Perkawinan Katolik yang mampu secara hukum menurut Ajaran Gerejawi

Kanon 1151 Suami-istri mempunyai kewajiban dan hak untuk memelihara hidup bersama perkawinan, kecuali ada alasan legitim yang membebaskan mereka. Kanon 1152 1. Sangat dianjurkan agar pasangan, tergerak oleh cintakasih kristiani dan prihatin akan kesejahteraan keluarga, tidak menolak mengampuni pihak yang berzinah dan tidak memutus kehidupan perkawinan. Namun jika ia tidak mengampuni kesalahannya secara jelas atau diam-diam, ia berhak untuk memutus hidup bersama perkawinan, kecuali ia menyetujui perzinahan itu atau menyebabkannya atau ia sendiri juga berzinah. Kanon 1153 1. Jika salah satu pasangan menyebabkan bahaya besar bagi jiwa atau badan pihak lain atau anaknya, atau membuat hidup bersama terlalu berat, maka ia memberi alasan legitim kepada pihak lain untuk berpisah dengan keputusan Ordinaris wilayah, dan juga atas kewenangannya sendiri, bila penundaan membahayakannya. Kanon 1154 Bila terjadi perpisahan suami-istri, haruslah selalu diperhatikan dengan baik sustentasi dan pendidikan yang semestinya bagi anak-anak. Kanon 1155 Terpujilah bila pasangan yang tak bersalah dapat menerima kembali pihak yang lain untuk hidup bersama lagi; dalam hal demikian ia melepaskan haknya untu berpisah. Perpisahan ini tetap mempertahankan ikatan perkawinan. Oleh karena itu, perpisahan ini tidak sempurna dan dapat bersifat : - Total menyangkut keseluruhan hidup perkawinan atau parsial hanya pisah ranjang, atau pisah meja makan, atau pisah kediaman, atau meliputi ketiganya. - Tetap untuk batas waktu yang tidak ditentukan atau selamanya atau sementara waktuhanya untuk kurun waktu tertentu, missal satu tahun - Atas inisiatif kedua belah pihak atau inisiatif salah satu pihak saja - Atas prakarsa sendiri atau atas izin kuasa gerejawi yang berwenang misalnya, Ordinaris wilayah atau tribunal diosesan - Dapat disebabkan oleh perbuatan zina oleh salah satu pasangan atau karena sebab-sebab lain.

C. Kerangka Berfikir

Pernikahan menjadi tujuan hidup setiap pasangan. Bersatunya pasangan dalam ikatan perkawinan dan membentuk rumah tangga dengan segala pemenuhan harapan menjadi impian sebuah keluarga. Pada pasangan perkawinan Katolik, mengucapkan janji perkawinan di depan altar hanya dapat dilakukan satu kali seumur hidup. Artinya, perkawinan Katolik hanya dapat dilaksanakan satu kali seumur hidup tidak dapat diulangi. Gereja Katolik tidak memperkenankan adanya perceraian pada pasangan yang telah menikah Katolik. Perjanjian foedus perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan consortium seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri bonum coniugum serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibabtis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen KHK 1055. Dalam perjalanan perkawinan, pasangan mengenal dan menjalani baik dan buruk, suka dan duka perkawinan. Buruk dan dukanya perkawinan seringkali menjadi pemicu konflik yang ada dalam rumah tangga. Ketika pasangan siap dengan kekurangan pasangannya maka konflik dapat diredam. Namun, ketika pasangan tidak siap akan kekurangan pasangannya maka konflik rumah tangga dapat terjadi. Konflik dalam perkawinan yang terjadi berulang dan dalam waktu yang tidak singkat mengurangi keharmonisan dalam perkawinan. Ketika menghadapi permasalahan yang besar banyak pelaku pernikahan yang kemudian memutuskan untuk melakukan perceraian dengan pasangan. Namun, gereja Katolik tidak menghendaki adanya perceraian dengan kata lain istilah dalam gereja yaitu hanya ada perpisahan. Perkawinan ratum dan consummatum tidak dapat diputus oleh kuasa manusiawi manapun dan atas alasan apapun selain kematian KHK 1141.