Teknik Pengambilan Sampel Analisis Data Penelitian

K. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan yang dialami peneliti adalah kesulitan mencari responden dikarenakan harus mencari calon responden satu-persatu yang kemudian harus diwawancarai langsung terkait kriteria dalam penelitian. Selain itu juga kesulitan dalam bertemu warga dikarenakan warga yang sebagian bekerja disawah atau ladang sehingga jarang berada di rumah pada siang harinya. 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden Penelitian

Responden pada penelitian ini merupakan pria dewasa sehat di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman Yogyakarta yang berusia 40-60 tahun. Terdapat 46 orang yang bersedia terlibat di dalam penelitian dimana responden tersebut telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan. Jumlah responden dalam penelitian ini telah melebihi batas minimum sampel yaitu 30 sampel untuk penelitian korelasional Spiegel and Stephens, 2007. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik data responden dari hasil penelitian. Profil karakteristik yang dianalisis yaitu usia, body mass index, dan HbA1c. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non-random sampling, apabila data terdistribusi normal maka profil karakteristik data yang disajikan dalam mean ± SD, sedangkan jika data tidak terdistribusi normal maka profil karakteristik data yang disajikan adalah median minimum-maksimum. Uji normalitas data yaitu Shapiro- Wick karena jumlah data penelitian kurang dari 50 responden Dahlan, 2014. Tabel VI. Profil Karakteristik Responden No. Karakteristik Profil p n=46

1 Usia

48,5040-60 0,005 2 Body Mass Index 24,44 ± 2,98 0,233 3 Hb 15,0012,10-16,00 0,001

4 HbA1c

5,505,00-6,20 0,041 Nilai signifikansi 0,05 berarti terdistribusi normal mean±SD. Nilai signifikansi 0,05 berarti data tidak terdistribusi normal medianminimum-maksimum.

1. Usia

Pada penelitian ini responden yang terlibat adalah pria dewasa sehat yang berusia 40-60 tahun. Uji normalitas responden menggunakan Shapiro- Wilk dengan taraf kepercayaan 95 menghasilkan signifikansi 0,005 yang menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal. Ukuran pemusatan usia dinyatakan dalam median yaitu 48,50 serta ukuran penyebarannya dinyatakan dalam minimum-maksimum yaitu 40-50. Distribusi usia responden dilihat pada gambar 3. Gambar 3. Grafik distribusi usia responden Menurut Santrock 2004, rentang usia yang tergolong dalam kategori dewasa pertengahan atau middle adulthood adalah dari usia 40-60 tahun. Middle adulthood merupakan usia transisi antara usia dewasa dini dengan usia dewasa lanjut. Responden yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam kategori middle adulthood dimana dalam periode ini mulai terjadi penurunan fungsi organ, penurunan kekuatan fisik hingga penurunan daya ingat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati dan Setyoroga 2012 , kelompok usia ≥45 tahun lebih berisiko menderita diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan kelompok usia 45 tahun p=0,026. Peningkatan kejadian diabetes melitus tipe 2 sangat erat kaitannya dengan peningkatan usia karena lebih dari 50 diabetes melitus tipe 2 terjadi pada kelompok umur lebih dari 60 tahun Goldstein and Muller 2008. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tekade dan Srijampana 2012 pada masyarakat urban di India yang melibatkan 613 responden 323 laki-laki dan 290 perempuan menunjukkan bahwa 26,3 perempuan dan 31,03 laki-laki berada pada risiko tertinggi peningkatan diabetes melitus tipe 2 dimana risiko tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Penelitian yang dilakukan oleh Sujaya 2009 menemukan bahwa kelompok usia yang paling banyak menderita diabetes melitus tipe 2 adalah kelompok usia 45 –52 tahun 47,5. Peningkatan risiko diabetes seiring dengan usia, khususnya pada usia lebih dari 40 tahun, disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi intoleransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan b erkurangnya kemampuan sel β pankreas dalam memproduksi insulin. Penelitian yang dilakukan oleh Jalal, Indrawaty, Susanti, dan Oenzil 2008 juga menemukan bahwa usia memegang peranan penting dalam kejadian sindrom metabolik karena semakin meningkatnya usia, maka prevalensi sindrom metabolik semakin meningkat. Semakin bertambahnya usia seseorang, maka fungsi organ tubuh semakin menurun. Menurut American Diabetic Association 2014 semakin bertambah tua usia manusia, semakin menambah berkembangnya risiko penyakit diabetes. Diabetes melitus merupakan suatu sindrom klinik yang khas ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau penurunan efektivitas insulin. Wanita lebih berisiko mengidap diabetes melitus tipe 2 dibandingkan laki-laki karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan index masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan premenstrual syndrome, pasca-menopause membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita lebih berisiko menderita diabetes melitus tipe 2 Irawan, 2010.

2. Body Mass Index BMI

Nilai body mass index yang diperoleh pada penelitian ini adalah perhitungan terhadap hasil pengukuran berat badan kg dan tinggi badan m 2 responden. Uji normalitas body mass index menggunakan Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95 yang menghasilkan signifikansi sebesar 0,233 yang menunjukkan bahwa data terdistribusi normal. Ukuran pemusatan body mass index dinyatakan dalam mean yaitu 24,44 serta ukuran penyebarannya dinyatakan dalam standar deviasi yaitu 2,98. Distribusi body mass index responden dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4. Grafik distribusi Body Mass Index responden Pada penelitian ini, dari 46 responden pria didapatkan 26 responden memiliki body mass index normal 18,5-24,9 kgm 2 , 18 responden memiliki body mass index pre obesitas 18,5-24,9 kgm 2 , dan 2 responden memiliki body mass index obesitas ≥30 kgm 2 . Body mass index merupakan variabel penting terhadap kejadian diabetes melitus hampir disemua penelitian dengan model prediksi. Obesitas merupakan faktor risiko yang penting terhadap terjadinya penyakit diabetes melitus. Mekanismenya terjadi karena pankreas harus bekerja keras untuk menormalkan kadar gula darah yang tinggi akibat masukan makanan yang berlebih dengan cara memperbanyak produksi insulin sampai akhirnya sel beta kelenjar pankreas tidak mampu lagi untuk memproduksi insulin yang cukup untuk mengimbangi kelebihan masukan kalori sehingga mengalami toleransi glukosa terganggu yang akhirnya menyebabkan diabetes melitus Waspadji, 2007. Nilai BMI berkorelasi dengan lemak tubuh dan risiko beberapa penyakit di masa yang akan datang. Seseorang yang memiliki nilai BMI yang tinggi ≥25 kgm 2 lebih berisiko mengalami obesitas dimana berhubungan dengan beberapa masalah kesehatan daripada seseorang dengan nilai BMI normal Centers for Disease Control and Prevention of United State, 2011. Penelitian yang dilakukan oleh Hermita 2006 menyatakan bahwa orang yang mengalami kegemukan BMI 25-29,9 kgm 2 memiliki risiko 1,59 kali OR=1,59;95 CI 1,21-2,08 dan pada orang yang mengalami obesitas BMI ≥30 kgm 2 beresiko 1,90 kali OR=1,90;955 CI 1,45-2,49 menderita diabetes dibandingkan dengan orang normal. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rumiyati 2008 dimana orang yang mengalami kegemukan berisiko 2,01 kali OR=2,01;95 CI 1,24-3,26 dibandingkan dengan orang normal. Menurut Kumar 2013, presentase penderita diabetes melitus tipe 2 dengan obesitas sentral lebih tinggi daripada obesitas general, hal ini menunjukkan bahwa deteksi dini dan pengendalian pada obesitas sentral lebih penting dilakukan daripada obesitas general dalam populasi Asia. Pada penelitian yang melibatkan 240 responden pria penderita diabetes melitus tipe 2 berusia 30 -70 tahun di Punjabi menunjukkan bahwa kondisi overweight dan obesitas terjadi pada 73,3 responden. Penelitian yang dilakukan oleh Kamath, Shivaprakash, dan Adhikari 2011 yang dilakukan pada 446 responden dengan diabetes melitus tipe 2 di India Selatan juga mendapatkan bahwa responden dengan diabetes melitus tipe 2 sebagian besar memiliki obesitas sentral 68,1 dibandingkan dengan obesitas general 48,9.

3. Hemoglobin

Uji normalitas HbA1c menggunakan Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95 yang menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,001 yang menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal. Distribusi nilai Hb responden dilihat pada gambar 5. Gambar 5. Grafik Distribusi Hb responden Ukuran pemusatan data HbA1c dinyatakan dalam median yaitu 15,00 serta ukuran penyebarannya dinyatakan dalam minimum-maksimum yaitu 12,10-16,00.