menyuruh untuk kembali dengan istri, Romo juga menyarankan untuk rujuk namun informan tetap tidak mau. Informan menganggap bahwa dirinya
kurang baik karena kegagalan perkawinannya. Informan menyadari bila perkawinan Katolik hanya sekali seumur hidup. Informan masih mempunyai
keinginan untuk memiliki anak karena usianya masih muda, keinginan punya teman hidup saat tua agar ada yang mengurus. Selama 4 tahun setelah
berpisah dengan istri, informan masih merasakan sakit dan merasa jika menjadi lelaki yang tidak berguna. Informan menyesali keputusan
pilihannya di masalalu yaitu menikahi istrinya. Informan masih menyimpan rasa “mangkel” bila mengingat perlakuan istrinya yang seenaknya sendiri
dan mengatur saat dulu masih satu rumah. Informan masih menyesal tapi sudah terjadi, hal yang mengganjal adalah tidak adanya komunikasi, dulu
saling mencintai tapi sekarang tidak ada pembicaraan satu dengan yang lainnya.
Informan 3 menjelaskan alasan pernikahannya dengan suaminya.
Pernikahan dengan suaminya di awali dengan kehamilan di luar nikah, jadi sebenarnya belum siap untuk menikah. Berlanjut pada alasan kegagalan
pernikahannya dengan suaminya yaitu karena adanya pihak ke-tiga. Informan juga mengatakan bahwa kesalahan juga ada padanya oleh karena
informan mengingkari janji bahwa hendak tinggal bersama mertua selepas anaknya lulus kelas 6 SD. Namun, informan tidak siap bila tinggal bersama
mertua dan tidak mempunyai penghasilan. Oleh karena hubungan informan dengan suami adalah hubungan jarak jauh, maka suami informan tertarik
dengan adik dari atasannya di tempat ia bekerja. Dulu saat perpisahan terjadi, merasa jika suami egois dan hanya memikirkan diri sendiri.
Perceraian terjadi dengan suaminya dan saat itu informan tidak dapat hadir karena jarak tempuh yang jauh. informan sebenarnya tidak menginginkan
perceraian terjadi. Orang yang menikah secara Katolik mau berpisah kan istilahnya menikah untuk selamanya sampai mati. Informan juga sempat
putus asa dengan perceraian tersebut. Rasanya sakit banget rasanya pengen bunuh diri. Tapi informan tidak melakukannya karena informan sharing
dengan salah seorang Romo dan diberi pemahaman bila hal yang ingin informan lakukan adalah salah, karena tidak dapat menyelesaikan masalah.
Romo mendampingi informan sampai informan tenang. Informan merasa ditinggalkan Tuhan. Di sisi lain, anak informan juga terkena dampak dari
perceraian yang terjadi. Anak informan dekat dengan ayahnya. Lalu informan menitipkan anaknya ke panti asuhan bukan karena tidak kuat
membiayai namun karena takut anak kena dampak dari ibunya. Takut nanti melampiaskan kebencian ke anak. Tanpa sadar mendidik dia untuk tidak
mencintai ayahnya. Namun informan juga tetap menengok anaknya, serta informan membenahi diri untuk hidup ke depan. Informan dengan suaminya
tidak ada komunikasi, serta informan tidak mempunyai surat cerai dan hanya mempunyai risalla. Informan menyatakan bila statusnya janda dan
biasanya janda dilecehkan rendah, tapi informan percaya hal tersebut tergantung dari orangnya. Informan memaparkan apabila membutuhkan
waktu sekitar 10 tahun untuk memaafkan suaminya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel Perbandingan Hasil
Informan 1 Informan 2
Informan 3 Denial
Anger Anger
Anger Depression
Depression -
Denial Bargaining
- Bargaining
Acceptance PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. Pembahasan
Setelah menggambarkan story line ketiga informan, maka selanjutnya adalah pembahasan tahap respon psikologis dalam proses penerimaan diri
pelaku perkawinan katolik yang berpisah. Pemahaman mengenai penerimaan diri akan di-review singkat guna memberikan batasan kajian.
Dari hasil kajian mengenai penerimaan diri Hjelle Ziegler,1992 penerimaan diri merupakan suatu keadaan di mana seorang individu
memiliki sikap positif terhadap dirinya dan mampu mengolah segala kelebihan serta kekurangan yang ada dalam dirinya termasuk mengulah
bermacam emosi yang ada dalam dirinya. Selain definisi penerimaan diri, tahap respon psikologis dalam proses penerimaan diri Kubler-Ross, 1998
membagi respon psikologis dalam lima tahap yaitu, penyangkalan denial, marah anger, tawar-menawar bargaining, depresi depression dan
penerimaan acceptance. Sesuai dengan definisi penerimaan diri di atas, maka syarat untuk
berhasil melakukan penerimaan diri adalah mengolah bermacam emosi dan mengolah segala kelebih serta kekurangan yang ada. Selain itu, sebelum
sampai pada penerimaan diri, melewati terlebih dahulu tahap respon psikologis.
Tahap penyangkalan denial, informan 1 menolak fakta yang terjadi, ketika suaminya lebih memilih orang lain dari pada dirinya. Menyangkal
bahwa kehilangan pasangan benar-benar terjadi. Informan 1 tidak siap menerima fakta serta kondisi yang ada.
Tahap marah anger, ungkapan kemarahan terjadi dalam berbagai cara. Informan 1, menganggap bila dalam hidupnya rasa duka dan rasa
senang lebih banyak sakitnya dukanya. Informan 2, menyalahkan lingkungan karena lingungan mengingatkan pada istrinya serta
menertawakan pengalaman hidupnya. Informan 3, menyalahkan suami atas apa yang terjadi serta menganggap suami egois.
Tahap tawar-menawar bargaining, informan 2 menyesali apa yang sudah terjadi seandainya dulu tidak menikahi istrinya. Informan 3,
menyadari dulu tidak banyak berdoa padahal seharusnya banyak berdoa pada Tuhan. Pada tahap ini, tidak ada solusi yang diberikan bagi
permasalahan yang dihadapi. Tahap depresi depression, informan 2 merupakan pribadi yang
tertutup dan menarik diri, tidak mau menanggapi tanggapan dari lingkungan. Informan 3, mengalami keputusasaan serta berniat untuk bunuh
diri tapi menyadari bila hal tersebut adalah salah. Penerimaan acceptance, pada tahap ini individu akan menyadari
bahwa hidup mereka terus berlanjut dan mereka harus mencari makna baru dari keberadaan mereka. Informan 1 dalam jangka waktu 20 tahun belum
mampu untuk membebaskan rasa dari harapan akan kembalinya suami kepada keluarga. Informan 1 belum dapat mencari makna baru dari situasi
yang ada saat setelah berpisah sampai 20 tahun ini terlewati. Informan 1 belum sampai pada tahap penerimaan. Informan 2, masih berada dalam
pemikiran tentang istrinya dan menyesali keputusan yang dulu diambil yaitu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keputusan menikahi istrinya. Informan 2 belum sampai pada tahap penerimaan. Informan 3 memaknai hidup sebagai sebuah pengalaman yang
harus dijalani. Gambaran informan 3 tentang sakit hati kepada suaminya sudah mulai dilepaskan semenjak 10 tahun yang lalu. Informan sudah
mampu memaafkan suaminya dan memaknai hidup dengan fokus yang lebih positif seperti fokus pada pekerjaan juga pada anak.
81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Informan yang dapat melakukan penerimaan diri terhadap perpisahannya dengan pasangan adalah informan 3 dan tentunya dengan
melewati proses yang panjang dengan melewati tahapan – tahapan penerimaan diri yang ada. Tahap proses penerimaan diri tidak semuanya
dilewati oleh informan. Informan 1 baru melewati tahap denial dan anger. Informan 2 melewati tahap anger, depression, denial, bargaining.
Informan 3 sudah sampai pada penerimaan diri yaitu melewati tahap
anger, depression, bargaining dan acceptance. B.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian tentang tahap respon psikologis dalam proses penerimaan diri pada pelaku perkawinan katolik yang berpisah,
saran yang dapat peneliti berikan adalah : 1.
Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian dengan tema sensitive
serta mengingatkan dengan pengalaman masa lalu, lebih berhati-hati dalam melakukan wawancara serta dapat meredam adanya emosi masa
lalu setelah wawancara terlaksana. Hal ini perlu dilakukan karena, munculnya rasa sakit hati oleh karena informan belum sampai pada
tahap respon psikologis penerimaan diri. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Untuk peneliti yang tertarik meneliti lebih jauh tentang penerimaan diri pada pelaku perkawinan Katolik yang berpisah, dapat menggali
tentang bentuk penerimaan diri yang ada serta dapat menambah subyek penelitian agar hasil yang diinginkan dapat tercapai.
2. Bagi Masyarakat, Keluarga dan Pastoral
Lingkungan masyarakat menjadi wadah untuk bersosialisasi. Hendaknya masyarakat mau memberikan dukungan sosial, hal ini
menyangkut pemahaman masyarakat bahwa perkawinan tak semuanya berjalan lancar. Dengan memahami dan mengerti persoalan tentang
khususnya perpisahan secara Katolik, diharapkan melakukan pendampingan personal agar pelaku lebih cepat untuk sampai pada
respon psikologis penerimaan diri. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI