Tahap Penerimaan Diri Penerimaan Diri

Reaksi pertama individu adalah terkejut, tidak percaya dan menyangkal bahwa kehilangan itu benar-benar terjadi Suliswati, 2005. Secara sadar maupun tidak sadar seseorang yang berada dalam tahap ini menolak fakta, informasi dan sesuatu yang berhubungan dengan hal yang dialaminya. Pada tahap ini seseorang tidak mampu berpikir apa yang seharusnya dia lakukan untuk keluar dari masalah. Dia tidak siap menerima kondisinya Kozier, 2004. Oleh karena tahap pengingkaran merupakan tahap yang tidak nyaman dan situasi yang menyakitkan French, 1992. Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini berupa keletihan, kelemahan, pucat, mual, diare, sesak nafas, detak jantung cepat, manangis, gelisah Suliswati, 2005. 2. Tahap Marah Anger Kemarahan yang dialami seseorang dapat diungkapkan dengan berbagai cara. Individu mungkin menyalahkan dirinya sendiri dan atau orang lain atas apa yang terjadi padanya, serta pada lingkungan tempat dia tinggal. Pada kondisi ini, individu tidak memerlukan nasehat, baginya nasehat adalah sebuah bentuk pengadilan judgement yang membuatnya lebih terganggu. Reaksi fisik yang sering terjadi pada tahap ini antara lain wajah merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur dan tangan mengepal Suliswati, 2005. 3. Tahap Tawar-menawar bargaining Pada tahap ini seseorang berfikir seandainya ia dapat menghindari kehilangan itu. Reaksi yang sering muncul adalah dengan mengungkapkan perasaan bersalah atau ketakutan pada dosa yang pernah dilakukan Kozier, 2004. Seringkali seseorang yang berada pada tahap ini berusaha tawar menawar dengan Tuhan agar merubah apa yang telah terjadi supaya tidak menimpanya. Sering juga dinyatakan dengan kata-kata “kenapa harus terjadi pada keluarga saya”. Tahap tawar-menawar yang dilakukan seseorang tidak memberikan solusi apapun bagi permasalahan yang dia hadapi. 4. Tahap Depresi Depression Pada tahap ini individu mengalami disorganisasi dalam batas tertentu dan merasa bahwa mereka tidak mampu melakukan tugas yang di masa lalu dilakukan dengan sedikit kesulitan Niven, 2002. Individu sering menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau berbicara, takut, perasaan tidak menentu dan putus asa. Seseorang yang berada pada tahap ini setidaknya sudah mulai menerima apa yang terjadi padanya adalah kenyataan yang memang harus dihadapi Chapman, 2006. Gejala fisik yang sering muncul adalah menolak makan, susah tidur, letih dan libido menurun. Suliswati, 2005 5. Tahap Penerimaan Acceptance Pada tahap ini individu akan menyadari bahwa hidup mereka terus berlanjut dan mereka harus mencari makna baru dari keberadaan mereka. Pikiran yang selalu terpusat pada objek atau orang yang hilang akan mulai berkurang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan, gambaran tentang objek mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian akan beralih pada objek yang baru Suliswati, 2005.

6. Manfaat Penerimaan Diri

Menurut Supratiknya 1995 menerima diri secara positif ditunjukkan dari sikap penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri dan lawannya sehingga tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri. Penerimaan diri berkaitan dengan kerelaan individu untuk membuka atau mengungkapkan aneka pikiran, perasaan, dan reaksi kita terhadap orang lain kesehatan psikologis individu, serta penerimaan individu terhadap orang lain. Calhoun dan Accocela 1990 berpendapat bahwa penerimaan diri yang positif berkaitan dengan konsep diri yang positif. Seseorang yang memiliki konsep diri yang positif dapat memahami dan menerima fakta- fakta yang berbeda antara harapan dan realitas diri. Individu yang bersangkutan tetap mampu menyesuaikan diri dengan seluruh pengalaman mentalnya sehingga ia mampu mengevaluasi diri dengan positif. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Menurut Roger dalam Handayani 1998 penerimaan diri dapat dicapai apabila real self dalam keadaan congruence dengan ideal self. Dengan keadaan tersebut, individu telah menjadi diri sendiri karena ia dapat menyelaraskan harapan akan dirinya dengan keadaan diri yang sesungguhnya. Orang yang dapat menerima diri memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah. Individu tidak perlu cemas akan keterbatasannya karena ia mengetahui bagaimana menghadapi keterbatasan tersebut. Kritikan dari orang lain merupakan suatu alarm untuk semakin mengenali diri. Kritikan tersebut tidak membuat diri merasa semakin kecil dan tak berdaya sehingga individu tidak perlu merasa cemas Sugoto dan Eshty, 1998. Berdasarkan pendapat para tokoh di atas, peneliti menyimpulkan bahwa penerimaan diri merupakan kemampuan seorang individu untuk mengetahui, menerima, dan mengembangkan dirinya. Individu yang mampu menerima diri secara positif yaitu: percaya diri, merasa diri berharga, berprinsip, bebas dan spontan, mengembangkan diri,

B. Perkawinan Katholik

Menurut Kitab Hukum Kanonik, perkawinan merupakan hidup berkeluarga dalam suatu ikatan dan merupakan cara hidup yang sangat lazim dan normal bagi kebnyakan orang, termasuk di dalamnya orang- orang yang telah dibabtis secara Katolik atau diterima dalam Gereja Katolik.

1. Definisi perkawinan Katolik menurut Ajaran Gereja Katolik

dimuat dalam Kitab Hukum Kanonik. Bagian yang menyebutkan mengenai perkawinan katolik terdapat dalam : Kanon 1055 1. Perjanjian foedus perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan consortium seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri bonum coniugum serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibabtis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen. 2. Karena itu antara orang-orang yang dibabtis, tidak dapat ada kontrak perkawinan sah yang tidak dengan sendirinya sakramen. Kanon 1057 1. Kesepakatan pihak-pihak yang dinyatakan secara legitim antara orang-orang yang meurut hukum mampu, membuat perkawinan, kesepakatan itu tidak dapat diganti oleh kuasa manusiawi manapun. 2. Kesepakatan perkawinan adalah tindakan kehendak dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan saling menyerahkan diri dan saling menerima untuk membentuk perkawinan dengan perjanjian yang tidak dapat ditarik kembali. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Perkawinan Katolik yang mampu secara hukum menurut Ajaran

Gereja Katolik dimuat dalam Kitab Hukum Kanonik. 1. Kodrati Kanon 1083 1. Laki-laki sebelum berumur genap enam belas tahun, dan perempuan sebelum berumur genap empat belas tahun, tidak dapat melangsungkan perkawinan yang sah. 2. Konferensi para Uskup berwenang penuh menetapkan usia yang lebih tinggi untuk merayakan perkawinan secara licit. Kanon 1084 Impotensi untuk melakukan persetubuhan yang mendahului antecedens perkawinan yang bersifat tetap perpetua, entah dari pihak laki-laki atau perempuan, entah bersifat mutlak atau relatif, menyebabkan perkawinan tidak sah menurut kodratnya sendiri. Kanon 1085 Tidak sahlah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh orang yang terikat perkawinan sebelumnya, meskipun perkawinan itu belum consummatum.

2. Gerejawi

Kanon 1086 Perkawinan antara dua orang, yang diantaranya satu telah dibaptis dalam Gereja katolik atau diterima di dalamnya dan tidak meninggalkannya dengan tindakan formal, sedangkan yang lain tidak dibabtis adalah tidak sah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kanon 1087 tidak sahlah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh mereka yang telah menerima tahbisan suci. Kanon 1088 tidak sahlah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh mereka yang terikat kaul kekal publik kemurnian dalam suatu tarekat religious. Kanon 1089 antara laki-laki dan perempuan yang diculiknya atau sekurang-kurangnya ditahan dengan maksud untuk dinikahi, tidak dapat ada perkawinan, kecuali bila kemudian setelah perempuan itu dipisahkan dari penculiknya serta berada di tempat yang aman dan merdeka, dengan kemauan sendiri memilih perkawinan itu. Kanon 1090 Tidak sahlah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh orang yang dengan maksud untuk menikahi orang tertentu melakukan pembunuhan terhadap pasangan orang itu atau terhadap pasangannya sendiri. Kanon 1091 Tidak sahlah perkawinan antara mereka semua yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan ke atas dan kebawah, baik yang sah maupun yang natural. Kanon 1092 Hubungan semenda dalam garis lurus menggagalkan perkawinan dalam tingkat manapun. Kanon 1093 Halangan kelayakan publik timbul dari perkawinan tidak sah setelah terjadi hidup bersama atau dari konkubinat yang diketahui umum atau publik, dan menggagalkan perkawinan dalam