Diabetes Melitus Tipe 2 PENELAAHAN PUSTAKA

memberikan sumbangan hingga 90 terjadinya diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 2 dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang seperti penyakit kardiovaskular, peripheral vascular, ocular, neurologic, abnormalitas renal yang menyebabkan penyakit jantung, stroke, kebutaan, kerusakan saraf ginjal hingga kematian Ceriello and Motz, 2004. HbA1c adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui apakah penyakit diabetes melitus terkendali dengan baik atau tidak. HbA1c dapat digunakan untuk memperkirakan kadar rata-rata glukosa darah seseorang selama 3 bulan terakhir Reinhold and Earl, 2014. Kadar HbA1c yang rendah bukan berarti penderita DM bebas dari risiko komplikasi, namun tingkat risiko akan lebih rendah dibanding penderita DM dengan kadar HbA1c yang tinggi, oleh sebab itu International Expert Comitte menetapkan pentingnya pemeriksaan HbA1c dalam skrining diagnosis penyakit diabetes melitus American Diabetic Association, 2014. Pada tabel di bawah ini terdapat tabel penelitian korelasional antara BMI terhadap HbA1c, hal ini menunjukkan bahwa sebelum penelitian ini dilakukan telah terdapat penelitian yang serupa pernah dilakukan sebelumnya yang menunjukkan terdapat korelasi yang bermakna antara BMI terhadap HbA1c yang dapat menguatkan hipotesis peneliti. Pada penelitian ini dan penelitian sebelumnya terdapat perbedaan- perbedaan misalnya dari jenis kelamin responden yang digunakan, jumlah responden, tempat penelitian di lakukan hingga rentang usia responden yang dilibatkan dalam penelitian. Tabel IV. Penelitian Korelasional antara BMI terhadap HbA1c Peneliti Judul Rancangan Penelitian Responden Hasil Penelitian Ismail, et al. 2011 Control of glycosylated haemoglobin HbA1c among type 2 diabetes mellitus patients attending an urban health clinis in Malaysia Cross sectional 307 responden 177 laki-laki dan 190 perempuan berusia diatas 18 tahun Terdapat korelasi yang tidak bermakna antara BMI terhadap HbA1c dengan nilai p=0,387 Dofuor 2013 Evaluation of HbA1c as an objective marker for monitoring blood glucose control for Diabetes patients on Treatment at Dormaa Prebyterian Hospital Cross Sectional 150 responden yang telah terdiagnosa diabetes melitus tipe 2 dengan rentang usia 21- 86 tahun Terdapat korelasi yang tidak bermakna antara BMI terhadap HbA1c dengan korelasi negative sangat lemah r= -0,1112; p=0,705 Martins, et al. 2012 Glycated hemoglobin and associated risk factors in older adults Cross sectional 118 responden 46 laki-laki dan 72 perempuan dengan rentang usia 65-95 tahun Terdapat korelasi yang bermakna namun lemah antara nilai BMI terhadap HbA1c dengan nilai p=0,01 dan r=0,31

H. Hipotesis

Terdapat korelasi yang bermakna antara Body Mass Index BMI terhadap kadar HbA1c pada pria dewasa sehat di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. 21

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Penelitian observasional analitik adalah jenis penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Selanjutnya dilakukan analisis korelasi antara faktor risiko dan faktor efek. Faktor risiko adalah suatu fenomena yang mengakibatkan terjadinya suatu efek, sedangkan faktor efek adalah akibat dari adanya faktor risiko Notoatmodjo, 2010. Pada penelitian ini dilakukan analisis mengenai hubungan antara pengukuran antropometri yaitu Body Mass Index yang sebagai faktor risiko dan HbA1C sebagai faktor efek pada pria dewasa sehat di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman Yogyakarta. Pendekatan rancangan pada penelitian ini dilakukan secara cross sectional yang berarti penelitian dimana variabel sebab atau risiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur dan dilakukan pengumpulan data pada waktu yang bersamaan Notoatmodjo, 2010.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas: Body Mass Index BMI 2. Variabel tergantung: HbA1c