5.2 Pengaruh Status Gizi balita terhadap Kejadian Diare
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan. Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang
dapat menentukan derajat kesehatan suatu bangsa. Status gizi yang baik akan membuat balita dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik pertumbuhan
fisik maupun pertumbuhan otak balita. Status gizi yang baik juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh balita terhadap serangan berbagai macam penyakit seperti diare dan
ISPA. Makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tubuh pada umumnya akan membawa ke status gizi yang memuaskan. Sebaliknya, jika kekurangan atau
kelebihan zat gizi esensial dalam makanan untuk jangka waktu yang lama disebut gizi salah malnutrisi. Manifestasi gizi salah dapat berupa gizi kurang dan gizi lebih
Supariasa, 2002. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa masalah gizi adalah refleksi dari faktor pola asuh, pola makan, dan asupan zat gizi yang tidak benar
karena berbagai macam faktor di masyarakat. Peranan keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak sangat menentukan status gizi dan tumbuh kembang anak. Ibu yang
dapat membimbing anak tentang cara makan yang sehat dan makanan yang bergizi akan meningkatkan status gizi anak Asrar, 2009. Depkes RI mengemukakan bahwa
pola pengasuhan yang diberikan ibu pada anak berhubungan dengan keadaan kesehatan baik fisik maupun mental, status gizi, pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan, peran dalam keluarga, dan adat kebiasaan dari ibu Amin, 2004. Status gizi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan gizi balita
yang diukur berdasarkan indeks antropometri dari indikator berat badan menurut
Universitas Sumatera Utara
Umur BBU. Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur mayoritas status gizi balita dalam kategori normal yaitu
sebesar 83,0 dan selebihnya, balita yang berstatus gizi kurang sebesar 17,0. Uji statistik fisher’s exact dalam penelitian ini diperoleh nilai p=0,001 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Iswari 2011,
bahwa status gizi berhubungan dengan kejadian diare. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang memiliki status gizi kurang sebagian besar
mengalami diare yaitu sebesar 58,8 dibandingkan balita yang memiliki status gizi normal hanya 10,8 yang mengalami kejadian diare sehingga dari hasil yang
diperoleh dapat disimpulkan bahwa mayoritas penderita diare didominasi oleh balita yang memiliki status gizi kurang.
Pada anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk yang mendapatkan asupan makan yang kurang mengakibatkan episode diare akutnya menjadi lebih berat,
lebih lama, dan lebih sering. Risiko meninggal akibat diare persisten dan disentri meningkat bila balita sudah mengalami kurang gizi, beratnya penyakit, lamanya, dan
risiko kematian karena diare akan meningkat pada anak dengan gizi kurang, apalagi yang menderita gizi buruk Palupi, 2009.
Uji statistik regresi logistik berganda menunjukkan ada pengaruh status gizi terhadap kejadian diare dengan nilai p = 0,001
α 0,05. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito 2007 yang melakukan kajian
terhadap beberapa penelitian faktor risiko diare di Indonesia menyimpulkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
status gizi yang rendah pada bayi dan balita merupakan faktor risiko terjadinya diare. Status gizi yang buruk dapat memengaruhi kejadian dan lamanya diare. Pada balita
penderita gizi kurang serangan diare terjadi lebih sering. Semakin buruk status gizi balita, maka akan semakin sering dan semakin berat diare yang diderita. Hal ini
diduga bahwa mukosa usus penderita malnutrisi sangat peka terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang.
Adanya balita yang memiliki status gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur disebabkan oleh berbagai faktor yang saling
berkaitan, seperti pola asuh makan ibu terhadap balita yang belum tepat di tingkat rumah tangga dan faktor ekonomi yang terlihat dari mayoritas pendapatan keluarga
masih dibawah UMP 1.650.000. Kondisi sosial ekonomi keluarga yang rendah merupakan penyebab gizi kurang pada anak, karena dengan pendapatan keluarga
yang rendah kemampuan daya beli juga akan rendah sehingga pemenuhan kebutuhan pokok, khusunya kebutuhan primer terhadap makanan juga akan menurun yang pada
akhirnya berdampak pada tidak terpenuhinya kebutuhan balita akan zat gizi secara baik. Apabila kebutuhan gizi balita tidak terpenuhi, maka otomatis balita akan
mengalami gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Balita yang mendapat cukup makanan
tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada balita yang tidak memperoleh cukup makanan, maka daya tahan tubuhnya
akan melemah sehingga mudah terserang penyakit
.
Universitas Sumatera Utara
Hubungan diare dengan malnutrisi, seperti dilaporkan oleh Scrimshaw, Taylor, dan Gordon pada tahun 1968, adalah dua arah, kaitannya yaitu kurang gizi
dapat merupakan komplikasi maupun faktor penyebab diare. Infeksi yang berkepanjangan, terutama pada diare dapat menyebabkan penurunan asupan nutrisi,
penurunan fungsi absorpsi usus, dan peningkatan katabolisme. Di sisi lain, pada balita gizi kurang terjadi penurunan proteksi barier mukosa usus yang meningkatkan
kerentanan balita tersebut terhadap infeksi Yusuf, 2011 Melihat hubungan antara diare dengan status gizi balita maka pengetahuan
orang tua, terutama ibu mengenai gizi harus baik. Seorang ibu harus dapat memberikan makanan yang kandungan gizinya cukup, tidak harus mahal, bisa juga
diberikan makanan yang murah, asalkan kualitasnya baik. Pengetahuan gizi ibu yang baik akan memengaruhi status gizi anak, sehingga anak akan terhindar dari penyakit
infeksi seperti diare, karena terdapat hubungan timbal balik yang saling mendorong atau sinergisme antara status gizi dengan penyakit infeksi.
5.3 Pengaruh Pola Makan Balita terhadap Kejadian Diare