dalam permainaan drama.

9) Secara berkelompok, siswa bergantian bermain drama di depan kelas. Dalam hal ini guru hendaknya mendorong siswa untuk memunculkan spotanitas di dalam permainan. Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapatkan kesulitan. Setelah sosiodrama yang diperankan siswa mencapai situasi klimaks, maka harus dihentikan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan secara umum.

10) Guru mengadakan sesi tanya jawab, diskusi, kritik, analisis, dan evaluasi tentang kegiatan bermain drama yang telah dilakukan oleh siswa. Dalam hal ini guru dapat mengarahkan diskusi siswa bukan pada kualitas pemeranan, yang perlu disoroti adalah cara pemeranan dalam mengomunikasikan perasaan atau mengomunikasikan pemecahan masalah yang sedang dihadapi.

Tahapan-tahapan di atas merupakan garis besar dari metode sosiodrama. Sebenarnya guru tidak harus menerapkan semua tahapan sama persis seperti di atas. Guru lebih mengetahui kondisi kelas yang diampunya sehingga guru bisa melihat apakah tahapan di atas sesuai atau tidak dengan kondisi siswa dan kelasnya. Apabila tidak sesuai maka guru dapat menyederhanakannya tanpa menghilangkan aktivitas inti dari metode sosiodrama.


(55)

38

C. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

Hasil penelitian Imam Baihaqi (2011) tentang “Peningkatan Keterampilan Bermain Drama dengan Metode Role Playing pada Kolompok Teater Kenes SMPN 4 Yogyakarta” menyimpulkan bahwa metode role playing dapat meningkatkan keterampilan bermain drama pada kelompok Teater Kenes SMPN 4 Yogyakarta. Kemampuan rata-rata siswa dalam bermain drama sebelum adanya implementasi tindakan berkategori kurang. Namun, setelah implementasi tindakan selama dua siklus, kemampuan rata-rata siswa dalam bermain drama menjadi kategori baik. Proses pembelajaran bermain drama juga mengalami peningkatan. Sebelum implementasi tindakan, siswa masih belum berani untuk bermain peran, kurang aktif, dan siswa masih terlihat ragu untuk melakukan gerakan sehingga peran yang dimainkan menjadi kurang maksimal. Setelah implementasi tindakan, siswa menjadi lebih berani aktif di dalam pembelajaran, dan mereka tidak ragu lagi untuk melakukan gerakan, bahkan mereka sudah bisa melakukan improvisasi gerakan. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan, yaitu pada jenis penelitian dan subjek penelitian. Kedua penelitian sama-sama memiliki jenis penelitian tindakan kelas. Kedua penelitian ini juga sama-sama memiliki subjek penelitian yang sama yaitu keterampilan bermain drama. Perbedaan penelitian ini dengan yang akan diteliti adalah penelitian ini menggunakan metode

role playing, sedangkan peneliti menggunakan metode sosiodrama.

Hasil penelitian M. Zaenal Arifin (2013) tentang “Keefektifan Media Video Pementasan Drama dalam Pembelajaran Bermain Peran pada Siswa Kelas


(56)

XI SMAN 1 Purbalingga” menyimpulkan bahwa: (1) terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang menggunakan media video pementasan drama dalam pembelajaran bermain peran dibandingkan dengan pembelajaran yang tidak menggunakan media video pementasan drama dalam pembelajaran bermain peran. (2) media video pementasan drama efektif dalam pembelajaran bermain peran di kelas XI SMAN 1 Purbalingga. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan, yaitu pada subjek penelitian. Kedua penelitian ini juga sama-sama memiliki subjek penelitian yang sama-sama yaitu keterampilan bermain drama. Perbedaan penelitian ini dengan yang akan diteliti adalah pada jenis penelitian dan variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen sedangkan peneliti menggunakan jenis penelitian tindakan kelas, variable yang digunakan penelitian ini adalah media video pementasan drama sedangkan peneliti menggunakan metode sosiodrama.

D. Kerangka Pikir

Selayaknya dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, keterampilan bermain drama harus diajarkan secara sungguh-sungguh kepada setiap siswa. Hal ini mengingat pentingnya manfaat dari keterampilan bermain drama itu sendiri terutama dalam bidang pembelajaran drama. Pada kenyataannya, kegiatan pembelajaran bermain drama masih dianggap kegiatan yang membosankan. Pembelajaran bermain drama di sekolah pada umunya hanya menuntut siswa untuk belajar bermain drama dengan pola yang biasa-biasa saja, bahkan mengalir seperti air. Pembelajaran bermain drama belum menggunakan


(57)

40

metode yang tepat dan menyenangkan, sehingga dalam proses pembelajaranya siswa terkadang menjadi cepat bosan.

Belum digunakannya metode yang tepat untuk mengajarkan siswa dalam bermain drama di sekolah menjadi salah satu hal yang membuat pembelajaran bermain drama menjadi kurang menarik dan membosankan. Kenyataan itu terjadi pula di kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek. Sebagian besar siswa masih malas ketika diminta untuk belajar bermain drama. Kegiatan yang membosankan membuat sebagian besar siswa cenderung mengabaikan kegiatan pembelajaran. Ketika pembelajaran bermain drama sedang berlangsung, banyak siswa yang tidak bersemangat dan hal ini membuat siswa tidak bisa bermain drama dengan maksimal, sehingga siswa tergolong belum tuntas dalam hal penilaian keterampilan bermain drama.

Penggunaan metode sosiodrama dalam proses pembelajaran bermain drama membuat siswa termotivasi untuk melakukan kegiatan bermain drama. Siswa akan merasa lebih tertarik karena metode sosiodrama menuntut siswa untuk kreatif. Siswa dituntut untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat dan sekitar mereka dengan topik dan tema yang menarik, sehingga siswa lebih bersemangat dan tidak bosan dalam mengikuti pembelajaran. Pada metode sosiodrama ini semua siswa diwajibkan memerankan satu tokoh beserta karakternya di depan kelas sehingga siswa berperan aktif dan berangsur-angsur akan menghilangkan perasaan malu, serta dapat mengoptimalkan bakat mereka dalam bermain drama. Dengan demikian keterampilan bermain drama siswa akan


(58)

meningkat, baik dari segi proses yang meliputi keaktifan, minat, perhatian, maupun hasil penilaiannya.

Atas dasar kenyataan tersebut, maka dapat disusun kerangka pemecahan masalah secara rasional bahwa “metode sosiodrama sesuai dengan teori serta kenyataan dalam pembelajaran, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek untuk bermain drama dan menjadi salah satu metode pembelajaran yang efektif”. Siswa diberi contoh konkrit dan dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran serta diberi kesempatan untuk memerankan dirinya sendiri maupun orang lain dalam aktivitas bermain drama, dengan metode sosiodrama siswa akan merasa senang dan terpacu untuk bermain drama dengan baik, sehingga prestasi siswa akan meningkat.

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut.

1. Jika pembelajaran keterampilan bermain drama siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul menggunakan metode sosiodrama, maka kemampuan siswa dalam proses bermain drama akan meningkat.

2. Jika pembelajaran keterampilan bermain drama siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul menggunakan metode sosiodrama, maka kemampuan siswa dalam hasil penilaian bermain drama akan meningkat.


(59)

42

Gambar 1: Peta Konsep Kerangka Pikir

Siswa merasa senang dan prestasi siswa meningkat

Siswa merasa senang sehingga prestasi siswa menjadi meningkat Proses pembelajaran keterampilan

bermain drama belum maksimal (keaktifan, minat, perhatian,

keberanian masing-masing tergolong kurang)

Keterampilan bermain drama siswa belum maksimal/ketuntasan

belajar masing-masing siswa kurang (penilaian)

Proses Pembelajaran Keterampilan Bermain Drama dengan Menggunakan Metode Sosiodrama

(PTK)

Memotivasi minat siswa dalam pembelajaran keterampilan

bermain drama

Memudahkan siswa untuk mengekspresikan pikiran dan

perasaan

Pembelajaran keterampilan bermain drama meningkat (keaktifan, minat, perhatian,

keberanian)

Keterampilan bermain drama siswa meningkat (semua aspek


(60)

METODE PENELITIAN

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian merupakan cara pemecahan masalah penelitian yang dilaksanakan secara terencana dan cermat dengan maksud mendapatkan fakta dan simpulan agar dapat memahami, menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan keadaan. Metode juga merupakan cara kerja untuk memahami dan mendalami objek yang menjadi sasaran. Melalui metode yang tepat, seorang peneliti tidak hanya mampu melihat fakta sebagai kenyataan, tetapi juga mampu memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi melalui fakta itu (Syamsuddin & Damaianti, 2006: 14).

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). “Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan oleh guru ke kelas atau di sekolah tempat ia mengajar dengan menekankan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktis pembelajaran.” (Arikunto, 2006: 16).

Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif, artinya peneliti melakukan penelitian ini dengan berkolaborasi atau bekerja sama dengan guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Kretek kelas XI-IPA 1, yang bernama Zukhriyanta, S.Pd. Guru sebagai pelaku tindakan sedangkan peneliti sebagai pelaku pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan.


(61)

44

Ada beberapa model penelitian tindakan kelas yang bisa dipakai. Dalam penelitian tindakan ini model dan desain menggunakan model spiral dari Kemmis dan Mc. Taggart yang dimodifikasi oleh Burn. Berikut adalah model spiral dari Kemmis dan Mc. Taggart (via Huda, 2015: 49).

Gambar 2: Desain Penelitian Tindakan Kelas

1. Plan (perencanaan) adalah rencana tindakan yang akan dilakukan untuk meningkatkan keterampilan bermain drama.

2. Act (tindakan) adalah pembelajaran macam apa yang akan dilakukan peneliti sebagai upaya peningkatan keterampilan bermain drama.

3. Observe (pengamatan) adalah pengamatan terhadap kinerja siswa selama proses pembelajaran dan pengamatan terhadap hasil kerja siswa.

4. Reflect (refleksi) adalah kegiatan mengkaji dan mempertimbangkan hasil pengamatan sehingga dapat dilakukan terhadap proses belajar selanjutnya.


(62)

B. Setting Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kretek Bantul, yang secara geografis sekolah ini terletak di Jln. Genting, Kelurahan Tirtomulyo, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul. Sekolah ini terletak di Kabupaten Bantul bagian selatan sebelum Pantai Parangtritis. Lokasi sekolah yang dikelilingi persawahan membuat sekolah ini jauh dari kebisingan. Peneliti memilih tempat penelitian di SMA Negeri 1 Kretek Bantul khususnya kelas XI-IPA 1 karena kelas tersebut sebagian besar siswanya memiliki kemampuan bermain drama yang rendah. Selain itu, SMA Negeri 1 Kretek Bantul belum pernah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode sosiodrama dalam pembelajran keterampilan bermain drama.

1. Subjek dan Objek Penelitian

Siswa yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul. Jumlah siswa yang dijadikan subjek penelitian adalah 25 siswa yang terdiri dari 17 siswa perempuan dan 8 siswa laki-laki. Pertimbangan diambilnya kelas ini sebagai sampel penelitian didasarkan pada tingkat permasalahan yang dimiliki sesuai dengan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan sebelum penelitian, yaitu pembelajaran bermain drama masih belum sesuai dengan tingkat ketercapaian pembelajaran. Nilai yang dihasilkan pun belum sesuai dengan yang diharapkan oleh pihak sekolah. Selain itu, alasan pemilihan subjek adalah menumbuhkan semangat siswa dalam pembelajaran bermain drama dengan metode yang tepat yaitu metode sosiodrama.


(63)

46

Pengambilan objek penelitian ini mencakup proses dan hasil. Objek penelitian yang berupa proses adalah pelaksanaan proses pembelajaran keterampilan bermain drama dengan menggunakan metode sosiodrama di kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul. Objek hasil atau produk penelitian adalah skor yang diperoleh siswa selama pelaksanaan pembelajaran keterampilan bermain drama dengan menggunakan metode sosiodrama.

C. Rancangan Penelitian

Penelitian berawal dari adanya masalah dalam pembelajaran bermain drama di kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul. Masalah yang ada diamati dan dieksplorasi oleh peneliti dan guru kolabortor. Hasil yang diperoleh dari pengamatan dan eksplorasi tersebut didiagnosis serta menjadi dasar perencanaan penelitian. Perencanaan dilakukan secara umum dan khusus. Perencanaan umum meliputi keseluruhan penelitian, sedangkan perencanaan khusus mencakup tiap siklus penelitian yang selalu dilakukan di awal siklus. Selanjutnya dilakukan pemberian tindakan (acting) dan pengamatan (observing) selama tindakan diberikan. Akhir siklus dilakukan refleksi untuk melihat ketercapaian hasil tindakan yang telah diberikan.

Tindakan yang dilakukan adalah penerapan metode pembelajaran sosiodrama dalam meningkatkan keterampilan bermain drama pada siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Kretek Bantul. Pada siklus pertama para siswa akan mendapatkan praktik bermain drama secara sederhana. Setelah itu, hasil refleksi dari siklus pertama akan dijadikan sebagai dasar untuk menentukan tindakan berikutnya.


(1)

LAMPIRAN 20


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

252

LAMPIRAN 21

HASIL REKAMAN

BERMAIN DRAMA SISWA