48
10.00 di tempat yang sama disalah satu rumah warga di Dusun Kauman, Klaten. Peneliti mengajak anak bertanya jawab mengenai apa yang sudah mereka lakukan
dihari sebelumnya. Dari hasil tanya jawab peneliti mengetahui bahwa sebagian anak lebih tertarik untuk mewarnai gambar-gambar yang ada di buku cerita
daripada membaca cerita, beberapa anak lainnya sudah bisa memahami tentang tradisi nglarung melalui buku cerita dan mewarnai. Kegiatan dilanjutkan dengan
mewarnai dan bernyanyi didampingi oleh pendamping PIA-PIR. Anak-anak terlihat antusias hal itu terbukti dengan mereka meminta gambar lagi untuk bisa
diwarnai di rumah mereka masing-masing. Uji coba prototipe hari kedua bisa dibilang lebih berhasil daripada uji coba hari pertama, karena peneliti bisa lebih
dekat dengan anak-anak dan hasil yang didapat lebih memuaskan. Dalam melakukan uji coba yang pertama dan kedua ada beberapa
hambatan yang peneliti temui. Hambatan tersebut antara lain: Pertama, anak-anak yang hadir dalam uji coba prototipe yang pertama dan kedua lebih didominasi
oleh anak-anak usia 5-6 tahun. Hal ini kurang sesuai dengan subjek uji coba yang ditargetkan oleh peneliti yaitu anak usia 8-9 tahun. Kedua, peneliti kurang
menguasai bahasa Jawa yang menjadi bahasa sehari-hari di Dusun Kauman, sehingga mengalami sedikit kesulitan dalam hal komunikasi dengan anak.
b. Uji coba prototipe di Dusun Kopenrejo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penelitian di Dusun Kopenrejo, Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY dilakukan pada sore hari setelah peneliti melakukan penelitian di Klaten. Subjek
uji coba pada penelitian ini berjumlah tiga anak dengan rentang usia 8-9 tahun. Kegiatan uji coba prototipe dilakukan dengan suasana yang santai karena subjek
49
uji coba merupakan kerabat dari peneliti dan diujicobakan di rumah peneliti. Mereka terlihat sangat antusias pada saat mewarnai gambar kegiatan tradisi
nglarung. Selesai mewarnai, mereka mengisi lembar refleksi dan menggambar bagian dari buku cerita yang mereka anggap menarik dengan didampingi oleh
peneliti. Hambatan yang peneliti temui ketika melakukan kegiatan uji coba yaitu,
peneliti harus menjelaskan secara berulang-ulang tentang tradisi nglarung karena anak-anak belum benar-benar memahami makna dari tradisi nglarung.
c. Uji coba prototipe di Desa Grembyangan, Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Uji coba produk hari ke dihadiri oleh 13 anak dengan rentang usia 5-9 tahun. Uji coba prototipe dilaksanakan di Dusun Grembyangan, Madurejo,
Prambanan, Sleman, DIY pada tanggal 30 Desember 2015. Kegiatan uji coba dimulai pukul 10:00 WIB dan berlangsung selama dua jam. Rangkaian kegiatan
yang dilakukan hampir sama dengan kegiatan uji coba di Klaten. Anak-anak juga terlihat antusias mengikuti kegiatan mewarnai. Melalui kegiatan uji coba
prototipe, peneliti ingin mengenalkan salah satu tradisi Jawa melalui buku cerita dan mewarnai dan diharapkan prototipe buku tersebut dapat menjadi sarana untuk
meningkatkan pengembangan karakter.
4.1.2 Deskripsi kualitas prototipe buku cerita dan mewarnai.
Peneliti mengolah data kuesioner persepsi anak terhadap kualitas buku agar dapat mendeksripsikan kualitas prototipe buku cerita dan mewarnai “Tradisi
Nglarung ”. Kuesioner dibagikan kepada 12 anak usia 8-9 tahun yang mengikuti
50
kegiatan uji coba prototipe ditiga tempat yang berbeda. Berikut adalah data hasil rekapan persepsi anak terhadap kualitas buku yang disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 4. Rekapan Kuesioner Persepsi Anak terhadap Kualitas Buku
Pernyataan Jumlah
Responden Persentase
Jawaban Ya
Tidak Ya
Tidak
Setelah membaca buku Tradisi Nglarung saya memahami:
1. Tujuan Nglarung untuk mengucap syukur nelayan
atas hasil tangkapan ikan. 12
100
2. Makna Nglarung untuk memberikan sesaji kepada
penguasa laut. 12
100 3.
Perlunya para nelayan bekerja sama dengan cara menghias perahu yang akan digunakan untuk melarung.
11 1
92 8
4. Para nelayan bergotong royong membersihkan
lingkungan pantai sebelum mereka melakukan upacara Nglarung.
12 100
5. Para nelayan bersama-sama membuat sesaji yang akan
mereka letakkan di dalam perahu yang digunakan untuk melarung.
12 100
6. Sebelum sesaji dilarung, para nelayan berdoa
bersama untuk memohon keselamatan. 12
100
7. Para nelayan bersama-sama mendorong perahu ke laut
untuk melarung sesaji dan masyarakat berebut sesaji tersebut.
11 1
92 8
8. Sesaji yang didapat nelayan dengan cara berebut dibawa
pulang untuk memotivasi mereka bekerja dengan penuh semangat.
11 1
92 8
9. Buku cerita dan mewarnai nglarung membantu saya
mengerti arti dari tradisi nglarung. 12
100 10.
Buku cerita dan mewarnai nglarung mendorong saya untuk menghormati tradisi .
12 100
Dilihat dari tabel hasil analisis, peneliti mendapatkan data sebanyak 100 anak memahami bahwa tujuan tradisi nglarung untuk mengucap syukur, saling
bergotong-royong, dan memelihara rasa kebersamaan.
4.2 Pembahasan
Dari hasil validasi prototipe buku cerita dan mewarnai “Tradisi Nglarung” peneliti mendapat nilai 4.9, maka prototipe layak untuk diujicobakan. Uji coba
51
dilakukan pada tanggal 28-30 Desember 2015 ditiga tempat yang berbeda. Setelah melakukan uji coba pada anak-anak didapat data bahwa buku cerita dan mewarnai
“Tradisi Nglarung” mampu membantu anak-anak memahami nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut.
a.
Prototipe disusun untuk memfasilitasi anak memahami tradisi nglarung.
Tradisi Jawa adalah salah satu hasil budaya Jawa yang masih dipertahankan keberadaannya sampai saat ini, karena tradisi Jawa merupakan
pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Nilai budaya ini merupakan suatu rangkaian konsepi abstrak yang hidup dalam pikiran sebagian
besar dari warga suatu maasyarakat, mengenai kehidupan yang harus dianggap penting dan berharga dalam hidup Purwahida, 2007. Salah satu upacara
tradisional yang ada di Jawa adalah tradisi nglarung. Dalam tradisi nglarung masyarakat menghanyutkan sesaji di tengah laut sebagai bentuk persembahan
kepada roh halus yang menguasai Laut Selatan. Tradisi tersebut dilaksanakan setiap satu tahun sekali yaitu pada Bulan Sura yang merupakan bulan pertama
menurut kalender Jawa. Pelaksanaan tradisi nglarung sebagai bentuk ucapan syukur para nelayan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat yang telah
diberikan berupa melimpahnya hasil tangkapan ikan. Tradisi nglarung juga mengandung nilai-nilai budaya, antara lain nilai gotong royong, nilai etos kerja
dan nilai ketaqwaan Sunjata, 2013. Peneliti tertarik untuk mengetahui pemahaman anak mengenai tradisi nglarung, oleh karena itu peneliti melakukan
pengumpulan data.
52
Peneliti melakukan wawancara kepada 9 anak usia 8-9 tahun ditiga kota yang berbeda yaitu Yogyakarta, Purworejo dan Pekalongan. Tiga kota tersebut
peneliti pilih untuk mencari data awal tentang pemahaman anak di daerah pantai dan pertanian tentang tradisi nglarung. Dari hasil wawancara tersebut peneliti
mendapat informasi bahwa mereka tidak memahami tradisi nglarung yang mengandung nilai-nilai budaya. Dari data wawancara, peneliti tertarik untuk
mencoba mengembangkan prototipe buku yang akan memfasilitasi anak memahami tradisi nglarung. Kemudian peneliti membagikan kuesioner pra-
penelitian untuk menganalisis kebutuhan anak terkait dengan prototipe buku yang akan dikembangkan. Didapat data bahwa anak-anak membutuhkan sebuah buku
cerita tradisi nglarung yang dilengkapi dengan gambar-gambar rangkaian kegiatan tradisi tersebut.
Peneliti menyusun prototipe buku cerita dan mewarnai “Tradisi Nglarung” dan kemudian melakukan uji coba kepada anak usia 8-9 tahun untuk mengetahui
kualitas prototipe yang dikembangkan. Dari hasil uji coba produk didapat data bahwa anak mengetahui tujuan dari tradisi nglarung adalah mengucap syukur,
saling bergotong-royong, dan menjaga rasa kebersamaan. Peneliti melihat adanya perbedaan pemahaman anak sebelum melakukan
kegiatan uji coba dan setelah melakukan uji coba. Sebelum melakukan kegiatan uji coba, anak tidak memahami sama sekali mengenai tradisi nglarung, tetapi
setelah melakukan kegiatan uji coba anak sudah bisa memahami makna dan tujuan dari tradisi nglarung. Hal itu dapat ditunjukkan melalui refleksi hasil
persepsi anak berikut.
53
Gambar 5. Hasil Refleksi Persepsi Anak terhadap Kualitas Prototipe
b. Prototipe disusun dengan menonjolkan nilai-nilai pendidikan karakter
kebangsaan di dalam tradisi nglarung. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi nglarung memiliki kaitan
dengan nilai pendidikan karakter kebangsaan. Nilai-nilai dalam pendidikan karakter kebangsaan yaitu olah hati, olah pikir, olah ragakinestetik, olah rasa dan
karsa. Olah hati memiliki nilai ketuhananketaqwaan, hal ini sesuai dengan
tujuan dari tradisi nglarung yaitu mengucap syukur kepada Tuhan, dan secara
54
bersama-sama nelayan mendoakan sesaji yang akan dilarung. Olah pikir terwujud ketika nelayan berkreasi membuat tempat sesaji dan menghias perahu mereka,
kemudian merefleksikan diri untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi kehidupan. Olah ragakinestetik terwujud ketika nelayan dan
masyarakat dengan gigih membersihkan lingkungan pantai, mendorong perahu dan berebut sesaji di tengah laut. Olah rasa dan karsa tercermin dalam nilai gotong
royong ketika nelayan memasang tenda di tepi pantai, nilai etos kerja diwujudkan ketika nelayan menyiapkan sesaji dimana segala sesaji yang digunakan tidak
boleh basi dan harus baru. Dari kegiatan uji coba prototipe, peneliti dapat melihat bahwa anak-anak
sudah mampu memahami tentang nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan yang terkandung dalam tradisi nglarung. Hal tersebut dibuktikan dengan cara anak-
anak menggambarkan bagian dari cerita yang mereka anggap paling menarik yang mengandung nilai karakter. Berikut ini adalah salah satu contoh hasil refleksi anak
yang menggambarkan nilai ketuhanan dan kebersamaan.
55
Gambar 6. Hasil Refleksi Anak
c. Prototipe disusun dalam bentuk buku cerita dan mewarnai.
Prototipe disusun dalam bentuk buku cerita dan mewarnai tentang tradisi nglarung. Buku cerita dan mewarnai tersebut dapat digunakan oleh anak untuk
mengetahui cerita tentang tradisi nglarung sekaligus kumpulan gambar kegiatan tradisi nglarung yang bisa diwarnai oleh anak-anak. Prototipe tersebut disusun
untuk memfasilitasi pemahaman anak tentang tradisi nglarung yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan.
Buku cerita dan mewarnai tersebut dapat digunakan oleh anak untuk mengetahui cerita sekaligus gambar-gambar tradisi nglarung. Kegiatan mewarnai
56
merupakan kegiatan favorit bagi anak-anak. Dalam kegiatan ini, anak-anak diberi kebebasan memilih warna dan memadukan warna. Hampir setiap anak gemar
mewarnai, karena pada usia 3-9 tahun, anak mulai mengekspresikan dunianya melalui kata-kata dan gambar Murdiani, 2010:107.
d. Prototipe disusun sesuai dengan tahap perkembangan anak usia 8-9 tahun.
Prototipe disusun dengan menyesuaikan tahap perkembangan anak yaitu tahap operasional konkret 7-10 tahun dimana gambar-gambar yang digunakan
merupakan gambaran dari objek atau benda-benda asli yang ada di sekitar anak dan digunakan dalam tradisi nglarung Piaget dalam Santrock, 2011:27-28.
Menurut Yusuf 2009:69, anak usia 8-9 tahun masuk kedalam salah satu tahap perkembangan anak yaitu pada tahap keenam. Pada tahap keenam ini anak
mulai belajar mengembangkan konsep sehari-hari. Konsep yang diperoleh anak semakin bertambah. Konsep-konsep itu meliputi kaidah-kaidah atau ajaran agama
moral, ilmu pengetahuan, adat-istiadat dan sebagainya. Prototipe buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung membantu anak
dalam mengembangkan konsep tentang adat-istiadat. Anak-anak akan mudah memahami nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi nglarung dengan membaca
cerita yang disajikan dalam prototipe buku cerita.
57
4.3 Kelebihan dan Kelemahan Prototipe